• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan statistis validitas alat ukur - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tinjauan statistis validitas alat ukur - USD Repository"

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

i

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Matematika

Disusun Oleh :

HERNINGTYAS KURNIAWATI

NIM : 053114004

PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

Presented As a Partial Fulfillment of The Requirements

to Obtain The Sarjana Sains Degree

In Mathematics

by :

HERNINGTYAS KURNIAWATI

Student Number : 053114004

MATHEMATICS STUDY PROGRAM DEPARTEMENT OF MATHEMATICS

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Jalan yang bertabur bunga Di sepanjang kehidupan kita

Allah tidak pernah menjanjikan Matahari tanpa hujan

Sukacita tanpa dukacita

Damai sejahtera tanpa penderitaan

Namun Allah menjanjikan Kekuatan tiap hari Istirahat bagi pekerja Cahaya dalam perjalanan Anugrah dalam pencobaan

Pertolongan dari atas Simpati yang tak berkesudahan

Kasih yang tak kunjung padam

(

Annie Johnson Flint

)

Every story has an End

but in life

every End is just

(7)

vii

penting artinya dikarenakan kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat dipercaya. Oleh sebab itu prosedur pengujian validitas terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran.

Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau alat ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Dari cara dan estimasinya validitas pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu content validity (validitas isi), criterion-related validity (validitas berdasarkan kriteria), serta construct validity (validitas konstruk ) yang dibedakan menjadi validitas multisifat-multimetode dan validitas faktorial dengan konsep dasar analisis faktor.

(8)

viii

reason that research conclusion will be credible only if based on valid information. Therefore, procedure of validity test (trial/testing) for measurement instrument becomes the most important component in measurement study.

(9)

ix

skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Matematika Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan, gagasan, dan dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis

menghaturkan terima kasih kepada :

1. Ir. Ig. Aris Dwiatmoko, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi.

3. Lusia Krismiyati Budiasih, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi

Matematika yang telah banyak membantu.

4. Ch. Enny Murwaningtyas, S.Si., M.Si., selaku penguji yang telah banyak

membantu dan memberikan masukan kepada penulis.

5. Hongkie Julie, S.Pd.,M.Si., selaku penguji yang telah banyak membantu dan

memberikan masukan kepada penulis.

6. Prof. Frans Susilo, S.J., selaku dosen pembimbing akademik.

7. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Sc., dan Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc., yang pernah

menjadi dosen pembimbing akademik bagi penulis.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Matematika yang telah memberikan

bekal ilmu yang berguna bagi penulis.

9. Bapak Tukijo dan Ibu Linda yang telah memberikan pelayanan administrasi

(10)

x maupun spiritual kepada penulis.

12.Tatag Bagus Argikas yang telah memberikan waktu, dukungan, serta

semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

13.Keluarga besar GKJ Condongcatur yang telah memberikan semangat dan

dukungan doa kepada penulis.

14.Persekutuan Komisi Pemuda GKJ Condongcatur.

15.Keluarga besar PMK Oikumene.

16.Teman-teman Prodi Matematika angkatan 2005: Puput, Nanin, Ratna, Chris,

Lois, George, Priskila, Vincent, Sisiria, Ine, Devi, Septi, Wuri, Susi, Echi,

Dedi, Seto, Yudhi, Sella, Vira.

17.Semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Walaupun penulis telah berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya, namun penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat

kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis sanagat mengharapkan saran dan

kritik yang dapat membangun dan menyempurnakan skripsi ini.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan bagi

pembaca demi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya matematika.

Yogyakarta, 17 Agustus 2009

(11)
(12)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

HALAMAN KEASLIAN KARYA v

HALAMAN PERSEMBAHAN vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

KATA PENGANTAR ix

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 3

C. Pembatasan Masalah 3

D. Tujuan Penulisan 4

E. Manfaat Penulisan 4

F. Metode Penulisan 4

G. Sistematika Penulisan 5

BAB II. ASPEK-ASPEK PENGUKURAN DAN TEORI STATISTIKA

YANG RELEVAN 6

A. Penelitian Ilmiah 6

1. Unsur-unsur Penelitian 7

2. Proses Penelitian Ilmiah 15

B. Pengukuran dan Alat Ukur 18

(13)

xiii

2. Koefisien Korelasi 52

3. Matriks Korelasi 60

4. Representasi Geometris dari Koefisien Korelasi 61

5. Regresi Berganda 62

6. Konsep Analisi Faktor 64

a. Model Analisis Faktor 66

1) Model Satu Faktor Umum 67

2) Model m Faktor Umum 74

b. Komunalitas 77

c. Langkah-langkah Analisis Faktor 80

1) Menentukan Ukuran Sampel dan Variabel 80

2) Menentukan Matriks Korelasi 81

3) Menentukan Jumlah Faktor Umum 81

4) Rotasi Faktor Ortogonal 98

5) Intepretasi Faktor Umum 103

BAB III. VALIDITAS DAN PENGUJIANNYA 106

A. Pendahuluan 106

B. Pengertian Validitas 107

C. Tipe-tipe Umum Validitas 110

1. Validitas Isi 110

2. Validitas Berdasarkan Kriteria 115

a. Validitas Prediktif 117

b. Validitas Konkuren 118

(14)

xiv

A. Pengujian Validitas Isi 135

B. Pengujian Validitas Konstruk 137

1. Analisis Faktor pada Tes Potensi Akademik Plus 139

Universitas Sanata Dharma

a. Matriks Korelasi 139

b. KMO Bartlett Test of Sphericity 140

c. Komunalitas 142

d. Faktor Hasil Ekstraksi 143

e. Scree Plot 144

f. Matriks Faktor Tidak Dirotasi 145

g. Rotasi Matriks Faktor 146

h. Pemberian Nama Faktor 147

2. Pengujian Validitas Faktorial 149

BAB IV. PENUTUP 153

A. Kesimpulan 153

B. Saran 154

DAFTAR PUSTAKA 155

(15)

xv

2.2 Matriks Korelasi 73

2.3 Matriks Korelasi 74

2.4 Matriks Faktor 75

2.5 Matriks Korelasi tanpa Komunalitas 78

2.6 Matriks Korelasi dengan Komunalitas 79

2.7 Matriks Korelasi dan Perhitungan Beban Faktor Pusat Pertama 82

2.8 Matriks Faktor Pusat (Fc) 86

2.9 Matriks Korelasi Residual Pertama 87

2.10 Kriteria Kecukupan suatu Faktor 96

2.11 Pemeriksaan Nilai Beban Faktor 97

2.12 Matriks Faktor sebelum Rotasi 101

2.13 Perhitungan Rotasi Beban Faktor Searah Jarum Jam Sebesar 50 101 0

2.14 Rotasi Matriks Faktor 102

2.15 Petunjuk untuk Mengidentifikasi Beban Faktor 103

Signifikan Berdasarkan Ukuran Sampel

3.1 Skor Responden pada Tes Minat Menjadi Guru 113

3.2 Perhitungan Korelasi Item pada Tes Minat Menjadi Guru 114

3.3 Hasil Pengukuran Kreativitas Berpikir dan Divergen Thinking 119 3.4 Matriks Multisifat-Multimetode 124

3.5 Tabel Perbandingan Hasil Analisis Faktor 132

4.1 Koefisien Korelasi Item-Total 137

4.2 Diskripsi Sampel 139

4.3 Matriks Korelasi 5 Sub Tes TPA Plus 140

(16)

xvi

4.9 Matriks Faktor Dirotasi jenis VARIMAX 147

4.10 Pemberian Nama Faktor 148

(17)

xvii

2.2 Diagram Konstruk Kepuasan Kerja 11

2.3 Proses Penelitian 16

2.4 Pemetaan dari Kelima Anak 22

2.5 Proses Konseptualisasi dan Operasionalisasi 26

2.6 Diagram Pencar Menujukkan Derajad Korelasi 53

2.7 Representasi Vektorial suatu Koefisien Korelasi 61

2.8 Empat belas Variabel Asli Direduksi Menjadi Empat Faktor 66

2.9 Model Satu Faktor Umum 70

2.10 Rotasi Faktor 102

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu masalah utama dalam kegiatan penelitian sosial dan psikologi

adalah masalah cara memperoleh data informasi yang akurat dan objektif. Hal ini

sangat penting artinya dikarenakan kesimpulan penelitian hanya akan dapat

diper-caya apabila didasarkan pada informasi yang juga dapat diperdiper-caya. Oleh sebab itu

ilmu pengukuran menjadi penting dalam suatu penelitian. Ilmu pengukuran

meru-pakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar

pengembangan alat ukur yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan alat ukur

yang berfungsi secara optimal, valid dan reliabel. Para ahli psikometri telah

me-netapkan kriteria bagi setiap alat ukur psikologis untuk dapat dinyatakan sebagai

alat ukur yang baik, yaitu mampu memberikan informasi yang dapat dipercaya.

Kriteria termaksud antara lain adalah reliabel, valid, standar, ekonomis dan

praktis.

Salah satu bentuk alat ukur adalah tes. Menurut Allen dan Yen, tes adalah

suatu alat untuk mendapatkan sampel tertentu dari perilaku seseorang serta

mendiskripsikan, melukiskan atau memaparkannya menggunakan

kategori-kategori atau skor-skor.

Dalam menyusun sebuah tes diperlukan adanya suatu prosedur seleksi item

untuk menguji tes mana yang tepat untuk diujikan. Tepat dalam hal ini berarti

(19)

bahwa tes tersebut dapat melakukan fungsi ukurnya sesuai dengan tujuan

dilakukan pengukuran. Pertanyaan umum yang seringkali muncul dalam masalah

seleksi item adalah bagaimana skor tes tersebut diukur dan sejauh manakah tes

tersebut mengukur dengan baik. Oleh sebab itu prosedur pengujian validitas

terhadap alat ukur menjadi komponen penting dalam ilmu pengukuran. Pengujian

validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya.

Suatu alat ukur yang tidak valid akan memberikan informasi yang tidak

akurat mengenai keadaan subjek atau individu yang dikenai tes tersebut. Apabila

informasi yang keliru itu dengan sadar atau tidak dengan sadar digunakan sebagai

dasar pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan maka tentulah

kesimpulan dan keputusan itu tidak akan merupakan keputusan dan kesimpulan

yang tepat. Kasus siswa yang salah memilih jurusan studi di perguruan tinggi

menjadi contoh akibat keputusan yang didasarkan oleh informasi dari tes IQ yang

tidak valid.

Performansi subjek pada suatu tes dinyatakan dalam bentuk bilangan yang

disebut skor (Azwar, 2003: 25). Bilangan performansi yang benar dan murni serta

tidak dapat diungkapkan secara langsung oleh tes disebut skor-murni. Suatu hasil

pengukuran terdapat pula galat yang besarnya dalam setiap tes tidak dapat

diketahui. Jumlahan dari skor-murni dan galat disebut sebagai skor tampak, skor

tampak merupakan skor hasil perolehan dalam tes. Alat ukur yang tinggi

(20)

subjek yang diperoleh oleh alat ukur tersebut tidak jauh berbeda dari skor yang

sesungguhnya. Dengan demikian secara keseluruhan alat tes yang bersangkutan

akan menghasilkan varians galat yang kecil pula.

B. Perumusan Masalah

Pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana menguji validitas tes?

2. Bagaimana landasan matematis dalam pengujian validitas?

3. Bagaimana aplikasi secara praktis pengujian validitas ?

C. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini akan membahas validitas empirik secara lebih

mendalam. Validitas empirik terdiri dari dua tipe yaitu validitas konstruk dan

validitas berdasarkan kriteria. Proses pengujian validitas konstruk dibedakan

menjadi dua yaitu pendekatan validitas multitrait-multimethod dan pendekatan

validitas faktorial. Alat ukur yang diuji adalah berupa tes. Aplikasi pengujian

validitas menggunakan sampel data hasil survei kinerja dosen Universitas Sanata

Dharma semester gasal 2008-2009 oleh P3MP dan sampel data hasil Tes Potensi

(21)

D. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk memahami bagaimana menguji validitas

tes, landasan matematis dalam pengujian validitas serta memahami bagaimana

aplikasi pengujian validitas tes.

E. Manfaat Penulisan

Manfaat yang akan diperoleh setelah mempelajari topik ini adalah dapat

memahami proses pengujian validitas tes, memahami landasan matematis dalam

pengujian validitas, serta mengaplikasikannya dalam pengujian validitas terhadap

data hasil survei kinerja dosen Universitas Sanata Dharma semester gasal

2008-2009 oleh P3MP dan data hasil Tes Potensi Akademik Plus penerimaan

mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma.

F. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis adalah metode studi pustaka yaitu dengan

mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan topik proposal skripsi ini,

sehingga tidak ada hal-hal baru. Data yang diperoleh diolah dengan

(22)

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan dalam pembahasan mengenai tinjauan statistis validitas alat

ukur adalah sebagai berikut:

Bab 1 pendahuluan membahas tentang gambaran umum mengenai isi skripsi

meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika pembahasan.

Bab II membahas tentang landasan teori yang meliputi penelitian ilmiah,

pengukuran dan alat ukur, konsep skor, teori statistika yang relevan.

Bab III membahas tentang pengujian validitas yang meliputi pengertian validitas

secara verbal dan matematis, validitas isi, validitas berdasarkan kriteria dan

validitas konstruk.

Bab IV membahas tentang aplikasi pengujian validitas terhadap tes evaluasi

kinerja dosen Universitas Sanata Dharma semester gasal 2008-2009 dan Tes

Potensi Akademik Plus penerimaan mahasiswa baru Universitas Sanata Dharma.

(23)

BAB II

ASPEK-ASPEK PENGUKURAN

DAN TEORI STATISTIKA YANG RELEVAN

Sebelum membahas tentang tinjauan statistis validitas alat ukur, terlebih dahulu

akan dibahas beberapa materi prasyarat sebagai landasan teori yang berhubungan

langsung dengan tinjauan statistis validitas alat ukur.

A. Penelitian Ilmiah

Penelitian ilmiah adalah suatu bentuk penelitian dengan cara berpikir yang

sistematis Tujuan pokok penelitian ilmiah adalah menerangkan suatu realitas dalam

bidang sosial, psikologi dan pendidikan. Dalam usahanya memahami suatu realitas

tersebut, seringkali peneliti menghubungkan realitas tersebut dengan realitas lain.

Sebagai contoh, untuk memahami realitas perbedaan prestasi belajar, maka peneliti

menghubungkan realitas tersebut dengan realitas lingkungan keluarga.

Dalam penelitian tentang perbedaan prestasi belajar peneliti mungkin tertarik

untuk mempelajari realitas perbedaan prestasi belajar pada dua atau tiga realitas

lingkungan keluarga. Pertanyaan yang hendak dijawab peneliti misalnya: Apakah

perbedaan prestasi belajar tersebut disebabkan oleh keadaan siswa dalam lingkungan

keluarga yang berbeda?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti

mengumpulkan data mengenai prestasi belajar siswa pada lingkungan keluarga yang

harmonis dan lingkungan keluarga tidak harmonis (adanya perceraian kedua

(24)

orangtuanya atau orangtuanya tidak peduli dengan siswa tersebut). Apabila prestasi

belajar siswa secara konsisten berbeda pada kedua lingkungan keluarga tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara prestasi belajar siswa

dengan lingkungan keluarga. Dengan kata lain, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor penentu perbedaan prestasi belajar

siswa.

Untuk mempelajari hubungan hubungan antara realitas atau kejadian yang satu

dengan realitas yang lain, maka perlu adanya pengetahuan mengenai unsur-unsur

penelitian dan terdiri atas: sifat, konsep, konstruk, dan variabel. Keterkaitan keempat

unsur dari penelitian tersebut terletak pada proses konseptualisasi dan proses

operasionalisasi. Dalam bab ini unsur-unsur penelitian akan diuraikan satu persatu.

1. Unsur-unsur Penelitian

Gambar 2.1 Hubungan antar Unsur-unsur Penelitian

KONSEP

REALITAS

KONSTRUK

VARIABEL

SUBJEK/OBJEK PENELITIAN

Realitas

Kebutuhan ilmiah

Gambaran sistematik Abstrak

(25)

a. Sifat

Dalam dunia pendidikan seringkali kita membedakan beberapa objek. Sebagai

contoh pada mata pelajaran Matematika kita membedakan ciri-ciri bangun dimensi

tiga, kubus memiliki rusuk sebanyak duabelas, sisi enam dan titik sudut delapan,

sedangkan Limas segiempat memiliki rusuk sebanyak delapan, sisi lima dan titik

sudut lima. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering membedakan beberapa

objek. Sebagai contoh kita sering membedakan ciri-ciri seseorang dari ciri-ciri khas

fisiknya, Dini bertubuh tinggi, berambut keriting, berhidung mancung dan bermata

sipit, sedangkan Rosi bertubuh pendek, berambut lurus, berhidung pesek dan bermata

bulat.

Beberapa contoh di atas menunjukkan ciri-ciri fisik dari suatu objek, ciri-ciri

fisik ini dapat diamati secara langsung oleh panca indra. Disamping ciri-ciri fisik

terdapat pula ciri-ciri nonfisik yang tidak dapat diamati secara langsung oleh panca

indra. Sebagai contoh Ani adalah siswa yang cerdas dan berbakat, Rita adalah anak

yang berhati lembut, sedangkan Sandi adalah anak yang pemalu. Cerdas, berbakat,

berhati lembut dan pemalu adalah ciri-ciri yang tidak dapat diamati secara langsung

oleh panca indra.

Ciri-ciri fisik dan non fisik yang melekat pada objek serta dapat digunakan

untuk membedakan objek satu dengan yang lainnya disebut sifat. Apabila kita

membicarakan sifat maka kita membicarakan ciri-ciri yang melekat pada objek

(26)

Sifat-sifat fisik dapat diamati secara langsung oleh panca indra, sedangkan

sifat-sifat nonfisik tidak dapat diamati secara langsung oleh panca indra, oleh sebab itu

untuk mengetahui sifat-sifat nonfisik maka dibutuhkan suatu petunjuk atau indikator

dari sifat tersebut. Sebagai contoh jika seorang lelaki selalu menyerang atau memukul

anak lain, maka dapat dikatakan bahwa perilaku tersebut merupakan petunjuk bagi

kebencian atau permusuhan yang dikandungnya. Jika tangan seseorang banyak sekali

berkeringat, maka dapat dikatakan bahwa dia cemas. Jika seorang anak mengisi

dengan benar sejumlah soal objektif tertentu dalam suatu ujian prestasi, maka dapat

dikatakan bahwa dia mempunyai prestasi pada tingkat tertentu. Sebenarnya suatu

penelitian tidak bertujuan untuk mengukur objek, akan tetapi mengukur petunjuk dari

sifat-sifat atau ciri-ciri objek.

b. Konsep

Seorang peneliti mengadakan penelitian di sebuah Taman Kanak-kanak dan

yang menjadi objek penelitian adalah siswa-siswa baru di Taman Kanak-kanak

tersebut. Dalam peneitiannya, peneliti menemukan beberapa kejadian dan perilaku

dari objek yang ditelitinya, ada siswa yang menangis karena mencari orangtuanya,

ada yang asyik bermain sendiri saat pelajaran berlangsung, ada yang hanya diam tapi

tidak memperhatikan guru serta ada yang mengikuti pelajaran dengan serius dan

senang. Peneliti ingin mengadakan penelitian mengenai faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi perilaku siswa baru Taman Kanak-kanak yang telah diamati, maka

(27)

yaitu kesiapan anak dalam mengikuti pelajaran di bangku pertama. Menurut

Kerlinger, konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi hal-hal

khusus (Kerlinger, 1971). Jadi konsep kesiapan anak mengikuti pelajaran di bangku

pertama merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi kejadian dan perilaku

anak di kelas yaitu menangis, asyik bermain sendiri, diam atau pasif serta serius

dalam mengikuti pelajaran.

c. Konstruk

Konstruk merupakan konsep yang sengaja digunakan dalam penelitian serta

diamati dari banyak sudut pandang. Sebagai contoh konstruk kepuasan kerja,

konstruk kepuasan kerja merupakan konsep kepuasan kerja yang sengaja digunakan

dalam penelitian, dengan tujuan untuk meneliti tingkat kepusan kerja, konsep ini

diamatai dengan berbagai sudut pandang yaitu sudut pandang kepuasan pada tugas,

sudut pandang kepuasan pada atasan, sudut pandang kepuasan pada kompensasi,

sudut pandang kekuatan pada promosi. Untuk mengamati kepuasan pada tugas dapat

di gunakan konsep rutinitas, kompleksitas, kegunaan, kesesuaian, tantangan dan lain

sebagainya, untuk mengamati sudut pandang kepuasan pada atasan dapat digunakan

konsep pengaruh, intelegensi, prestasi, perhatian dan tanggungjawab, untuk

mengamati sudut pandang kepuasan pada kompensasi dapat digunakan konsep

kewajaran, kesesuaian, keinginan, keamanan, nilai, sedangkan untuk mengamati

sudut pandang kepuasan pada promosi dapat digunakan konsep kesempatan,

(28)

Gambar 2.2 Diagram Konstruk Kepuasan Kerja

d. Variabel

Variabel berasal dari kata vary dan able, yang berarti dapat bervariasi. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi

berbagai macam nilai. Sebagai contoh, tinggi badan dan berat badan orang yang satu

dengan yang lainnya berbeda-beda, hal ini menunjukkan adanya variansi nilai atau

keragaman nilai dari tinggi badan dan berat badan. Sedangkan jenis kelamin hanya

memiliki dua nilai yaitu laki-laki dan perempuan. Oleh karena tinggi badan, berat

badan mempunyai variasi nilai dan jenis kelamin juga memiliki lebih dari satu nilai,

maka tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin merupakan variabel.

Tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin dapat disimbolkan atau diberi

lambang dengan huruf besar yaitu X, Y, dan Z. Misalkan X merupakan simbol dari Konstruk

Kepuasan Kerja

Sudut pandang kepuasan pada tugas

Sudut pandang kepuasan pada atasan

Sudut pandang kepuasan pada kompensasi

Sudut pandang kepuasan pada promosi

Konsep: rutinitas, kompleksitas, kesesuaian, tantangan

Konsep: ntelegensi, prestasi, perhatian, tanggung jawab

Konsep: kewajaran, kesesuaian, keamanan, keinginan, nilai

(29)

berat badan, X mempunyai bervariasi nilai, sebagai contoh 56 kg, 40 kg, 45 kg dan

lain sebagainya. Dalam contoh ini Y dimisalkan sebagai simbol dari tinggi badan, Y

mempunyai bervariasi nilai, sebagai contoh 150 cm, 160cm dan lain sebagainya.

Sedangkan Z dimisalkan sebagai simbol dari jenis kelamin, Z hanya mempunyai dua

nilai yaitu 1 dan 0, nilai 1 untuk salah satu jenis kelamin, nilai 0 untuk jenis kelamin

yang lain, misalnya 1 merupakan nilai untuk jenis kelamin laki-laki, sedangkan 0

merupakan nilai untuk jenis kelamin perempuan. X, Y dan Z dapat dilekatkan lebih

dari satu nilai atau mempunyai keragaman nilai, maka X, Y dan Z disebut sebagi

variabel. Dengan demikian variabel juga dapat diartikan sebagai lambang atau simbol

yang dapat dilekatkan oleh beragam bilangan dan nilai.

Dalam sebuah penelitian sosial, dilakukan penelitian terhadap ciri-ciri

antropologis manusia, ditampilakan dua tokoh dalam penelitian tersebut. Satu

diantaranya seorang buruh laki-laki yang sudah tua, bertubuh pendek dan

berpenghasilan rendah. Tokoh yang lainnya seorang wanita muda, ia seorang

majikan, bepenghasilan tinggi dan bertubuh jangkung. Semua ciri-ciri yang menandai

kedua tokoh ini (laki-laki, wanita, tua, muda, majikan, buruh, penghasilan rendah,

penghasilan tinggi, tubuh pendek dan tubuh janggung) adalah ciri-ciri antropologis

manusia. Ciri-ciri antropologis manusia dalam penelitian sosial ini disebut sebagai

konstruk. Ciri-ciri antropologis tersebut dapat dikelompok-kelompokan kedalam

kelompok yang logis, misalnya laki-laki dan wanita dapat dikelompokkan menjadi

kelompok jenis kelamin, tua dan muda dikelompokkan kedalam kelompok usia,

(30)

kelompok tingkat penghasilan. Menurut Masri Singarimbun dan Sofian Efendi,

variabel adalah pengelompokkan yang logis dari dua atau lebih konstruk dan

mempunyai beragam nilai (Masri dan Sofian, 1982: 26). Oleh karena itu jenis

kelamin, usia dan tingkat penghasilan merupakan variabel. Dari beberapa contoh dan

penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan definisi variabel yaitu lambang atau

simbol dari konstruk yang dapat diberi berbagai macam nilai.

Berdasarkan sifatnya variabel digolongkan menjadi variabel yang bersifat

diskrit (discrete) dan kontinu (continuous). Variabel diskrit adalah variabel yang

nilai-nilainya berhingga atau tidak berhingga tetapi terbilang, sebagai contoh

himpunan bilangan asli, nilai-nilainya tak berhingga akan tetapi terbilang. Sedangkan

variabel kontinu adalah variabel yang tidak memenuhi definisi di atas, dengan kata

lain variabel kontinu berjalan dalam range himpunan bilangan real. Selain varibel

diskrit dan kontinu, terdapat pula beberapa penggolongan variabel, dalam subbab ini

akan dijelaskan beberapa penggolongan variabel yang penting dalam penelitian.

1) Variabel bebas(Independet variable) dan variabel terikat (dependen variable)

Menurut kedudukannya variabel dibedakan menjadi variabel bebas(Independet

variable) dan variabel terikat (dependen variable). Variabel bebas adalah variabel

yang nilainya mempengaruhi variabel lain dalam penelitian. Variabel terikat adalah

variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain dalam suatu penelitian. Sebagai

contoh, dalam sebuah penelitian tentang hubungan antara lamanya pemuaian dengan

(31)

bertambah, dengan kata lain pertambahan panjang muai dipengaruhi oleh lamanya

pemuaian, maka dapat dikatakan bahwa lamanya pemuaian adalah variabel bebas,

sedangkan pertambahan panjang muai adalah variabel terikat.

2) Variabel aktif dan variabel atribut

Suatu klasifikasi lain dalam penelitian sosial, psikologi dan pendididikan

mengenai variabel yaitu variabel aktif dan variabel atribut. Variabel yang

dimanipulasi disebut variabel aktif. Pada hakikatnya, manupulasi berarti melakukan

berbagai hal terhadap berbagai kelompok subjek. Sebagai contoh manipulasi adalah

seorang peneliti melakukan satu hal terhadap satu kelompok (misalnya memberikan

penguatan positif untuk jenis kelakuan tertentu) dan melakukan hal yang berbeda

terhadap kelompok lain, atau memberikan instruksi yang berlainan kepada kedua

kelompok tersebut. Jika seseorang menggunakan metode-metode pengajaran yang

berbeda, atau memberikan imbalan kepada subjek-subjek dalam suatu kelompok dan

menghukum subjek-subjek dalam kelompok lain, atau menciptakan kecemasan

dengan instruksi-instruksi yang meresahkan, maka seorang tersebut secara aktif

memanipulasi variabel-variabel metode, penguatan, dan kecemasan. Variabel yang

tidak dapat dimanipulasi dan merupakan variabel yang diukur disebut variabel atribut.

Contoh variabel atribut adalah semua variabel yang merupakan ciri manusia

(intelegensi, bakat, jenis kelamin, status sosial, konservatisme, ketergantungan pada

(32)

objek-objek yang tak hidup. Organisasi, lembaga, kelompok, populasi, rumah, dan

kawasan-kawasan geografis mempunyai atribut yang dapat diukur.

3) Variabel Laten

Variabel laten adalah suatu variabel yang terselubung, variabel yang tidak

kelihatan dan diduga melandasi variabel-variabel yang diamati. Sebagai contoh

variabel laten adalah kecerdasan atau intelegensi. Perhatikan, misalnya terdapat tiga

tes kemampuan yaitu verbal, numerikal, dan spasial, ketiga tes ini mempunyai relasi

positif dan jelas maknanya. Secara umum berarti bahwa individu yang mencapai hasil

tinggi untuk tes yang satu cenderung mencapai hasil tinggi pula pada tes-tes yang

lain, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian dapat diyakini bahwa terdapat suatu

unsur yang sama dalam ketiga tes tersebut, dan unsur tersebut disebut kecerdasan.

Kecerdasan inilah yang merupakan variabel laten. Maka dapat disimpulkan bahwa

konstruk kecerdasan juga disebut variabel laten.

2. Proses Penelitian Ilmiah

Penelitian ilmiah adalah suatu bentuk penelitian dan cara berpikir yang sangat

sistematis. Proses penelitian dapat diilustrasikan dalam diagram dibawah ini

(33)

Gambar 2.3 Proses Penelitian (Masri dan Sofian, 1982: 26)

Penelitian merupakan suatu proses yang panjang. Ia berawal pada minat untuk

mengetahui realitas atau suatu kejadian dan selanjutnya berkembang menjadi

gagasan, teori, konseptualisasi, pemilihan metode penelitian yang sesuai,

operasionalisasi dan seterusnya. Hasil akhirnya adalah gagasan dan teori baru,

sehingga merupakan suatu proses yang tiada hentinya.

Langkah awal yang sangat penting bagi penelitian adalah adanya minat untuk

mengetahui masalah sosial tertentu. Minat tersebut dapat timbul dan berkembang

karena rangsangan bacaan, diskusi, seminar atau pengamatan. Berbagai tahapan harus

MINAT GAGASAN TEORI

KONSEPTUALISASI Tentukan konsep dan variabel yang akan diteliti

PEMILIHAN METODE PENELITIAN -Penelitian lapangan -analisis data sekunder -eksperimen

-penelitian evaluasi -penelitian survei

POPULASI SAMPEL Kesimpulan akan dari kelompok mana? Siapa yang akan diobservasi?

OBSERVASI Kumpulan data untuk analisa dan penafsiran

PENGOLAHAN DATA Ubah data untuk dianalisis

ANALISA DATA Analisa data dan tarik kesimpulan

(34)

ditempuh hingga tercapai hasil penelitian, dan tiap tahap perlu dilaksanakan dengan

kritis, tepat dan sistematis.

Teori adalah kumpulan pengetahuan yang dimiliki manusia. Penelitian

mengubah ketidaktahuan manusia terhadap alam semesta manjadi pengetahuan.

Ketidaktahuan membuat manusia mencari pemecahan masalah secara spekulatif.

Usaha memuaskan rasa ingin tahu dilakuakan dengan cara yang tidak ilmiah,

walaupun belum sepenuhnya memuaskan. Seiring dengan perkembangan berpikir dan

peradaban manusia, maka berkembanglah pendekatan-pendekatan ilmiah melalui

proses penelitian. Dengan pendekatan-pendekatan ilmiah, ketidaktahuan semakin

berkurang dan pengetahuan manusia berkembang. Pengetahuan berkembang terus

menerus dan tersusun dalam bentuk teori. Pengetahuan manusia merupakan

pemahaman manusia terhadap alam semesta baik fisik maupun sosial. Kegiatan

ilmiah adalah cara memecahkan masalah ilmiah. Untuk menghadapi permasalahan

digunakan teori ilmiah sebagai alat yang membantu menemukan pemecahan.

Misalnya, untuk penelitian mengenai hubungan sikap terhadap mata pelajaran

matematika dengan prestasi belajar matematika di sekolah dasar. Dalam penelitian

tersebut perlu dikaji teori tentang sikap, hakikat matematika, sikap terhadap

matematika, pembelajaran matematika, dan hubungan antara sikap terhadap mata

pelajarna matematika dengan prestasi belajar matematika.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa teori merupakan hubungan antara

satu gejala dengan gejala lainnya dan merupakan unsur informasi ilmiah yang paling

(35)

yang lebih spesifik dan lebih sempit bidang cakupannya. Informasi ini dapat diubah

menjadi data (observasi) dengan mengintepretasikan bahwa informasi tersebut

menjadi sesuatu yang dapat diamati, dengan penyusunan skala, dan penentuan

sampel. Observasi atau data ini merupakan informasi ilmiah yang sangat spesifik dan

hanya menyangkut sampel tertentu dan variabel tertentu.

Melalui pengukuran, penyederhanaan informasi dan perkiraan parameter,

observasi atau data dapat diubah menjadi informasi yang lebih umum yaitu

generalisasi empiris. Selanjutnya, generlisasi empiris ini dapat dijadikan teori melalui

penyusunan konsep atau yang disebut dengan proses konseptualisasi. Konsep-konsep

tersebut kemudian didefinisikan secara operasional dalam bentuk konstruk-konstruk

dan variabel sehingga dapat diukur.

B. Pengukuran dan Alat Ukur

Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan

yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga

dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel.

Dasar-dasar pengembangan tes tersebut dibangun di atas model-model matematik yang

secara berkesinambungan terus diuji kelayakannya oleh ilmu psikometri.

1. Pengukuran

Pengukuran adalah suatu proses yang seringkali dilakukan dalam kehidupan

(36)

timbangan, untuk mengetahui apakah program dietnya berjalan dengan baik, atau

seseorang menggunakan termometer untuk mengukur suhu badannya. Tukang kayu

dapat mengetahui panjang sebatang kayu dengan meteran. Seseorang dapat

mengetahui kecepatannya dalam berkendara motor dengan speedometer. Pengukuran

berat, suhu, panjang dan kecepatan merupakan pengukuran yang bersifat fisik. Selain

pengukuran yang bersifat fisik, terdapat pula pengukuran yang bersifat non fisik,

misalnya ketika seseorang mengukur kecantikan orang lain dengan melihat riasan

wajahnya dan cara berpakaiannya atau ketika seseorang makan direstoran dan setelah

dia mencicipi masakan yang disajikan maka dia berkata bahwa masakannya lezat,

secara tidak langsung seseorang tersebut telah mengukur tingkat kelezatan.

Pengukuran juga dilakukan oleh ahli astronomi atau ahli biologi dengan

menggunakan teleskop atau mikroskop untuk mengetahui gelaja ilmiah. Pengukuran

ilmiah seperti dalam contoh merupakan pengukuran menggunakan pengamatan

langsung dan memberikan informasi berdasarkan ilmu eksakta. Pengukuran suhu

badan dengan menggunakan termometer akan memberikan hasil yang lebih teliti dan

informasi yang lebih akurat dari pada mengukur suhu badan dengan telapak tangan.

Pengukuran membantu individu dalam meneliti sesuatu hal yang tidak tampak

dan tidak dapat diketahui secara langsung, sebagai contoh ketika dilakukan penelitian

terhadap tingkat emosional seseorang atau tingkat kecerdasan seseorang. Pengukuran

yang demikian disebut sebagai pengukuran psikologis yang bertujuan untuk

mengukur karakteristik individu yang tidak dapat diamati secara langsung.

(37)

terdapat pula pengukuran ilmu sosial yang lain yaitu dalam bidang sosiologi disebut

dengan sosiometri, anthropologi (anthropometri), ekonomi (ekonometri) dan hukum

(jurimetri).

Dalam pengertian secara umum, pengukuran adalah pemberian bilangan pada

objek-objek atau kejadian-kejadian berdasarkan prosedur tertentu (Kerlinger: 1992).

Untuk memudahkan pemahaman mengenai pengukuran maka diberikan contoh

pengukuran yaitu pengukuran yang dilakukan oleh penjahit baju. Seorang penjahit

baju ingin mengetahui ukuran panjang sebuah kain yang akan digunakannya untuk

membuat baju. Penjahit tersebut menggunakan meteran untuk mengukur panjang

kain, dia melatakkan ujung meteran tersebut dibagian kain yang paling ujung, dan

menarik meteran tersebut sejajar dengan kain sampai ke ujung kain berikutnya.

Dengan cara tersebut panjahit baju dapat mengetahui bahwa panjang kain tersebut

adalah 1.5 m. Dalam pengukuran yang dilakukan penjahit baju tersebut, dapat

diketahui bahwa komponen-komponen pengukuran panjang kain adalah kain sebagai

objek yang diukur, panjang sebagai variabel yang diukur, meteran sebagai alat

ukurnya yang mempunyai skala panjang, dan cara penjahit dalam menggunakan

meteran untuk mengukur panjang kain merupakan prosedur pengukuran, sedangkan

yang menjadi hasil pengukuran adalah berupa bilangan yang menyatakan panjang

kain yaitu 1.5 m. Maka dapat dipahami bahwa pengukuran berhubungan dengan

objek, variabel yang akan diukur, bilangan-bilangan, alat ukur, dan prosedur atau tata

(38)

Angka adalah lambang dari bilangan yang berbentuk 1, 2, 3,... atau I, II, III,...

Sebenarnya bilangan tersebut tidak memiliki arti kuantitatif sebelum arti kuantitatif

tersebut diberikan. Pemberian bilangan dalam pengertian pengukuran berarti

pemetaan (mapping). Suatu fungsi mempunyai aturan korespondensi, yaitu aturan

untuk memberikan tiap anggota suatu himpunan pada setiap satu anggota himpunan

lain. Anggota-anggota kedua himpunan tersebut dapat berupa sembarang objek.

Dalam matematika, umumnya anggota-anggota himpunan adalah bilangan.

Sedangkan dalam suatu penelitian, anggota-anggota himpunan tersebut dapat berupa

individu, dan anggota-anggota himpunan lainnya dapat berupa bilangan atau

bilangan. Suatu prosedur merupakan panduan, metode atau perintah untuk

melakukan suatu tindakan. Suatu prosedur matematik adalah f. Fungsi f adalah

prosedur untuk memasangakan atau memetakan objek-objek pada suatu himpunan

dengan objek-objek pada himpunan lain. Sebagai contoh, diberikan himpunan A

yang meliputi tiga pria dan dua wanita: a1, a3, dan a4adalah pria dan a2 serta a5 adalah

wanita. Akan dilakukan pengukuran terhadap variabel yang dimiliki yaitu jenis

kelamin. Dengan asumsi bahwa dimiliki aturan awal yang memungkinkan ditetapkan

jenis kelamin secara tegas dan tidak ambigu. Digunakan aturan: ” jika seseorang

berjenis kelamin laki-laki, maka diberi satu bilangan 1; jika seseorang berjenis

kelamin perempuan maka diberi satu bilangan 0 ”. Ditetapkan bahwa 0 dan 1 adalah

(39)

Gambar 2.4 Pemetaan dari Kelima Anak

Dari gambar di atas, dapat dibentuk suatu himpunan pasangan terurut yaitu

( ) (

) ( ) ( ) (

)

{

a1,1 a2,0 a3,1 a4,1 a5,0

}

. Pengukuran dapat dipandang sebagai relasi.

Anggota A merupakan domainnya dipetakan kepada satu anggota B yang merupakan

kodomainnya. Dengan demikian relasi tersebut merupakan sebuah fungsi. Suatu

relasi adalah himpunan pasangan berurut, demikian juga dengan fungsi. Sembarang

prosedur pengukuran membentuk suatu himpunan pasangan berurut, anggota pertama

dari setiap pasangan adalah objek yang diukur, dan anggota kedua adalah bilangan

yang diberikan pada objek tersebut (hasil pengukuran) menurut prosedur

pengukurannya. Maka dapat dituliskan notasi umum untuk sembarang prosedur

pangukuran:

f = {(x,y); xA,yB}

A = himpunan objek, B = himpunan bilangan hasil pengukuran 1

a

2

a

3 a

4

a

5 a

0

1

A B

(40)

Notasi tersebut dibaca demikian: ”Fungsi f atau kaidah korespondensi, sama

dengan himpunan pasangan berurut (x, y) sedemikian sehingga x adalah suatu objek

dan setiap y yang berkorespondensi dengannya adalah satu bilangan”.

Pengukuran sebaiknya dilakukan dengan cara-cara atau aturan yang berstandar

dan disepakati supaya hasil dari pengukuran menunjukkan hasil yang relatif konsisten

jika pengukuran tersebut dilakukan orang yang berbeda. Beberapa pengukuran ada

yang mempunyai aturan yang baku dan berlaku secara universal seperti pengukuran

berat dan pengukuran sifat-sifat fisik lainnya.

Dalam bidang psikologi dan pendidikan, yang menjadi objek pengukuran

adalah manusia tetapi yang diukur dalam pengukuran psikologi adalah sifat-sifat yang

melekat pada orang tersebut, seperti motivasi, emosional, kecerdasan dan sebagainya.

Aturan yang baku dan berlaku secara universal dalam bidang psikologi sangatlah sulit

diterapkan karena sifat/variabel pengukurannya bersifat abstrak (tidak dapat dilihat

secara langsung). Kecerdasan atau tingkat emosi dari seseorang tidak dapat kita

ketahui sebelum dilakukan tes. Oleh karena itu, dalam bidang psikologi dilakukan

sebuah standarisasi. Hal ini bertujuan supaya pengukuran yang dilakukan tidak

didasarkan pada intuisi.

Pengukuran Kuantitatif dan Kualitatif

Peneliti kualitatif dan kuantitatif, keduanya membutuhkan ketelitian dan metode

yang sistematis dalam mengumpulkan data. Proses yang membedakan antara kedua

(41)

kuantitatif, peneliti menggunakan cara berpikir deduktif. Peneliti kuantitatif memulai

pengukuran dari pembentukan konsep kemudian diikuti dengan prosedur pengukuran

dan diakhiri dengan pengumpulan data emprik yang merepresentasikan konsep

tersebut. Sebaliknya, peneliti kualitatif menggunakan cara berpikir induktif. Peneliti

kualitatif memulai pengukuran dari pengumpulan data empirik yang diikuti dengan

pembentukan konsep. Setelah diperoleh data dan konsep, mereka memulai proses

yang menghubungkan data dan konsep tersebut dan diakhiri dengan penggabungan

data dan konsep.

Salah satu perbedaan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif adalah proses

menganalisis data. Peneliti kuantitatif memulai proses analisis data setelah proses

pengumpulan data. Dalam menganalisis data, peneliti kuantitatif menggunakan

teknik-teknik standar pengukuran dan perhitungan numerik. Pengukuran kualitatif

adalah pengukuran yang menekankan pengertian dan pengetahuan yang mendalam

mengenai teori dari aspek yang akan diukur. Pengetahuan yang mendalam mengenai

teori yang akan diukur sangat penting dalam proses penentuan konsep. Sebelum

menentukan konsep maka dilakukan wawancara atau diskusi terlebih dahulu

mengenai landasan teori dari penelitian. Dari wawancara dan diskusi maka dapat

diperoleh beberapa konsep. Penentuan konsep dalam pengukuran kualitatif

berlangsung seiring dengan proses pengumpulan data dan analisis data. Dalam

pengukuran kualitatif , tidak ada patokan yang sah dari peneliti. Semua proses

dianggap sah apabila hal tersebut benar-benar terjadi (empirik) dan patokan baru

(42)

Data yang diperoleh juga berbeda untuk kedua penelitian tersebut. Data yang

dikumpulkan dari pengukuran kuantitatif merupakan hasil pengukuran atas

variabel-variabel yang telah dioperasionalkan menggunakan teknik-teknik perhitungan dan

pada umumnya berbentuk bilangan. data hasil pengukuran kualitatif berupa tulisan,

suara, simbol, atau gambar visual seperti peta, potografi, video, dan sebagainya.

Peneliti kualitatif kadang-kadang merepresentasikan hasil pengukuran dengan

bilangan atau numerik.

Pengukuran kuantitatif menginginkan penetilian yang terstruktur, terorganisasi,

urut dengan suatu kerbilangan yang sistematis. Sedangkan, pengukuran kualitatif

menginginkan penelitian yang fleksibel dan umum. Oleh karena itu, pengukuran tidak

pernah memperoleh data yang seragam atau uniform. Dari aspek jenis ilmu yang

diteliti, pengukuran kuantitatif cenderung pada ilmu-ilmu pasti, bidang teknik,

ekonomi, psikologi, computer science dan seterusnya. Pengukuran kualitatif

cenderung pada ilmu-ilmu humaniora, sejarah, sosiologi, anthropologi, ilmu

kebudayaan dan seterusnya.

Konseptualisasi dan Operasionalisasi dalam Pengukuran

Dalam suatu pengukuran dimulai dari pemilihan konsep yang hendak diukur,

melakukan konseptualisasi dan melakukan operasionalisasi dari konsep tersebut.

Proses konseptualisasi dan operasionalisasi dalam pengukuran, ditunjukkan pada

(43)

Gambar 2.5 Proses Konseptualisasi dan Operasionalisasi

Banyak konsep terutama dalam bidang psikologi merupakan konsep yang

bersifat abstrak dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu diperlukan

teori yang menjelaskan konsep tersebut yang disebut sebagai definisi konseptual.

Sedangkan proses formulasi atau pembentukan dari konsep tersebut disebut sebagai

konseptualisasi. Perumusan definisi konseptual menurut Kerlinger (1996: 50-51)

dapat dilakukan dengan beberapa cara, cara pertama adalah dengan memberikan

batasan-batasan kepada fenomena abstrak atau sifat suatu objek yang diteliti dengan

konsep-konsep atau ungkapan konseptual lain untuk menggantikan ungkapan yang

didefinisikan. Sebagai contoh ”kecerdasan” dapat didefinisikan dengan menyatakan

bahwa kecerdasan adalah ”intelek yang bekerja”, ”ketajaman mental”, atau

”kemampuan untuk berpikir abstrak”. Cara kedua adalah dengan mendefinisikan sifat

dengan menyatakan tindakan-tindakan atau kelakuan-kelakuan yang terungkap atau

Konstruk Abstrak Konstruk Abstrak

Definisi Konseptual Definisi Konseptual

Indikator atau ukuran Indikator atau ukuran

Konseptualisasi

Operasionalisasi

Konseptualisasi

Operasionalisasi

Pengujian Hipotesis Hipotesis Hubungan

Teori

(44)

tersiratkan. Untuk mendefinisikan ”kecerdasan” dengan cara kedua ini, harus

ditentukan dengan jelas kelakuan ”cerdas” anak-anak dan kelakuan yang ”tidak

cerdas ” anak-anak. Seorang anak berusia tujuh tahun dapat dikatakan ”cerdas”

apabila dia berhasil membaca cerita yang diberikan padanya untuk dibaca. Apabila

anak tersebut tidak mampu membacanya, dapat dikatakan bahwa dia ”tidak cerdas”.

Cara ketiga dalam merumuskan definisi konseptual adalah dengan menukar satu

konsep dengan konsep lain. Misalnya ”bobot” dapat didefinisikan sebagai ”berat”

suatu benda. Atau mendefinisikan ”kecemasan” sebagai ”rasa takut yang objektif ”.

Beberapa fenomena abstrak atau sifat dari individu dalam suatu teori ilmiah, dapat

dedefinisikan secara konseptual.

Salah satu unsur yang sangat membantu komunikasi antar peneliti adalah

definisi operasional, yang merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel

diukur. Penelitian harus terbuka dan dikomunikasikan pada orang lain. Komunikasi

dapat terjalin apabila tidak terdapat kesalahpahaman antara peneliti yang

menyampaikan pesan dengan orang lain yang menerimanya. Untuk menghindari

perbedaan penafsiran dalam penelitian, maka variabel-variabel dalam penelitian harus

didefinisikan sejelas mungkin dalam bentuk definisi operasional. Menurut Kerlinger

(1996:51) definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel

dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk

mengukur konstruk atau variabel itu. Sebagai contoh seorang peneliti memberikan

definisi operasional tentang konstruk konsep diri sebagai tanggapan-tanggapan

(45)

tanggapan-tanggapan tertentu pada tes membuat gambar, gambar-gambar tersebut akan

mengungkapkan konsep diri bagi objek yang bersangkutan. Dengan demikian konsep

diri tersebut akan terungkap pada tanggapan-tanggapan objek pada tes membuat

gambar.

Definisi operasional mengatasi kesulitan melakukan pengukuran terhadap

definisi konseptual karena bangunan variabel yang hendak diukur masih berada

dalam pikiran peneliti. Dalam definisi operasional, peneliti mengeluarkan konsep

variabel dalam pikirannya ke dalam definisi yang memungkinkan semua pengamat

dapat melakukan pengamatan terhadap variabel dengan pengertian yang sama, karena

dengan jelas menyatakan cara pengukuran dan alat ukurnya. Oleh sebab itu, definisi

opersional adalah definisi yang dibuat berdasarkan definisi konseptual yang

merupakan pernyataan mengenai variabel, cara pengukuran dan alat ukur yang

digunakan.

Definisi operasional dibutuhkan dalam rangka mengukur suatu konstruk.

Definisi operasional ini dilakukan dengan menyatakan secara tegas dan rinci

observasi-observasi mengenai petunjuk-petunjuk perilaku yang mengisyaratkan suatu

konstruk. Dalam pengukuran kuantitatif petunjuk tersebut diterangkan dalam bentuk

bilangan. Bilangan atau besaran-besaran disubstitusikan menggantikan

petunjuk-petunjuk dan dianalisis secara statistik. Sebagai contoh seorang peneliti ingin

menyelidiki relasi antara kecerdasan dengan kejujuran. Mereka menetapkan definisi

(46)

Kejujuran didefinisikan secara operasional sebagai observasi dalam situasi buatan

yang memungkinkan siswa untuk curang atau tidak curang. Bilangan kecerdasan

yang diberikan pada siswa-siswa dapat berupa banyaknya soal yang dijawab dengan

benar dalam suatu tes. Serangkaian bilangan kejujuran yang diberikan pada

siswa-siswa adalah dengan menghitung intensitas siswa-siswa berbuat curang disaat dikondisikan

ada kesempatan untuk berbuat curang.

Dalam pengukuran terdapat beberapa postulat. Postulat merupakan asumsi yang

dibuat sebelum dilakukan perhitungan. Terdapat tiga postulat dasar dalam

pengukuran, yaitu:

a. x= y atau xy, tetapi keduanya tidak dapat terjadi secara bersamaan atau

dalam waktu yang sama.

b. Jika x= y dan y= z maka x= z, hal ini berarti jika satuan pengukuran

pertama dari populasi mempunyai nilai yang sama dengan satuan

pengukuran yang kedua, dan satuan pengukuran yang kedua sama dengan

satuan pengukuran yang ketiga dalam populasi yang sama, maka satuan

pengukuran pertama mempunyai nilai yang sama dengan satuan pengukuran

yang ketiga.

c. Jika x lebih besar dari y dan y lebih besar dari z, maka x lebih besar dari z ,

hal ini berarti jika satuan pengukuran pertama dari populasi mempunyai

nilainya lebih besar dari satuan pengukuran yang kedua, dan satuan

(47)

ketiga dalam populasi yang sama, maka satuan pengukuran pertama

mempunyai nilai yang lebih besar dari satuan pengukuran yang ketiga.

Postulat pertama sangat penting digunakan dalam pengklasifikasian atau

pengkategorian item. Item satu sama dengan item lainnya jika keduanya berada dalam

satu himpunan yang sama. Dalam pengukuran, kata ”sama” bukan berarti identik atau

sama dengan. Kata ”sama” dapat berarti ”secara cukup dapat dikategorikan ke dalam

kelas yang sama”. Sebagai contoh mahasiswa dalam sebuah unuversitas akan

dikategorikan berdasarkan kuliah yang diambil. Juan dan Jose keduanya mengambil

kuliah farmasi, jadi mereka akan dikategorikan ke dalam kelas yang sama. Supaya

pengukuran dapat dilakukan maka norma atau kriteria yang diklasifikasikan harus

memenuhi kondisi pada postulat pertama. Sedangkan postulat kedua memungkinkan

peneliti untuk menentukan kesamaan item dalam suatu karakteristik.

Hampir semua pengukuran psikologi dan pendidikan menggunakan postulat ke

tiga. Postulat tersebut memungkinkan peneliti untuk membuat peringkat atau tata

jenjang dari suatu pernyataan, misalnya ”a lebih pandai dari pada b, b lebih pandai

dari pada c, oleh karena itu a lebih pandai dari pada c”.

Hasil pengukuran akan berada pada salah satu tingkat atau skala pengukuran

(level of measurement) menurut kompleksitasnya. Menurut Friedenberg skala hasil

pengukuran memiliki dua manfaat penting yaitu skala pengukuran menentukan

kualitas informasi yang didapat tentang testi atau subjek yang dites dan skala

(48)

tes. Dalam pengukuran psikologis, dikenal beberapa macam skala pengukuran

sebagai berikut:

a. Skala Nominal

Skala pengukuran yang paling rendah adalah skala nominal. Dalam skala

nominal, bilangan-bilangan yang diberikan pada objek-objek merupakan

bilangan yang tidak memiliki arti kuantitatif, bilangan-bilangan tersebut tidak

dapat diurutkan, ditambahkan atau dijumlahkan. Bilangan-bilangan tersebut

hanyalah label seperti huruf yang digunakan untuk memberi label pada

himpunan. Jika individu atau kelompok diberi bilangan 1, 2, 3, ...,

bilangan-bilangan tersebut hanyalah sekedar nama. Contoh pengukuran berskala

nominal yang sederhana telah diungkapkan dalam gambar 2.1. Di dalam

contoh tersebut, himpunan A yang beranggotakan lima orang dengan

mengikuti aturan: jika x laki-laki diberi satu bilangan 1 dan jika x perempuan

maka bilangan 0, dipetakan dengan himpunan B=

{ }

0,1 .

b. Skala Ordinal

Pengukuran ordinal mensyaratkan bahwa objek-objek dalam suatu himpunan

dapat disusunkan atau diurutkan peringkatnya berdasarkan ciri atau sifat yang

telah didefinisikan. Sebagai contoh misalkan deretan bunga yang telah

tersusun menurut kualitas keharumannya, yaitu mawar, melati, anggrek, dan

(49)

cempaka. Tidak diketahui seberapa lebih harumnya mawar dibanding melati.

Oleh karena itu dapat diberikan urutan kuantitatif sebagai berikut:

Mawar 1

Melati 2

Anggrek 3

Cempaka 4

Sifat transitif harus dipenuhi oleh skala ordinal, jika a lebih besar dari b dan b

lebih besar dari c, maka a lebih besar dari c. Sebagai contoh jika mawar lebih

harum dari pada melati dan melati lebih harum daripada anggrek maka mawar

lebih harum daripada anggrek. Bilangan-bilangan ordinal hanyalah

menunjukkan urutan peringkat. Bilangan-bilangan tersebut tidak

menunjukkan kuantitas absolut dan juga tidak memberikan petunjuk bahwa

interval-interval antara setiap dua bilangan itu sama. Misalnya, jika ada dua

objek yang masing-masing mempunyai peringkat 8 dan 5, dan dua objek lain

mempunyai peringkat 6 dan 3, maka tidak dapat dikatakan bahwa perbedaan

antara dua anggota pasangan pertama sama dengan perbedaan antara dua

anggota pasangan yang kedua tersebut.

c. Skala Interval

Pada dasarnya, skala interval memiliki ciri-ciri skala nominal dan skala

ordinal, khususnya ciri penyusunan urutan atau peringkat objek-objek dalam

suatu himpunan. Perbedaan bilangan dalam skala interval menunjukkan

(50)

interval dapat dikenai operasi penjumlahan dan pengurangan. Skala nominal

tidak memiliki harga nol mutlak. Bilangan-bilangan dalam skala interval

memberikan petunjuk bahwa jarak atau interval antara setiap dua bilangan itu

sama. Sebagai contoh data yang berada pada tingkat interval adalah hasil

pengukuran suhu pada termometer. Bilangan-bilangan pada termometer

memperlihatkan urutan dan kadar suhu yang berinterval sama sehingga dapat

dikatakan bahwa 36 C adalah 0 6 lebih panas daripada 0 30 C, sedangkan 0

0

12 C adalah 6 lebih dingin daripada 0 18 C. Mekipun demikian tidak dapat 0

dikatakan bahwa 36 C adalah tiga kali lebih panas daripada 0 12 C. 0

d. Skala Rasio

Skala pengukuran yang tertinggi adalah hasil pengukuran yang berskala rasio.

Skala rasio pada dasarnya adalah skala interval yang memiliki harga nol

mutlak, artinya harga nol pada skala ini menunjukkan bahwa atribut yang

diukur sama sekali tidak terdapat pada objek yang bersangkutan. Data

berskala rasio dapat dikenai keempat operasi hitung (penjumlahan,

pengurangan, perkalian, pembagian) dan bersifat invariant ketika dikenai

transformasi dengan rumusan Y =cX dengan c sebagai suatu bilangan

konstanta. Bilangan-bilangan pada skala menunjukkan besaran sesungguhnya

dari sifat yang diukur. Seandainya terdapat suatu skala rasio untuk berat

(51)

yang mempunyai berat 60 kg pada skala tersebut, mempunyai berat yang dua

kali lebih besar daripada siswa yang beratnya 30 kg.

Variabel yang berskala interval dan rasio merupakan variabel kontinu,

sedangkan variabel yang berskala nominal dan ordinal merupakan variabel diskrit.

2. Alat Ukur

Dalam rangka pengumpulan data, pengukuran dilakukan dengan menggunakan

alat ukur atau instrumen. Alat ukur dalam sebuah penelitian harus tepat mengukur

keadaan yang hendak diukurnya. Dalam ilmu alam pengumpulan data tentang suhu

badan dilakukan melalui pengukuran menggunakan termometer yang menjadi alat

ukurnya. Data berat badan dikumpulkan dengan menimbang menggunakan

timbangan, jarak diukur menggunakan mistar, dan sebagainya. Hal yang sama

berlaku dalam ilmu sosial dan pendidikan. Sebuah alat ukur harus tepat mengukur

keadaan yang diukurnya. Misalnya, alat ukur motivasi belajar harus tepat mengukur

motivasi belajar.

Alat ukur yang digunakan dalam pengukuran haruslah telah memiliki aturan

yang baku dan standar. Dalam ilmu alam telah banyak alat ukur yang baku seperti

meteran, timbangan, termometer, arloji dan sebagainya. Dalam penelitian sosial

belum banyak alat ukur yang telah dibakukan. Oleh sebab itu maka peneliti harus

terlebih dahulu membakukan alat ukur yang akan digunakannya untuk pengumpulan

(52)

Alat ukur sangat berhubungan dengan variabel yang hendak diukur.

Berdasarkan perlu-tidaknya pembakuan alat ukur untuk mengukur, variabel dibagi

menjadi variabel faktual dan variabel konseptual . Variabel faktual adalah variabel

yang terdapat dalam faktanya. Karena bersifat faktual, maka bila terdapat kesalahan

dalam data, kesalahan tidak terletak pada alat ukur tetapi pada responden, misalnya

responden memberikan respon secara tidak jujur. Alat ukur untuk mengukur variabel

faktual tidak perlu dibakukan. Beberapa contoh variabel faktual misalnya jenis

kelamin, agama, pendidikan, usia asal sekolah, pekerjaan, status perkawinan, asal

tempat tinggal, dan sebagainya.

Variabel koseptual adalah variabel yang tidak terlihat dalam fakta tetapi

tersembunyi dalam konsep. Karena tersembunyi dalam konsep, maka kesalahan data

dapat disebabkan oleh kesalahan konsep pada alat ukur yang digunakan. Kesalahan

data variabel kecerdasan, misalnya, kemungkinan disebabkan oleh alat ukur

pengumpulan data kecerdasan yang salah konsep. Untuk memastikan alat ukur tidak

salah konsep, maka sebelum digunakan untuk mengukur variabel konsep, alat ukur

harus dibakukan terlebih dahulu. Beberapa contoh variabel konsep antara lain

motivasi belajar, minat menjadi guru, prestasi belajar, kecerdasan, bakat musik,

konsep diri, dan sebagainya.

Alat ukur juga berhubungan dengan penampilan variabel yang hendak diukur.

Berdasarkan penampilan ketika hendak diukur, variabel dapat digolongkan menjadi

dua yaitu variabel yang menunjukkan performansi maksimal dan yang menunjukkan

(53)

datanya responden didorong untuk menunjukkan penampilan maksimalnya. Dari

penampilan maksimal dapat diketahui keberadaan variabel tersebut pada responden.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur performansi maksimal adalah berupa tes.

Beberapa contoh variabel performansi maksimal antara lain kreativitas, bakat,

prestasi belajar, potensi akademik, kemampuan verbal, penguasaan bahasa, Inggris

dan sebagainya. Dalam pengumpulan data variabel maksimal, responden didorong

untuk menunjukkan penampilan maksimal dalam merespon tes, sehingga diketahui

tingkat kreativitasnya, bakatnya, prestasi belajarnya, dan sebagainya. Alat ukur yang

digunakan misalnya tes bakat, tes kreativitas, tes prestasi belajar, tes potensial

akademik, dan sebagainya. Variabel tipikal adalah variabel yang dalam pengumpulan

datanya responden tidak didorong untuk menunjukkan penampilan maksimal, tetapi

lebih didorong untuk malaporkan secara jujur keadaan dirinya dalam variabel yang

diukur. Beberapa contoh variabel tipikal antara lain minat menjadi guru, motivasi

belajar, tipe kepribadian, dan sebagainya. Untuk mengukur variabel-variabel ini,

responden lebih didorong untuk merespon butir-butir pada alat ukur sesuai keadaan,

pengalaman, perasaan, dan pikirannya. Alat ukur yang digunakan untuk

mengumpulkan data variabel tipikal adalah alat ukur notes.

Alat ukur pengumpulan data, baik berupa tes maupun nontes, berdasarkan

pelaksaannya pengukurannya dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu pengamatan,

wawancara, tertulis dan dokumentasi.

Dalam penelitian sosial dan pendidikan, pengumpulan data dilakukan dengan

(54)

diperlakukan sebagaimana yang harus dipenuhi oleh alat ukur baku dalam ilmu alam

seperti mistar, neraca, stopwatch, termometer, dan sebagainya. Terdapat dua syarat

psikometris yang harus dipenuhi oleh sebuah alat ukur yaitu validitas dan reliabilitas.

Validitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh sebuah alat ukur untuk

mengukur secara tepat keadaan yang diukur. Sebagai contoh, misalnya, timbangan

adalah alat ukur yang valid untuk mengukur berat, tetapi tidak valid untuk mengukur

jarak. Begitu pula dalam pendidikan, tes prestasi belajar matematika bukan alat ukur

yang valid untuk mengukur sikap terhadap mata pelajaran matematika, sebab tes

prestasi belajar bukan alat ukur yang tepat untuk mengukur sikap terhadap

matapelajaran. Alat ukur juga harus memenuhi syarat reliabilitas. Reliabilitas

berhubungan dengan tingkat kepercayaan alat ukur. Alat ukur dapat dipercaya apabila

memberikan hasil pengukuran yang relatif stabil dan konsisten. Pengukuran terhadap

suatu keadaan yang sama, pada responden yang sama, dan diukur menggunakan alat

ukur yang sama seharusnya menghasilkan data yang sama.

C. Konsep Skor

Performansi subjek, yang diungkap oleh suatu skala pengukuran atau tes

psikologis, dinyatakan dalam bentuk bilangan yang disebut skor (scores). Skor tidak

lain daripada nilai suatu jawaban terhadap pertanyaan dalam tes. Skor ini merupakan

skor perolehan (obtained score atau observed score) yang selanjutnya disebut

(55)

Disamping itu, bagi setiap subjek yang mendapatkan skor tampak X, ada pula

skor lain yang merupakan skor susungguhnya. Skor sesungguhnya merupakan

bilangan performansi yang benar, murni dan tidak pernah dapat diketahui besarnya

oleh karena tidak dapat diungkap secara langsung oleh tes. Skor sesungguhnya (

true-scores) selanjutnya disebut skor-murni dan dilambangkan oleh huruf T. Skor

sesungguhnya merupakan skor harapan teoritik apabila orang sama dikenai tes yang

sama berulangkali dan pengulangan tes dilakukan tidak terbatas banyaknya.

E(X)=T (2.1)

Dalam suatu penelitian besarnya populasi tidak dapat diketahui, sehingga tidak

dapat dihitung besarnya skor murni dalam tes. Oleh karena itu, kita hanya dapat

menduga besarnya skor murni dengan menggunakan rata-rata sampel

n

X X

X X

T = 1+ 2 + 3+L+ n

Dimana X1,X2,X3,LXn adalah skor tampak dalam tes hari 1, 2, ...., n, yang diperoleh dari subjek yang sama dan dengan tes yang sama dilakukan berulangkali

sampai n hari.

Dalam setiap hasil pengukuran terdapat pula galat (error) yang besarnya bagi

setiap subjek dalam setiap tes juga tidak dapat diketahui. Galat pengukuran ini

disimbolkan dengan huruf E. Dalam teori skor-murni klasik, galat dalam pengukuran

adalah penyimpangan skor-tampak dari skor-murni atau skor harapan teoretik yang

terjadi secara random.

T X

E = −

(2.2)

(56)

Contoh 2.3.1:

Andaikan diperoleh skor tes salah satu mahasiswa Universitas Sanata Dharma,

mengenai pemahaman efektivitas kerja, yaitu sebagai berikut

Tabel 2.1

Skor Tes Efektivitas Kerja

Nomor item

Tes hari

ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 X

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 11 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 10 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 9 5 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 8 6 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 7 7 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 8 8 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 7 9 1 1 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 8 10 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 7

Skor tampak pada Andi ditunjukkan dengan X, nilai 1 untuk jawaban benar,

sedangkan nilai 0 untuk jawaban salah. Sebagai contoh skor tampak yang diperoleh

pada tes hari pertama adalah 12. Skor murni dapat diduga dari perhitungan rata-rata

skor tampak

7 . 8 10

7 8 7 8 7 8 9 10 11 12

3 2 1

= + + + + + + + + + =

+ + + + =

T

n

X X

X X

T L n

Dengan demikian diperoleh skor murni adalah 8.7, sedangkan galat dalam

(57)

T X

E = −

Sebagai contoh galat pengukuran hari ke-9 adalah 1.6

3 . 0 7 . 8 8− =

= −

= X T

E

Mengenai hubungan antara skor-tampak, skor-murni dan galat pengukuran,

Allen dan Yen menguraikan berlakunya beberapa asumsi sebagai berikut:

Asumsi 1: X =T +E

Asumsi ini mengatakan bahwa sifat aditif berlaku bagi hubungan antara

skor-tampak, skor-murni, dan galat. X adalah jumlah skor-murni T dan galat E. Besarnya

skor-tampak X akan tergantung antara lain pada besarnya galat pengukuran E,

sedangkan besarnya skor-murni individu pada setiap pengukuran yang sama,

diasumsikan tetap.

Andaikan dapat diketahui skor IQ Budi yang sesungguhnya adalah Tiq=104,

sedangkan pada suatu tes IQ dia memperoleh skor Xiq=110, maka pengukuran yang

dilakukan oleh tes tersebut terhadap Budi mengandung galat sebesar E = +6. Bila

pada kesempatan lain Budi dites kembali dengan tes yang sama dan sekarang

hasilnya ternyata adalah Xiq= 103, maka pada pengukuran mengandung galat

pengukuran yang ke dua sebesar E = -1.

Asumsi 2: E

( )

X =T

Asumsi ini menyatakan bahwa skor-murni T merupakan nilai harapan X

(58)

teoretik skor X apabila orang yang sama dikenai tes yang sama berulangkali dengan

asumsi pengulangan tes itu dilakukan tidak terbatas banyaknya dan setiap

pengulangan tes saling bebas.

Dari ilustrasi di atas, dikatakan bahwa skor-murni IQ Budi sebesar Tiq=104

merupakan rata-rata teoritik atau E

( )

Xiq dari skor tampak Budi, andai ia dites

berulangkali sampai tak terbatas banyaknya (dengan asumsi tidak ada pengaruh

kelelahan dan hasil tes yang satu tidak saling mempengaruhi dengan hasil lain).

Asumsi 3: ρet =0

Dalam pengukuran ρ didefinisikan sebagai korelasi populasi dan diduga

dengan r korelasi sampel. Menurut asumsi ini, bagi populasi subjek yang dikenai tes,

distribusi galat pengukuran E dan distribusi skor murni T tidak berkorelasi.

Implikasinya adalah bahwa skor-murni yang tinggi tidak akan mempunyai galat yang

selalu positif atau selalu negatif. Hal yang serupa juga berlaku bagi skor-murni yang

rendah, skor murni yang rendah tiadak akan cenderung mengandung galat yang selalu

positif atau selalu negatif.

Asumsi 4: 0

2 1e =

e

ρ

Bila E1 melambangkan galat pada pengukuran atau tes pertama dan E2

melambangkan galat pada tes yang ke dua maka asumsi ini menyatakan bahwa galat

pengukuran pada dua tes yang berbeda yaitu E1dan E2, tidak berkorelasi satu sama

(59)

Seorang subjek yang skornya pada tes pertama mengandung galat besar, tidak

berarti akan mempunyai galat yang besar pula pada tes yang ke dua. Asumsi ini

berlaku dengan pengertian bahwa pada tes yang ke dua tidak terjadi pengaruh

kelelahan, pengaruh latihan, dan semacamnya. Adanya faktor-faktor luar yang secara

sistematik sama mempengaruhi kedua tes akan menyebabkan adanya korelasi antara

galat dari kedua tes yang bersangkutan.

Asumsi 5: 0

2 1t =

e

ρ

Asumsi ke lima mangatakan bahwa galat pada suatu tes(E1) tidak berkorelasi

dengan skor-murni pada tes lain (T2). Asumsi ini tidak akan bertahan apabila tes yang

ke dua mengukur aspek yang mempengaruhi galat pada pengukuran yang pertama.

Berdasarkan teori s

Gambar

Gambar 2.2 Diagram Konstruk Kepuasan Kerja
Gambar 2.3 Proses Penelitian (Masri dan Sofian, 1982: 26)
Gambar 2.4 Pemetaan dari Kelima Anak
Gambar 2.6 Diagram Pencar Menunjukkan Derajad Korelasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Projek Mikro Pinjaman USM adalah sebuah projek mikro kredit yang memberikan pinjaman kepada kakitangan USM yang berpendapatan gred N19 ke bawah (N17 sudah

Motivasi petani menanam cabe di Kecamatan Lembah Gumanti kabupaten Solok ini disebabkan oleh petani cabe supaya cabenya lebih bagus dan menghasilkan produksi cabe yang

Diversifikasi produk merupakan suatu penganekaragaman produk yang selama ini sudah kita pasarkan. Apabila produk kita dapat beraneka ragam maka kita akan dapat

RPS memuat antara lain nama program studi, nama dan kode mata kuliah, semester, sks, nama dosen pengampu; capaian pembelajaran lulusan yang dibebankan pada mata

Pereaksi radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang mengandung sebuah elektron yang tidak berpasangan. Pereaksi radikal bebas umumnya digunakan pada reaksi yang

Kegiatan Pembelajaran siswa MI Miftahul Huda Wonorejo Gandusari dan MI Hidayatul Mubtadiin Sukorame Gandusari Trenggalek, di dalam dan luar kelas4. Observasi dan

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan merancang network planning, menghitung crash cost pada penambahan jam kerja dan shift kerja, menghitung biaya langsung dan biaya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Saluran pemasaran kedelai crispy di Desa Bendasari Kecamatan Sadananya Kabupaten Ciamis, (2) Besarnya biaya, marjin