i
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM
KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
SILVA STEVANI SITOMPUL
NIM : 019114055
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
THE STORY OF YOUR LIFE
(Anonymous)
Don’t say you’re not important
It simply isn’t true
The face that you were born
Is proof, GOD has a plan for you
The path may seem unclear right now
But one day you will see
That all that came before
Was truly meant to be
GOD wrote the book that is your life
That’s all you need to know
Ecah day that you are living
Was written long ago
GOD only writes best sellers
So be proud of who you are
Your character is important
In this book you are the “Star”
Enjoy the novel as it reads
It will stand throughout the ages
Savor each chapter as you go
Taking time to turn the pages
v
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk
Tuhan YME
Untuk kesempatan dan berkat pada setiap hembusan nafasku
Alm. Papa
Sebagai panutan dalam hidupku
Mama
Untuk kasih yang tidak berkesudahan, dukungan dan kepercayaan
Orang-orang yang mengasihiku
Untuk dukungan dan semangat mu
vii
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU SOSIAL DALAM
KELOMPOK TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI BELAJAR
Silva Stevani Sitompul
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku
sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar. Jenis penelitian ini
adalah penelitian korelasional dengan dua variabel, yaitu perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya sebagai variabel bebas dan motivasi belajar sebagai variabel
tergantung.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP
BOPKRI 3 Yogyakarta yang berjumlah 74 orang. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan skala
motivasi belajar yang keduanya disusun oleh peneliti sendiri. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan tehnik korelasi product moment.
Dari hasil analisa data, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar
0,243 dengan nilai signifikansi 0,037 (probabilitas 5 % atau p<0,05). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar namun korelasinya lemah.
Sumbangan efektif (koefisien determinasi) yang diberikan oleh perilaku sosial dalam
kelompok teman sebaya sebesar 5,90%.
viii
ABSTRACT
A RELATIONSHIP BETWEEN SOCIAL BEHAVIOUR AMONG
PEER GROUP AND THEIR LEARNING MOTIVATION
Silva Stevani Sitompul
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2009
The research is aimed to find out the relationship between social behaviour
among peer group and their learning motivation. The type of the research is
correlational research with two variables, that is, social behaviour among peer group
as the free variable and learning motivation as the dependent variable.
The subject of the research are class VIII students of SMP BOPKRI 3
Yogyakarta. They are 74 students. The data was collected by using the social
behaviour among peer group scale and the learning motivation scale which are made
by the writer. The data was analyzed using Product Moment Correlation Technique.
The result of data analysis showed that score of coeffecient correlation (r) was
0,243 with the 0,037 as the significant score (probabilitas 5% atau p<0,05). It showed
that there was a significant relationship between social behaviour among peer group
and learning motivation. Yet, the correlation still looked weak. The coefficient
determination which was given by social behaviour among peers group was 5,90%
x
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah berkenan melimpahkan berkat dan rahmatNya sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dengan segala
kerendahan hati penulis sungguh menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak
lepas dari campur tangan, bantuan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Sylvia C.M.Y.M, S.Psi., M.si., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
membimbing dan mengarahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Segenap dosen dan karyawan Universitas Sanata Dharma, khususnya Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis selama
kuliah.
xi
5. Ayah tercinta Surya B.P Sitompul, M.Hum. (alm), mama terkasih Elvira L.,
kakakku Eva, S.Pd dan adikku Shandy, yang tiada henti memberikan
perhatian, dukungan, motivasi, semangat dan doa kepada penulis.
6. Ostian R.M. Siagian, ST., yang selalu menyayangiku dan online 24 jam untuk
memberikan semangat, dukungan, cinta, perhatian serta doa kepada penulis.
7. Gank A-26 (Anas, Lina, Nina, Nining, Siska) yang telah memberikan banyak
kenangan baik itu tawa maupun tangis yang membuat penulis tegar
menghadapi hidup (Finally, I did it!!)
8. Punguan Naposo Sitompul Boru-Bere se-DIY, terima kasih untuk canda tawa
kalian yang selalu menghibur penulis dalam keadaan apapun. Teruntuk
Advendo yang membantu penulis dengan meminjamkan printernya selama
penyusunan skripsi.
9. Last-minute Friends (Aris, Aan, Adri “pongki”, Dessy, Jelly, Mira, Rini, Sius,
Seto, Tumbur), kenangan yang tidak akan terlupakan bersama kalian.
Kehadiran kalian sangat berarti buatku. Terima kasih banyak atas semangat
dan bantuan kalian yang membuat penulis bangkit dari keterpurukan, seperti
kata band DEWA “Hadapi dengan senyuman segala perkara”. Teruntuk Jelly
xii
10. Teman-teman Multimedia GPIB (Kak Novi, Ajeng, Alfred, Alfa, Claussie,
Debby, Kara, Pepi, Rosi), terima kasih atas perhatian dan bantuannya, yang
mau bergantian menggantikan tugas penulis di gereja selama penyusunan
skripsi.
11. Keluarga Siagian di Medan (Amangboru, Namboru, Kak Tety, Kak Dela,
Osmond, Dek Oli dan Dek Ola), terima kasih atas dorongan serta doa kepada
penulis.
12. Mas Dian yang mau berbagi ilmu soal statistik, Iban Oik dan Yenny atas
semangat dan dukungan doa, Adhit yang selalu siap membantu penulis, serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tulisan
ini masih banyak kekurangannya sehingga penulis mengharapkan masukan demi
perbaikan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, Oktober 2009
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Remaja ... 7
1. Perkembangan Sosial Remaja ... 8
2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 9
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 15
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan
Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 16
B. Perilaku Sosial ... 18
xiv
1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya ... 23
2. Hakekat Kelompok Teman Sebaya ... 24
3. Peranan Kelompok Teman Sebaya ... 24
D. Motivasi Belajar ... 26
1. Pengertian Motivasi Belajar ... 26
2. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik ... 27
3. Unsur-unsur yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 29
4. Faktor-faktor yang Menyebabkan Menurunnya Motivasi
Belajar ... 32
E. Hubungan Antara Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman
Sebaya dan Motivasi Belajar ... 33
F. Hipotesis ... 35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitian ... 36
B. Identifikasi Variabel ... 36
C. Definisi Operasional ... 36
D. Subyek Penelitian ... 37
E. Metode Pengumpulan Data ... 38
F. Pertanggungjawaban Skala ... 41
1. Validitas ... 41
2. Seleksi Item ... 42
3. Reliabilitas ... 43
G. Prosedur Penelitian ... 44
H. Metode Analisis Penelitian ... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 45
1. Perijinan Uji coba dan Penelitian ... 45
xv
B. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 47
1. Uji Validitas ... 47
2. Analisis Item ... 48
3. Uji Reliabilitas ... 51
C. Pelaksanaan Penelitian ... 52
D. Hasil Penelitian ... 53
1. Deskripsi Data Penelitian ... 53
2. Uji Asumsi Penelitian ... 57
a. Uji Normalitas ... 57
b. Uji Linieritas ... 59
c. Uji Hipotesis ... 59
E. Pembahasan ... 60
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 61
A. Kesimpulan ... 61
B. Kelemahan Penelitian ... 64
C. Saran-saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya Sebelum Uji Coba ... 39
Tabel 2. Hasil Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba ... 41
Tabel 3. Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba ... 49
Tabel 4. Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
Sebelum Uji Coba ... 50
Tabel 5. Blue Print Skala Motivasi Belajar (Setelah Uji Coba) ... 51
Tabel 6. Deskripsi Statistik Data Hipotetik ... 53
Tabel 7. Norma Kategorisasi Skor Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 55
Tabel 8. Kategorisasi Skor Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya ... 55
Tabel 9. Kategorisasi Skor Motivasi Belajar ... 56
Tabel 10. Deskripsi Statistik Data Empiris ... 57
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Data Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 58
Tabel 12. Hasil Uji Linieritas Data Perilaku Sosial dalam Kelompok
Teman Sebaya dan Motivasi Belajar ... 59
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki motivasi yang melatarbelakangi berbagai macam tingkah laku dalam kehidupannya. Di antara sekian banyak motivasi yang melatarbelakangi tingkah laku manusia salah satunya adalah motivasi belajar. Motivasi pada dasarnya terjadi karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Motivasi merupakan syarat mutlak untuk belajar. Di sekolah seringkali ada anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, suka mencontek saat ujian dan lain sebagainya. Permasalahan yang dihadapi oleh siswa adalah kurangnya motivasi untuk mendorong siswa agar dapat belajar dengan segenap tenaga dan pikirannya dan dapat mencapai prestasi yang diharapkan.
Menurut Winkel (1987) faktor yang mendasari motivasi belajar siswa menurun adalah :
1. kehidupan diluar sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi yang dapat membuat orang merasa puas, meskipun rasa puas itu tidak dapat bertahan lama
2. pengaruh dari teman-teman yang tidak menghargai prestasi tinggi dalam belajar di sekolah dan prestasi di bidang lain.
3. kekaburan mengenai cita-cita kehidupan sesudah tamat sekolah
4. keadaan keluarga yang kurang menguntungkan, karena sejak kecil anak kurang ditantang untuk memberikan prestasi yang patut dibanggkan atas dasar usahanya sendiri.
Dalam proses belajar, motivasi sangat dibutuhkan karena siswa yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tidak akan memiliki semangat dalam melakukan belajar. Siswa yang termotivasi dalam belajar menunjukkan minat, kegairahan dan ketekunan yang tinggi dalam belajar (Prayitno,1989).
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil remaja berusia berusia 14-15 tahun sebagai subyek penelitian, dimana masa remaja adalah masa transisi atau peralihan dari kanak-kanak menuju kedewasaan (Calon dalam Monks,2001) karena masa remaja belum memperoleh status orang dewasa tapi tidak lagi memiliki status kanak-kanak. Pada umumnya remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart&Friedman,1987; Ingersoll,1989). Remaja dituntut untuk menampilkan tingkah laku yang dianggap pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya.
akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. (http://komunitasmahasiswa.info/category/teori-psikologi-sosial/)
Menurut Ali (2004) kelompok teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku. Remaja merasa ada kelekatan dan kebersamaan dengan kelompok sebaya, oleh karena itu sering kita melihat adanya kebudayaan remaja yaitu kesamaan dalam cara berpakaian, cara berbicara yang sama, mempunyai hobi yang sama serta sikap dan perilaku yang sama pula termasuk di dalamnya perilaku belajar. Menurut prinsip motivasi dari teori behavioristik menyatakan seorang siswa yang duduk di sekolah tingkat pertama lebih termotivasi belajar jika penguatan dari teman sebaya dibandingkan guru (Prayitno, 1989). Dengan adanya motivasi, akan memberi arah pada perilaku sosial remaja. Siswa mampu menyalurkan energinya untuk menyelesaikan tugas akademis, mengembangkan hubungan sosialnya dengan teman sebaya serta meningkatkan rasa mampu karena siswa termotivasi untuk memenuhi kekurangan dalam dirinya.
laku, minat atau kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut. Apa yang mereka jadikan standar dilihatnya tentang keserasian dan kesamaannya. Semakin besar atau banyak keserasian yang mereka miliki maka semakin erat pula persahabatan diantara mereka. Dalam kelompok teman sebaya, teman adalah tempat berkaca, sebagai orang yang paling dekat dan teman bisa member gambaran tentang diri sendiri dari dekat.
Seperti halnya terjadi di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta, menurut informasi guru pembimbing dan observasi di lapangan, para siswa di sekolah ini telah memiliki kelompok teman sebayanya sendiri-sendiri, yang dalam pemilihannya tidak ditentukan oleh jenjang kelas (sekolah) dan tidah harus dalam satu kelas. Selain itu rata-rata dalam satu kelompok memiliki minat atau kesenangan serta pola tingkah laku yang sama. Sehingga jika dalam suatu kelompok, ada anggota kelompok yang memiliki prestasi yang baik, maka anggota lainnya akan termotivasi untuk meraih hasil yang tidak jauh beda. Hal ini selaras dengan penelitian sebelumnya oleh Lestari (2003) yang menyatakan bahwa teman-teman sekelas yang sudah memiliki motivasi belajar yang tinggi memberikan pengaruh yang sangat besar dalam membantu memotivasi siswa yang belum termotivasi belajarnya, sehingga siswa yang mengalami motivasi belajar rendah merasa ingin juga memiliki motivasi tinggi seperti teman-teman yang telah memperoleh prestasi.
khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.
Melihat hal diatas, mendorong penulis untuk mengetahui sejauh mana hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar. Mengingat subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SLTP yang termasuk pada masa remaja awal, dimana kohesi kelompok cenderung kuat. Sehingga pengambilan keputusan dan perilakunya ditentukan oleh teman sebaya.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar pada siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagaimana perilaku sosial remaja di sekolah berpengaruh terhadap motivasi belajar sehingga pencapaian hasil belajar siswa yang optimal dapat tercapai. 2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada orang tua mengenai perilaku sosial remaja dalam kelompok teman sebayanya.
b. Bagi Siswa
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam belajar serta mampu memotivasi teman yang lain.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan positif bagi sekolah, khususnya dalam meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
d. Bagi Peneliti
7 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999). Masa remaja ini berada diantara masa kanak-kanak dan masa dewasa, bukan termasuk golongan anak tetapi juga bukan termasuk golongan orang dewasa (Monks, 1999).
Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak (Calon dalam Monks, 1999). Sehingga kalau remaja berperilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa, ia seringkali dituduh “terlalu besar celananya” dan dimarahi karena mencoba bertindak seperti orang dewasa (Hurlock, 1994).
Monks, dkk (1999) membagi remaja dalam tiga tingkat usia, yaitu: 1. Early adolescence (Remaja Awal)
2. Middle adolescence(Remaja Pertengahan)
Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan atau mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bias mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain (Ahmadi, 1999).
3. Late Adolescence (Remaja Akhir)
Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya. Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola hidup jelas (Ahmadi, 1999).
1. Perkembangan Sosial Remaja
2. Ciri-Ciri Masa Remaja
Periode remaja ini seperti halnya dengan periode yang lainnya, dimana merupakan periode penting selama rentang kehidupan. Pada masa remaja terdapat cirri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Hurlock (1994) ciri-ciri tersebut adalah:
a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting
Pada periode remaja, baik akibat fisik dan akibat psikologis sama pentingnya. Perkembangan fisik yang cepat perlu disertai dengan perkembangan mental yang cepat pula. Karena semua perkembangan menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1994).
b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan
c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan
d. Masa Remaja sebagai Usia Bermasalah
Masalah pada remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh remaja laki-laki atau remaja perempuan, karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya mengerti bahwa cara penyelesaian masalah tidak selalu sesuai dengan harapan mereka (Hurlock, 1994).
e. Masa Remaja sebagai Masa Mencari Identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja,penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi remaja laki-laki dan perempuan,tetapi mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya. Hal ini menimbulkan suatu kebingungan yang menyebabkan krisis identitas atau identitas-ego pada remaja. Hal ini dijelaskan oleh erikson (dalam Hurlock, 1994) sebagai berikut:
Erikson selanjutnya menjelaskan bagaimana pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja:
“Dalam usaha mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan yang baru, para remaja harus memperjuangkan kembali perjuangan tahun-tahun lalu, meskipun untuk melakukannya mereka harus menunjuk secara artificial orang-orang yang baik hati untuk berperan sebagai musuh; dan mereka selalu siap untuk menempatkan idoal dan ideal mereka sebagai pembimbing dalam mencari identitas akhir. Identifikasi yang sekarang terjadi dalam bentuk identitas ego adalah lebih dari sekedar penjunlahan identikasi masa kanak-kanak.”
Salah satu cara untuk mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan symbol status dalam bentuk mobil, pakaian dan pemilikan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya (Hurlock, 1994).
f. Masa Remaja sebagai Usia yang Menimbulkan Ketakutan
membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal atau wajar.
Anggapan dari masyarakat ini mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja. Menurut Anthony (Hurlock, 1994) bahwa anggapan dari masyarakat berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja, yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang kemudian dianggap sebagai gambaran yang asli, dan remaja akan membentuk perilakunya sesuai dengan gambaran ini.
Melihat anggapan dan keyakinan bahwa orang dewasa dan atau masyarakat mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, membuat peralihan ke masa remaja terlihat sulit. Hal ini banyak menimbulkan pertentangan antara orang tua dengan anak sehingga terjadi jarak yang menghalangi anak untuk meminta bantuan orang tua untuk mengatas pelbagai masalahnya (Hurlock, 1994).
g. Masa Remaja sebagai Masa yang Tidak Realistik
Dengan bertambahnya pengalaman pribadi dan pengalaman sosial, serta meningkatnya kemampuan untuk berpikir rasional, remaja yang lebih tua memandang dirinya, keluarga, teman-teman serta kehidupan pada umumnya secara lebih realistik. Dengan demikian, remaja tidak terlalu banyak mengalami kekecewaan seperti ketika masih lebih muda. Ini adalah salah satu kondisi yang menimbulkan kebahagiaan yang lebih besar pada remaja yang lebih besar.
Menjelang berakhirnya masa remaja, pada umumnya remaja laki-laki atau wanita sering terganggu oleh idealisme yang berlebihan, bahwa mereka segera harus melepaskan kehidupan mereka yang bebas bila telah mencapai status orang dewasa. Bila telah mencapai usia dewasa ia merasa bahwa periode masa remaja lebih bahagia daripada periode masa dewasa. Adanya tuntutan dan tanggung jawab, terdapat kecenderungan untuk mengagungkan masa remaja dan kecenderungan untuk merasa bahwa masa bebas yang penuh bahagia telah hilang selamanya (Hurlock, 1994).
h. Masa Remaja sebagai Ambang Masa Dewasa
obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang mempunyai segi-segi baik dan segi-segi buruk. Kebahagiaan remaja akan bertambah dengan meningkatnya kedewasaan sosial melalui pergaulan hidup (Soekanto, 1996). Dalam masa remaja ini terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan untuk mencapai kedewasaan sosial tersebut.
Tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Tugas perkembangan remaja menurut Mappiare (1982) adalah: Pertama, petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau dituntut oleh masyarakat dan lingkungan lain terhadap seseorang dalam usia tertentu. Kedua, merupakan petunjuk bagi seseorang tentang apa dan bagaimana yang diharapkan dari dirinya pada masa yang akan datang, jika kelak telah tercapai. Tugas perkembangan masa remaja ini menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku, sehingga tidak semua remaja laki-laki dan wanita dapat menguasai tugas perkembangan tersebut selama awal masa remaja.
a. Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan b. Memperoleh peranan sosial
c. Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
d. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
e. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri f. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
g. Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga h. Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangan remaja ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaannya, yaitu antara lain:
a. Pertumbuhan fisik remaja, yang berarti bahwa pertumbuhan fisik pada masa remaja bias tumbuh secara wajar atau tidak. Jika kurang wajar dan terdapat kelainan-kelainan yang mencolok, maka remaja tersebut akan mengalami hambatan pelaksanaan tugas perkembangannya. b. Perkembangan psikis remaja, artinya aspek yang menyangkut psikis
Seorang yang lambat perkembangan mentalnya akan sangat mungkin mengalami hambatan pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya. c. Kedudukan atau urutan anak dalam keluarga, artinya remaja sebagai
anak tunggal atau bukan, anak kandung atau anak angkat, anak dalam urutan pertama atau terakhir, banyak mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya.
d. Kesempatan bagi remaja untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan, artinya ada atau tidak kesempatan yang akan memperlancar atau menghambat pelaksanaan tugas perkembangan bagi remaja. Remaja yang hidup dalam suatu asrama dengan peraturan yang kaku, seringkali mengalami hambatan dalam pelaksanaan tugas-tugas perkembangannya.
e. Motivasi pada seseorang, artinya ada atau tidaknya, kuat atau lemahnya motivasi atau faktor pendorong yang ada dalam diri remaja akan memperlancar atau memperlambat pelaksanaan tugas perkembangannya. Motivasi ini dapat bersumber dari luar diri (ekstrinsik) dan dari dalam diri (intrinsik). Remaja yang hidup dalam suatu keluarga atau suatu masyarakat yang memberikan penghargaan dan penerimaan, akan mendorong remaja dalam kelompok masyarakat tersebut untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangannya dengan baik.
perkembangan remaja dalam masa-masa sebelumnya (masa pubertas, masa kanak-kanak) akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas-tugas perkembangan dalam masa remaja ini (Mappiare, 1982).
B. Perilaku Sosial
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh
manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan,
persuasi, dan atau genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang.
Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan
sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Hal ini selaras dengan yang dinyatakan Psikolog Rini dalam blognya (www.rini.blogspot.com) yang menyatakan bahwa perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial, yakni bagaimana orang berpikir, merasa dan bertindak karena kehadiran orang lain.
penguat/ganjaran/reward dan menitikberatkan pada tingkah laku actor dan lingkungan.
Bentuk perilaku sosial (5 proposisi) yaitu : 1. Proposisi keberhasilan
Jika tindakannya sering mendapat ganjaran, maka semakin sering dilakukan.
2. Proposisi stimulus
Jika stimulus merupakan kondisi dimana seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin besar kemungkinan mengulangi seperti pada waktu lalu.
3. Proposisi nilai
Semakin bermanfaat maka semakin sering kemungkinan tindakan tersebut diulangi
4. Proposisi Kejenuhan kerugian
Semakin sering seseorang mendapatkan ganjaran yang istimewa, maka bagian yang lebih mendalam dari ganjaran tersebut menjadi kurang bermakna bagi orang lain.
5. Proposisi persetujuan dan perlawanan
Jika dapat ganjaran atau lebih, maka akan menunjukkan tingkah laku persetujuan. Dan hasil tingkah lakunya semakin berharga baginya.
Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group.
Demi kawan yang menjadi anggota kelompok ini, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan yaitu solidaritas. Kelompok teman sebaya menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri.
narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, bolos sekolah, tawuran, merokok, corat-coret tembok, dan masih banyak lagi (http://www.ubb.ac.id/).
Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan tidak, membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.
Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan yang penuh dengan energy negatif seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan energy positif, yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.
Dalam Jurnal skripsi Mayuree KJubwong di Srinakharinwirot University (http://bsris.swu.ac.th/iprc) menjelaskan bahwa perilaku sosial pada masa remaja awal adalah konformitas, kelekatan dan imitasi.
Pada masa remaja konformitas terhadap kelompok teman sebaya menjadi penting, karena adanya kebutuhan untuk diterima dan diakui oleh kelompoknya. Remaja tersebut menyadari bahwa untuk diterima menjadi kelompok, mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan kelompoknya. Keinginan untuk mendapatkan kesan yang baik dimata teman sebayanya membuat remaja belajar menyesuaikan tingkah lakunya dengan pola tingkah laku kelompoknya dan mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan dan aktivitas kelompoknya (Hurlock,1978)
Konformitas dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya sifat, harapan kelompok, kualitas, kehidupan keluarga. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini maka dapat dipahami sifat atau jenis konformitas pada teman sebaya yang ditunjuk oleh masing-masing remaja. 2. Kelekatan terhadap kelompok teman sebaya
Kelekatan merupakan kecenderungan seseorang mencari kedekatan dengan orang-orang tertentu untuk mendapatkan afeksi atau kasih sayang. Orang yang dekat secara fisik biasanya yang mempunyai kesamaan latar belakang atau minat. Kelekatan disini dapat memberikan banyak pengaruh pada tingkah laku remaja terutama perilaku belajar.
c. Imitasi terhadap kelompok teman sebaya
C. Kelompok Teman Sebaya
1. Pengertian Kelompok Teman Sebaya
Teman sebaya mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak dan remaja (Monk,dkk,1987;Hurlock,1987). Teman sebaya berperan tidak hanya pada masa kanak-kanak hingga remaja namun berperan hingga usia lanjut, dan pengaruhnya pun akan berbeda-beda pada setiap tahapan usia. Beberapa pengertian tentang tentang teman sebaya yang akan dijelaskan oleh beberapa ahli. Teman sebaya (peer) menurut kamus lengkap psikologi (Chaplin,2002) artinya kawan seusia. Sedangkan menurut Santrock (2002) teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama.
Menurut Johnson (Sarwono, 2005) kelompok adalah kumpulan dua orang atau lebih yang berinteraksi tatap muka, yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
Menurut Havighurst (Hurlock, 1978) kelompok teman sebaya adalah suatu kumpulan orang yang berusia kurang lebih berusia sama yang berpikir dan bertindak bersama-sama.
2. Hakekat kelompok teman sebaya
Anak berkembang di dalam dua dunia sosial :
a) Dunia orang dewasa, yaitu orang tuanya, guru-gurunya dan sebagainya b) Dunia teman sebaya, yaitu sahabat-sahabatnya, kelompok bermain,
perkumpulan-perkumpulan
Bagi anak, kelompok sebaya ialah kelompok anak-anak tertentu yang saling berinteraksi. Setiap kelompok memiliki peraturan-peraturan sendiri, tersurat maupun tersirat, memiliki tata sosialnya sendiri, mempunyao harapan-harapannya sendiri bagi para anggotanya. Setiap kelompok sebaya juga mempunyai kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, perilaku, bahkan bahasa sendiri. Kelompok sebaya merupakan lembaga sosialisasi yang penting disamping keluarga, sebab kelompok sebaya juga turut serta mengajarkan cara-cara hidup bermasyarakat. Biasanya antara umur empat dan tujuh tahun dunia sosial anak mengalami perubahan secara radikal, dari dunia kecil yang berpusat di dalam keluarga ke dunia yang lebih luas yang berpusat pada kelompok sebaya. Anak cenderung merasa nyaman berada bersama-sama teman-teman sebayanya daripada berada bersama orang dewasa, meskipun orang-orang dewasa tersebut bersikap menerima dan penuh pengertian.
3. Peranan Kelompok Teman Sebaya
dalam suatu kelompok tertentu, ia merasa dibutuhkan dan disukai oleh kelompoknya. Tetapi sebaliknya apabila ia tidak menjadi anggota dalam kelompok tersebut maka ia akan merasa dikucilkan oleh teman-temannya.
Thornburg (1982) berpendapat bahwa remaja bergabung dengan kelompok sebaya karena alasan-alasan sebagai berikut :
a) Kelompok sebaya dapat membantu individu dalam melepaskan diri dari pola-pola tingkah laku kanak-kanak dan belajar berbagai macam tingkah laku sosial
b) Kelompok sebaya dapat berperan sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik nilai sehingga individu mendapat pertolongan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang menuju kearah kedewasaan.
4. Kelompok Sebaya sebagai Situasi Belajar
Dunia teman sebaya dalam situasi belajar menurut Santosa (2004) :
a) Dalam dunia teman sebaya, anak memiliki status yang sama dan sederajat dengan anak lain.
b) Dalam kelompok sebaya, belajar biasanya berlangsung dalam situasi yang kurang terkait secara emosional, ini berlangsung pada umur permulaan, ketika anak kurang menyadari bahwa situasi belajar itu adalah suatu situasi belajar.
pengaruh keluarga, sebab anak itu semakin lama semakin sering berada di tengah-tengah kelompok sebayanya.
D. Motivasi Belajar
Prestasi belajar yang diperoleh siswa tergantung dari usaha belajar yang telah dilakukan oleh siswa tersebut. Prestasi belajar yang diperoleh oleh siswa mencerminkan sejauh mana siswa tersebut memahami materi dan menjawab soal-soal dari materi yang telah dipahaminya tersebut dalam ujian. Dalam menerima materi pelajaran, ada perbedaan reaksi antara siswa yang satu dengan yang lain. Ada yang menerimanya dengan malas-malasan, tidak tertarik, merasa terpaksa bahkan tidak jarang ada siswa yang menerima pelajaran dengan perasaan takut.
Perbedaan reaksi terjadi karena adanya perbedaan motivasi dalam belajar. Prayitno (1989) mengemukakan bahwa motivasi dalam belajar tidak hanya sebagai suatu energi penggerak untuk belajar, namun juga sebagai sesuatu yang mengarahkan aktivitas siswa pada tujuan belajar, yaitu perolehan prestasi yang baik. Menurut Djamarah (2000) motivasi sangat dibutuhkan dalam proses belajar, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas belajar.
1. Pengertian Motivasi Belajar
diri siswa yang secara umum dinamakan motivasi. Motivasi inilah yang mendorong siswa untuk tekun belajar.
Menurut Winkel (2004) motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan-kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan-kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Prayitno (1986) juga menegaskan bahwa motivasi dalam belajar tidak hanya merupakan suatu energi yang menggerakkan siswa untuk belajar, tetapi juga sebagai suatu yang mengarahkan ativitas siswa kepada tujuan belajar. Sedangkan Sardiman (1986) menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual.
Hal ini menunjukkan bahwa motivasi belajar memegang peranan penting yaitu dalam memberikan gairah dan semangat untuk belajar.Dengan demikian motivasi belajar adalah energi yang menggerakkan siswa untuk belajar demi pencapaian tujuan belajar. 2. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Belajar
a) Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik menurut Sardiman (1986) adalah motivasi yang aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada untuk melakukan sesuatu. Dalam aktivitas belajar, bila individu memiliki motivasi intrinsik, maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan belajar yang tidak memerlukan motivasi di luar dirinya. Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajarnya. Keinginan itu dilatarbelakangi oleh pemikiran positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan berguna kini dan dimasa mendatang (Djamarah, 2000).
Siswa yang termotivasi secara intrinsik dapat dilihat dari kegiatannya yang tekun dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Hal tersebut dikarenakan siswa ingin mencapai tujuan belajar yang sebenarnya. Tujuan belajar yang sebenarnya adalah menguasai apa yang sedang dipelajari dan memperoleh prestasi belajar yang baik bukan karena terpaksa atau ingin mendapatkan pujian dari berbagai pihak seperti misalnya orang tua, guru atau teman sebaya.
b) Motivasi Ekstrinsik
tujuan belajarnya di luar faktor-faktor situasi belajar. Siswa belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya, misalnya untuk mendapat angka tinggi, mendapat gelar, mendapat pujian, dan sebagainya.
Motivasi ekstrinsik tidak jelek dan tidak perlu dihindari sama sekali. Banyak siswa yang termotivasi belajarnya karena dorongan motivasi ekstrinsik (Prayitno, 1989). Dengan adanya motivasi ekstrinsik dapat membantu siswa untuk menjadi semangat dalam belajar. Namun Djamarah (2000) mengungkapkan bahwa baik motivasi ektrinsik yang positif misalnya pujian, hadiah maupun motivasi ektrinsik yang negatif yaitu ejekan, celaan, hukuman berpengaruh pada sikap dan perilaku siswa. Oleh karena itu hal ini perlu diperhatikan, jangan sampai siswa menjadi tertekan dan menimbulkan keengganan untuk belajar.
3. Unsur- unsur yang mempengaruhi motivasi belajar
Ada beberapa unsur motivasi yang mempengaruhi motivasi belajar. Menurut Ali Imron (1996), unsur-unsur tersebut adalah :
a) Cita-cita/aspirasi siswa
berusaha semaksimal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan cita-cita dan aspirasinya. Oleh karena itu, cita-cita dan aspirasi sangat mempengaruhi motivasi belajar, sebab dengan tercapainya cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
b) Kemampuan siswa
Keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang baik harus disertai dengan kemampuan dan kecakapan untuk meraihnya, misalnya dengan membuat catatan-catatan kecil tentang hal yang perlu, mengerjakan tugas yang diberikan, mendengarkan pelajaran dengan seksama. Dengan didukung oleh kemampuan dan kecakapan, maka keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang baik akan tercapai. Dapat dikatakan bahwa kemampuan akan memperkuat motivasi belajar.
c) Kondisi siswa
demikian, kondisi fisik dan psikologis individu mempengaruhi motivasi belajar.
d) Kondisi lingkungan belajar
Lingkungan belajar ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah tempat dimana pembelajar tersebut belajar, tempat belajar dalam keadaan pengap/amburadul ataukah dalam keadaan teratur,tertata rapi. Sedangkan lingkungan sosial bisa berupa lingkungan sepermainan, lingkungan sebaya, kelompok belajar juga menentukan motivasi belajar seseorang. Contohnya, dalam lingkungan yang kompetitif untuk belajar, seseorang yang menghuni lingkungan tersebut akan terbawa serta untuk belajar sebagaimana orang lain. Secara sadar atau tidak, terekayasa untuk belajar.
e) Unsur-unsur dinamis belajar/pembelajaran
Unsur dinamis belajar/pembelajaran yaitu bagaimana motivasi dan upaya memotivasi siswa untuk belajar, bahan belajar, alat bantu, suasana belajar dan kondisi subyek belajar. Hal ini perlu diperhatikan agar motivasi belajar siswa menjadi tinggi sehingga memperoleh nilai yang baik.
f) Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar
mengakibatkan tingginya motivasi belajar pembelajar. Oleh karena itu guru juga turut andil dalam menumbuhkan motivasi pembelajar.
Dapat dilihat bahwa keenam unsur diatas memberikan andil yang besar dalam menumbuhkan motivasi belajar. Namun peneliti membatasi dan menitikberatkan bahwa motivasi belajar dipengaruhi oleh kemampuan siswa, kondisi siswa, serta kondisi lingkungan belajar terutama lingkungan sosialnya yaitu teman sebaya.
4. Faktor-faktor yang menyebabkan menurunnya motivasi belajar Gejala-gejala yang ditunjuk saat ini tentang masalah menurunnya motivasi belajar adalah kelalaian mengerjakan tugas di sekolah ataupun tugas rumah (PR), rendahnya persiapan saat ujian harian maupun ujian kenaikan kelas, adanya pandangan asal naik kelas, dan sebagainya. Menurut Winkel (2004) faktor yang mendasari adanya gejala tersebut, antara lain :
a) Kehidupan di luar sekolah menawarkan banyak bentuk rekreasi yang dapat membuat orang merasa puas meski hanya bersifat sementara
b) Pengaruh dari teman-teman yang tidak menghargai prestasi tinggi dalam belajar di sekolah dan prestasi di bidang lain
d) Keadaan keluarga yang kurang menguntungkan karena sejak kecil anak kurang ditantang untuk memberikan prestasi yang patut dibanggakan atas dasar usahanya sendiri
e) Sikap kritis sejumlah orang muda terhadap masyarakat, sehingga mereka meragukan kegunaan dari belajar di sekolah.
E. Hubungan antara Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya dan Motivasi Belajar
Masa remaja merupakan masa untuk belajar di sekolah. Sekolah merupakan suatu tempat dimana ia dapat belajar dan dapat bergaul dengan teman-teman sebayanya. Di sekolah, remaja biasanya menghabiskan waktu bersama-sama paling sedikit selama enam jam setiap harinya, ini berarti hampir sepertiga waktu yang dimilikinya dilewati remaja di sekolah bersama dengan teman-temannya. Oleh karena itu tekanan untuk mengikuti teman-teman sebaya adalah kuat selama masa remaja, khususnya kelas delapan dan Sembilan (Santrock,2002). Tidak mengherankan bila pengaruh teman sebaya sangat besar terhadap kehidupan remaja.
tanggung jawab. Di dalam kelompok teman sebaya, remaja merasa diterima, dibutuhkan, dihargai. Bagi remaja awal, ada unsur-unsur yang menjadi standar dalam memilih kelompok teman sebaya. Diantaranya pola tingkah laku, minat atau kesenangan, kepribadian atau nilai yang dianut.
Menurut Ali (2004) kelompok teman sebaya memegang peranan penting dalam kehidupan remaja. Teman sebaya menjadi ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku.. Salah satu perilaku yang diadaptasi adalah perilaku belajar. Dengan diterimanya remaja dalam lingkungan teman-teman sebaya maka remaja akan dapat melaksanakan tugas belajarnya.
Menurut Prayitno (1989) bahwa hubungan sosial antara siswa dengan siswa lain mempengaruhi proses belajar. Dalam proses belajar motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak mungkin melakukan aktivitas belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai energi untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi belajar yang kuat menjadi sebab utama siswa melakukan aktivitas belajar pada suatu saat tertentu (Handoko, 1992).
Dalam kelompok teman sebaya, teman sebagai reflektor yaitu tempat berkaca dimana teman memberikan gambaran tentang siapa diri kita. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memilliki yang penting dalam situasi sekolah. Kelompok teman sebaya juga merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar yang berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk.
Hubungan perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar diatas divisualisasikan dalam bagan paradigma di bawah ini. Hubungan yang terjadi, merupakan hubungan bolak-balik yaitu saling mempengaruhi. Bagan ini menggambarkan kerangka keterkaitan antara dua variabel. Variabel pertama adalah interaksi teman sebaya sebagai variabel bebas (independent variable)dan variabel kedua adalah motivasi belajar(dependent variable) sebagai variable tergantung.
Variabel Bebas Variabel Tergantung (independent variable) (dependent variable)
F. Hipotesis
Ada hubungan signifikan antara perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dengan motivasi belajar.
Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
36 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu suatu penelitian untuk mencari hubungan antara dua variabel (Coolican, 1994). Penelitian ini berpusat pada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan motivasi belajar pada remaja awal.
B. Identifikasi Variabel
Variabel penelitian ini terdiri dari 1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi teman sebaya. 2. Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah motivasi belajar.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel penelitian:
Pernyataan dalam skala motivasi belajar ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori-teori yang dikemukakan oleh berbagai ahli tentang motivasi belajar. Hal-hal yang diteliti yaitu: : a) hasrat dan keinginan untuk belajar, b) dorongan dan kebutuhan untuk belajar, c) harapan dan cita-cita masa depan, d) kemampuan pembelajar, e) penghargaan dalam belajar, dan f) lingkungan belajar yang kondusif.
2. Perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya
Perilaku sosial adalah perilaku yang terjadi dalam situasi sosial khususnya dalam kelompok, yaitu :
a) Konformitas pada kelompok yaitu adanya kebutuhan untuk diterima dan diakui oleh kelompoknya dan bergaul dengan standar yang sudah ditetapkan dalam kelompok.
b) Kelekatan pada kelompok yaitu ikatan afeksi yang relatif bertahan lama dengan intensitas yang dalam
c) Imitasi kelompok yaitu meniru perilaku kelompok yang dilihat subyek, yang dilakukan secara sadar atau tidak, dapat dilakukan dengan segera atau dengan penundaan.
Semakin tinggi skor yang diperoleh dari skala ini maka semakin tinggi pula interaksi teman sebaya.
D. Subyek Penelitian
14-15 tahun, yang berada pada titik remaja awal. Alasan peneliti karena pada usia ini remaja awal menghabiskan sebagian besar waktunya dengan teman sebaya baik dalam kegiatan sekolah maupun ekstrakurikuler. Oleh karenanya peranan teman sebaya cukup besar dan pengambil keputusan dalam setiap perilaku remaja.
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua bentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan menggunakan metode skala. Dua bentuk kuesioner yang dimaksud yaitu skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya dan skala motivasi belajar.
1. Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
Skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya disusun berdasarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable (15 item) dan unfavorable(15 item). Pilihan jawaban terdiri dari 4 kategori yaitu Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2 dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sebaliknya untuk pernyataan unfavorable, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3 dan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4.
untuk masing-masing siswa didapatkan dari hasil penjumlahan skor tiap pernyataan yang diperoleh siswa. Semakin tinggi skor total yang diperoleh subyek menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subyek menunjukkan tingkat perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya yang semakin rendah.
Tabel 1
Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya Sebelum Uji Coba
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Konformitas
terhadap kelompok
2,4,5,6,7,13,23, 32,34,36,
8,20,21,22,24, 25,31,33,35,37
20
Kelekatan terhadap kelompok
17,19,26,28,30 10,12,27,29,15 10
Imitasi kelompok
9,11,14,16,18 1,3,38,39,40 10
Jumlah 20 20 40
Skala ini bertujuan untuk mengukur tingkat perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya siswa-siswi SMP. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya yang biasa dilakukan siswa.
2. Skala Motivasi Belajar
satu jawaban dari empat kategori jawaban yang disediakan. Total item soal pada skala motivas belajar ini berjumlah 60 item yang terdiri dari 30 .item pernyataan favorable dan 30 item unfavorable. Suatu item dikatakan favorable bila pernyataan mendukung motivasi belajar siswa SMP, sebaliknya suatu item disebut unfavorable bila pernyataan tersebut tidak mendukung motivasi belajar siswaSMP.
Pada item-item yang favorable jawaban Sangat Setuju (SS) diberi nilai 4, Setuju (S) mendapat nilai 3, Tidak Setuju(TS) diberi nilai 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 1. Sebaliknya, untuk item-item yang unfavorable, jawaban Sangat Setuju (SS) diberi nilai 1, Setuju (S) mendapat nilai 2, Tidak Setuju(TS) diberi nilai 3, dan Sangat Tidak Setuju (STS) mendapat nilai 4.
Tabel 2
Blue Print Skala Motivasi Belajar Sebelum Uji Coba
Aspek Jenis Motivasi Jumla
h Ekstrinsik Intrinsik
Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Hasrat dan keinginan untuk belajar 16,17,18, 37,38 4,5,6, 57,58 10 Dorongan dan kebutuhan untuk belajar 1,2,3, 39,40 22,23,23, 59,60 10 Harapan dan cita-cita masadepan 25,26,27, 49,50 7,8,9, 41,42 10 Kemampuan pembelajar 10,11,12, 51,52 31,32,33, 43,44 10 Penghargaan dalam belajar 28,29,30, 45,46 13,14,15, 53,54 10 Lingkungan belajar yang kondusif 19,20,21, 47,48 34,35,36, 55,56 10
Jumlah 10 10 20 20 60
Skala ini bertujuan untuk mengukur motivasi belajar intrinsik dan ekstrinsik pada siswa-siswi SMP. Skala ini disusun oleh peneliti berdasarkan aspek motivasi belajar.
F. Pertanggungjawaban Skala
Sebagai sebuah alat ukur, setiap skala hendaknya paling sedikit harus memenuhi persyaratan pokok yaitu valid dan reliable.
1. Validitas
sebuah alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat menjalankan fungsi ukurnya, yaitu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dan tujuan pengukuran.
Jenis validitas yang hendak diperiksa dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana item-item dalam tes mencakup seluruh kawasan isi objek yang hendak diukur (Azwar,2000). Selanjutnya, pengujian validitas isi ini dilakukan melalui professional judgement dimana proses penilaian dilakukan oleh orang yang dianggap ahli yaitu dosen pembimbing. Tujuan dari pengujian validitas isi tersebut dimaksudkan untuk mengetahu apakah item-item tersebut benar-benar mewakili seluruh aspek yang hendak diukur (Azwar,1997).
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan setelah dilakukannya uji validitas isi. Seleksi item ini pertama kali diambil dari data hasil uji coba item pada subyek yang memiliki karakteristik yang setara dengan subyek yang akan diteliti. Setelah itu, item-item tersebut dievakuasi dengan analisis butir dengan menggunakan parameter daya beda item. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauhmana item-item tersebut mampu membedakan antara kelompok atau individu yang mempunyai dan yang tidak mempunyai atribut yang hendak diukur (Azwar,2000).
menghasilkan koefisien korelasi item total yang disebut parameter daya beda item berdasarkan tes signifikansi 0,05 atau 5%. Sebagai criteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, digunakan batasan rix = 0,30. Semua item yang mencapai korelasi minimal 0,30 maka daya bedanya dianggap memuaskan.
3. Reliabilitas
Reliabilitas dapat juga disebut juga sebagai keterhandalan suatu alat ukur. Reliabilitas itu sendiri mengarah pada konsistensi hasil ukur yaitu sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar,1997). Taraf reliabilitas dapat diartikan sebagai taraf dimana suatu alat ukur mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukuran yang diperlihatkan dalam ketepatan dan ketelitian hasil (Azwar,1997).
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan tes melalui teknik Alpha Cronbach. Teknik ini digunakan dengan alas an bahwa koefisien alpha dapat mengatasi kelemahan teknik belah dua. Di sisi lain, prosedur pendekatan ini hanya satu kali dengan pengenaan tes hanya pada sekelompok individu sebagai subyek (Azwar,2000).
dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai minimal rxx’ = 0,900 (Azwar,1999).
G. Prosedur Penelitian
1. Peneliti membuat skala pengukuran interaksi teman sebaya dan skala motivasi belajar yang telah diuji validitas isinya melalui professional judgement.
2. Peneliti mengujicobakan skala pada kelompok subyek yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang sama dengan kelompok subyek sesungguhnya.
3. Melakukan analisis item serta mengukur reliabilitas skala untuk mendapatkan butir yang sahih sehingga didapatkan skala yang valid dan reliable.
4. melakukan pengambilan data pada subyek yang telah dipilih
5. Semua data yang masuk kemudian dianalisa dengan uji statistic korelasi product moment untuk melihat apakah ada hubungan antara interaksi teman sebaya dengan motivasi belajar pada subyek penelitian.
H. Metode Analisis Data
45 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 1. Perijinan Uji Coba dan Penelitian
Pada tahap awal, peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada kakak-kakak layan teruna di beberapa Gereja Kristen yang ada di Yogyakarta. Melalui surat tersebut, peneliti meminta ijin untuk melakukan ujicoba alat ukur penelitian dengan subyek siswa-siswi kelas VIII. Setelah perizinan selesai, selanjutnya peneliti mendapatkan ijin pada tanggal 17 Mei-31 Mei 2009 pada akhir kelas pelajaran teruna dengan dibantu kakak-kakak layan teruna agar mereka dapat mengisi skala.
Sama halnya dengan tahap awal uji coba, pada saat pelaksanaan penelitian, peneliti mengajukan surat perizinan penelitian kepada kepala sekolah SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Melalui surat tersebut, peneliti mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian pada tanggal 9 Juni 2009 pada jam pelajaran pertama dengan subyek penelitian sejumlah 74 siswa-siswi yang terdiri dari kelas VIII B dan kelas VIII C
santun dalam bertindak, mendorong dan membantu siswa untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal dan menambahkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.
Mengemban visi sebagai sekolah berprestasi dapat terlihat pada angka kelulusan yang dihasilkan oleh sekolah ini. Jumlah lulusan yang dihasilkan sekolah ini rata-rata diatas 95% dengan rata-rata NEM yang cukup baik.
Pengembangan minat dan bakat pada siswa-siswi BOPKRI 3 diwujudkan dalam kegiatan ekstrakurikuler yaitu pramuka yang bersifat wajib, dan yang tidak wajib adalah volley ball, sepak bola, basket, band, peleton inti, Taekwondo dan English Conversation. Kegiatan tersebut telah menghasilkan prestasi yang mengharumkan nama SMP BOPKRI 3 yaitu The Best Performance pada Music For Life Expo SMA Stella Duce tahun 2008, Juara I dan Juara II Turnamen Fituno Taekwondo Jabotabek. SMP BOPKRI 3 tidak melupakan kebudayaan Indonesia terutama budaya jawa sehingga tetap mengajarkan pada anak-anak membatik dan Bahasa Jawa yang masuk dalam muatan local.
2. Pelaksanaan Uji coba Alat Ukur
Pelaksanaan uji coba alat dilakukan pada tanggal 17 Mei-31 Mei 2009 dengan cara menyebarkan 63 angket kepada subyek penelitian yang berusia 14-15 tahun atau duduk di kelas VIII.
Disamping itu, peneliti juga memberikan penjelasan tentang bagaimana prosedur pengisian angket yang harus dilakukan oleh subyek. Agar tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas, peneliti memberikan waktu pengisian angket di rumah masing-masing dan memberikan tanggung jawab pengumpulan angket kepada kakak layan teruna. Pada hari minggu berikutnya, peneliti mengambil angket yang telah diisi kepada kakak layan teruna masing-masing.
B. Hasil Uji Coba dan Alat Ukur
Skala yang disebarkan untuk uji coba adalah 63 namun tidak semua angket kembali dengan baik. Dari 63 angket yang dibagikan, ada 3 angket yang kembali dengan jawaban ganda serta jawaban kosong atau terlewatkan sehingga 3 angket tersebut tidak digunakan. 60 angket hasil uji coba yang telah kembali digunakan untuk analisis item, estimasi validitas serta reliabilitas sehingga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dapat diketahui tingkat validitas dan reliabilitasnya.
1. Uji Validitas
untuk memeriksa apakah item skala yang ada sudah jelas / sudah dapat dipahami maksudnya serta dapat mewakili aspek yang hendak diukur.
2. Analisis Item
Analisa item merupakan proses pemilihan pernyataan-pernyataan yang akan dijadikan sebagai item skala. Analisa item dilakukan berdasarkan nilai dari koefisien korelasi total (rix) yaitu konsistensi antara fungsi item dengan fungsi secara keseluruhan. Dalam proses pengujian analisa item, peneliti menggunakan bantuan computer dengan program SPSS (Statistical Package For Social Sciences for windows versi 16.0
Pedoman yang dipakai dalam pemilihan item-item yang berkualitas didasarkan pada koefisien nilai total (rix) minimal sebesar 0,3. Setelah dilakukan analisis item, peneliti kemudian melakukan seleksi item yaitu menggugurkan item yang memiliki koefisien nilai total kurang dari 0,3.
a.. Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya
dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,7 (Wijaya,2009).
Berikut ini item-item skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya yang gugur setelah uji coba dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3
Blue Print Skala Interaksi Teman Sebaya (Setelah Uji Coba)
*) item-item yang gugur setelah uji coba.
Oleh karena itu peneliti membuat kembali skala interaksi teman sebaya dengan 30 item, 10 item untuk aspek terhadap konformitas terhadap kelompok, 10 item untuk aspek kelekatan terhadap kelompok dan 10 item imitasi kelompok. Peneliti kemudian melakukan seleksi dengan memilih item-item yang memiliki koefisien nilai total (rix) > 0,3 dan memperoleh 24 item yang lolos dan 6 item yang gugur.
Aspek Interaksi TemanSebaya
No Item Jumlah Total Favorabel Unfavorabel Konformitas terhadap kelompok 2,4*,5,6*,7*, 13*,23,32*, 34*,36* 8,20,21,22*, 24*,25,31,33, 35*,37* 20 Kelekatan terhadap kelompok 17,19,26*, 28*,30 10*,12*,27*, 29,15 10
Imitasi kelompok 9*,11*,14,16,18 1*,3*,38*,39, 40*
Tabel 4
Blue Print Skala Perilaku Sosial dalam Kelompok Teman Sebaya Untuk Penelitian
*) item-item yang gugur setelah uji coba.
b. Skala Motivasi Belajar
Demikian halnya pada skala motivasi belajar, dari 60 item pada skala motivasi belajar, ada 48 item yang lolos dan dijadikan skala penelitian, sedangkan 12 item yang lainnya gugur karena memiliki koefisien nilai total (rix) kurang dari 0,3. Susunan butir item skala motivasi belajar setelah uji coba dapat dilihat pada tabel 5
No Aspek Interaksi Teman Sebaya
No Item Jumlah Total Favorabel Unfavorabel
1 Konformitas terhadap kelompok
1*,3,5,24,26 13,15,17*,19,2 1
10
2 Kelekatan terhadap kelompok
14,16*,18, 20*,22
2,4,6,27*,29* 10
3 Imitasi kelompok
7,9,11,28,30 8,10,12,23,25 10
Tabel 5
Blue Print Skala Motivasi Belajar (Setelah Uji Coba)
*) item-item yang gugur setelah ujicoba
*) item-item yang gugur 3. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan tingkat konsistensi/kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Pengujian reliabilitas dilakukan terhadap item yang telah lolos seleksi berdasarkan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.
Reliabilitas skala ini diperoleh dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.0. koefisien reliabilitas setelah uji coba yang diperoleh untuk skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya adalah 0,935. Hasil penghitungan ini mengandung arti bahwa skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya mampu mencerminkan 93,5% variasi yang terjadi pada skor murni subyek yang bersangkutan sehingga dapat digunakan untuk mengukur aspek yang hendak diukur yaitu perilaku sosial dalam kelompok Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Hasrat dan keinginan
untuk belajar
16*,17,18,37,38 4,5,6,57*,58 10 Dorongan dan
kebutuhan untuk belajar
1,2*,3*,39,40 22,23,24*,59*,60 10
Harapan dan cita-cita masa depan
25,26,27,49,50 7,8,9,41,42 10 Kemampuan
pembelajar
10,11,12,51*,52 31,32,33,43,44* 10 Penghargaan dalam
belajar
28*,29,30,45,46 13*,14*,15,53,54 10 Lingkungan belajar
yang kondusif
19,20,21,47,48 34,35,36,55*,56 10
teman sebaya. Berdasarkan besarnya alpha ini maka dapat disimpulkan bahwa skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya ini memiliki daya keterandalan yang tinggi.
Pada skala motivasi belajar, hasil penghitungan koefisien reliabilitas alpha setelah uji coba adalah 0,958. Sama halnya dengan skala perilaku sosial dalam kelompok teman sebaya, mengacu pada besarnya alpha pada skala motivasi belajar menunjukkan bahwa skala ini mampu mencerminkan 95,8% variasi yang terjadi pada skor murni subyek sehingga dianggap mampu mengukur variabel motivasi belajar.
C. Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap penelitian ini peneliti membagikan instrument penelitian kepada 74 siswa-siswi kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Sama seperti pada tahap uji coba, peneliti masuk ke kelas untuk membagikan skala kemudian menjelaskan tentang maksud dan tujuan dari skala yang dibagikan. Disamping itu, peneliti juga menjelaskan langkah-langkah serta prosedur pengisian skala yang tepat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan pengisian skala dan agar tidak ada lagi skala yang tidak memenuhi kelengkapannya seperti pada tahap ujicoba.
subyek jika ada hal-hal yang kurang jelas atau ingin ditanyakan oleh subyek. Dari 74 angket yang dibagikan, semuanya kembali dengan baik.
D. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data Penelitian
Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis data penelitian, untuk mendapatkan gambaran mengenai data penelitian, berikut ini disajikan tabel deksripsi data penelitian yang berisikan fungsi-fungsi statistik dasar secara lengkap untuk variabel Interaksi Teman Sebaya dan Motivasi Belajar.
Tabel 6
Deskripsi Statistik Data Hipotetik
Variabel Data Hipotetik
X Min
X
Max Mean SD Range
Perilaku Sosial dalam
Kelompok Teman Sebaya