• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Body Mass Index (BMI) dan abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Korelasi Body Mass Index (BMI) dan abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa - USD Repository"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

i

KORELASI BODY MASS INDEX (BMI) DAN ABDOMINAL SKINFOLD

THICKNESS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PUASA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Pika NIM : 088114189

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

生活并不完美

Life maybe not perfect

Hidup ini tidak sempurna

但并不代表它不美

But it doesn’t mean it not beautiful

Tetapi tidak berarti “Dia” tidak

indah

(5)
(6)

vi PRAKATA

Rasa syukur yang melimpah saya nyatakan atas terselesainya skripsi saya yang berjudul “Korelasi Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa”. Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Universitas Sanata Dharma.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada : 1. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S.J., M.Sc., selaku rektor Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

2. Ketua Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

3. Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

4. Ibu dan kakak penulis serta paman atas cinta kasih yang diberikan serta penulis mengucapkan terima kasih yang tiada batas karena kalian telah menjadi pahlawan dalam hidup penulis.

5. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK., selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan dorongannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. dan Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji.

7. Laboratorium Parahita Yogyakarta yang telah membantu pemeriksaan darah responden.

(7)

vii

8. Semua dosen di Fakultas Farmasi yang telah membagikan ilmunya kepada penulis selama penulis berkuliah di Fakultas Farmasi USD.

9. Agung Santoso, S.Psi. selaku dosen statistika Fakultas Psikologi USD yang bersedia meluangkan waktu beliau untuk berdiskusi mengenai metode statistika. Terima kasih atas segala masukan dan ilmu-ilmu statistika yang sangat membantu di dalam penelitian penulis.

10. Semua dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma wanita yang bersedia terlibat menjadi responden di dalam penelitian ini.

11. Mas Dwi, Mas Sarwanto, dan Pak Narto selaku sekeretariat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu administrasi penulis dalam proses pelaksanaan skripsi.

12. Semua dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penelitian ini sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar dan baik.

13. Teman-teman payung terkasih Desi, Siska, Gary, Vivi, Carol, Andin, Icha, Vita, Lia dan Ella dalam kerja sama selama penelitian ini.

14. Sahabat-sahabatku terkasih (Anna, Dewi Susanti, Susilia, Nelly, Ardani, Yuvita, Lia Yumi, Yosephine).

15. Seluruh teman FKK-B 2008 yang terkasih. Terima kasih atas tawa canda dan dukungan selama ini.

(8)

viii

17. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberi andil hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini. Penulis mohon saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat.

Yogyakarta, 18 November 2011

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

(11)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 8

A. Obesitas ... 8

B. Diabetes Mellitus ... 10

1. Definisi ... 10

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus ... 10

C. Patogenesis Diabetes Mellitus Terkait Obesitas ... 12

(12)

xii

2. Permohonan izin dan kerja sama ... 24

3. Pencarian responden ... 25

4. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian ... 26

5. Pengukuran parameter ... 27

4. Abdominal skinfold thickness ... 34

5. Glukosa darah puasa ... 36

B. Perbandingan Rerata Glukosa Puasa Pada BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 ... 38

C. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Abdominal Skinfold Thickness <14,5 mm dan Abdominal Skinfold Thickness ≥14,5 mm ... 40

D. Perbandingan Rerata Abdominal Skinfold Thickness pada BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 ... 41

(13)

xiii

1. Korelasi BMI dengan kadar glukosa darah puasa ... 43

2. Korelasi abdominal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 55

(14)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus ... 13 Tabel II. Klasifikasi BMI Menurut WHO Untuk Orang Asia ... 15 Tabel III. Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan

Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi ... 29 Tabel IV. Karakteristik Responden ... 31 Tabel V. Profil BMI Responden Berdasarkan Kategori WHO ... 33 Tabel VI. Profil Glukosa Puasa Subjek Penelitian Berdasarkan

Kategori ADA ... 36 Tabel VII. Perbandingan Rerata Glukosa Puasa dan Abdominal

Skinfold Thickness pada BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 ... 38 Tabel VIII. Perbandingan Rerata Glukosa Puasa pada Abdominal Skinfold

Thickness <14,5 mm dan ≥14,5 mm ... 40 Tabel IX. Korelasi Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thicknes

(15)

xv DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Responden ... 20

Gambar 2. Histogram Sebaran Data Umur ... 32

Gambar 3. Histogram Sebaran Body Mass Index ... 34

Gambar 4. Histogram Sebaran Abdominal Skinfold Thickness ... 35

Gambar 5. Histogram Sebaran Kadar Glukosa Darah Puasa ... 37

Gambar 6. Diagram Sebar Korelasi BMI terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa ... 44

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance ... 56

Lampiran 2. Inform Consent ... 57

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian (WR I Universitas Sanata Dharma) ... 58

Lampiran 4. Surat Peminjaman Ruang ... 59

Lampiran 5. Kartu Pencatatan Pemeriksaan ... 61

Lampiran 6. Leaflet ... 62

Lampiran 7. Hasil Pemeriksaan Darah dari Laboratorium Parahita ... 64

Lampiran 8. Deskriptif dan Uji Normalitas Usia ... 65

Lampiran 9. Deskriptif dan Uji Normalitas Berat Badan ... 66

Lampiran 10. Deskriptif dan Uji Normalitas Tinggi Badan ... 67

Lampiran 11. Deskriptif dan Uji Normalitas Body Mass Index ... 68

Lampiran 12. Deskriptif dan Uji Normalitas Abdominal Skinfold Thickness ... 69

Lampiran 13. Deskriptif dan Uji Normalitas Kadar Glukosa Darah Puasa ... 70

Lampiran 14. Deskriptif Rerata Glukosa Darah Puasa BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 ... 71

Lampiran 15. Uji Normalitas dan Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 ... 72

(17)

xvii

Lampiran 17. Uji Normalitas dan Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa Pada Abdominal Skinfold Thickness <14,5 mm dan

Abdominal Skinfold Thickness ≥14,5 mm ... 74 Lampiran 18. Uji Korelasi SpearmanBody Mass Index dan Abdominal

(18)

xviii INTISARI

Obesitas merupakan kelebihan kandungan lemak di jaringan adiposa. Obesitas terbagi menjadi dua yaitu obesitas perifer dan obesitas sentral. Obesitas sentral meningkatkan risiko penyakit diabetes mellitus. Pengukuran nilai obesitas dapat dinyatakan dengan Body Mass Index (BMI) sebagai parameter obesitas umum dan abdominal skinfold thickness sebagai parameter obesitas sentral. Tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara BMI dan

abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah staf wanita

premenopause (responden) umur 30-50 tahun. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi responden dengan riwayat penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, penyakit hati akut ataupun kronis, perokok, hamil, mengkonsumsi obat kontrasepsi, obat penurun dan peningkat kadar glukosa darah.

(19)

xix

ABSTRACT

Obesity is excess of fat in the adipose tissue. Obesity is divided into two that peripheral obesity and central obesity. Central obesity increases the risk of diabetes mellitus disease. The measurement of the obesity value can assert with Body Mass Index (BMI) which represents common obesity and abdominal skinfold thickness which in turn represents central obesity. The aim of this study is to determine the correlation BMI and abdominal skinfold thickness with fasting blood glucose.

This study was observational analytical with cross-sectional method design. This study used purposive sampling method. Female staff with age range of 30 to 50 years old (respondent) with premenopause were included criteria in this study. All people with diabetes mellitus disease, coronary heart disease, acute or chronic hepatic disease, smoker, pregnant, consume contraception medicine, and consume medicine that make blood glucose increase or decrease were excluded in this study.

Respondent participated in this study were female (n=57), aged 39±5 years old. Respondents were measured weight, height, AST and fasting blood glucose.This study used 95% confidence interval. Spearman statistical test showed no significant correlation with BMI and fasting blood glucose (p=0,141) and no significant correlation abdominal skinfold thickness with fasting blood glucose (p=0,077).

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari satu miliar orang di dunia mengalami obesitas dan kecenderungan ini terus berlanjut. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 1,5 miliar pada tahun 2015. Obesitas merupakan faktor risiko penting untuk penyakit kardiovaskular yang menyumbang lebih dari 17 juta kematian setiap tahun dengan diabetes dan hipertensi merupakan faktor predisposisi utama (WHO, 2005). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, prevalensi obesitas di Indonesia pada pria sebesar 16,3% dan pada wanita sebesar 26,9%. Prevalensi obesitas pada pria untuk Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 8,3% dan wanita sebesar 15,7% (Riskesdas, 2011).

Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) dinyatakan sekitar 171 juta orang di dunia menderita penyakit diabetes dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 366 juta orang pada tahun 2030. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi penyakit diabetes mellitus (sebanyak 80% merupakan diabetes mellitus tipe dua) nasional Indonesia dengan usia >15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi diabetes mellitus di Daerah Istimewa Yogyakarta lebih tinggi terjadi pada wanita dibanding pria yaitu sebesar 1,5% pada pria dan 1,7% pada wanita.

(21)

penimbunan lemak yang melebihi nilai normal di daerah gluteo-femoral, sedangkan obesitas sentral merupakan keadaan penimbunan lemak yang melebihi nilai normal di daerah abdominal. Obesitas sentral memegang peranan terbesar dibanding obesitas perifer di dalam peningkatan risiko penyakit diabetes mellitus tipe dua.

Obesitas dapat diukur menggunakan metode pengukuran antropometri di antaranya meliputi pengukuran Body Mass Index (BMI), tebal lipatan kulit (skinfold thickness), lingkar pinggang, dan lingkar panggul. Metode antropometri memiliki kelebihan antara lain aman (tidak invasif), sederhana dan biaya murah serta tidak harus membutuhkan pihak yang ahli di dalam pengukurannya (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002).

Penelitian Ohnishi et al. (2006) yang dilakukan pada 348 pria dan 523 wanita (dibedakan antara obesitas sentral dan normal). Hasil penelitian menyatakan bahwa risiko diabetes mellitus tipe dua secara signifikan lebih tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding di dalam kelompok obesitas umum (15,6% vs 12,7%; p<0,0001). Berdasarkan pada faktor risiko obesitas dan penyakit yang timbul akibat obesitas serta adanya perbedaan faktor risiko obesitas pada pria dan wanita maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian korelasi Body Mass Index (BMI) dan abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah sebagai prediktor penyakit diabetes mellitus.

(22)

terhadap kadar glukosa darah, sehingga dari penelitian ini peneliti mengharapkan adanya penilaian terhadap obesitas secara umum (dinyatakan dengan BMI) dan obesitas sentral (dinyatakan dengan abdominal skinfold thickness) dalam keterkaitannya dengan peningkatan kadar glukosa darah.

Pada penelitian ini, peneliti mengambil data-data (abdominal skinfold thickness, BMI, dan kadar glukosa darah puasa) dari responden wanita umur 30-50 tahun yang premenopause. Penelitian ini bertujuan memberikan deteksi dini bagi kaum wanita yang memiliki persentase lemak tubuh yang lebih besar dibanding pria terhadap risiko peningkatan glukosa darah sebagai awal terjadinya penyakit diabetes mellitus tipe II (Gibson, 2005).

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian yang tercantum dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat oleh penulis dalam penelitian ini adalah :

Apakah terdapat korelasi antara Body Mass Index dan abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah pada staf wanita premenopause umur 30-50 tahun Universitas Sanata Dharma ?

2. Keaslian penelitian

(23)

ditimbulkannya seperti penyakit diabetes mellitus. Penelitian-penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu:

a. Incidence of Type 2 Diabetes in Individuals With Central Obesity in a Rural Japanese Population (Ohnishi et al., 2006). Penelitian ini dilakukan dengan populasi dalam penelitian ini sebanyak 348 pria dan 523 wanita (dibedakan antara obesitas sentral dan normal). Hasil penelitian menyatakan bahwa risiko diabetes mellitus tipe dua secara signifikan lebih tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding di dalam kelompok normal (15,6% vs 5,8%; p<0,0001).

b. Hubungan Antara Nilai Antropometri Dengan Kadar Glukosa Darah (Lipoeto, Yerizel, Edward, dan Widuri, 2007). Penelitian ini dilakukan di kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah responden sebanyak 70 orang penduduk dewasa yang berusia di atas 20 tahun. Hasil penelitian menunjukkan jumlah penderita obes berdasarkan Index Massa Tubuh (IMT) (lebih dari 25 kg/m2) sebanyak 34,3%, berdasarkan lingkar pinggang (LP) berjumlah 38,6% dan berdasarkan rasio lingkar pinggang panggul (RLPP) berjumlah 24,4%. Hasil analisa korelasi didapatkan nilai korelasi (r) kadar glukosa darah dengan IMT adalah 0,101 (p>0,05), dengan LP sebesar 0,168 (p>0,05) dan dengan RLPP adalah sebesar 0,186 (p>0,05).

c. Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Level in Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia,

(24)

terdiri dari 220 pria dan 436 wanita. Berdasarkan analisa korelasi didapatkan hasil nilai korelasi (r) Body Mass Index dan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,119 (p=0,002).

d. Hubungan Diabetes Mellitus Dengan Obesitas Berdasarkan Body Mass Index

dan Lingkar Pinggang Data Riskesdas 2007 (Soetiarto, Roselinda, dan Suhardi, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan mengambil dan menganalisa subset database Riskesdas tahun 2007. Hasil penelitian menyatakan obesitas sentral berdasarkan lingkar pinggang lebih berperan sebagai faktor risiko diabetes mellitus dibandingkan obesitas umum berdasarkan BMI.

e. Simple Skinfold-Thickness Measurements Complement Conventional Anthropometric Assessments in Predicting Glucose Tolerance (Sievenpiper, Jenkins, Josse, Leiter and Vuksan, 2001). Penelitian ini dilakukan terhadap 35 responden dengan mengukur truncal skinfold thickness yang merupakan penjumlahan dari subscapular, iliac, dan abdominal skinfold thickness dan mengkorelasikan truncal skinfold thickness ini terhadap kadar glukosa darah puasa. Hasil penelitian menyatakan adanya korelasi positif bermakna dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,52 (p<0,01) antara truncal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa.

3. Manfaat penelitian

(25)

pada wanita dewasa premenopause rentang usia 30-50 tahun di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Manfaat praktis. Data yang diperoleh diharapkan dapat memberikan informasi bagi pihak terkait mengenai korelasi Body Mass Index (BMI) terhadap kadar glukosa darah puasa dan korelasi abdominal skinfold thickness terhadap kadar glukosa darah puasa pada wanita dewasa premenopause rentang usia 30-50 tahun di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan pengukuran Body Mass Index dan abdominal skinfold thickness diharapkan mampu memberikan gambaran awal kadar glukosa darah sehingga diharapkan masyarakat dapat memantau kesehatan fisiknya secara lebih intensif dan sebagai deteksi dini akan kecenderungan risiko penyakit diabetes mellitus.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Memperoleh informasi mengenai risiko yang ditimbulkan akibat obesitas terkait dengan peningkatan kadar glukosa darah pada wanita premenopause

rentang usia 30-50 tahun di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Tujuan khusus

(26)
(27)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan kandungan lemak di jaringan adiposa; batas untuk obesitas umumnya adalah kelebihan berat lebih dari 20% berat standar normal (Sherwood, 2009). Beberapa faktor yang mungkin terlibat sebagai penyebab obesitas antara lain :

1. Gangguan jalur sinyal leptin

Sebagian kasus obesitas dilaporkan berkaitan dengan resistensi leptin. Orang yang memiliki kelebihan berat badan maka asupan energi yang berlebihan hanya berlangsung selama periode terjadinya obesitas. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pada orang dengan obesitas, pusat-pusat di hipotalamus yang berperan di dalam homeostatis energi “diatur menjadi lebih tinggi”. Kondisi di mana homeostatis energi menjadi lebih tinggi mengakibatkan otak tidak mendeteksi leptin sebagai sinyal untuk menurunkan nafsu makan sehingga mengakibatkan simpanan lemak menjadi semakin tinggi (Sherwood, 2009).

2. Aktivitas fisik yang kurang

(28)

mengakibatkan penurunan yang setara dengan asupan makanan (Sherwood, 2009).

3. Perbedaan di dalam mengekstraksi energi dari makanan

Orang yang tidak gemuk memiliki lebih banyak uncoupling proteins yang memungkinkan sel mereka mengubah lebih banyak kalori nutrien menjadi panas dan bukan menjadi lemak. Pada orang yang mengalami obesitas memiliki kecenderungan di dalam mengekstraksi kalori nutrien menjadi lemak (Sherwood, 2009).

4. Kecenderungan herediter

Perbedaan dalam jalur-jalur regulatorik untuk keseimbangan energi baik jalur untuk mengatur asupan makanan maupun yang mempengaruhi pengeluaran energi sering berasal dari variasi genetik (Sherwood, 2009).

5. Pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat makan berlebihan Salah satu masalah dalam melawan obesitas adalah bahwa sekali terbentuk sel lemak maka sel lemak tidak akan lenyap dengan pembatasan makan dan penurunan berat badan (Sherwood, 2009).

Obesitas terbagi menjadi dua tipe yaitu : 1. Obesitas sentral

Pada obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh yang melebihi nilai normal di daerah abdominal.

2. Obesitas perifer

(29)

dengan kondisi genetik yang mendukung dapat menyebabkan peningkatan penyimpanan energi yang berakhir pada komplikasi-komplikasi medik yang memprihatikan. Salah satu di antaranya adalah keadaan yang disebut resistensi insulin (Wajchenberg, 2000).

Secara anatomis, obesitas sentral merupakan penimbunan lemak yang terdapat di abdominal baik subkutan maupun abdominal. Lemak intra-abdominal terdiri atas lemak intraperitonel (omentum dan mesentrik) dan retroperitoneal. Obesitas sentral berkorelasi erat dengan peningkatan mortalitas dan risiko akibat obesitas seperti diabetes mellitus, hipertensi, sindroma metabolik, dan penyakit jantung koroner (Adam, 2006).

B. Diabetes Mellitus 1. Definisi

Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, gangguan fungsi insulin atau keduanya (American Diabetes Association, 2003).

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Berdasarkan klasifikasi American Diabetes Association (ADA), diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi empat tipe berdasarkan penyebab dan proses penyakitnya yaitu :

a. Diabetes Mellitus Tipe I (Insulin dependent diabetes mellitus)

(30)

atau diabetes pada anak, sebagai hasil dari kerusakan sel autoimun pada sel-sel β pankreas. Pada tipe diabetes ini, kecepatan kerusakan dari sel β sangat bervariasi, dapat terjadi sangat cepat pada beberapa individu (sebagian besar bayi dan anak) dan lambat pada lainnya (sebagian besar orang dewasa). b. Diabetes Mellitus Tipe II (Non-insulin dependent diabetes mellitus)

(31)

c. Diabetes Mellitus Saat Kehamilan (Diabetes Mellitus Gestasional)

Diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai kadar intoleransi glukosa dengan onset atau pertama ditemukan selama kehamilan. Beberapa wanita akan kembali normal setelah melahirkan, tetapi 30-50% akan berkembang menjadi diabetes mellitus tipe II (Triplitt, Reasner and Isley, 2005).

d. Diabetes Mellitus Spesifik

Diabetes mellitus spesifik yaitu Maturity Onset Diabetes of the Young

(MODY). Tipe diabetes ini merupakan suatu bentuk diabetes yang berkaitan dengan kelainan salah satu gen pada fungsi sel β pankreas, kelainan juga dapat terjadi pada autosomal dominan yang diturunkan (Triplitt et al., 2005).

C. Patogenesis Diabetes Mellitus Terkait Obesitas

Sekitar 80% pasien diabetes melitus tipe II menderita obesitas, dan obesitas ini dihubungkan dengan resistensi insulin (penurunan sensitivitas insulin). Obesitas viseral atau dikenal dengan obesitas sentral merupakan contoh penimbunan lemak tubuh yang berbahaya karena obesitas sentral bersifat lebih lipolitik dibanding obesitas perifer (Robbins and Cotran, 2004).

Kelebihan jaringan adiposa pada orang obesitas terutama obesitas sentral berhubungan dengan resistensi insulin, hipertensi, efek protrombotik dan pro-inflamasi (Kershaw and Flier, 2004). Obesitas dapat mempengaruhi sensitivitas insulin melalui peran dari nonesterrified fatty acids (NEFAs) (Robbins and

(32)

Kelebihan jumlah NEFAs mengakibatkan akumulasi dari diacylglycerol

(DAG) dan ceramide yang akan mengaktifkan treonin kinase yang mengakibatkan penyimpangan dari fosforilasi dari serin pada reseptor insulin dan protein insulin receptor substrate (IRS). Hal ini akan mengakibatkan lemahnya sinyal dari reseptor insulin terhadap reseptor sehingga sensitivitas insulin menurun (Robbins

and Cotran, 2004). Akumulasi ceramide juga akan menginduksi peningkatan nitrit oksida. Nitrit oksida yang dihasilkan akan meningkatkan ekspresi dari sitokin inflamasi yaitu Interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor α (TNF-α) (DeFronzo and Ralph, 2004). Sitokin IL-1 dan TNF-α akan menginduksi terjadinya resistensi insulin melalui serangkaian proses yang kemudian mengubah sinyal aksi insulin menjadi sinyal yang bersifat antagonis pada jaringan perifer (Kantartzis, 2006).

D. Glukosa Darah

Glukosa darah puasa adalah kadar glukosa darah setelah puasa lebih kurang 8-10 jam sebelum dilakukan pemeriksaan (Departemen Kesehatan, 2005).

Tabel I. Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus (ADA, 2010)

Glukosa Plasma Puasa

(33)

E. Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Pengertian dari segi kata berarti ukuran dari tubuh. Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Keunggulan antropometri :

1. Alatnya mudah didapat dan digunakan

2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif 3. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus yang ahli, juga oleh

tenaga lain setelah dilatih untuk itu

4. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan bahan-bahan lainnya

5. Secara ilmiah diakui kebenarannya (Supariasa dkk., 2002). a. Body Mass Index (BMI)

(34)

Tabel II. Klasifikasi BMI Menurut WHO Untuk Orang Asia (WHO, 2002) Kategori BMI (kg/m2) Risiko Morbiditas

Kurang berat < 18,5 kg/m2

Rendah tetapi risiko terhadap masalah-masalah klinis lain

meningkat

Batas Normal 18,5-22,9 kg/m2 Rata-rata

Berat badan

berlebih ≥ 23 kg/m2

Pre-obesitas 23,0-24,9 kg/m2 Meningkat

Obesitas tahap I 25.0-29.9 kg/m2 Sedang Obesitas tahap II ≥ 30 kg/m2 Berbahaya

b. Tebal lipatan kulit (skinfold thickness)

Salah satu teknik pengukuran komposisi lemak tubuh adalah dengan menggunakan skinfold caliper. Bagian-bagian yang umumnya diukur adalah

tricep, bicep, subscapular, dan suprailiac (Truswell, 2007).

Beberapa asumsi pemilihan skinfold untuk mengukur lemak tubuh adalah : 1) Skinfold adalah pengukuran yang baik untuk mengukur lemak bawah kulit. 2) Distribusi lemak bawah kulit adalah sama untuk semua individu termasuk

jenis kelamin.

3) Ada hubungan antara lemak bawah kulit dan total lemak tubuh.

4) Jumlah dari beberapa pengukuran skinfold dapat digunakan untuk memperkirakan total lemak tubuh (Supariasa dkk., 2002).

(35)

F. Landasan Teori

Obesitas merupakan masalah kesehatan yang telah menjadi salah satu risiko penyakit kardiovaskular yang menyumbang kematian sebanyak 17 juta setiap tahun dengan hipertensi dan diabetes sebagai faktor predisposisi utama (WHO, 2005). Obesitas terbagi menjadi dua yaitu obesitas sentral dan obesitas perifer. Salah satu penyebab utama penyakit diabetes mellitus tipe dua yaitu dikarenakan obesitas sentral

Obesitas sentral merupakan penimbunan lemak (jaringan adiposa) yang berlebihan pada bagian abdominal yang akan menginduksi resistensi insulin. Resistensi insulin akan mengakibatkan sensitivitas insulin menurun sehingga semakin mendorong sekresi insulin dari pankreas (sel-sel β langerhans) yang pada akhirnya menyebabkan penurunan fungsi sel-sel β langerhans yang mengarah pada defisiensi insulin.

Pengukuran nilai obesitas dapat kita nyatakan melalui pengukuran antropometri yang di antaranya meliputi pengukuran berat badan dan tinggi badan (untuk menghitung Body Mass Index), tebal lipatan kulit pada abdominal (abdominal skinfold thickness), lingkar pinggang (LP), dan lingkar pinggang panggul (LPP). Pengukuran antropometri merupakan suatu pengukuran yang aman (tidak invasif), sederhana, dan biaya murah.

(36)

yaitu sebesar 26,9% pada wanita dan pada pria sebesar 14,7% terhadap risiko penyakit diabetes mellitus tipe dua.

Penelitian Ohnishi et al. (2006) menyatakan bahwa risiko diabetes mellitus tipe II secara signifikan lebih tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding di dalam kelompok normal (15,6% vs 5,8%; p<0,0001). Berdasarkan pernyataan-pernyataan dan hasil penelitian di atas diharapkan pada penelitian ini didapatkan korelasi antara Body Mass Index dan abdominal skinfold thickness

terhadap kadar glukosa darah puasa pada wanita premenopause 30-50 tahun.

G. Hipotesis

Ada korelasi bermakna antara Body Mass Index dan abdominal skinfold thickness

(37)

18 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan rancangan secara potong lintang/cross-sectional. Penelitian observasional analitik berarti penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi kemudian melakukan analisis korelasi antara fenomena, baik antara faktor risiko dan faktor efek, antarfaktor risiko maupun antarfaktor efek (Notoatmodjo, 2002). Data penelitian yang diperoleh diolah secara komputerisasi untuk mengetahui korelasi dari data-data penelitian.

Penelitian ini menganalisis korelasi antara BMI dan abdominal skinfold thickness sebagai faktor risiko terhadap peningkatan kadar glukosa darah puasa sebagai faktor efek. Data penelitian yang diperoleh diolah secara statistik untuk mengetahui korelasi antara faktor efek dengan faktor risiko. Studi cross-sectional

mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali dan pada satu saat (Notoatmodjo, 2002).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : ukuran BMI dan abdominal skinfold thickness

2. Variabel tergantung : kadar glukosa darah puasa 3. Variabel pengacau

(38)

b. Variabel pengacau tak terkendali : patologi, aktivitas, dan gaya hidup responden.

C. Definisi Operasional

1. Responden adalah staf wanita kampus I, II, dan III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta usia 30-50 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan yang tidak dieksklusi dalam penelitian ini.

2. Karakteristik penelitian meliputi demografi, pengukuran antropometri dan hasil pemeriksaan laboratorium. Karakteristik demografi pada penelitian ini adalah usia dari responden. Pengukuran antropometri meliputi pengukuran BMI dan abdominal skinfold thickness. Hasil pemeriksaan laboratorium yang diteliti adalah kadar glukosa darah puasa.

3. Body Mass Index (BMI) adalah sebuah ukuran berat badan dalam kg terhadap tinggi badan dalam m2 yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori underweight (kekurangan berat badan), overweight

(kelebihan berat badan) dan obesitas (kegemukan). Pengukuran BMI dilakukan dengan cara menimbang berat badan responden, kemudian mengukur tinggi badan responden menggunakan meteran tinggi badan. Untuk mendapatkan nilai BMI, hasil penimbangan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m2).

(39)

Abdominal skinfold thickness adalah ketebalan lemak subkutan yang diukur secara vertikal dari lipatan 5 cm ke pusat umbilicus. Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan dengan cara menjepit lemak subkutan yang berada di bagian perut dengan menggunakan skinfold caliper.

5. Glukosa darah puasa adalah kadar glukosa darah hasil pemeriksaan laboratorium yang diperoleh setelah responden melakukan puasa selama lebih kurang 8-10 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.

D. Responden

Tahap I Tahap II

- 2 responden dieksklusi *

Gambar 1. Skema Responden

*) responden yang setelah pengukuran baru memberitahu kalau menderita penyakit diabetes mellitus dan perokok

70 responden

kriteria inklusi 17 responden memenuhi kriteria inklusi 6 responden tidak

(40)

Responden dalam penelitian ini adalah staf wanita kampus I, II, dan III Unversitas Sanata Dharma Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan yang tidak dieksklusi serta bersedia untuk terlibat dalam penelitian. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah staf wanita premenopause kampus I, II, dan III Universitas Sanata Dharma rentang usia 30-50 tahun yang bersedia ikut dalam penelitian sedangkan kriteria eksklusi meliputi responden dengan riwayat penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, penyakit hati akut ataupun kronis, perokok, hamil, mengkonsumsi obat penurun glukosa darah dan obat yang dapat menaikkan kadar glukosa darah, mengkonsumsi obat kontrasepsi dan yang telah memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak hadir pada saat pelaksanaan penelitian. Ukuran sampel minimal yang dinyatakan layak dalam suatu penelitian yaitu sebesar 30 sampel (Sugiyono, 2010).

E. Lokasi Penelitian

(41)

F. Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk dalam penelitian payung yang berjudul “Korelasi Parameter Antropometri terhadap Profil Lipid, Kadar hs-CRP, Glukosa Darah dan Tekanan Darah sebagai Prediktor Penyakit Kardiovaskular Pada Staf Wanita di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta” yang bertujuan untuk mengkaji adanya korelasi antara pengukuran antropometri dengan profil lipid, kadar hs-CRP dan glukosa darah serta tekanan darah. Penelitian ini dilakukan secara berkelompok dengan jumlah anggota 11 orang, masing-masing memiliki kajian yang berbeda-beda untuk diteliti.

Kajian dari penelitian ini meliputi:

1. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar Trigliserida dalam Darah.

2. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Rasio Kadar Glukosa dalam Darah.

3. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Rasio Kadar LDL/HDL dalam Darah.

4. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar hs-CRP dalam Darah.

5. Korelasi Pengukuran Lingkar Pinggang dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Kadar Kolesterol dalam Darah.

6. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

(42)

7. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Rasio Kadar Kolesterol Total/HDL dalam Darah.

8. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Rasio Kadar LDL/HDL dalam Darah.

9. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Kadar hs-CRP dalam Darah.

10. Korelasi Pengukuran Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

terhadap Kadar Glukosa dalam Darah.

11. Korelasi Pengukuran Body Mass Index, Abdominal Skinfold Thickness,

Lingkar Pinggang, dan Rasio Lingkar Pinggang Panggul terhadap Tekanan Darah.

G. Teknik Sampling

Strategi pengambilan sampel (teknik sampling) penelitian ini adalah secara non-random sampling (pengambilan sampel secara tidak acak) dengan

(43)

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitan ini berupa timbangan berat badan merk Tanita®, alat pengukur tinggi badan merk Stature®, skinfold caliper dengan merk pi zhi hou du ji®, leaflet, dan informed consent. Timbangan berat badan dan pengukur tinggi badan berfungsi sebagai alat untuk mengukur Body Mass Index (BMI). Skinfold caliper untuk mengukur tebal lipatan kulit pada bagian abdominal. Untuk pemeriksaan glukosa darah dilakukan oleh laboratorium Parahita®.

I. Tata Cara Penelitian 1. Observasi awal

Observasi awal dilakukan dengan mencari informasi tentang staf wanita Kampus I, II, dan III Universitas Sanata Dharma yang berusia 30-50 tahun serta tempat yang dapat digunakan untuk mengumpulkan responden pada saat pengukuran parameter.

2. Permohonan izin dan kerja sama

(44)

Permohonan kerja sama diajukan ke calon responden dan Laboratorium Parahita. Permohonan kerjasama yang diajukan ke calon responden berupa informed consent.

3. Pencarian responden

Pencarian responden dilakukan setelah mendapatkan surat izin penelitian dari Wakil Rektor I Universitas Sanata Dharma. Surat izin penelitian diberikan kepada Kepala Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Kepala Urusan Rumah Tangga Paingan, Kepala BAPSI, Para Dekan Fakultas Kampus I, II, dan III Universitas Sanata Dharma untuk meminta izin melibatkan dosen dan karyawan di dalam penelitian ini.

Pencarian responden yang masuk sebagai sampel dari populasi dilaksanakan secara berpasangan (sebanyak 2 orang) dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta pentingnya penelitian yang dilakukan kepada calon responden. Penjelasan yang lebih mendalam mengenai penelitian melalui pemberian leaflet kepada calon responden. Isi leaflet berupa penjelasan mengenai obesitas, tipe obesitas, risiko obesitas, dan pengukuran antropometri dan standar beberapa nilai antropometri (BMI, skinfold thickness, lingkar pinggang, rasio lingkar pinggang panggul).

Calon responden yang bersedia untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian akan menandatangani informed consent sebagai pernyataan kesediaan untuk ikut dalam penelitian ini secara sukarela. Responden yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian akan mencantumkan nama, usia, dan alamat pada

(45)

kejelasan penuh dari peneliti. Informed consent yang digunakan dalam penelitian telah memenuhi standar dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Responden akan dihubungi satu hari sebelum pengukuran parameter untuk memberikan konfirmasi ulang mengenai tempat pelaksanaan pengukuran parameter dan persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan pengukuran parameter yaitu berpuasa selama 8-10 jam via short message system (sms) dan via telepon jika responden tidak membalas sms dari peneliti. Responden yang belum hadir pada saat pengukuran parameter akan dikonfirmasi untuk kehadirannya melalui via telepon. Responden dapat membatalkan kesediaannya untuk ikut serta dalam penelitian tanpa harus memberikan penjelasan mengenai pembatalan ikut serta dalam penelitian seperti yang tercantum dalam informed consent.

4. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian

(46)

Menurut Subdit Bina Pelayanan Patologi dan Toksikologi Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, alat kesehatan yang dikatakan baik jika koefisien variasi (CV) ≤5%. Pengujian reliabilitas instrumen timbangan berat badan, meteran tinggi badan dan skinfold caliper dilakukan dengan menghitung hasil pengukuran dari masing-masing instrumen sebanyak 5 kali. Koefisien variasi yang dihasilkan pada validasi timbangan berat badan sebesar 0,185%, pada meteran tinggi badan sebesar 0,058% dan pada skinfold caliper sebesar 1,586%. Berdasarkan nilai koefisien variasi yang dihasilkan dikatakan penelitian ini memiliki nilai presisi yang baik.

5. Pengukuran parameter

Parameter yang diukur secara khusus oleh peneliti adalah berat badan dan tinggi badan (untuk menghitung BMI), abdominal skinfold thickness, dan kadar glukosa darah puasa. Pengambilan darah pada responden yang memenuhi kriteria inklusi dan yang tidak dieksklusi dilakukan oleh tenaga ahli dari laboratorium Parahita®.

Pengukuran antropometeri dilakukan oleh tim peneliti. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dilakukan dalam posisi tegak. Responden diminta untuk melepaskan sandal atau sepatu pada saat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Pengukuran abdominal skinfold thickness dilakukan dengan menjepit lipatan kulit abdominal menggunakan

skinfold caliper. Responden diminta untuk melepaskan baju pada saat pengukuran

(47)

6. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan kategorisasi data sejenis, yaitu menyusun data dan menggolongkannya dalam kategori-kategori kemudian dilakukan interpretasi. Cara pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. 7. Teknik analisis data statistik

Data yang diperoleh diolah secara komputerisasi. Langkah awal adalah dilakukan uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) untuk melihat distribusi normal suatu data. Suatu data dikatakan normal bila nilai Asymp. Sig lebih besar dari 0,05. Data diuji perbandingan rerata kadar glukosa puasa pada orang obesitas dan non-obesitas. Uji perbandingan rerata dilakukan dengan uji t bila terdistribusi normal dan menggunakan uji Mann-Whitney jika data terdistribusi tidak normal.

(48)

Tabel III. Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai p, dan Arah Korelasi (Dahlan, 2010)

No. Parameter Nilai Interpretasi

1 Kekuatan korelasi 0,00-0,199 Sangat lemah

0,20-0,399 Lemah

0,40-0,599 Sedang 0,60-0,799 Kuat

0,80-1,000 Sangat kuat

2 Nilai p p<0,05 Terdapat korelasi yang

bermakna antar dua variabel yang diuji

p>0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antar dua variabel yang diuji

3 Arah korelasi Positif Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya Negatif Berlawanan arah. Semakin

besar nilai satu variabel semakin kecil pula nilai variabel lainnya

8. Pembagian hasil pemeriksaan

Pembagian hasil pemeriksaan diberikan secara langsung kepada responden secara berpasangan dan peneliti memberikan kejelasan makna hasil pemeriksaan serta memberikan saran-saran untuk menjaga kesehatan jika ditemukan hasil pemeriksaan yang tidak normal.

J. Kesulitan Penelitian

(49)

memenuhi kriteria eksklusi sehingga seharusnya tidak diikutsertakan dalam penelitian. Permasalahan ini diatasi dengan mengeluarkan data responden yang dieksklusi.

(50)

31 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAAN

A. Karakteristik Responden

Penelitian ini melibatkan responden wanita sebanyak 57 orang dengan umur 50 tahun yang terdiri dari 30 wanita yang berada pada rentang umur 30-40 tahun dan 27 wanita yang berada pada rentang umur 41-50. Responden merupakan staf kampus I, II, dan III Universitas Sanata Dharma yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia untuk berpuasa selama 8-10 jam serta hadir pada saat pelaksanaan kegiatan pengukuran parameter. Gambaran karakterisitk responden dipaparkan dalam tabel IV.

Abdominal skinfold thickness (mm) 14,5(6-21,5)a 0,001 Glukosa darah puasa (mg/dl) 79(67-234)a 0,000 a) menyatakan median (minimum-maksimum)

1. Jenis kelamin

(51)

pria dewasa untuk Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 8,3% dan wanita dewasa sebesar 15,7%.

2. Usia

Responden yang terlibat dalam penelitian berada pada usia 39±5 tahun dengan rentang usia 34-44 tahun. Pengujian normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,200. Nilai signifikansi ini menyatakan sebaran data umur terdistribusi normal. Profil sebaran data usia responden dapat dilihat pada histogram gambar 2.

Gambar 2. Histogram Sebaran Data Umur

(52)

3. Body Mass Index (BMI)

WHO telah menetapkan cut-off point untuk orang Asia yang dikatakan mengalami obesitas jika BMI berada pada nilai ≥25 kg/m2. Perhitungan nilai BMI didapatkan dari pengukuran berat badan dan tinggi badan. Masing-masing pengukuran dilakukan oleh satu orang dari awal sampai akhir untuk menghindari terjadinya bias yang diakibatkan oleh penglihatan. Profil BMI responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel V.

Tabel V. Profil BMI Responden Berdasarkan Kategori WHO BMI (kg/m2) Jumlah

(53)

Gambar 3. Histogram Sebaran Body Mass Index

Berdasarkan gambar 3, terlihat bahwa histogram sebaran body mass index cenderung miring ke kiri. Hal ini terlihat dari jumlah responden yang memiliki nilai BMI normal (nilai BMI 18,5-22,9 kg/m2) sebanyak 27 orang dan yang memiliki BMI tidak normal (kategori kurus, pre-obesitas dan obesitas) sebanyak 30 orang. Nilai BMI yang tidak normal terdiri atas 1 responden dalam kategori kurang berat (nilai BMI <18,5 kg/m2), 7 responden dalam kategori pre-obesitas (nilai BMI ≥23 kg/m2), 17 responden dalam kategori obesitas tahap I (nilai BMI 25.0-29.9 kg/m2) dan 5 responden dalam kategori obesitas tahap II (nilai BMI ≥ 30 kg/m2).

4. Abdominal skinfold thickness

Pengukuran skinfold thickness biasanya digunakan untuk mengukur kegemukan tubuh (Insel, Ross, McMahon and Bernstein, 2011). Penelitian ini melakukan pengukuran pada abdominal skinfold thickness. Pengukuran

(54)

diminta untuk membuka baju sehingga dapat dilakukan pengukuran skinfold thickness pada bagian perut. Abdominal skinfold thickness diukur menggunakan

skinfold caliper dan diambil skinfold thickness pada jarak 5 cm dari pusat

umbilicus. Abdominal skinfold thickness merupakan skinfold thickness yang terdapat pada bagian abdominal yang mewakili obesitas sentral.

Pengujian normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,001. Nilai signifikansi ini menyatakan sebaran abdominal skinfold thickness terdistribusi tidak normal. Profil sebaran data nilai abdominal skinfold thickness responden dapat dilihat pada histogram gambar 4.

Gambar 4. Histogram Sebaran Abdominal Skinfold Thickness

Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa nilai abdominal skinfold thickness

(55)

dan terdapat beberapa nilai abdominal skinfold thickness yang tidak terpenuhi oleh responden. Responden rata-rata memiliki ukuran abdominal skinfold thickness pada rentang 6-21,5 mm.

Abdominal skinfold thickness tidak memiliki cut-off point yang ditetapkan sehingga dalam penelitian ini peneliti membagi abdominal skinfold thickness menjadi dua kelompok berdasarkan nilai median yang dihasilkan dengan asumsi bahwa semakin tinggi nilai abdominal skinfold thickness maka akan berpengaruh terhadap peningkatan kadar glukosa darah puasa. Pembagian kelompok abdominal skinfold thickness yaitu kelompok dengan nilai abdominal skinfold thickness <14,5 mm dan ≥14,5 mm.

5. Glukosa darah puasa

Kadar glukosa darah puasa yang diinginkan menurut ADA adalah <100 mg/dl. Glukosa darah puasa dengan kadar 100-125 mg/dl merupakan batas tinggi (pre-diabetes) sedangkan glukosa darah puasa dengan kadar ≥126 mg/dl diindikasikan diabetes (ADA, 2010).

Tabel VI. Profil Glukosa Darah Puasa Responden Berdasarkan Kategori ADA Rentang Glukosa Darah Puasa (mg/dl) Jumlah

< 100 54

100-125 1

≥ 126 2

(56)

responden dengan kadar glukosa darah puasa indikasi pre-diabetes (100-125 mg/dl) sebanyak 1,7% dan responden dengan kadar glukosa darah puasa indikasi diabetes (≥126 mg/dl) sebanyak 4,3%.

Pengujian normalitas dengan Kolmogrov-Smirnov dengan taraf kepercayaan 95% menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini menyatakan sebaran glukosa puasa terdistribusi tidak normal. Profil sebaran data nilai glukosa puasa responden dapat dilihat pada histogram gambar 5.

Gambar 5. Histogram Sebaran Kadar Glukosa Darah Puasa

(57)

B. Perbandingan Rerata Glukosa Puasa Pada BMI <23 kg/m2 dan

BMI ≥23 kg/m2

Data responden untuk BMI dikelompokkan menjadi dua berdasarkan kategori WHO (2002), yaitu BMI <23 kg/m2 (kurus dan normal) dan BMI ≥23 kg/m2 (pre-obesitas dan obesitas). Pengujian Shapiro-Wilk dilakukan antara kelompok BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 untuk mengetahui normalitas distribusi data kedua kelompok tersebut, selanjutnya data diuji perbandingannya dengan uji t apabila data terdistribusi normal atau uji Mann-Whitney apabila data terdistribusi tidak normal.

Pengujian Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan distribusi data glukosa darah puasa kelompok BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 tidak normal di mana didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,933 untuk kelompok data BMI <23 kg/m2 dan untuk kelompok data BMI ≥23 kg/m2 didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil uji Mann-Whitney kadar glukosa puasa kelompok BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,204 (p>0,05).

Tabel VII. Perbandingan Rerata Glukosa Puasa dan Abdominal Skinfold Thickness pada BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2

Karakteristik BMI p

<23 kg/m2 ≥23 kg/m2

Gkukosa puasa (mg/dl) 78(68-90) 81(67-234) 0,204

Abdominal skinfold thickness (mm) 11(6-19,5) 15(11-21,5) 0,000

(58)

lebih berperan sebagai faktor risiko diabetes mellitus dibandingkan obesitas umum berdasarkan BMI. Penelitian Ohnishi et al. (2006) menyatakan risiko diabetes mellitus tipe II secara signifikan lebih tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding di dalam kelompok obesitas secara umum (15,6% vs 12,7%).

Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian terkait dapat dinyatakan BMI kurang dapat menggambarkan profil glukosa darah puasa di mana secara teoritis yang berperan di dalam peningkatan kadar glukosa darah puasa merupakan obesitas sentral. BMI merupakan parameter obesitas secara umum sehingga kurang dapat menggambarkan profil kadar glukosa darah.

Penelitian Husain (2009) menyatakan adanya perbedaan bermakna antara glukosa darah puasa pada responden dengan BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 yang dinyatakan dengan nilai signifikansi yang dihasilkan sebesar 0,015. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian Husain (2009) kemungkinan dikarenakan dari jumlah responden yang dilibatkan. Penelitian Husain (2009) melibatkan responden dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah responden dalam penelitian ini. Jumlah subjek yang dilibatkan dalam penelitian Husain (2009) sebanyak 656 orang.

(59)

Soetiarto dkk. (2010) dan Ohnishi et al. (2006) dibanding obesitas secara umum yang dinyatakan dengan BMI. Faktor kedekatan hubungan terhadap timbulnya risiko peningkatan kadar glukosa darah kemungkinan menjadi salah satu alasan ditemukan adanya perbedaan tidak bermakna antara kadar glukosa darah pada BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 karena secara teoritis BMI lebih menggambarkan obesitas secara umum sedangkan obesitas yang lebih cenderung mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah adalah obesitas sentral.

C. Perbandingan Rerata Glukosa Darah Puasa pada Abdominal Skinfold Thickness <14,5 mm dan Abdominal Skinfold Thickness ≥14,5 mm

Pengujian Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan distribusi data kelompok abdominal skinfold thickness <14,5 mm dan abdominal skinfold thickness ≥14,5 mm tidak normal dengan nilai signifikansi pada kelompok abdominal skinfold thickness <14,5 mm sebesar 0,833 dan nilai signifikansi pada abdominal skinfold thickness ≥14,5 mm sebesar 0,000. Hasil uji

Mann-Whitney menyatakan terdapat perbedaan tidak bermakna antara glukosa darah puasa kelompok abdominal skinfold thickness <14,5 mm dan abdominal skinfold thickness ≥14,5 mm dengan nilai signifikansi sebesar 0,077.

Tabel VIII. Perbandingan Rerata Glukosa Puasa pada Abdominal Skinfold Thickness <14,5 mm dan ≥14,5 mm

Karakteristik Abdominal skinfold thickness p

<14,5 mm ≥14,5 mm

(60)

Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa kadar glukosa darah puasa antara orang dengan abdominal skinfold thickness <14,5 mm dan

abdominal skinfold thickness ≥14,5 mm tidak berbeda sehingga asumsi bahwa semakin tingginya nilai abdominal skinfold thickness belum tentu seiring dengan peningkatan kadar glukosa darah puasa. Hasil penelitian yang didapat kurang sesuai dengan teori karena secara teoritis obesitas sentral memegang peranan terbesar di dalam peningkatan risiko penyakit diabetes mellitus yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah.

Perbedaan hasil penelitian yang didapatkan dengan teoritis kemungkinan dikarenakan jumlah responden yang kurang banyak. Jumlah responden yang semakin banyak akan memungkinkan terpenuhinya karakteristik responden yang diharapkan khususnya. Hal lain yang memungkinkan terjadinya perbedaan hasil penelitian dengan teoritis bisa dikarenakan profil abdominal skinfold thickness

yang berdiri sendiri dan kadar glukosa darah puasa yang tidak terdistribusi normal.

D. Perbandingan Rerata Abdominal Skinfold Thickness pada BMI <23 kg/m2

dan BMI ≥23 kg/m2

Pengujian Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan distribusi data kelompok BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 tidak normal dengan nilai signifikansi pada kelompok BMI <23 kg/m2 sebesar 0,128 dan nilai signifikansi pada kelompok BMI ≥23 kg/m2 sebesar 0,015. Hasil uji

(61)

kelompok BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (lihat Tabel VII).

Perbedaan bermakna antara abdominal skinfold thickness kelompok BMI <23 kg/m2 dan BMI ≥23 kg/m2 menyatakan bahwa orang dengan kategori kurus dan normal mempunyai abdominal skinfold thickness yang berbeda dengan orang yang pre-obesitas dan obesitas. Berdasarkan perbedaan bermakna antara

abdominal skinfold thickness pada orang dengan BMI ≥23 kg/m2 dan BMI <23 kg/m2 dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa risiko penyakit diabetes mellitus seharusnya juga dijumpai lebih tinggi pada orang dengan BMI ≥23 kg/m2 dibanding orang dengan BMI <23 kg/m2.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya perbedaan yang tidak bermakna kadar glukosa darah puasa pada orang dengan BMI ≥23 kg/m2 dibanding orang dengan BMI <23 kg/m2 dan orang dengan nilai abdominal

(62)

E. Korelasi antara BMI dan Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa

Pengujian statistik korelasi Pearson atau Spearman dilakukan antara

Body Mass Index dan abdominal skinfold thickness dengan glukosa darah puasa. Uji korelasi Pearson dilakukan apabila kedua data terdistribusi normal, sedangkan uji korelasi Spearman dilakukan apabila salah satu atau kedua data terdistribusi tidak normal.

1. Korelasi BMI dengan kadar glukosa darah puasa

Uji korelasi Spearman menunjukkan hasil korelasi positif tidak bermakna antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa dengan nilai signifikansi 0,141 (p>0,05). Nilai koefisien korelasi (r) yang dihasilkan antara BMI dengan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,197. Kekuatan korelasi BMI dengan glukosa darah puasa dalam penelitian ini tergolong sangat lemah karena berada pada rentang 0,000-0,199 (Dahlan, 2010). Nilai signifikansi (p) dan nilai koefisien korelasi (r) dipaparkan pada tabel IX.

Tabel IX. Korelasi Body Mass Index dan Abdominal Skinfold Thickness

dengan Glukosa Darah Puasa

Variabel r p

Body Mass Index (BMI) 0,197 0,141

(63)

Gambar 6. Diagram Sebar Korelasi BMI terhadap Kadar Glukosa Darah Puasa

Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Lipoeto et al. (2007). Penelitian Lipoeto et al. (2007) dilakukan pada 70 responden yang terdiri dari 15 orang pria dan 55 orang wanita dengan umur 20-70 tahun. Pada penelitian Lipoeto et al didapatkan nilai koefisien korelasi (r) BMI dengan kadar glukosa darah puasa pada pria sebesar 0,007 dan pada wanita sebesar 0,110. Hasil nilai koefisien korelasi (r) BMI dengan kadar glukosa darah puasa secara keseluruhan pada responden pria dan wanita sebesar 0,101 (p>0,05).

(64)

ini dengan penelitian Lipoeto et al. (2007) kemungkinan dikarenakan dalam penelitian Lipoeto et al. (2007) dijumpai distribusi kadar glukosa darah puasa yang tidak normal di mana didapatkan sebanyak 98,57% responden yang memiliki kadar glukosa darah puasa normal. Kesamaan distribusi kadar glukosa darah puasa yang hampir secara keseluruhan berada dalam kadar glukosa puasa rentang normal kemungkinan menjadi salah satu penyebab sangat lemahnya nilai koefisien korelasi (r) yang didapatkan dalam penelitian ini dan penelitian Lipoeto

et al. (2007).

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Lipoeto et al. (2007) antara lain dari karakteristik responden yaitu berupa jenis kelamin dan usia. Penelitian Lipoeto et al. (2007) melibatkan responden pria dan wanita dengan usia 20-70 tahun. Perbedaan dari segi karakteristik responden kemungkinan menjadi salah satu penyebab perbedaan nilai koefisien korelasi (r) yang dihasilkan di mana dalam penelitian Lipoeto et al. (2007) melibatkan responden wanita sebanyak 55 orang dengan umur 20-70 tahun.

Hasil penelitian yang terkait dengan hasil penelitian ini dijumpai dalam penelitian Husain (2009). Penelitian Husain (2009) melibatkan responden pria sebanyak 220 orang dan wanita sebanyak 436 orang. Berdasarkan hasil penelitian Husain (2009) didapatkan nilai koefisien korelasi (r) BMI dengan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,119 (p=0,002).

(65)

Kesamaan kekuatan korelasi yang dihasilkan dalam penelitian ini dan penelitian Husain (2009) kemungkinan dikarenakan dalam penelitian Husain (2009) juga didapatkan hampir keseluruhan responden memiliki kadar glukosa darah puasa kategori normal (ADA, 2010).

Perbedaan antara penelitian ini dan penelitian Husain (2009) terletak pada karakteristik responden yaitu jenis kelamin dan usia. Penelitian Husain (2009) melibatkan responden pria dan wanita usia 20-60 tahun. Perbedaan lain antara penelitian ini dan penelitian Husain (2009) terletak pada jumlah responden yang terlibat. Penelitian Husain (2009) melibatkan 656 responden dengan pria sebanyak 220 orang dan wanita sebanyak 436 orang.

(66)

Penelitian Soetiarto dkk. (2010) menyatakan bahwa obesitas sentral lebih berperan sebagai faktor risiko diabetes mellitus dibandingkan obesitas umum berdasarkan BMI. Penelitian Ohnishi et al. (2006) menyatakan risiko diabetes mellitus tipe dua secara signifikan lebih tinggi di dalam kelompok obesitas sentral dibanding di dalam kelompok obesitas secara umum (15,6% vs 12,7%).

Penelitian Otsuki et al. (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara menopause dengan kadar glukosa darah puasa pada wanita. Hasil penelitian Otsuki et al. (2007) menyatakan bahwa menopause merupakan salah satu faktor risiko bebas terhadap kadar glukosa darah puasa, sehingga kemungkinan tidak ditemukan adanya korelasi BMI dengan kadar glukosa darah dalam penelitian ini kemungkinan dikarenakan adanya faktor proteksi premenopause.

Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian lain yang terkait, BMI dinyatakan kurang dapat menggambarkan kadar glukosa darah puasa. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan faktor risiko diabetes mellitus lebih dikarenakan adanya penimbunan lemak berlebihan pada bagian abdominal (obesitas sentral). Obesitas sentral akan menginduksi terjadinya resistensi insulin yang kemudian berakibat pada peningkatan kadar glukosa darah. Body Mass Index

(BMI) dinyatakan kurang dapat menggambarkan kadar glukosa darah karena BMI hanya menggambarkan obesitas secara keseluruhan (obesitas secara umum). 2. Korelasi abdominal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa

(67)

dihasilkan antara abdominal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa sebesar 0,236. Kekuatan korelasi abdominal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa tergolong lemah karena berada pada rentang 0,200-0,399 (Dahlan, 2010). Nilai signifikansi (p) dan nilai koefisien korelasi (r) dipaparkan pada tabel IX. Hasil penelitian menyatakan adanya korelasi positif antara

abdominal skinfold thickness dengan kadar glukosa darah puasa namun tidak signifikan secara statistik.

Gambar 7. Diagram Sebar Korelasi Abdominal Skinfold Thickness terhadap Kadar Glukosa Puasa

Penelitian Sievenpiper et al. (2001) menyatakan adanya korelasi antara

(68)

thickness. Penelitian Sievenpiper et al. (2001) menghasilkan nilai koefisien korelasi dengan kekuatan sedang (Dahlan, 2010) dan bermakna secara statistik dimungkinkan karena dalam penelitian Sievenpiper et al. (2001) digunakan tiga tempat pengukuran skinfold thickness.

Penelitian Taylor et al. (2010) menyatakan terdapat hubungan positif bermakna antara pengukuran adiposit sentral dengan insidensi penyakit diabetes. Pengukuran adiposit sentral yang dilakukan dalam penelitian Taylor et al. (2010) merupakan pengukuran subscapular skinfold thickness dan abdominal skinfold thickness dan kemudian dari kedua nilai skinfold thickness dijumlahkan dan dinyatakan hubungan jumlah nilai subscapular skinfold thickness dan abdominal skinfold thickness dengan insidensi penyakit diabetes mellitus.

Berdasarkan hasil penelitian ini dan hasil penelitian terkait dapat dinyatakan bahwa abdominal skinfold thickness dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan profil glukosa darah puasa. Perbedaan hasil korelasi yang didapatkan dalam penelitian ini tidak sesuai secara teori. Berdasarkan teori,

abdominal skinfold thickness merupakan salah satu indikator obesitas sentral di mana obesitas sentral merupakan penimbunan lemak melebihi jumlah normal pada bagian abdominal. Penimbunan lemak melebihi jumlah normal di bagian abdominal akan meningkatkan risiko resistensi insulin yang kemudian mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) dan kemudian bisa mengarah ke penyakit diabetes mellitus tipe II.

(69)

secara keseluruhan. Obesitas sentral secara keseluruhan tidak bisa dilihat dengan satu indikator abdominal skinfold thickness saja namun masih terdapat beberapa indikator lain yang harus dilihat. Indikator-indikator yang lain tersebut bisa dilihat dari beberapa skinfold thickness yang juga terdapat pada bagian abdominal seperti

(70)

51 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Body Mass Index mempunyai korelasi positif berkekuatan sangat lemah (r=0,197) namun tidak bermakna dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,141) dan abdominal skinfold thickness mempunyai korelasi positif berkekuatan lemah (r=0,236) namun tidak bermakna dengan kadar glukosa darah puasa (p=0,077).

B. Saran

1. Penelitian serupa dapat dilakukan pada ruang lingkup populasi dan pada ruang lingkup populasi yang lebih luas untuk mengetahui kemungkinan adanya korelasi positif bermakna dengan melibatkan responden pria dan responden wanita postmenopause dan wanita premenopause

2. Penelitian serupa dapat dilakukan dengan mengganti variabel independent

penelitian dengan body fat percentage yang lebih mewakili persentase total lemak tubuh dan truncal skinfold thickness yang mewakili jumlah total

(71)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, J.M.F., 2006, Obesitas dan Sindroma Metabolik, Bandung, hal. 1-8. ADA, 2003, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus, http://care.

diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full, diakses tanggal 2 Mei 2011.

ADA, 2010, Risk Test for Diabetes, http://www.diabetes.org/diabetes-basics/ prevention/pre-diabetes/how-to-tell-if-you-have.html, diakses tanggal 1 Mei 2011.

Dahlan, M. S., 2010, Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan, edisi 5, Salemba Medika, Jakarta.

DeFronzo, Ralph A., 2004, Pathogenesis of Type 2 Diabetes Mellitus, Journal, Diabetes Division University of Texas Health Science Center, USA. Demura and Sato, 2007, Suprailiac or Abdominal Skinfold Measured with a

Skinfold Caliper as a Predictor of Body Density in Japanese Adults, www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17785953, diakses tanggal 5 Mei 2011. Departemen Kesehatan, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes

Melitus, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesis, Jakarta.

Departemen Kesehatan, 2011, Uji Fungsi Alat Kimia Klinis dan Hematologi, Subdit Bina Pelayanan Patologi dan Toksikologi Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik, Ditjen Bina Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Gibson R.S., 2005, Principles of Nutritional Assessment. 2th ed, Oxford University Press, USA.

Husain, A.B.S., 2009, Correlation between Body Mass Index and Blood Glucose Level in RSUP Dr. Sardjito, Jogjakarta, Indonesia, Tesis, 20, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

IDF, 2006, Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Intermediate Hyperglycemia, WHO Document, Switzerland

Insel, P., Ross, D., McMahon, K., and Bernstein, M., 2011, Nutrition. 4th ed, Jones and Bartlett Publishers, United Kingdom.

Gambar

Tabel I. Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus  ......................... 13
Gambar 1. Skema Responden ........................................................................
Tabel I. Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Mellitus (ADA, 2010)
Tabel II. Klasifikasi BMI Menurut WHO Untuk Orang Asia (WHO, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh metode tipe jigsaw terhadap hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Swasta Setia Budi Abadi Perbaungan

Agar tidak keluar dari permasalahan yang diteliti penulis membatasi permasalahannya hanya pada jenis- jenis kesalahan yang dilakukan mahasiswa bahasa Jepang,

BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SIDOARJO Jumlah  rumah tangga usaha  pertanian di Kabupaten Sidoarjo  Tahun 2013 sebanyak 41.287 rumah  tangga   

Salah satu upaya yang dilakukan selama ini dalam meminimalkan gangguan lalu lintas kendaraan dan mengurangi tingkat resiko kecelakaan bagi pejalan kaki di daerah perkotaan

Salah satu pendekatan pembelajaran tersebut adalah apa yang disebut “Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)” atau “Problem Based Learning (PBL)”. Pendekatan pembelajaran ini

Mahasiswa yang tidak melakukan proses pembayaran kuliah/registrasi Semester Genap 2014/2015 sampai dengan tanggal 2 Maret 2015 dan tidak melakukan cuti akademik sampai

Skripsi yang berjudul &#34;Analisis Penilaian Kewajaran Harga Saham (Studi Pada Sektor Industri Pertambangan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia

MODUL, SUB MODUL, REPORT BMS Transaksi Estimasi Biaya Work Order Penjualan Retur Penjualan Pembelian Retur Pembelian Order Sheet Hutang Piutang Hutang Pembayaran Hutang