• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA: Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMAN 15 Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA: Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMAN 15 Bandung."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMAN 15 Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh Rini Yulianingsih

NIM. 0900629

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

(2)

Penerapan Model

Problem-Based Learning

dengan Teknik

Scaffolding

untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik

Siswa SMA

Oleh Rini Yulianingsih

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Rini Yulianingsih 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING DENGAN TEKNIK SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMA (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas X SMAN 15 Bandung)

Oleh

RINI YULIANINGSIH NIM. 0900629

Menyetujui: Pembimbing I

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 196101121987031003

Pembimbing II

Dr. Hj. Aan Hasanah, M.Pd. NIP. 197006162005012001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

(4)

ABSTRAK

Rini Yulianingsih. (0900629). Penerapan Model Problem-Based Learning dengan Teknik Scaffolding Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA.

Abstrak: Penelitian ini mengkaji tentang penerapan model Problem-Based Learning (PBL) dengan teknik Scaffolding untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMA. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di salah satu SMA Negeri di Bandung tahun ajaran 2012/ 2013 dengan sampel dua kelas yang diambil secara acak. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yang memperoleh perlakuan berupa proses pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol yang memperoleh perlakuan berupa proses pembelajaran matematika secara konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan sebab akibat dari perlakuan terhadap variabel bebas untuk melihat hasilnya pada variabel terikat. Oleh sebab itu, penelitian yang dilakukan berupa penelitian eksperimen. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa pre-test, post-test, dan skala sikap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional serta sikap siswa terhadap model PBL dengan teknik Scaffolding menunjukkan sikap positif. Dari hasil penelitian tersebut untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMA maka hendaknya model PBL dengan teknik Scaffolding digunakan dalam proses pembelajaran matematika siswa SMA.

Kata kunci: Problem-Based Learning dengan Teknik Scaffolding, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.

Abstract: Research investigate about application the Problem-Based Learning with Scaffolding to increase problem solving ability at senior high school. Population in a study is the first grade to senior high school in bandung at 2012/ 2013 period. There are two sample such as experiment class which get the problem-based learning and control class which get conventional learning. Method of research is experimental and step to take data is pre-test, post-test, and questionnaire. Result of research is the problem-based learning with scaffolding

can increase student’s problem solving ability and student’s attitude indicate

positive about problem-based learning. So, the problem-based learning wish used in mathematics learning in seniorr high school.

(5)

vi

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR DIAGRAM ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C.Batasan Masalah ... 5

D.Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Definisi Operasional ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Model Problem-Based Learning ... 8

B. Teknik Scaffolding... 10

C.Model Problem-Based Learning Teknik Scaffolding... 12

D.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 14

E. Teori Belajar yang Mendukung ... 15

F. Hasil yang Relevan ... 19

G.Hipotesis ... 19

BAB III METODE PENELITIAN A.Metode Penelitian ... 20

B. Desain Penelitian ... 20

C.Populasi dan Sampel... 21

D.Instrumen ... 21

1. Tes Pemecahan Masalah ... 21

2. Tes Skala Sikap ... 21

3. Lembar Observasi ... 22

E. Bahan Ajar ... 22

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 22

1. Tahap Persiapan... 22

2. Tahap Pelaksanaan ... 28

3. Tahap Penyelesaian ... 28

(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 31

1. Analisis Data Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 33

a. Uji Normalitas ... 33

b. Uji Kesamaan Dua Rata-rata ... 34

2. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 35

a. Uji Normalitas ... 36

b. Uji Homogenitas ... 37

c. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 38

3. Profil Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 40

4. Analisis Skala Sikap Siswa ... 44

a. Sikap Siswa terhadap Pelajaran Matematika ... 44

b. Sikap Siswa terhadap Model Problem-Based Learning Teknik Scaffolding ... 45

c. Sikap Siswa terhadap Soal Pemecahan Masalah ... 47

5. Analisis Lembar Observasi ... 49

a. Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 49

b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 52

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 53

1. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 53

2. Hasil Skala Sikap Terhadap Pembelajaran Matematika dengan Model PBL dengan Teknik Scaffolding ... 58

3. Deskripsi Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Model PBL dengan Teknik Scaffolding ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.Kesimpulan ... 65

B. Rekomendasi ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... xii

(7)

1

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dalam upaya membangun suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh setiap negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan yang selaras dengan fitrahnya serta mampu mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa berikutnya. Perkembangan kehidupan manusia dari masa ke masa berikutnya dipastikan akan lebih kompleks terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini menuntut manusia untuk selalu bisa bersaing mengikuti perkembangannya dan mampu bertahan dengan dapat menyelesaikan segala masalah yang dihadapi.

Matematika adalah salah satu media melatih kemampuan pemecahan masalah. Sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.22 BSNP (2006) disampaikan bahwa tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(8)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan matematika sebagai fokus utama, kemampuan berpikir untuk pemecahan masalah matematik dalam matematika itu adalah bagian yang sangat dasar dan sangat penting. Namun, kenyataannya di lapangan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa di Indonesia masih sangat rendah hal ini dapat dilihat dari hasil survei empat tahunan TIMSS yang dikoordinasikan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of Educational Achievement), salah satu indikator kognitif yang dinilai adalah kemampuan siswa

untuk memecahkan masalah non rutin. Pada keikutsertaan pertamakali tahun 1999 Indonesia memperoleh nilai rata-rata 403 dan berada pada peringkat ke 34 dari 38 negara, tahun 2003 memperoleh nilai rata-rata 411 dan berada di peringkat ke 35 dari 46 negara, tahun 2007 memperoleh nilai rata-rata 397 dan berada di peringkat ke 36 dari 49 negara, dan tahun 2011 memperoleh nilai rata-rata 386 dan berada pada peringkat 38 dari 42 negara. Nilai standar rata-rata yang ditetapkan oleh TIMSS adalah 500 hal ini artinya posisi Indonesia dalam setiap keikutsertaannya selalu memperoleh nilai dibawah rata-rata yang telah ditetapkan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia juga dapat dilihat dari hasil survei PISA (OECD, 2010) tahun 2009 yang menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-61 dari 65 negara yang disurvei dengan nilai rata kemampuan matematika Indonesia yaitu 371 dari nilai standar rata-rata yang ditetapkan oleh PISA adalah 500. Pada survei tersebut salah satu Indikator kognitif yang dinilai adalah kemampuan pemecahan masalah.

(9)

3

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

bagian yang paling sulit dalam matematika baik bagi siswa dalam mempelajarinya maupun guru dalam mengajarkannya.

Berdasarkan fakta-fakta yang telah dikemukakan, hal ini menunjukkan bahwa kompetensi matematik terutama kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa akan mempengaruhi kualitas belajar siswa yang akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa di sekolah. Upaya yang dapat dilakukan untuk menyikapi hal ini salah satunya adalah dengan memilih dan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Sebagaimana yang dikatakan Ruseffendi (2006 :18) bahwa salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika sekolah menengah adalah mampu mendemonstrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan teknik mengajar dalam bidang studi yang diajarkan.

Model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah model yang dapat memaksimalkan dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Salah satu pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik adalah Problem-Based Learning teknik Scaffolding. Melalui Problem-Based Learning teknik Scaffolding siswa akan terbiasa dengan

permasalahan matematika dan dengan Scaffolding dari guru siswa akan terbiasa menghubungkan kemampuan awal yang sudah dimiliki dengan konsep yang akan dipelajari atau menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa untuk diterapkannya dalam pemecahan masalah yang ada. Sehingga ketika siswa dihadapkan dengan soal matematika non rutin pun siswa mampu memecahkannya.

Model Problem-Based Learning (PBL) teknik Scaffolding merupakan salah satu solusi model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dilihat berdasarkan hasil kajian dari beberapa jurnal ataupun hasil penelitian-penelitian yang relevan dengan model PBL, teknik Scaffolding, dan kemampuan pemecahan masalah matematik.

(10)

Cileunyi oleh Subakti (2009) dengan hasil bahwa pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik siswa SMA.

Kedua, hasil kajian dari jurnal internasional yang berjudul “How Does the Problem-Based Learning Approach Compare to the Model Eliciting Activity

Approach in Mathematics?” yang ditulis oleh Chamberlin dan Moon (2008) yang

menyatakan bahwa model Problem-Based Learning dan Model Eliciting Activity direkomendasikan sebagai strategi instruksi untuk guru matematika.

Ketiga, hasil kajian dari skripsi yang berjudul “Pendekatan Kontekstual dengan Teknik Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 40 Bandung oleh Permatasari (2011) dengan hasil bahwa pembelajaran melalui pendekatan Kontekstual dengan teknik Scaffolding dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Problem–Based Learning Teknik Scaffolding terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara

konvensional?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

(11)

5

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

teknik Scaffolding dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional?

4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding?

C. Batasan Masalah

Bahasan penelitian ini ruang lingkupnya dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:

1. Materi yang diberikan berkenaan dengan materi ajar matematika untuk siswa SMA kelas X (sepuluh) semester genap tahun ajaran 2012/2013, yaitu pokok bahasan Dimensi Tiga.

2. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 15 Kota Bandung kelas X (sepuluh) semester genap tahun ajaran 2012/2013.

D. Tujuan Penelitian

Berpedoman pada rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

2. Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

3. Untuk mengetahui bagaimana indikator kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

(12)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan input dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

2. Bagi siswa, diharapkan dapat menjadi salah satu motivasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematiknya.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

F. Definisi Opersional

1. Model PBL adalah model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Pelaksanaan model PBL memiliki tahapan-tahapan seperti orientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasi peserta didik, membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah (Abdullah dan Ridwan, 2008: 2).

(13)

7

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

saling memberikan pemahaman matematiknya, siswa menggeneralisasikan konsep, siswa berusaha mengonfirmasi dan mengklarifikasi pandangan-pandangannya, dan refleksi (Setiaji, 2011:3).

3. Menurut Polya (Suherman, dkk., 2001: 84) kemampuan pemecahan masalah matematik adalah kemampuan memecahkan masalah matematik berdasarkan langkah-langkah seperti memahami masalah, membuat rencana pemecahan, menjalankan rencana pemecahan, dan memeriksa kebenaran hasil.

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan sebab akibat dari perlakuan terhadap variabel bebas untuk melihat hasilnya pada variabel terikat. Perlakuan yang akan diberikan dalam penelitian ini adalah model PBL dengan teknik Scaffolding terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMA.

Oleh sebab itu, penelitian yang akan dilakukan berupa penelitian eksperimen.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah desain penelitian kontrol Pre-Test dan Post-Pre-Test dan melibatkan dua kelompok penelitian yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Dua kelompok tersebut akan dipilih secara acak dari sampel yang ada. Kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan dengan memperoleh model pembelajaran PBL dengan teknik Scaffolding dan kelompok kontrol memperoleh model pembelajaran secara konvensional.

Kedua kelompok diberikan tes awal (Pre-Test) terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan, kemudian setelah masing-masing diberikan perlakuan maka kedua kelompok tersebut diberikan tes akhir (Post-Test). Soal yang diberikan pada tes awal dan tes akhir adalah soal yang berbeda namun tingkat kesulitan yang serupa.

Berdasarkan Ruseffendi (2005: 50), berikut adalah gambaran desain penelitian kontrol Pre-Test dan Post-Test :

A O1 X O2

A O1 O2

Keterangan:

A : Pengelompokkan subjek secara acak kelas

O1 : Tes awal

(15)

21

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

O2 : Tes Akhir

C. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 15 Kota Bandung yang beralamat di jalan Sarimanis I nomor 1 Bandung, SMA Negeri 15 Bandung adalah sekolah Cluster 3 pada tahun ajaran 2012/2013 (http://bandungtimur.com). Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh). Pengambilan sampel dilakukan secara acak kelompok yaitu dengan mengambil dua kelas yang akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dari sepuluh kelas yang ada. Dalam penelitian ini kelas X.5 terpilih sebagai kelas eksperimen dan kelas X.1 terpilih sebagai kelas kontrol.

D. Instrumen

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes terdiri dari Pre-Test dan Post-Test. Instrumen non tes terdiri dari skala sikap dan lembar observasi.

1. Tes Pemecahan Masalah

Tes pemecahan masalah dalam penelitian ini terdiri dari lima butir soal yang berbentuk uraian. Tes ini terdiri dari dua tahap yaitu Pre-Test dan Post-Test. Pre-Test diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebelum kedua kelompok tersebut diberikan perlakuan, hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dan kesetaraan dari kedua kelompok tersebut. Post-Test diberikan kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah kedua kelompok tersebut mendapat perlakuan berupa model pembelajaran, hal ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa setelah memperoleh perlakuan tersebut.

2. Skala Sikap

(16)

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suherman (2003 :189) bahwa di dalam skala likert responden diminta untuk menilai pernyataan-pernyataan yang telah disediakan dengan derajat penilaiannya terdiri dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Derajat penilaian Netral (N) dalam penelitian ini dihilangkan guna untuk menghindari penilaian ragu-ragu dari siswa.

3. Lembar Observasi

Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh guru (peneliti) saat proses pembelajaran berlangsung dan bertujuan untuk melihat aspek pembelajaran yang meliputi proses, interaksi atau keaktifan siswa, dan kekurangan dalam kegiatan pembelajaran.

E. Bahan Ajar

Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungan/ suasana yang memungkinkan siswa belajar (Sumber : Dikti). Bahan ajar yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Lembar Kegiatan Siswa. 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai Kompetensi Dasar.

2. Lembar Kegiatan Siswa

Lembar Kegiatan Siswa ini berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa yang didalamnya dimuat permasalahan-permasalahan yang di desain sedemikian sehingga dapat menstimulus kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

(17)

23

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

a. Mengkaji masalah dan mengkaji pustaka serta mengumpulkan data-data yang dibutuhkan antara lain seperti penentuan lokasi penelitian, penentuan materi ajar yang akan disampaikan, dan mengumpulkan data-data awal lainnya yang dibutuhkan.

b. Menyusun instrumen penelitian (tes dan non tes). c. Menyusun bahan ajar.

d. Menguji coba instrumen penelitian (tes) untuk kemudian dihitung validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran.

Validitas

Menurut (Suherman, 2003: 102) valid (absah) atau tidaknya suatu alat evaluasi dapat diketahui dari hasil evaluasinya apakah mampu mengevaluasi dengan tepat apa yang seharusnya dievaluasi.

Cara untuk menentukan koefisien validitas instrumen (tes) dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus kolerasi produk-moment memakai angka kasar (raw score) sebagai berikut:

= − ( )

(( 2−( )2)(( 2−( )2)

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y

N : banyak subyek (testi)

X : skor yang diperoleh setiap butir soal Y : skor total

(Suherman, 2003 : 120)

Menurut Guilford (Suherman, 2003 : 112) interpretasi mengenai nilai rxy

dibagi ke dalam kategori-kategori sebagai berikut ini: Tabel 3.1

Interpretasi Korelasi Nilai rxy

(18)

Nilai rxy dalam hal ini diartikan sebagai koefisien validitas, sehingga

kriteriumnya menjadi sebagai berikut:

Tabel 3.2

Interpretasi Validitas Nilai rxy

Nilai Keterangan

Hasil perhitungan validitas tiap butir soal yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Validitas Tiap Butir Soal

Nomor Soal Koefisien Validitas Interpretasi

1 0,59 Validitas sedang

Menurut Suherman (2003 : 131) reliabilitas adalah suatu alat ukur yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten). Instrumen (tes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama, istilah relatif tetap disini dimaksudkan tidak tepat sama tetapi mengalami perubahan yang tak berarti atau tidak signifikan.

Cara untuk menentukan koefisien reliabilitas instrumen (tes) dalam penelitian ini adalah dengan teknik belah dua dan menggunakan formula Spearman-Brown dan untuk menentukan koefisien korelasinya menggunakan

(19)

25

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu n : banyak subyek (testi)

x1 : kelompok data belahan pertama

x2 : kelompok data belahan kedua

(Suherman, 2003 : 139).

Formula Spearman – Brown adalah sebagai berikut:

11 =

2 11 22 1 + 11

22 (Suherman, 2003 : 140).

Menurut Guilford (Suherman, 2003 : 139) tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen (tes) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Interpretasi Reliabilitas Nilai r11

Nilai Keterangan

0,90 ≤ r11≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi 0,70 ≤ r11< 0,90 Derajat reliabilitas tinggi 0,40 ≤ r11< 0,70 Derajat reliabilitas sedang 0,20 ≤ r11< 0,40 Derajat reliabilitas rendah

r11≤0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah

Dari hasil perhitungan reliabilitas untuk keseluruhan soal yang dilakukan, diperoleh reliabilitas sebesar 0,44 hal ini berarti koefisien reliabilitas tersebut menyatakan bahwa instrumen tes yang dibuat memiliki derajat reliabilitas sedang.

Daya Pembeda

Menurut Suherman (2003: 159) daya pembeda dari sebutir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang menjawab salah.

SMI X X

(20)

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda suatu butir soal.

atas

X = rerata skor dari siswa-siswa kelompok atas yang menjawab benar untuk butir soal yang dicari daya pembedanya.

bawah

X

= rerata skor dari siswa-siswa kelompok bawah untuk butir soal yang dicari daya pembedanya.

SMI = Skor Maksimal Ideal (bobot).

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut: Tabel 3.5

Hasil perhitungan daya pembeda tiap butir soal yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 3.6

Daya Pembeda Tiap Butir Soal

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,28 Sedang

Rumus yang dapat dipakai untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal adalah sebagai berikut:

(21)

27

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu JSB : Jumlah siswa kelompok bawah

(Suherman, 2003 : 170).

Tabel 3.7

Hasil perhitungan indeks kesukaran tiap butir soal yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 3.8

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

No. Nomor

Rekapitulasi analisis butir soal disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 3.9

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

Reliabilitas : 0,44 (Reliabilitas Sedang) No.

Soal

Validitas Daya Pembeda Indeks Kesukaran Kesimpulan

Kualifikasi Pokok Uji Koefisien Interpretasi Nilai Interpretasi Nilai Interpretasi

1 0,59 Validitas

(22)

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan dalam tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut:

a. Merancang pembelajaran dengan model pembelajaran PBL dengan teknik Scaffolding.

b. Pemilihan kelas sebagai sampel penelitian, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.

c. Pemberian tes awal (Pre-Test) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

d. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL dengan Teknik Scaffolding di kelas eksperimen dan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas kontrol. e. Peneliti menggunakan lembar observasi selama pembelajaran.

f. Pemberian tes akhir (Post-Test) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

g. Pemberian skala likert di kelas eksperimen untuk mengetahui sikap atau respon siswa terhadap model pembelajaran PBL dengan Teknik Scaffolding yang telah diberikan.

3. Tahap Penyelesaian

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap penyelesaian adalah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data hasil penelitian. b. Pengolahan data hasil penelitian. c. Analisis data hasil penelitian. d. Penyimpulan data hasil penelitian. e. Penulisan laporan hasil penelitian.

G. Analisis Data

(23)

29

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap hasil data tes awal, tes akhir dan indeks gain (normalized gain) dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Indeks gain ini dihitung dengan rumus indeks gain dari Meltzer (Fitriani, 2012: 52), yaitu:

� � ��� = � � − � �

− � �

Adapun untuk kriteria interpretasi indeks gain dari Hake ( Fitriani, 2012: 52) yaitu:

Tabel 3.10 Kriteria Indeks Gain

Indeks Gain < 0,30 Rendah

0,30≤Indeks Gain≤0,70 Sedang

Indeks Gain > 0,70 Tinggi

Pengolahan data kuantitatif ini juga dapat dibantu dengan menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Analisis yang dilakukan terhadap data kuantitatif adalah sebagai berikut :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan uji chi-kuadrat. Jika data yang diperoleh adalah data yang berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas, sedangkan jika data yang diperoleh adalah data yang tidak berdistribusi normal, maka tidak dilanjutkan dengan uji homogenitas tetapi langsung dilakukan uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji Mann- Whitney U.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari masing-masing kelompok homogen atau tidak. Uji homogenitas ini dilakukan kepada data yang berdistribusi normal saja.

3. Uji Dua Rata-rata

(24)

tidak berdistribusi normal, maka uji kesamaan dua rata-rata menggunakan uji non parametrik seperti uji Mann-Whitney U. Uji kesamaan dua rata-rata untuk indeks gain menggunakan uji satu pihak, yaitu uji perbedaan dua rata-rata. Data kualitatif diperoleh dari hasil instrumen non tes yaitu skala likert dan lembar observasi. Pengolahan data kualitatif untuk skala likert di transfer ke data kuantitatif. Menurut Suherman (2003,190) pembobotan yang paling sering dipakai dalam mentransfer skala kualitatif ke dalam skala kuantitatif adalah sebagai berikut:

Tabel 3.11

Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Skala Sikap

Pernyataan Skor tiap pilihan

SS S TS STS

Positif 5 4 2 1

Negatif 1 2 4 5

Hasil pengolahan data skala likert di atas dapat menunjukkan seorang responden memiliki sikap positif atau sikap negatif, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menghitung rerata skor responden dan dibandingkan dengan rerata skor untuk jawaban netral yaitu tiga. Menurut Suherman (2003: 191) jika rerata skor responden lebih besar daripada tiga, maka ia bersikap positif, sebaliknya jika rerata skor responden lebih kecil daripada tiga, maka ia bersikap negatif.

(25)

65

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis untuk seluruh tahapan penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

2. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding terdapat pada kategori sedang dan kualitas peningkatan

kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional terdapat pada kategori rendah, sehingga diperlukan upaya-upaya lebih lanjut agar kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa menjadi lebih baik.

3. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik tiap indikator untuk siswa yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional.

(26)

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka peneliti merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL dengan teknik Scaffolding yang digunakan dalam pembelajaran matematika untuk siswa SMA mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik lebih baik daripada pembelajaran matematika secara konvensional. Maka hendaknya model PBL dengan teknik Scaffolding digunakan dalam proses pembelajaran matematika siswa SMA.

(27)

xii

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,A. G. & Ridwan, T. (2008). “ Implementasi Problem Based Learning (PBL) Pada Proses Pembelajaran di BPTP Bandung”. Jurnal Penelitian

Pendidikan. 5, (13), 1 – 10.

Amir, T. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning.Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Andriatna.R. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA Melalui Menulis Matematika dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi UPI : tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan .(2013). Standar Kompetensi Kelulusan. Tersedia : http://bsnp-indonesia.org/id/?page_id=63/ [16 Februari 2013] BSNP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

[Online]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id/ [13 Juni 2013]

Chamberlin, S.A., & Moon, S. M. (2008). “ How Does the Problem Based

Learning Approach Compare to the Model Elicting Activity Approach in

Mathematics?”. International Journal for Mathematics Teaching and

Learning. Tersedia: http://www.cimt. plymouth.ac.uk/journal/ default.htm[2

Desember 2012].

Darhim. (2010). Teori Belajar Matematika (Bahan PLPG). [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/19550 3031980021-DARHIM/Makalah_Artikel/PLPG%28TeoriBelajar%29.pdf [2 Juni 2013].

Dikti. (2011). Bahan Ajar. [ONLINE]. Tersedia:

http://www.dikti.go.id/files/atur/KTSP-SMK/11.ppt. [26 Juni 2013] Fitriani, N. (2012). Penerapan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

(28)

Gunawan, B. (2012). Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Interaksi Belajar Mengajar. [ONLINE]. Tersedia :

http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/31/penerapan-teori-belajar-vygotsky-dalam-interaksi-belajar-mengajar. [16 Desember 2012].

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Survei Internasional TIMSS. Jakarta: Kemdikbud.

OECD. (2010). Comparing Countries’ and Economies’ Performance. [Online]. Tersedia: www.oecd.org/pisa/46643496.pdf [30 Mei 2013]

Pardomuan, R. (2012). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa. Skripsi UPI: Tidak diterbitkan.

Permatasari, P. (2011). Pendekatan Kontekstual dengan Teknik Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Skripsi UPI : tidak diterbitkan.

Polya, G. (1956). How to Solve It. Zurich: Princenton Paperbacks.

Rahadyan. (2011). Penerapan Pendekatan Problem-Based Learning dengan Teknik Probing-Prompting Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Siswa. Skripsi UPI. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non- Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito.

_____________. (2006). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung : Tarsito.

Santosa, P. B. & Ashari. (2009). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Setiaji, A. (2011). Teknik Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika. [ONLINE]. Tersedia:

http://www.slideshare.net/Interest_Matematika_2011/teknik-scaffolding-dalam-pembelajaran-matematika. [15 Desember 2012].

(29)

xiv

Rini Yulianingsih, 2013

Penerapan Model Problem-Based LearningDengan Teknik ScaffoldingUntuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Subakti, J. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung : JICA. __________. (2010). Hands-Out Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran

Matematika. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suroto. (2011). “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

VIIF SMPN 2 Semarang Melalui Penerapan Pengajuan Masalah Pada Materi Bangun Datar Tahun Pelajaran 2010/2011”. Jurnal of Education IKIP PGRI Semarang. 166-185.

Susetyo, Budi. (2010). Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.

Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: PT. Leuseur Citra Pustaka.

Urman. (2010). Pembelajaran Berbasis Masalah Terstruktur untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI : Tidak diterbitkan.

Wahyuni, E. A. (2010). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasih Masalah. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel 3.1 Interpretasi Korelasi Nilai r
Tabel 3.3 Validitas Tiap Butir Soal
Tabel 3.4 Interpretasi Reliabilitas Nilai r
Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab persoalan (1) bagaimana wujud revitalisasi kearifan lokal di tingkat pendidikan dasar; (2) mengapa materi kearifan

projection so supporting the standard projection clause, too, is of no use in practice (but may require additional effort in. implementations): If the target property is optional

Konsentrasi nitrat di

Komputer server pada kasus ini juga bertindak sebagai penggerak dan pemutar kamera dalam aplikasi, sedangkan komputer client hanya digunakan untuk menerima data posisi dan

Wahid Udin Serasan

Jadi, perangkat transmisi Uplink berfungsi sebagai pemroses suara dan gambar televisi dari studio televisi ataupun sinyal baseband dari sentral Telekomunikasi untuk dijadikan

kualifikasi terhadap hasil evaluasi penawaran yang telah Saudara-saudara

EFEKTIFITAS FLASH CARD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGENAL HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS TK-A2 DI SLB NEGERI CICENDO KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia |