• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK NEFROPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG EKSTRAK METANOL-AIR BIJI Persea americana Mill. TERHADAP

KADAR KREATININ DAN GAMBARAN HISTOLOGIS GINJAL PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

PRISCILLA DIANA VIVI VIONITA

108114043

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala Perkara dapat Kutanggung di dalam Dia yang Memberi

Kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)

“Our greatest weakness lies in giving up. The most certain

way to succeed is always to try just one more time (Thomas

A. Edison). You are never too old to set another goal or to

dream a new dream (C. S. Lewis). Remember, that the future

belongs to those who believe of beauty their dreams (Elamor Roosvelt)”

The Show Must Go On

Kupersembahkan karya ini untuk

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sumber kekuatanku..

Bapak, Mami, dan Mas Adip yang selalu memberiku kasih sayang,

semangat dan motivasi..

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “Efek

Nefroprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Metanol-Air Biji Persea

Americana Mill. terhadap Kadar Kreatinin dan Gambaran Histologis Ginjal pada

Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” yang disusun untuk memenuhi

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.

Farm.) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsin ini tidak terlepas dari

berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk mengungkapkan rasa

terimaksih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan

penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu Phebe Hendra, M. Si., Ph. D., Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

telah membimbing, selalu mendampingi, dan memberikan saran selama

penyusunan skripsi.

3. dr.Fenty, M.Kes., Sp.PK., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik

dan saran selama penyusunan skripsi.

4. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan

kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

5. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab Laboratorium

Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas

(8)

viii

6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. yang telah menyediakan waktu untuk

memberikan bantuan dalam determinasi tanaman Persea americana Mill.

7. Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, dan

Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu

penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

8. Keluargaku tercinta Mbah Tri, Mbah Sobrah, Rm. Karnan, Mbak Lina, Markus

Y.P., Mas Yocep, Mario yang selalu memberi motivasi, perhatian dan doa

demi kelancaran studi dan penyusunan naskah skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan alpukat Angelia Rosari, Rotua Winata S., Inneke

Devi Permatasari, Komang Ayu N., Ni Luh Putu Dian P.P., Lydia Setiawan,

Gidion K. Y., Irene, Ike Kumalasari A., Yuditha A. Q., Adrienne R. A., dan

tentunya tim go go metanol (Liana R. G., Robert D. P., M. M. Sasadara V.)

atas segala kerjasama, bantuan dan semangat yang selalu bergelora dalam

penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

10. Teman, sahabat sekaligus keluargaku, Angelia Rosari, Agustinus Hendy

Larsen, Denny Krisandi, Priscilla Novelia Sari, Gabriela Indria P., Cece Fretty,

atas kebersamaan, kekeluargaan, keceriaan, suka duka, semangat dan motivasi

yang diberikan.

11. Teman-temanku Wisma Ananda, Arellia Oktaviori, Eva Christiana, Priskila

Agnes S., Heni Ariyanti (Kak Bohen), Mbak Ndit, Indah, Maria, Brigitta

Rosalia, dan Eva Ekayanti atas keceriaan, suka duka, kebersamaan,

kekeluargaan, semangat dan motivasi, serta saran yang diberikan, terutama

(9)

ix

12. Teman-teman praktikum, Adrienne R. A., Therezita S. L., Inggrid R. T.,

Angelina Pangala, Pande P. Krishna W., Tirzayana A. T., dan Catharina A. atas

bantuan, kerjasama dan motivasi yang diberikan.

13. Teman-teman FKK-A 2010 dan seluruh angkatan 2010, serta seluruh teman

baik di Fakultas Farmasi maupun teman-teman lain, terima kasih atas

kebersamaan yang kita bangun.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih

banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua

pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

INTISARI ... xx

ABSTRACT ... xxi

BAB I PENGANTAR ... 1

A.Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah ... 4

2. Keaslian Penelitian ... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

B.Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan Umum ... 6

(11)

xi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A.Ginjal ... 7

1. Anatomi Ginjal ... 7

2. Fisiologi Ginjal ... 15

B.Kerusakan ginjal ... 17

C.Kreatinin ... 19

1. Metabolisme Kreatinin ... 19

2. Metode Pemeriksaan Kreatinin ... 21

D.Nefrotoksisitas ... 21

1. Faktor Penyebab Nefrotoksisitas ... 21

2. Nefrotoksikan ... 23

E. Karbon Tetraklorida ... 23

F. Antioksidan ... 26

G.Ekstraksi ... 26

H.Persea americana Mill. ... 27

1. Taksonomi ... 27

2. Sinonim ... 28

3. Nama Lain ... 28

4. Morfologi ... 28

5. Kandungan Kimia ... 29

6. Khasiat dan Kegunaan ... 29

I. Landasan Teori ... 30

(12)

xii

BAB III METODE PENELITIAN... 32

A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 32

1. Variabel Utama ... 32

2. Variabel Pengacau ... 32

3. Definisi Operasional ... 33

C.Bahan Penelitian ... 34

1. Bahan Utama ... 34

2. Bahan Kimia ... 34

D.Alat atau Instrument Penelitian ... 35

1. Alat Ekstraksi ... 35

2. Alat Uji Nefroprotektif ... 35

E. Tata Cara Penelitian ... 36

1. Determinasi Serbuk Biji P. americana ... 36

2. Pengumpulan Bahan ... 36

3. Pembuatan Serbuk ... 36

4. Penetapan Kadar Air Serbuk Biji Persea americana Mill. ... 36

5. Pembuatan Pelarut Metanol-Air (70:30) ... 37

6. Pembuatan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 37

7. Penetapan Konsentrasi Pekat Ekstrak ... 38

8. Penetapan Dosis Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 38

9. Pembuatan Larutan Karbon Tetraklorida ... 39

(13)

xiii

11.Uji Pendahuluan ... 39

12.Pengelompokan dan Perlakuan Hewan Uji ... 40

13.Pembuatan Serum ... 41

14.Penetapan Aktivitas Serum Kontrol Serum Kreatinin ... 41

15.Pembuatan Larutan Formalin 10% ... 42

16.Pencuplikan Organ Ginjal Tikus untuk Pengamatan Gambaran Histologis ... 42

17.Pembuatan Preparat Histologi Ginjal ... 43

F. Tata Cara Analisis Hasil ... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

A.Penyiapan Bahan ... 45

1. Hasil Determinasi Serbuk Biji P. americana ... 45

2. Penetapan Kadar Air Serbuk Biji P. americana ... 46

3. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 46

B.Uji Pendahuluan ... 47

1. Penentuan Dosis Nefrotoksik Karbon Tetraklorida ... 47

2. Penentuan Waktu Pencuplikan Darah ... 47

3. Penetapan Lama Pemejanan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 50

4. Penetapan Dosis Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 50

C.Hasil Uji Efek Nefroprotektif Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 51

1. Kontrol Negatif Olive Oil 2 ml/kgBB ... 53

2. Kontrol Nefrotoksin Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB ... 55

(14)

xiv

4. Kelompok Perlakuan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana Dosis

0,35 g/kgBB, 0,7 g/kgBB, dan 1,4 g/kgBB pada Tikus Jantan Galur

Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB ... 57

5. Pemeriksaan Histologis Ginjal ... 59

a. Kontrol Nefrotoksin CCl4 2 ml/kgBB ... 60

b. Kontrol Negatif Olive Oil 2 ml/kgBB ... 61

c. Kontrol Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana dosis 1,4 g/kgBB ... 63

d. Perlakuan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana dosis 0,35 dan 0,7 g/kgBB ... 65

e. Perlakuan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana dosis 1,4 g /kgBB ... 65

D.Rangkuman Pembahasan ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A.Kesimpulan ... 69

B.Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 75

(15)

xv DAFTAR TABEL

Tabel I Kadar Normal Kreatinin Beberapa Jenis Hewan ... 20

Tabel II Beberapa Toksikan yang Menyebabkan Kerusakan pada Bagian-Bagian Nefron ... 23

Tabel III Rata-rata Kadar Serum Kreatinin Tikus Setelah Pemberian Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB pada Selang Waktu 0, 24, 48, dan 72 jam (n=5) ... 48

Tabel IV Hasil Uji Scheffe Terhadap Kadar Serum Kreatinin Tikus Setelah Pemberian Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB pada Selang Waktu 0, 24, 48, dan 72 jam (n=5) ... 49

Tabel V Purata ± SE Kadar Serum Kreatinin Praperlakuan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB (n=5) ... 52

Tabel VI Hasil Uji Scheffe Kadar Serum Kreatinin Setelah Pemberian Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB pada Kelompok Perlakuan ... 53

Tabel VII Rata-Rata Kadar Serum Kreatinin Tikus Setelah Pemberian Olive Oil Dosis 2 ml/kgBB pada Selang Waktu 0 dan 48 ... 54

Tabel VIII Hasil Uji T-Paired Kadar Serum Kreatinin Setelah Pemberian Olive Oil Dosis 2 ml/kgBB pada Selang Waktu 0 dan 48 ... 55

Tabel IX Hasil Pemerikasaan Gambaran Histologis Ginjal Tikus ... 60

Tabel X Hasil Rendemen Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 95

(16)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Ginjal ... 8

Gambar 2 Struktur Nefron ... 9

Gambar 3 Struktur Glomerulus dan Kapiler Glomerular ... 10

Gambar 4 Korpuskular Ginjal secara Mikroskopik ... 11

Gambar 5 Tubulus Kontortus Proksimal dan Tubulus Kontortus Distal secara Mikroskopik ... 13

Gambar 6 Duktus Koligens secara Mikroskopik ... 13

Gambar 7 Pembuluh Darah Ginjal dan Suplai Darah Ginjal ... 14

Gambar 8 Mekanisme Pembentukan Urin Melalui Proses Filtrasi, Reabsorbsi, dan Sekresi ... 16

Gambar 9 Gambaran Mikroskopik Ginjal Normal ... 18

Gambar 10 Struktur Molekul Karbon Tetraklorida ... 23

Gambar 11 Mekanisme Biotransformasi dan Oksidasi Karbon Tetraklorida ... 25

Gambar 12 Diagram Batang Rata-Rata Kadar Serum Kreatinin Tikus Setelah Pemberian Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kgBB pada Selang Waktu 0, 24, 49, dan 72 jam ... 48

(17)

xvii

Gambar 14 Diagram Batang Rata-Rata Aktivitas Serum Kreatinin

Setelah Pemberian Olive Oil Dosis 2 ml/kgBB pada Selang

Waktu 0 dan 48 ... 54

Gambar 15 Fotomikroskopik Ginjal Tikus Normal ... 60

Gambar 16 Fotomikroskopik DHET Ginjal Tikus ... 61

Gambar 17 Fotomikroskopik ITC Ginjal Tikus ... 62

Gambar 18 Fotomikroskopik Nefritis Interstitialis Ginjal Tikus ... 63

Gambar 19 Fotomikroskopik Perivaskulitis Ginjal Tikus ... 64

Gambar 20 Fotomikroskopik Intratubular Hialin Cast ... 65

(18)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Foto Biji dan Serbuk Biji P. Americana ... 76

Lampiran 2 Foto Ekstrak Metanol-Air Kental Biji P. americana ... 76

Lampiran 3 Foto Larutan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana ... 76

Lampiran 4 Surat Pengesahan Determinasi Serbuk Biji P. americana ... 77

Lampiran 5 Hasil determinasi serbuk biji P. americana ... 78 Lampiran 6 Surat Pengesahan Medical and Health Research Ethics Commitee (MHREC) ... 80

Lampiran 7 Analisis Statistik Kadar Serum Kreatinin pada Uji Penentuan Waktu Pencuplikan Darah Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida Dosis 2 ml/kg BB ... 81

Lampiran 8 Analisis Statistik Kadar Serum Kreatinin 6 Kelompok Perlakuan Ekstrak Metanol-Air Biji P. americana setelah Terinduksi Kabon Tetraklorida 2 ml/kg BB ... 84

Lampiran 9 Analisis Statistik Kadar Kreatinin Serum pada Perlakuan Kontrol Negatif Olive Oil Dosis 2 mL/kgBB ... 89

Lampiran 10 Perhitungan Efek Nefroprotektif (%) ... 91

Lampiran 11 Perhitungan Penetapan Peringkat Dosis Ekstrak Metanol-Air Biji P.americana Kelompok Perlakuan ... 92

Lampiran 12 Perhitungan Konversi Dosis untuk Manusia ... 92

Lampiran 13 Penetapan Kadar Air Serbuk ... 93

(19)

xix

Lampiran 15 Bobot Pengeringan Ekstrak Metanol-Air Biji P.

americana ... 95

Lampiran 16 Hasil Pengukuran Validitas dan Reabilitas Serum Kontrol

Kreatinin ... 96

(20)

xx INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengaruh nefroprotektif dan dosis efektif pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. terhadap penurunan kadar serum kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Metode yang dilakukan adalah pengukuran kadar kreatinin serum pada jam ke-48 setelah pemberian karbon tetraklorida sebagai nefrotoksin. Sebanyak 30 ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, dan berat ± 150-250 gram dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol nefrotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill., kelompok IV-VI (perlakuan) masing-masing diberi ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dengan tiga peringkat dosis, yaitu masing-masing 0,35; 0,7; 1,4 g/kgBB secara oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut, kemudian pada hari ke tujuh semua perlakuan diberi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB secara i.p. Pada jam ke-48 sesudahnya, darah diambil dari sinus orbitalis mata untuk penetapan kadar serum kreatinin dan data dihitung menggunakan ANOVA.

Berdasarkan penelitian ini, ekstrak metanol-air biji Persea americana

Mill. memberikan efek nefroprotektif yang ditunjukkan dengan adanya penurunan kadar serum kreatinin pada tikus Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Efek nefroprotektif dari ekstrak metanol-air Persea americana Mill. dosis 0,35; 0,7; and 1,4 g/kg BB berturut-turut adalah 123,81%, 104,76%, dan 80,95%. Gambaran histologis organ ginjal kelompok IV-VI menunjukkan tidak ada perubahan patologi spesifik.

(21)

xxi ABSTRACT

This present research aims to get information about nephroprotective effect of water-methanol extract Persea. americana Mill. seed for reducing creatinine serum level and kidney histology preview in rats induced by carbon tetrachloride and get an effective dose.

This research was done with direct sampling design. This experiment used Wistar male rats, at the age of 2-3 months, and weight ± 150-250 g. The rats were devided into six treatment groups. The first group (nephrotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW i.p. Then, the second group (negative control) was given olive oil 2 ml/kg BW. The third group (extract control) was given water-methanol extract of to P. americana seed at the dose of 1.4 g/kg BW. Fourth until six groups were given methanol-water extract of Persea americana

Mill. seed at the dose of 0.35; 0.7; and 1.4 g/kg BW orally once a day for six days successively and then in the seventh day all of the teatment group were given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW by i.p. Fourty-eight hours later, blood was collected from the orbital sinus eye to be measured creatinine serum level. Then it was analyzed statistically.

Based on the result of this research, water-methanol extract P. ameriana

Mill. seed give nephroprotective effects for reducing of creatinine serum level in rats induced by carbon tetrachloride. There was a relation between dose and response which was seen from the more over the biggest dose, response of reducing of creatinine serum level was decrease. Nephroprotective effect with dose of 0,35; 0,7; and 1,4 g/kgBW successively were 123.81%, 104.76%, and 80.95%. Kidney histology preview in the grup IV-VI show there were no alterationin spesific patology. This study showed that extract water-methanol had nephroprotective effect.

(22)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Ginjal merupakan organ yang bekerja untuk menyaring darah sebanyak

kurang lebih 200 liter tiap harinya dan juga membuang sisa-sisa metabolisme

serta kelebihan cairan tubuh melalui urine. Selain membuang sisa-sisa

metabolisme tubuh melalui urine, ginjal juga berfungsi dalam melakukan kontrol

terhadap sekresi hormon-hormon aldosteron dan Anti Diuretic Hormone (ADH),

mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, serta menghasilkan hormon,

antara lain eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin

yang berperan dalam mengatur tekanan darah, kalsitriol atau vitamin D3 dan

hormon prostaglandin (Rasjidi, 2008).

Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah masalah kesehatan yang terjadi di

seluruh dunia. Menurut laporan WHO tahun 2002 dan Global Burden Disease

(GDB), penyakit ginjal dan saluran kemih berkontribusi dalam penyakit global

dengan angka kematian 850.000 jiwa setiap tahunnya dan 15.010.167 jiwa

mengalami kecacatan (Schieppati, Giuseppe, 2005). Selain itu, di Amerika insiden

dan prevalensi penyakit ginjal mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir.

Sekitar 20 juta penduduk Amerika dari tahun 1988 hingga 1994 atau sekitar 11%

dari penduduk mengidap penyakit ginjal kronis (fase 1-5) (Robinson, 2006).

Jumlah insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia

belum diketahui secara pasti. Besarnya insidensi gagal ginjal kronik terminal di

(23)

Besarnya prevalensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia diperkirkan

sebesar 200 – 250 orang tiap 1 juta penduduk pertahun (Bakri, 2005). Berdasarkan

tingginya prevalensi penyakit ginjal perlu dilakukan penelitian terhadap sumber

daya hayati sebagai alternatif obat baru.

Adanya gangguan pada organ ginjal dapat menyebabkan terjadinya

penumpukan air dan toksin dalam tubuh sehingga berpengaruh pada homeostatis

tubuh (Robbin dan Cotran, 2007). Salah satu penanda adanya kerusakan ginjal

adalah tingginya kadar kreatinin. Kadar kreatinin, yaitu suatu bahan sisa

metabolisme sel otot yang beredar dalam darah. Kreatinin diekskresikan

seluruhnya dalam urin melalui filtrasi glomerulus. Ketika terjadi penurunan

kecepatan filtrasi glomerulus, kadar kreatinin akan meningkat berbanding terbalik

dengan kecepatan ekskresi (Huether, McCance, Brashers, dan Rote, 2008). Oleh

karena itu, kreatinin juga bisa digunakan untuk mengukur kemampuan fungsi

ginjal (Rasjidi, 2008).

Alpukat (Persea americana Mill.) merupakan jenis tanaman yang dikenal

berfungsi mengobati hipertensi (Anaka, Raymond, dan Stephen, 2009). Pada

penelitian Marlinda, Meiske, Audy (2012), menyebutkan bahwa kandungan

metabolit sekunder yang terdapat dalam biji Persea americana Mill. (P.

americana) meliputi alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, saponin, dan

memiliki aktivitas terhadap penghambatan radikal DPPH. Kandungan flavonoid

pada P. americana bersifat larut air dan merupakan antioksidan yang sangat kuat.

(24)

perlindungan dan anti kanker yang kuat dalam melawan tahap-tahap

karsinogenesis (Arukwe, Amadi, Duru, Agomuo, Adindu,Odika, Lele, 2012).

Karbon tetraklorida yang digunakan sebagai senyawa model dapat

menyebabkan stres oksidatif pada beberapa fungsi fisiologis hewan uji. Karbon

tetraklorida ini bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik. Di dalam tubuh akan

dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 membentuk triklorometil (

CCl3) dan

triklorometilperoksida (

OOCCl3) yang bersifat lebih reaktif. Radikal bebas yang

dihasilkan dapat menginduksi kerusakan dan disfungsi DNA dan protein sehingga

menyebabkan peroksidase lipid pada ginjal (Makni, Chtourou, Garoui,

Boudawara, dan Fetoui (2011). Terbentuknya ikatan kovalen antara radikal bebas

dengan lemak mikrosomal dan protein membran menyebabkan kerusakan pada

tubulus proksimal ginjal dan perubahan pada beberapa granular pneumosit

(Ramarajan, Somasundaram, Subramanian, Pandian, 2012).

Penelitian ini dilakukan dengan penentuan dosis dan pemberian jangka

panjang ekstrak metanol biji P. americana. Penggunaan larutan penyari ekstrak

didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Carpena, Morcuende, Andradre,

Kylli, Ertevez (2011), bahwa biji P. americana yang memiliki kandungan

antioksidan flavonoid diekstraksi menggunakan pelarut metanol. Adanya

antioksidan dari biji P. americana dapat menangkap radikal bebas dari karbon

tetraklorida sehingga mengurangi kerusakan pada tubulus proksimal ginjal.

Eksplorasi biji P. americana di Indonesia masih belum banyak dilakukan,

(25)

membuktikan efek nefroprotektif ekstrak metanol P. americana pada tikus

terinduksi karbon tetraklorida perlu dilakukan.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji P. americana

mempunyai pengaruh nefroprotektif terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis organ ginjal tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ? 2. Berapa besar dosis efektif nefroprotektif ekstrak metanol-air biji P. americana

pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida ?

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian biji buah P. americana pernah dilakukan oleh Marlinda, dkk. (2012), yang melaporkan kandungan metabolit sekunder biji P. americana meliputi alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, dan saponin. Penelitian Malangi, dkk (2012) menunjukkan

adanya kandungan tanin yang diisolasi dari ekstrak etanol P. americana memiliki

aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH. Penelitian Anaka, dkk.

(2009) melaporkan bahwa ekstrak biji P. americana mempunyai khasiat

mengobati hipertensi pada tikus Sprague-Dawley. Pada penelitian Ramos,

Moreno, Cevallos, Navarro, Siciliano, Modragon, Ortega, 2012, menyebutkan

bahwa ekstrak biji P. americana mampu menurunkan kadar kolesterol pada model

tikus hiperkolesterolemia. Selain itu, P. americana juga mempunyai aktivitas

antimikroba (Idris, Ndukwe, Gimba, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh

(26)

bahwa ekstrak metanol pada kulit dan biji P. americana memilki kadar fenolik

yang tinggi dan mempunyai aktivitas antioksidan. Selain itu pada ekstrak metanol,

etil asetat, dan aseton dari kulit dan biji P. americana mempunyai aktivitas

antioksidan terhadapradikal CUPRAC, DPPH, dan ABTS (Carpena, dkk., 2011).

Sepanjang penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian

terkait dengan pengaruh nefroprotektif ekstrak metanol biji P. americana terhadap

penurunan kadar serum kreatinin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan

mengenai pengaruh pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji P.

americana terhadap parameter kadar kreatinin dan gambaran histologis

organ ginjal tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan masyarakat untuk

menggunakan biji P. americana dengan dosis yang diperoleh dalam

(27)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh

nefroprotektif pemberian jangka panjang ekstrak metanol-air biji P. americana

pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis efektif pemberian jangka

panjang ekstrak metanol-air biji P. americana sebagai nefroprotektif pada tikus

(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ yang terletak di area retroperitoneum

(McPhee dan Ganong, 2010). Struktur anatomi dan fisiologi ginjal adalah sebagai

berikut :

1. Anatomi ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang, yang panjangnya

sekitar 11 cm lebar 6 cm, tebal 3 cm, serta beratnya 150 gram atau seukuran

kepalan tangan. Ginjal melekat pada posisinya karena berikatan dengan suatu

massa lemak. Selubung fasia renal fibroelastik membungkus ginjal dan lemak

ginjal (Ross dan Wilson, 2011).

Setiap ginjal dilindungi dan distabilkan oleh 3 lapisan yang berupa

jaringan ikat, antara lain :

a. Kapsul fibrosa, lapisan serat kolagen yang menutupi permukaan luar dari

seluruh organ.

b. Kapsul lemak perineal, lapisan tebal dari jaringan adiposa (jaringan lemak)

yang menyelimuti kapsul fibrosa.

c. Fasia ginjal, suatu lapisan luar fibrosa yang padat yang mengikat ginjal dengan

struktur di sekitarnya. Serat kolagen mengembang keluar dari kapsul fibrosa

(29)

Secara histologis ginjal terdiri dari unsur utama yaitu glomerulus, tubulus dan

interstitium, dan pembuluh darah (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2010).

Gambar 1. Struktur ginjal (Shier, 2006)

Secara anatomis (gambar 1), ginjal dilingkupi oleh kapsul fibrosa yang

keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Susunan ginjal apabila

dibagi dua dari atas ke bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan, yaitu

korteks (bagian luar) dan medula (bagian dalam) (Guyton dan Hall, 2006).

Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan membentuk kerucut yang

disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida masing-masing dimulai pada

perbatasan antara korteks dan medula dan berakhir di papilla. Papilla menonjol

ke dalam ruang dari pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian atas

yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan

ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi

(30)

Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri dari elemen-elemen kontraktil yang

mendorong urin maju menuju kandung kemih, tempat urin disimpan sampai

dikeluarkan melalui mikturisi (Guyton dan Hall, 2006).

Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit fungsional mikroskopis yang

dikenal sebagai nefron, yang terikat bersama oleh jaringan ikat (Sherwood, 2009).

Gambar 2. Struktur nefron (Guyton dan Hall, 2006)

Setiap nefron terdiri dari tiga bagian utama, yaitu glomerulus, kapsula

bowman, dan dua buah tubulus panjang. Tubulus tersebut dibagi menjadi tubulus

kontortus proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal, dan yang terakhir

adalah tubulus pengumpul (gambar 2) (Guyton dan Hall, 2006).

Bagian dari nefron akan dijelaskan masing-masing, yaitu sebagai berikut:

a.Korpuskular ginjal. Korpuskular ginjal terdiri dari seberkas kapiler yang

disebut glomerulus dan dikelilingi oleh kapsul glomerular (bowman) (gambar

(31)

terdapat di sepanjang arteriol. Glomerulus berfungsi untuk filtrasi air dan zat

terlarut dalam darah. Sedangkan kapsula bowman merupakan suatu pelebaran

nefron yang dibatasi oleh epitel yang menyelubungi glomerulus untuk

mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus (Sherwood, 2006).

Gambar 3. Struktur Glomerulus dan kapiler glomerular (Huether dan McCance, 2008)

Glomerulus terdiri dari jaringan anastomosis kapiler yang dibatasi oleh

endotel berpori, dan dibungkus oleh dua lapisan epitel, yang membentuk suatu

lapisan yang berhubungan dengan lapisan yang membentuk simpai Bowman

dan tubulus ginjal (Kumar, dkk., 2010; McPhee dan Ganong, 2010).

Lapisan epitel yang membungkus glomerulus yaitu epitel viseral dan

epitel parietal. Epitel viseral bergabung ke dalam dan menjadi bagian intrinsik

dinding kapiler, yang dipisahkan dari sel endotel oleh sebuah membran basal.

(32)

(urinary space), rongga tempat filtrat plasma berkumpul pertama kali (Kumar,

dkk., 2010). Lapisan parietal simpai glomerular terdiri atas selapis sel

skuamosa yang ditunjang lamina basal dan selapis tipis serat retikular di luar

(Mescher, 2011).

Dinding kapiler glomerulus terdiri dari struktur-struktur yang secara

mikroskopik terlihat pada gambar 4

Gambar 4. Korpuskular ginjal secara mikroskopik (SIU School of medicine, 2005)

b. Tubulus kontortus proksimal. Epitel skuamosa pada lapisan parietal simpai

bowman berhubungan langsung dengan epitel kuboid tubulus kontortus

proksimal. Tubulus proksimal lebih panjang dibandingkan dengan tubulus

distal sehingga lebih sering tampak pada potongan korteks ginjal. Sel tubulus

proksimal mereabsorbsi 60-65% air yang disaring dalam korpuskel ginjal,

beserta hampir semua nutrien, ion, vitamin, dan protein plasma kecil. Air dan

zat terlarutnya diangkut secara langsung melalui dinding tubulus dan segera

(33)

Sel-sel tubulus proksimal memiliki sitoplasma asidofilik karena adanya

mitokondria. Bagian apeks sel memiliki banyak mikrovili panjang yang

membentuk suatu brush border untuk reabsorbsi. Pada sediaan histologis,

brush border dapat tidak teratur dan lumennya tampak terisi serabut (Mescher,

2011).

Sel epitel tubulus sangat peka terhadap anoksia dan rentan terhadap

toksin. Beberapa faktor yang menyebabkan tubulus mudah mengalami

ketoksikan, yaitu termasuk permukaan luas bermuatan listrik untuk reabsorbsi

tubulus, sistem transpor aktif ion dan asam organik, dan kemampuan

melakukan pemekatan secara efektif, selain itu kadar sitokrom P450 yang

tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan (Robbins dan

Cotran, 2007).

c. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal berlanjut sebagai tubulus yang lebih

pendek dan memiliki segmen yang tipis yang membentuk lengkung tajam

berbentuk huruf U. Bagian pars desendens dari ansa henle terbentang dari

korteks ke bagian medula. Bagian pars asendens berjalan kembali dari medula

ke arah korteks ginjal. Segmen asendens dan desendens terdiri atas selapis sel

kuboid di dekat korteks (Mescher, 2011).

d. Tubulus distal. Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus proksimal.

Bagian tubulus distal ini berkelok-kelok di bagian korteks dan berakhir di

duktus koligens. Bagian awal tubulus distal yang lurus berkontak dengan kutub

vaskular di korpuskel ginjal dan membentuk apparatus juxtaglomerularis

(34)

kontortus proksimal karena lebih kecil dan tidak memiliki brush border.

(Sherwood, 2006;Mescher, 2011).

Gambar 5. Tubulus Kontortus proksimal (p) dan tubulus kontortus distal (d) secara mikroskopik (SIU Schoolof Medicine, 2005)

e. Duktus koligens. Duktus koligens merupakan saluran pengumpul yang akan

menerima cairan dan zat terlarut lainnya dari tubulus distal (gambar 6).

Tubulus koligens dilapisi oleh epitel kuboid dengan diameter 40 µm. Sel-sel

duktus koligens berkonvergensi membentuk kolumnar dan diameter ductus

mencapai 200 µm di dekat puncak piramida medulaginjal (Mescher, 2011).

(35)

Gambar 7. Pembuluh darah ginjal dan suplai darah ginjal (Shier, 2006)

Ginjal kaya akan pembuluh darah (gambar 7). Korteks adalah bagian

ginjal yang paling kaya pembuluh darah, yaitu menerima 90% dari total aliran

darah ginjal. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum dan kemudian

bercabang-cabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri arkuata,

arteri interlobularis (atau disebut arteri radialis), dan arteriol aferen, yang menuju

ke kapiler glomerulus tempat sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali

protein plasma) difiltrasi untuk memulai pembentukan urin. Ujung distal kapiler

pada setiap glomerulus bergabung untuk membentuk arteriol eferen, yang menuju

jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular, yang mengelilingi tubulus ginjal

(Guyton dan Hall, 2006).

Arteri ginjal merupakan cabang dari abdominal aorta yang masuk ke

ginjal, mentransportasi sebagian besar darah ke ginjal. Setiap ginjal memperoleh

20 - 25% dari total hasil pemompaan jantung. Secara normal, pada orang sehat,

(36)

Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem

vena, yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol dan secara progresif

membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena

renalis, yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter (Guyton

dan Hall, 2006). Vena ginjal kemudian bergabung dengan vena kava inferior yang

berada di rongga perut (Shier, 2006).

2. Fisiologi ginjal

Fungsi utama dari ginjal adalah untuk membersihkan tubuh dari

bahan-bahan sisa hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme, serta

mengontrol volume dan komposisi cairan tubuh. Ginjal melakukan fungsi penting

ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat dari filtrat dengan

kecepatan yang bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Zat-zat yang tidak

diperlukan lagi dalam filtrat akan dibuang dengan cara mengekskresikannya ke

dalam urin, sedangkan zat yang dibutuhkan dikembalikan ke dalam darah

(Guyton dan Hall, 2006).

Fungsi lain dari ginjal selain untuk membuang produk buangan dari

sel-sel tubuh, mempunyai beberapa fungsi lain yang berperan dalam keseimbangan

esensial, antara lain:

a. Mengatur volume darah dan tekanan darah, yaitu dengan menyesuaikan

(37)

b. Mengatur konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan ion lainnya,

yaitu dengan mengatur jumlah yang diekskresikan ke urin dan mengontrol

level ion kalsium melalui sintesis kalsitriol.

c. Membantu menstabilkan pH darah, dengan mengontrol pengeluaran ion

hidrogen dan ion bikarbonat ke dalam urin.

d. Menjaga kestabilan nutrisi, dengan mencegah ekskresi berlebih pada urin

ketika mengekskresikan produk organik buangan, khususnya produk buangan

nitrogen, seperti urea dan asam urat (Martini,2009).

Gambar 8. Mekanisme pembentukan urin melalui proses filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi

(Laboratorium AmerindBio-Clinic, 2010)

Langkah pertama dalam pembentukan urin adalah filtrasi glomerulus.

Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus disaring. Filtrat

yang sudah terbentuk akan dialirkan melalui tubulus, bahan-bahan yang

bermanfaat bagi tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan

(38)

ini disebut reabsorbsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorbsi tidak keluar dari

tubuh melalui urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan

kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus,

merupakan pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam

lumen tubulus. Mekanisme ini untuk mengeluarkan bahan yang tidak terfiltrasi

dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Ekskresi urin adalah pengeluaran

bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Semua konstituen plasma yang

disekresikan tetapi tidak direabsorbsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis

ginjal untuk disekresikan sebagai urin (Sherwood, 2009). Urin yang dikeluarkan

mengandung air dengan ureum, kreatinin, fosfat dan sulfat hasil proses

katabolisme. Selain itu juga terdapat asam urat, K+, dan H+ hasil penukaran

dengan Na+ atas pengaruh aldosteron di tubulus distal. Protein dalam keadaan

normal diekskresi dalam jumlah sedikit. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorpsi

di tubulus proksimal, tetapi dengan makin tinggi kadarnya dalam filtrat glomeruli

maka makin banyak pula glukosa yang dikeluarkan bersama urin (gambar 8)

(Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010).

B. Kerusakan Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah organ eliminasi yang penting bagi tubuh.

Beberapa obat atau zat kimia yang beredar dalam sirkulasi sistemik akan dibawa

ke ginjal. Akibatnya akan terjadi proses perubahan struktur ginjal (Manggarwati,

(39)

Berikut gambaran kondisi ginjal normal yang dilihat secara mikroskopik

(gambar 9).

Gambar 9. Gambaran mikroskopik ginjal normal (diwarnai dengan haematoxylin dan eosin). (A) Korteks ginjal, 1: renal corpuscle; 2: proximal convoluted tubules; 3:

distal convoluted tubules; 4: Bowman's capsulae space. (B) Medula ginjal, 1: thick ascending limb of the loop of Henle; 2: interstitial connective tissue (Gunin, 2000)

Penyakit ginjal sangat kompleks, untuk mempermudah memahami maka

penyakit ginjal dibagi berdasarkan empat komponen morfologi dasar, yaitu

glomerulus, tubulus, interstisium, dan pembuluh darah. Kebanyakan penyakit

pada glomerulus disebabkan oleh proses imunologik, sedangkan penyakit pada

tubulus dan interstisium sering disebabkan oleh senyawa toksik atau infeksi.

a.Penyakit glomerulus. Glomerulonefritis kronis merupakan penyebab tersering

gagal ginjal kronis. Glomerulus dapat mengalami cidera sebagai akibat dari

faktor perjalanan penyakit sistemik, misalnya lupus eritematosus, hipertensi

dan diabetes melitus. Glomerulonefritis dibagi menjadi sindrom nefrotik akut,

glomerulonefritis progresif cepat, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronis dan

hematuria atau proteinuria asimtomatik.

b.Penyakit pada tubulus dan interstisium. Penyakit yang mengenai dua

(40)

Nekrosis Tubulus Akut (NTA) dan gagal ginjal akut serta reaksi peradangan di

tubulus dan interstisium (nefritis tubulointerstisium). NTA ditandai secara

morfologis dengan morfologis kerusakan sel epitel dan secara klinis oleh

penurunan fungsi ginjal secara akut.

c.Penyakit pembuluh darah. Adanya penyakit vaskular sistemik dapat mengenai

pembuluh ginjal. Penyakit yang menyerang bagian pembuluh darah ginjal yaitu

nefrosklerosis jinak, hipertensi maligna, dan nefrosklerosis akseleratif,

steanosis arteri renalis, mikroangiopati tromboliitik, dll (Robbin dan Cotran,

2007).

C. Kreatinin 1. Metabolisme kreatinin

Kreatin disintesis di dalam hati dari metionin, glisin, dan arginin. Dalam

otot rangka, kreatin difosforilasi membentuk fosforil kreatin, yang merupakan

simpanan tenaga penting bagi sintesis ATP. ATP yang dibentuk oleh glikolisis

dan fosforilasi oksidatif bereaksi dengan kreatin membentuk ADP dan

fosfokreatin yang mengandung ikatan fosfat energi tinggi, lebih tinggi dari ATP.

Fosfokreatin dapat saling memindahkan energi dengan ATP. Bila ATP banyak

dalam sel, sebagian besar energinya digunakan untuk mensintesis fosfokreatin,

sehingga terbentuk cadangan energi. Jika ATP mulai habis, energi dalam

fosfokreatin ditransfer kembali menjadi ATP. Jadi hubungan antara fosfokreatin

(41)

Kreatinin diekskresikan seluruhnya dalam urin melalui filtrasi

glomerulus. Kreatinin merupakan indeks laju filtrasi glomerulus yang lebih

cermat dibandingkan ureum karena kecepatan produksinya terutama pada fungsi

massa otot yang sedikit sekali mengalami perubahan. Oleh karena itu, pada

kondisi normal, kreatinin dijumpai dalam urin dengan konsentrasi sedikit.

Konsentrasi dan ekskresi total harian kreatinin tetap konstan meskipun ada

perubahan pola makanan. Kadar kreatinin dalam darah dapat digunakan untuk

mendiagnosis adanya kegagalan ginjal, yaitu dengan mengukur laju filtrasi

glomerulus (Sumarny, 2006). Pada kegagalan ginjal kronis, dengan kecepatan

filtrasi glomerulus yang menurun, kadar kreatinin plasma akan meningkat

berbanding terbalik dengan kecepatan ekskresi (Huether, McCance, Brashers, dan

Rote, 2008). Kadar kreatinin bervariasi sesuai dengan jenis hewan. Kadar normal

kreatinin pada beberapa jenis hewan adalah sebagai berikut (tabel I).

Hewan Kadar Normal (mg/dL) Kreatinin Kelinci 0,8-1,8 Marmut 0,6-2,2 Hamster 0,25-0,60

Mencit 0,31-1,0 Tikus 0,2-0,8

(42)

2. Metode pemeriksaan kreatinin

Macam pemeriksaan kreatinin darah adalah :

a. Jaffe Reaction. Dasar dari metode ini adalah kreatinin dalam suasana alkalis

dengan asam pikrat membentuk senyawa kuning jingga. Alat yang digunakan

adalah photometer.

b. Kinetik. Dasar metode ini relatif sama hanya dalam pengukuran dibutuhkan

sekali pembacaan. Alat yang digunakan adalah autoanalyzer.

c. Enzimatik. Dasar metode ini adalah dengan adanya substrat dalam sampel

bereaksi dengan enzim membentuk senyawa enzim substrat dengan

menggunakan alat photometer (Price dan Wilson, 1985).

Meskipun sejumlah kecil diekskresi, tes kliren kreatinin merupakan suatu

tes untuk memperkirakan GFR (Glomerular Filtration Rate) dalam klinik (Price

dan Wilson, 1985).

D. Nefrotoksisitas 1. Faktor penyebab nefrotoksisitas

Beberapa faktor yang berperan dalam perusakan ginjal akibat adanya

toksikan, antara lain:

a. Suplai darah ke dalam ginjal

Aliran darah yang mengandung toksikan dari hasil pemompaan jantung,

masuk ke dalam ginjal dan terdistribusi tidak merata. Darah lebih banyak

terdistribusi ke bagian korteks dibandingkan dengan medulla dan papilla. Oleh

(43)

bagian korteks dan berpotensi besar mempengaruhi kerusakan korteks

dibandingkan dengan medula dan papilla.

b. Konsentrasi toksikan dalam cairan intraluminal

Konsentrasi toksikan yang tinggi dan kelarutan toksikan yang rendah

pada saat proses reabsorpsi, menyebabkan obstruksi ginjal akut. Proses

reabsorbsi yang panjang akan meningkatkan konsentrasi toksikan dalam

intraluminal, yaitu dari 10 mM menjadi 50 mM ketika mencapai tubulus

proksimal, 66 mM ketika mencapai lengkung henle, 200 mM ketika mencapai

tubulus distal, dan konsentrasi tertinggi terjadi ketika mencapai duktus

pengumpul, yaitu 2000 mM. Adanya konsentrasi toksikan yang tinggi dalam

intraluminal dikarenakan toksikan mempunyai kelarutan yang rendah,

sehingga menyebabkan obstruksi akut ginjal.

c. Reabsorbsi dan/ atau sekresi toksikan melewati sel tubulus

Proses transpor aktif dalam tubulus proksimal dapat menyebabkan

peningkatan konsentrasi intraseluler toksikan. Selama sekresi aktif dan/ atau

reabsorbsi, substrat akan terakumulasi dalam sel tubulus proksimal dengan

konsentrasi yang tinggi dibandingkan dengan yang berada di cairan luminal

atau darah peritubular.

d. Biotransformasi protoksikan menjadi intermediet reaktif

Suatu segmen dari nefron mempunyai kapasitas metabolisme bioaktif.

Misalnya, tubulus proksimal dan distal mengandung isoenzim sitokrom P450

monooksigenase yang memediasi bioaktivasi intrarenal dari beberapa

(44)

interstisial papila yang ikut ambil bagian dalam co-oxidation dari protoksikan,

sehingga menghasilkan kerusakan selektif papila (Wallace dan Tarloff, 2010).

2. Nefrotoksikan

Beberapa senyawa memiliki aktivitas sebagai nefrotoksikan, seperti

terlihat pada tabel II.

Tabel II. Beberapa toksikan yang menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian nefron

Glomerulus Tubulus Proksimal Tubulus Distal/ Tubulus Pengumpul

(45)

Karbon tetraklorida (gambar 10) merupakan senyawa yang berbentuk

cairan jernih, bersifat mudah menguap, tidak berwarna, dan bebau khas. Senyawa

karbon tetraklorida mempunyai BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Karbon tetraklorida

merupakan molekul sederhana, yang jika diberikan kepada berbagai spesies,

menyebabkan nekrosis sentrilobuler dan perlemakan hati (Timbrell,2008).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang bersifat nefrotoksik

dan dapat menyebabkan Nekrosis Tubuler Akut (NTA). Radikal bebas yang

dihasilkan menyebabkan kerusakan pada tubulus proksimal ginjal dan perubahan

pada beberapa granular pneumosit (Ramarajan, dkk., 2012). Kerusakan yang

terjadi pada tubulus proksimal ginjal ini tidak disertai dengan kerusakan membran

basalis sehingga memungkinkan untuk terjadinya regenerasi sel epitelnya. Karena

itu, Nekrosis Tubular akut yang disebabkan karbon tetraklorida bersifat reversibel

(Underwood, 2000).

Penyebab terjadinya kerusakan jaringan oleh karbon tetraklorida

tergantung pada metabolisme aktivasi oleh sitokrom P450, terutama CYP2EI.

Enzim mikrosomal CYP2EI akan mempengaruhi aktivasi metabolit dari senyawa

yang terbentuk, yaitu dapat meningkatkan atau mengurangi sifat toksik dari

senyawa induk. Pada metabolisme kabon tetraklorida CYP2EI berfungsi sebagai

agen pereduksi dan mengkatalis adisi elektron yang mengakibatkan hilangnya

satu ion klorin sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3) (gambar 11)

(46)

oksigen (O2) akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksi (•OOCCl3)

yang bersifat lebih reaktif (Gregus dan Klaaseen, 2001).

Gambar 11. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Trimbell, 2008)

Hasil lain dari reaksi ini adalah dari terbentuknya senyawa oksigen

reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi lipid (Timbrell, 2008). Phosgen

yang terbentuk dari reaksi merupakan intermediet yang bersifat sangat reaktif dan

dapat bereaksi dengan makromolekul seluler untuk menginduksi terjadinya

kerusakan sel (Hodgson, 2010).

Fungsi mitokondria ginjal juga dapat terganggu oleh karena induksi

karbon tetraklorida, termasuk menyebabkan efluks kalsium melintasi membran

mitokondria (Natarajan, Basivireddy, Ramachandran, Thomas,Ramamoorthy, dan

Pulimood, 2006). Radikal bebas yang terbentuk akan berikatan dengan golongan

sulfidril seperti glutation dan protein tiol, sehingga menyebabkan peroksidasi lipid

(47)

reaktif yang terbentuk dapat berikatan kovalen dengan dengan makromolekul

jaringan, yang menyebabkan jaringan mengalami kerusakan (Eaton, Gallogher,

Bammler, dan Kunze, 1995).

F. Antioksidan

Antioksidan dalam pengertian kimia, merupakan senyawa pemberi

elektron. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada

senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa

terhambat. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi

kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya

reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Winarsi, 2007).

G. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan

menyari simplisia, diluar cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah

digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang dapat digunakan dalam pembuatan

ekstrak yaitu air, etanol, eter, atau campuran etanol dan air (Badan Pengawasan

Obat dan Makanan RI, 2010).

Metode maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi sederhana yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama

beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil diaduk

(Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2010). Dengan metode maserasi,

(48)

larut akibat perbedaan konsentrasi antara larutan dalam sel dan di luar sel. Larutan

dengan konsentrasi tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari

dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan terjadi secara

berulang-ulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dan di dalam sel. Selanjutnya endapan dipisahkan dan filtrat dipekatkan

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986). Pada proses akhir

ekstraksi semua atau hampir pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa

diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).

H. Persea americana Mill. 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill.

(49)

2. Sinonim

Laurus persea L., Persea americana var. angustifolia Miranda, Persea

americana var. drymifolia (Schldtl &Cham) S. F. Blake, Persea americana var.

nubigena (L. O. Williams) L.E. Kopp, Persea drymifolia Schldtl. & Cham.,

Persea edulis Raf., Persea floccosa Mez, Persea gigantea L. O. Williams, Persea

gratissima C. F. Gaertn., Persea gratissima var. drimyfolia (Schldtl. & Cham.)

Mez, Persea gratissima var. macrophylla Meisn., Persea gratissima var. oblonga

Meisn., Persea gratissima var. praecox Nees, Persea gratissima var. vulgaris

Meisn., Persea pleiogyna Blake, Persea nubigena L. O. Williams, Persea

paucitriplinervia Lundell, Persea persea (L.) Cockerell, Persea streyermarkii C.

K. Allen. (Lim, 2012).

3. Nama lain

Alligator pear, avocado, avocado-per, butter fruit (Inggris), avocado

(Filipina), avocat, avocatier, zabelbok, zaboka (Prancis), alligatorbirne,

avocadobirne (Jerman), adpukat, avokad (Indonesia), apukado, avokado

(Malaysia), Aguacate, Pagua (Spanyol), awokado (Thailand) (Yasir, Das, Kharya,

2010).

4. Morfologi

Tanaman Persea americana berupa pohon yang selalu hijau, yang

tingginya mencapai 20 m. Pohon terdiri dari daun tunggal, tersusun spiral, tepi

daun rata; panjang tangkai daun 1,5-5 cm; daun berbentuk elips hingga lanset,

bulat telur hingga bulat telur sungsang, panjang daun 5-40 cm dan lebar 3-15 cm,

(50)

yang muncul di ujung cabang; bunga banci tersusun atas 3 daun mahkota,

memiliki bau harum; perhiasan bunga tersusun atas dua lingkaran; benang sari 9

di dalam 3 lingkaran; kumpulan benang sari di bagian dalam mengeluarkan 2

nektar di bagian dasarnya; putik terdiri atas satu ruang bakal buah, tangkai kepala

putik ramping dengan kepala putik tunggal (simple papillate stigma). Buah besar

berdaging dan berair (berry), berbiji tunggal, permukaan buah halus, panjang 7-20

cm. Buah besar dan bulat, dilapisi dua lapisan dan dua kotiledon besar yang

melindungi embrio kecil (Proseanet, 2012).

Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah

sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman akan tumbuh baik

pada ketinggian 200-1000 m dpl (Kemal, 2001).

5. Kandungan kimia

Biji Persea americana Mill. memiliki kandungan metabolit yang

berbeda-beda kadarnya. Kandungan metabolit sekunder pada biji Persea

americana, meliputi alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, dan saponin

(Marlinda, dkk., 2012).

6. Khasiat dan kegunaan

Kandungan metabolit buah dan biji Persea americana Mill, dilaporkan

mempunyai khasiat yang efektif yaitu untuk melawan hepatotoksisitas, inflamasi,

kanker, dan mengobati hipertensi (Arukwe, dkk., 2012). Adanya kandungan

flavonoid dapat mencegah kerusakan oksidatif sel, mempunyai aktifitas

perlindungan dan anti kanker yang kuat melawan tahap-tahap dalam

(51)

diketahui mempunyai beberapa khasiat, yaitu sebagai astringen, anti diare, anti

bakteri dan antioksidan.

I. Landasan Teori

Ginjal merupakan organ yang bekerja untuk menyaring darah sebanyak

kurang lebih 200 liter tiap harinya dan juga membuang sisa-sisa metabolisme

serta kelebihan cairan tubuh melalui urine (Rasjidi, 2008).

Adanya gangguan pada organ ginjal dapat menyebabkan terjadinya

penumpukan bahan-bahan beracun, seperti ureum dan nitrogen. Oleh karena itu,

kadar nitogen urea (BUN/ Blood Urea Nitrogen) dapat digunakan untuk

mengukur kemampuan fungsi ginjal. Selain itu dapat juga dihitung dari kadar

kreatinin, yaitu suatu bahan sisa metabolisme sel otot yang beredar dalam darah.

Fungsi ginjal disini adalah membuang kreatinin darah ke dalam urine. Jika fungsi

ginjal menurun tentunya kadar kreatinin dalam darah akan meningkat. Oleh

karena itu, kreatinin juga bisa digunakan untuk mengukur kemampuan fungsi

ginjal (Rasjidi, 2008).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang bersifat hepatotoksik

dan nefrotoksik. Senyawa ini akan dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450

sehingga terbentuk radikal bebas triklorometil (

CCl3) dan triklorometil peroksi

(

CCl3O2) yang bersifat lebih reaktif (Makni, dkk., 2011). Radikal bebas

triklorometil berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan

akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang

(52)

mengaktifkan senyawa oksigen reaktif selanjutnya mengakibatkan peroksidasi

lipid (Timbrell, 2008).

Adanya antioksidan dapat melindungi jaringan dari efek radikal bebas, ROS

(reactive oxygen species), dan peroksidasi lipid dan memperlambat proses

perjalanan penyakit kronis (Makni, dkk., 2011).

Pada penelitian Carpena, dkk. (2011), kandungan flavonoid dalam biji P.

americana mempunyai aktivitas antioksidan terhadap radikal CUPRAC, DPPH,

dan ABTS, melalui ekstraksi dengan larutan penyari metanol. Penelitian ini

dilakukan untuk membuktikan kemampuan kandungan antioksidan P. americana

sebagai nefroprotektif terhadap kerusakan ginjal akibat adanya radikal bebas

yang dihasilkan oleh karbon tetraklorida.

J. Hipotesis

Pemberian ekstrak metanol-air biji P. americana jangka panjang pada tikus

terinduksi karbon tetraklorida memiliki efek nefroprotektif terhadap kadar serum

(53)

32 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan penelitian acak lengkap pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel- variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Variabel utama

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis pemberian

ekstrak metanol-air biji P. americana.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah penurunan kadar serum

kreatinin dan gambaran histologis ginjal akibat pemberian jangka panjang

ekstrak metanol-air biji P. americana pada tikus jantan galur Wistar terinduksi

karbon tetraklorida.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan

uji, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan umur 2-3

bulan, frekuensi pemberian ekstrak metanol-air biji P. americana satu kali

(54)

cara pemberian senyawa pada tikus dilakukan secara per oral dan

intraperitoneal, dan bahan uji yang digunakan berupa biji P. americana yang

diperoleh dari Padang, Sumatera Barat diambil pada bulan Januari 2013.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi

patologis dari tikus jantan galur Wistar yang digunakan.

3. Definisi operasional

a. Ekstrak metanol-air biji P. americana. Ekstrak metanol-air biji P.

americana adalah ekstrak kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

serbuk kering biji P. americana seberat 10,0 g yang dilarutkan dalam 100

ml pelarut metanol-air secara maserasi (perendaman) selama 5x24 jam, hasil maserasi kemudian disaring menggunakan corong Buchner, yang dilapisi

kertas saring, sehingga diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman

diremaserasi kembali dengan metanol 70% selama 2x24 jam. Setelah

remaserasi, disaring dengan kertas saring, dievaporasi dengan suhu 70˚C

dan diuapkan di atas waterbath dengan suhu 80˚C, hingga diperoleh bobot

ekstrak tetap.

b. Dosis ekstrak metanol-air biji P. americana. Dosis ekstrak metanol-air biji

P. americana adalah sejumlah (gram) ekstrak metanol-air biji P. americana

tiap satuan kg berat badan dari subyek uji. Ekstrak biji P. americana dibuat

dengan mengekstraksi sejumlah (gram) serbuk biji P. americana dalam

(55)

c. Penurunan kadar serum kreatinin. Didefinisikan sebagai kemampuan

ekstrak metanol-air biji P. americana pada dosis tertentu untuk menurunkan

kadar serum kreatinin pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon

tetraklorida.

d. Pemberian jangka panjang. Pemberian ekstrak metanol-air biji P. americana

satu kali selama enam hari berturut-turut.

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan umur

2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Biji P. americana yang diperoleh dari Padang, Sumatera Barat yang diambil

pada bulan Januari 2013.

2. Bahan kimia

a. Bahan nefrotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang

diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Metanol dan air suling sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan

sediaan uji diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fitokimia Fakultas

(56)

c. Aqua bidestilata untuk blanko pengujian kreatinin, yang dipeoleh dari

laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Kontrol serum Kreatinin Cobas® (PreciControl ClinChem Multi 2)

Roche/Hitachi analyzer

e. Olive oil Bertolli®

f. Reagen serum kreatinin

D. Alat atau Instrumen Penelitian

1. Alat ekstraksi

Seperangkat alat gelas berupa beker gelas, erlenmeyer, gelas ukur, labu

ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (pyrex

Iwaki Glass®). Mesin penyerbuk Retsch®, ayakan no 40 Electric Sieve Shaker

Indotest Multi Lab®, timbangan analitik Mettler Toledo®, moisture balance,

orbital shaker Optima®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, oven

Memmert®.

2. Alat uji nefroprotektif

Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi,

labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Timbangan

elektrik Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie

Wilten®, spuit per oral dan syringe 3 cc Terumo®, spuit ip. dan syringe 1 cc

(57)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk biji P. americana

Determinasi biji P. americana dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri

makroskopis dan mikrokopis serbuk biji P. americana yang berasal dari

Padang dengan serbuk biji yang telah diketahui pasti merupakan serbuk biji P.

americana Mill berdasar ciri-ciri morfologinya.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah biji P. americana yang sudah dalam

bentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, yang diperoleh dari wilayah

Padang, Sumatera Barat, pada bulan Januari 2013.

3. Pembuatan serbuk

Biji P. americana dicuci bersih di bawah air mengalir dan bagian kulit ari

dari biji alpukat tersebut dibuang. Setelah bersih biji dipotong kecil-kecil dan

diangin-anginkan hingga biji tidak tampak basah kemudian dilakukan

pengeringan menggunakan oven pada suhu 50 ˚C selama 24 jam. Setelah

kering biji dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40 supaya

kandungan fitokimia yang terkandung dalam biji P. americana lebih mudah

terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin

besar.

4. Penetapan kadar air serbuk biji Persea americana Mill

Penetapan kadar air serbuk biji P. americana bertujuan untuk mengetahui

(58)

yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,

1995).

Penetapan kadar air serbuk biji P. americana dilakukan dengan

menggunakan alat moisture balance menggunakan metode susut bobot

pengeringan. Serbuk dipanaskan pada suhu 105 ˚C selama 15 menit.

Kemudian serbuk ditimbang ulang dan dihitung sebagai bobot sesudah

pemanasan. Selisih bobot sebelum pemanasan dan sesudah pemanasan

merupakan kadar air dari sampel yang diteliti.

5. Pembuatan pelarut metanol-air (70:30)

Larutan metanol-air (70:30) digunakan sebagai cairan penyari pada tahap

maserasi pembuatan ekstrak biji P. americana. Dasar pemilihan larutan penyari

ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Carpena, dkk. (2011), yang

menyatakan bahwa biji P. americana yang diekstraksi dengan metanol-air

(70:30) dapat menyari senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan yang

bersifat polar.

6. Pembuatan ekstrak metanol-air biji P. americana

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Sebanyak 10 g serbuk biji P.

americana direndam dalam 100 mL pelarut metanol-air (70:30) pada suhu

kamar selama 5x24 jam. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol agar

senyawa kimia yang terkandung dalam biji P. americana dapat larut dalam

pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi kemudian disaring

menggunakan corong Buchner, yang dilapisi kertas saring, sehingga diperoleh

(59)

selama 2x24 jam. Filtrat hasil saringan dipindahkan dalam labu alas bulat

untuk dievaporasi. Tujuan proses evaporasi adalah menguapkan cairan penyari

pada proses maserasi. Prinsip alat vaccum evaporator adalah menguapkan

pelarut dengan suhu rendah dan berputar dan menggunakan tekanan tinggi

untuk membantu proses penguapan. Hasil evaporasi dituangkan dalam cawan

porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan

rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan

hasil evaporasi dipanaskan di atas waterbath dengan suhu 80 ˚C untuk

mendapatkan ekstrak metanol-air biji P. americana yang kental dengan bobot

pengeringan ekstrak yang tetap. Menghitung rata-rata rendemen lima replikasi

ekstrak metanol biji Persea americana kental yang telah dibuat.

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

Rata-rata rendemen = = 2,78 g

7. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat

dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta

dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan

ekstrak per cawannya dengan pelarut yang sesuai, yaitu CMC Na 1%

(Kurniawati, dkk., 2011).

8. Penetapan dosis ekstrak metanol-air biji P. americana

Penetapan peringkat dosis didasarkan pada perhitungan dengan bobot

Gambar

Gambar 15 Fotomikroskopik Ginjal Tikus Normal .........................................
Gambar 1. Struktur ginjal
Gambar 2. Struktur nefron
Gambar 3. Struktur Glomerulus dan kapiler glomerular
+7

Referensi

Dokumen terkait

Etika yang mana merupakan hasil pemikiran manusia tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan manusia secara definisi tentunya dalam hal bisnis tidak terlepas

Peran Perempuan Paska Perceraian di GPM Jemaat Kategorial Lanud Pattimura dari Perspektif Konseling

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana pada Program Studi S1 Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

• Untuk mengerjakan boneka memerlukan waktu 1jam pekerjaan tukang kayu dan 2 jam tukang poles sedang untuk kereta api diperlukan 1jam pekerjaan tukang kayu dan 1 jam

dioFij 6 Pedu &pd nqopt l..

DAFTAR PESERTA UJIAN TENGAH SEMESTER G-rrS) SEMESTER

(2) Format Surat Pernyataan Penerima Bantuan Operasional Pondok Pesantren sebagaimana terlampir dalam Petunjuk Teknis ini yang menyatakan kesediaan penggunaan dana Bantuan

FKTP dapat menjadi teladan untuk FKTP di sekitarnya serta menjadi tempat pembelajaran ( benchmark ) bagi tenaga kesehatan dan FKTP lainnya. FKTP dapat menjadi salah satu