• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 PROFIL KABUPATEN MINAHASA SELATAN - DOCRPIJM c23dcf0b56 BAB IIBAB 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 PROFIL KABUPATEN MINAHASA SELATAN - DOCRPIJM c23dcf0b56 BAB IIBAB 2"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

8

BAB 2 PROFIL KABUPATEN MINAHASA SELATAN

2.1. Wilayah Administrasi

i. Gambaran Administrasi Wilayah

Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara

dengan Ibukota Amurang. Jarak dari Amurang ke Manado Ibukota Provinsi Sulawesi Utara ± 64

km. Secara geografis, Kabupaten Minahasa Selatan terletak antara 0,47’-1,24’ Lintang Utara dan 124,18’-12445’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif terletak di sebelah Selatan

Kabupaten Minahasa, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa

Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Tenggara

Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow

dan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Barat : Berbatasan dengan Laut Sulawesi

Luas wilayah kabupaten Minahasa Selatan adalah berupa daratan seluas 1.484,47 km2. Akhir

tahun 2015, wilayah administrasi Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari 17 wilayah

kecamatan dengan luas daratan masing- masing Kecamatan, yaitu:

Tabel 2.1 Luas Wilayah Minahasa Selatan berdasarkan Kecamatan

No Kecamatan Luas (Km2)

1 Modoinding 46,98 km2

2 Tompaso Baru 129,48 km2

3 Maesaan 143,98 km2

4 Ranoyapo 102,44 km2

5 Motoling 15,11 km2

6 Kumelembuai 37,89 km2

7 Motoling Barat 128,40 km2

8 Motoling Timur 50,44 km2

9 Sinonsayang 104,58 km2

10 Tenga 125,39 km2

11 Amurang 69,45 km2

12 Amurang Barat 103,40 km2

13 Amurang Timur 152,73 km2

14 Tareran 51,91 km2

(2)

9

16 Tumpaan 78,26 km2

17 Tatapaan 108,19 km2

Sumber : BPS Minahasa Selatan 2015

Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kabupaten Minahasa Selatan, 2015

(3)

10 ii. Peta Wilayah

Sumber : BPS Minahasa Selatan 2015

2.2. Potensi Wilayah

Pertanian

Umumnya komoditi tanaman pangan yang diusahakan oleh penduduk adalah padi sawah, padi

ladang, jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar. Untuk tahun 2014,

capaian produksi tanaman pangan di Kabupaten Minahasa Selatan diperlihatkan pada Tabel

berikut.

Tabel 2.2 Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Minahasa Selatan

No Komoditi LuasTanam (Ha)

LuasPanen (Ha)

Provitas (Ton/Ha)

Produksi (Ton)

1. Padi Sawah 11.616 12.884 5.335 68.740

2. Padi Ladang 1.167 2.086 2.613 5.451

3. Jagung 17.615 19.451 4.262 82.910

4. Kedelai 400 325 1,471 478

5. Kacang Tanah 603 603 1,421 857

6. Kacang Hijau 24 38 1,316 50

7. Ubi Kayu 290 221 13,312 2.942

8. Ubi Jalar 205 174 9,730 1.693

(4)

11

Berdasarkan data produksi tanaman pangan pada Tabel Diatas, komoditi jagung memiliki

produksi terbesar dibandingkan dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena masyarakat

telah menerapkan teknologi pertanian berupa penggunaan benihunggul dan pemakaian

pupukyang berimbang. Sedangkan pengelolaan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor,

tenaga sapi dan manusia.

Tanaman hortikultura (komoditi sayur-sayuran semusim) di Kabupaten Minahasa Selatan

mempunyai potensi yang besar dan kualitas yang baik. Umumnya tanaman hortikultura

bertumbuh dan berkembang dengan baik di Kecamatan Modoindingyang telah ditetapkan

sebagai kawasan pengembangan agropolitan. Berbagai komoditi hortikultura telah dipasarkan di

tingkat regional, nasional maupun internasional, sehingga kontribusinya sangat besar dalam

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekaligus memberikan dampak positif

bagi upaya meningkatkan pendapatan daerah. Dari tahun ke tahun produksi tanaman

hortikultura mengalami peningkatan. Untuk tahun 2014, capaian produksitanaman hortikultura

di Kabupaten Minahasa Selatan ditunjukkan pada Tabel Berikut.

Tabel 2.3 Produksi Tanaman Hortikultura di Kabupaten Minahasa Selatan

No Komoditi Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Provitas (Ton/Ha) Produksi (Ton)

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Kabupaten Minahasa Selatan juga memilki potensi buah-buahan tahunan, biofarmaka (tanaman

obat-obatan) dan tanaman hias yang baik. Untuk tahun 2014, capaian produksinya

masing-masing sebagaimana diperlihatkan pada Tabel-tabel Berikut.

Tabel 2.4 Potensi Buah-buahan Tahunan di Kabupaten Minahasa Selatan

(5)

12

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.5 Potensi Tanaman Obat-obatan di Kabupaten Minahasa Selatan

No Komoditi Penanaman

Baru (M2)

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.6 Potensi Tanaman Hias di Kabupaten Minahasa Selatan

No Tanaman Hias Penanaman

Baru (M2) Luas Panen (M2) Provitas (Tki/ M2) (Tangkai) Produksi

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Perkebunan

Tanaman perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar memegang peranan

penting dalam perekonomian masyarakat di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan. Umumnya

tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan yaitu, kelapa, cengkeh, panili, aren,kopi (robusta

dan arabica),kakao (coklat),cassiavera, jarak pagar danpala walaupun pola penanaman masih

(6)

13

komoditas tersebut, kelapa, cengkeh dan aren menjadi komoditas unggulan karena terkait

langsung dengan kehidupan masyarakat.

Komoditas kelapa adalah pohon kehidupan dan supermarket alami yang menghasilkan buah

kelapa sebagai sumber pangan, minuman, minyak makan serta santan. Tanaman ini memiliki

keterkaitan sosial-budaya bagi jutaan masyarakat di dunia. Pada era kesehatan modern dewasa

ini, terbukti bahwa buah kelapa mempunyai kemampuan menjaga kesehatan manusia yang luar

biasa, yaitu dengan dijadikannya minyak kelapa murni (virgin coconut oil).

Tanaman cengkehwujud produksinya adalah bunga kering merupakan komoditas yangdahulunya dikenal dengan ”emas coklat” karena harganya yang tinggi.

Tanaman aren adalah komoditas yang memiliki keterkaitan langsung dengan sosial-budaya

masyarakat. Dengan pengolahannya secara tradisional, nira dari aren dapat dibuat alkohol (cap

tikus), gula merah (gula batu) dan dijadikan minuman khas (saguer) dalam acara-acara tertentu.

Untuk komoditas kopi,wujud produksinya adalah biji kering. Umumnya yang diusahakan

masyarakat adalan kopi robusta, sedangkan kopi arabica hanya dikelola di Kecamatan

Modoinding.

Tanaman perkebunan rakyat lain, pala wujud produksinya biji kering, panili wujud produksinya

polong kering, cassiavera wujud produksinya kulit kering dan jarak pagar wujud produksinya

biji kering.

Untuk perkebunan besar, dikelola oleh swasta berupa komoditas kelapa dan kakao yang

ditangani secara intensif. Kakao wujud produksinya adalah biji kering.

Luas areal dan produksi perkebunan rakyat berdasarkan komoditas pada tahun 2015 di

Kabupaten Minahasa Selatan diperlihatkan pada Tabel table Berikut.

Tabel 2.7 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditas Kelapa

(7)

14 16. Motoling Barat 1.206,00 162,50 987,50 31,00 1.181,00 1.104,02 1.117,99 825

17. Motoling Timur 1.443,00 45,00 1.376,00 27,00 1.448,00 1.381,50 1.004,00 854

Jum lah 49.737,22 6.242,36 40.295,86 2.279,00 48.817,22 51.535,98 1.278,94 27.336 Sumber : Profil KAbupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.8 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditas Cengkeh

No Kecamatan Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.9 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditas Vanili

No Kecamatan

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.10 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditas Aren

(8)

15

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.11 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditas Kopi Robusta

No Kecamatan

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.12 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Komoditas

(9)

16

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Kehutanan

Pada dasarnya penataan ruang suatu wilayah adalah pengaturan penggunaan lahan yang ada di

wilayah tersebut. Sehubungan dengan itu, penggunaan lahan yang ada (existing land use) harus juga menjadi pertimbangan dalam penataan ruang selanjutnya.

Kabupaten Minahasa Selatan memiliki potensi hutan yang sangat besar, tetapi potensi hutan

yang besar tersebut belum dikelola secara optimal karena beberapa sebab, yaitu penataan

kawasan hutan (termasuk tata ruang hutan) yang belum teratur, belum terbentuknya unit

pengelolaan hutan pada seluruh kawasan hutan, pemanfaatan hutan yang belum berpihak kepada

masyarakat, pemanfaatan hutan yang masih bertumpu pada hasil hutan kayu, pengawasan dan

penegakan hukum terhadap pelanggaran dan pengelolaan hutan yang masih lemah, upaya

konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan kritis belum mendapat perhatian yang memadai.

Berkurangnya kawasan hutan juga menyebabkan terjadinya kesenjangan antara pasokan dan

kebutuhan bahan baku industri. Sementara itu, potensi hasil hutan bukan kayu belum

berkembang secara optimal. Hal ini terkait dengan masih rendahnya pendapatan dan kualitas

hidup masyarakat di dan sekitar kawasan hutan yang umumnya mengusahakan hasil hutan

bukan kayu secara tradisional dan terbatas.

Potensi hutan di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan merupakan sumberdaya yang cukup

besar, baik dalam rangka menjaga stabilitas ekosistem alam maupun untuk dikelola menjadi

hutan produksi. Hutan produksi yaitu hutan yang dapat dimanfaatkan material (kayu maupun

hasil lainnya) dengan tetap memperhatikan fungsi konservasinya.Berdasarkan data luas hutan di

wilayah Kabupaten Minahasa Selatan cenderung mengalami pengurangan/penyempitan dari

tahun ke tahun. Hal ini karena antara lain adanya penebangan dan perambahan hutan untuk

dijadikan lahan pertanian oleh masyarakat. Untuk menanggulangi fenomena tersebut telah

diupayakan menggalakkan kegiatan penghijauan dan reboisasi.Luas hutan menurut fungsinya

dan luas kawasan hutan menurut kelompok hutan dan kecamatan di Kabupaten Minahasa

(10)

17 Tabel 2.13 Luas Hutan Menurut Fungsinya

No Fungsi Hutan

Sumber :Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.14 Luas Kawasan Hutan Menurut Kelompok Hutan dan Kecamatan

No Kelompok Hutan Kecamatan Perkiraan Luas

(Ha)

I. Hutan Lindung 21.269,82

1. CA. Gn. Ambang Modoinding/Tompasobaru 3.396,78

2. HB. Tatapaan Tatapaan 218

3. HB. Tg. Walantaw Sinonsayang/Tenga/ Amurang Barat

341,63 4. HL. Gn. Lolombulan Sinonsayang/Tenga/

Motoling/Kumelembuai

1.200 5. HL. Gn. Simbalang Modoinding/Tompasobaru 3.793

6. HL. Gn. Poopotelu Sinonsayang 412,82

7. HL. Gn. Soputan Amurang Timur 7.936,59

8. HL. Torout Tompasobaru 557

9. SM. Manembo-nembo Tumpaan/Tatapaan 3.414

II. Taman Nasional 207

1. HB. TN. Bunakaen Tatapaan 207

III. Hutan Produksi 16.367,44

1. HP. S. Poigar Modoinding/Tompasobaru/Po igar

8.048 2. HP. S. Ranoiapo Ranoiapo/Motoling/Tompaso

baru

8.319,44

IV. Hutan Produksi Terbatas 13.868,81

1. HPT. Gn. Sinonsayang Sinonsayang/Motoling/ Ranoiapo

3.703,47

2. HPT. Gn. Surat Tompasobaru/Ranoiapo 9.592,69

3. HPT. Gn. Lolombulan Tenga 464,65

4. HPT. Mintu Modoinding 108

Jumlah 51.713,07

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Saat ini, di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan, baik pemerintah maupun masyarakat sedang

giat-giatnya melakukan penanaman pohon. Selain penanaman pohon di hutan, juga dilaksanakan

penanaman pohon di wilayah pesisir, berupa mangrove. Untuk jenis kegiatan dan luasnya,

diperlihatkan pada Tabel Berikut.

Tabel 2.15 Jenis Kegiatan dan Luas Tanaman Kayu

No Kegiatan

(11)

18 Nangka

2. Reboisasi 3.170 2.889.000 Mahoni, Nantu, Cempaka,

Kayu Manis, Durian, Nangka

3. Rehabilitasi Mangrove 155 511.500 Rhizophora, Avicenia, Soneratia

4. Swadaya Masyarakat 185,1 157.905 Cempaka, Nantu, Mahoni, Kayu Jati

J u m l a h 4.835,1 4.088.405

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Minahasa Selatan memiliki wilayah pesisir dengan panjang garis pantai ± 168,22

km,mempunyai potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dapat dikembangkan dandapat

meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Selain potensial untuk budidaya perikanan laut,

penangkapan ikan,juga memiliki panorama yang indah sehingga dapat dikembangkan untuk

pariwisata.Dari 17 kecamatan diKabupaten Minahasa Selatan, 7 (tujuh) kecamatan di

antaranyamemiliki wilayah pesisir dan laut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut dan

penangkapan ikan, yaitu Kecamatan Tatapaan, Kecamatan Tumpaan, Kecamatan Amurang

Timur, Kecamatan Amurang, Kecamatan Amurang Barat, Kecamatan Tenga dan Kecamatan

Sinonsayang. Untuk budidaya perikanan darat, yaitu dengan tersedianya lahan/areal tambak,

kolam dan karamba yang umumnya pada wilayah-wilayah yang memiliki areal sawah, di

samping sungai dan danau. Namun demikian, potensi sumberdaya kelautan dan perikanan

tersebut belum dapat dimanfaatkan dan dikelola secara optimal oleh karena berbagai

permasalahan. Permasalahan-permasalahan tersebut di antaranya :

1. Kondisi nelayan, umumnya miskin dan masih merupakan nelayan tradisional;

2. Masih tingginya ketidakseimbangan pemanfaatan stok perikanan tangkap

antarkawasan/wilayah dan antar spesies;

3. Banyaknya praktik Illegal Unreported and Unregulated Fishing yang menyebabkan kerugian negara;

4. Pengusahaan perikanan budidaya yang masih belum efisien;

5. Sarana dan prasarana perikanan yang belum memadaiserta input-input lain, seperti

masalah benih, pakan, kesehatan ikan, dukungan permodalan, riset dan iptek perikanan;

6. Penanganan dan proses pengolahan produk-produk perikanan belum berkembang dengan

(12)

19

7. Di pasar global, produk perikanan menghadapi kendala oleh adanya hambatan tarif dan

nontarif yang dikaitkan pula dengan isu-isu lingkungan dan kesehatan.

Apabila permasalahan-permasalahan tersebut dapat ditangani, sumberdaya kelautan dan

perikanan mempunyai prospek besar untuk dikembangkan peranannya dalam mendukung

pembangunan nasional.Potensi kelautan dan perikanan di Kabupaten Minahasa Selatan

diperlihatkan pada Tabel Berikut.

Tabel 2.16 Potensi Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Minahasa Selatan

No Kriteria Teknis Volume Satuan

(1) (2) (3) (4)

1. Kawasan Minapolitan / Sentra Produksi :

a. Kawasan Minapolitan Tatapaan 2.500 Ha

b. Kawasan Minapolitan Amurang 6 Kecamatan

c. Kawasan Sentra Produksi Perikanan 7 Kecamatan

2. Produksi Perikanan :

a. Produksi Perikanan Tangkap 11.125,7 Ton

b. Produksi Perikanan Budidaya 2.793,5 Ton

c. Produksi Produk Olahan Hasil Perikanan 2.437,35 Ton

3. Produksi Benih Ikan 13.989.000 Ekor

4. Balai Benih Ikan (BBI) :

a. Balai Benih Ikan (BBI) Tompasobaru 1 Unit

b. Unit Pembenihan Rakyat (UPR) 16 Unit

5. Pengelolaan Lahan Budidaya :

a. Pengelolaan Lahan Budidaya Air Tawar 640,12 Ha

b. Pengelolaan Lahan Budidaya Air Payau Ha

c. Pengelolaan Lahan Budidaya Laut 515,0 Ha

6. Potensi Lahan Budidaya :

a. Potensi Lahan Budidaya Air Tawar 1.650 Ha

b. Potensi Lahan Budidaya Air Payau 4 Ha

c. Potensi Lahan Budidaya Laut 2.310 Ha

7. Luas Laut 56.000 Ha

8. Luas Perairan Umum Daratan Untuk Perikanan Tangkap 318,94 Ha

9. Jumlah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 1 Unit

10. Jumlah Perahu Tanpa Motor 635 Unit

11. Jumlah Perahu Motor Tempel 171 Unit

12. Jumlah Perahu Motor Katinting 149 Unit

(13)

20

No Kriteria Teknis Volume Satuan

14. Jumlah Pajeko (Purse Seine) 41 Unit

15. Jumlah Jaring Insang (Gillnet) 374 Unit

16. Jumlah Sero 177 Unit

17. Jumlah Rumpon 122 Unit

18. Jumlah Alat Tangkap Lainnya 210 Unit

19. Tenaga Kerja Perikanan :

a. Nelayan 9.101 Orang

b. Pembudidaya Ikan 2.115 Orang

c. Pengolah Ikan 401 Orang

d. Pemasar Produk Perikanan 1.285 Orang

20. Jumlah Unit Pengolah Ikan (UPI) 27 Unit

21. Jumlah Unit Pemasaran Ikan (Pasar Ikan Higienis, Los Pasar Ikan, Pasar Ikan Tradisional)

1 Unit

22. Jumlah Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

17 Kelompok

23. Jumlah Prasarana Pos Pengawasan SDKP 9 Unit

24. Jumlah Kasus Pelanggaran Bidang SDKP - Kasus

25. Pulau-Pulau Kecil :

a. P. Tatapaan 2,5 Ha

b. P. Sepatu 0,1 Ha

c. P. Burung 0,1 Ha

d. P. Tikus 0,1 Ha

26. Luas Mangrove 939,590 Ha

27. Luas Terumbu Karang 1.349.625 Ha

28. Luas Padang Lamun 2.046.213 Ha

29. Luas Kawasan Konservasi Perairan Laut (termasuk KKLD) 26.000 Ha 30. Danau :

a. D. Mokobang 3 Ha

b. D. Iloloy 6 Ha

c. D. Moat 4 Ha

d. D. Luak 2 Ha

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Prospek pengembanganusaha budidaya laut di Kabupaten MinahasaSelatan sangat menjanjikan,

antara lain usaha budidaya rumput laut,ikan kerapu, ikan kuwe dan sidat. Sedangkan untuk

usaha budidaya perikanan darat telah dikembangkan jenis ikan mas, nila, mujair dan betutu

(14)

21

potensi usaha perikanan budidaya serta komoditas eksport perikanan di Kabupaten Minahasa

Selatan ditunjukkan pada Tabel-tabel berikut.

Tabel 2.17 Potensi Perikanan Budidaya di Kabupaten Minahasa Selatan

No Komoditas

Areal Budidaya (Ha) Produksi

(Ton)

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.18 Potensi Usaha Perikanan Budidaya di Kabupaten Minahasa Selatan

No Usaha

Sumber :Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.19 Komoditas Eksport Perikanan di Kabupaten Minahasa Selatan

No Jenis Usaha Komoditas 2. Ikan Beku Cakalang, Tongkol,

Lajang

Pajeko Purse Seine

Jakarta CV. Sakura Ria

3. Ikan Beku Cakalang, Tongkol, Lajang

Pajeko Purse Seine

(15)

22

4. Ikan Segar Kerapu KJA Hongkong CV. Prima Tuna

Sejati

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Peternakan

Kabupaten Minahasa Selatan memiliki potensi peternakan yang dapat dikembangkan dan

meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat. Selain memiliki lahan yang luas, juga

didukung dengan ketersediaan pakan dari hasil pertanian, seperti jagung, karena sebagian besar

penduduk Kabupaten Minahasa Selatan adalah petani. Umumnya peternakan yang diusahakan

adalah sapi, kuda, babi, kambing, ayam buras, ayam ras, itikdan anjing. Untuk ternak sapi, babi,

ayam buras, itik dan anjingtersebar di semua kecamatan. Khusus ternak sapi dan kuda

dimanfaatkan oleh penduduk sebagai angkutan tradisional, roda sapi dan bendi. Produksi

daging dan telur (ayam, itik,puyuh) dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Kabupaten

Minahasa Selatan, bahkan banyak yang dipasarkan ke daerah lain. Untuk populasi ternak dan

produksi daging serta produksi telur di Kabupaten Minahasa Selatan dapat dilihat pada

Tabel-tabel berikut.

Tabel 2.20 Potensi Peternakan di Kabupaten Minahasa Selatan

No Kecamatan

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.21 Potensi Peternakan Unggas di Kabupaten Minahasa Selatan

(16)

23

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Tabel 2.22 Produksi Telur di Kabupaten Minahasa Selatan

No Kecamatan

Ayam Buras Ayam Petelur Itik

Populasi

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Pertambangan dan Energi

Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi berbukit-bukit atau pegunungan

yang di dalamnya banyak terkandung berbagai deposit tambang dengan nilai ekonomis penting,

(17)

24

kecamatan disamping deposit lainnya. Dengan mengalirnya sungai-sungai besar, menghasilkan

pasir, kerikil dan batu yang banyak digunakan dalam pembangunan fisik sebagai bahan baku

utama. Potensi pertambangan di Kabupaten Minahasa Selatan terangkum pada Tabel Berikut.

Tabel 2.23 Potensi Pertambangan di Kabupaten Minahasa Selatan

No Jenis Bahan Galian

Lokasi Cadangan Luas

(Ha) Penyelidik Kecamatan Tempat Jenis Total

1 2 3 4 5 6 7 8

2. Belerang Amurang Timur G. Soputan Terukur 185.136 Ton Tatapaan Sulu, Paslaten Indikasi

4. Pasir Besi Sinonsayang Poigar

Terukur 1.326,5

Indikasi 1.800 DPE Minsel

Maesaan Torout

Amurang Barat Rumoong Baw ah

Amurang Buyungon

Amurang S. Ranow angko, Kilometer 3, Uw uran 2, Lew et

Indikasi 200

DPE Minsel

Amurang Timur S. Pentu-Lopana 50

6. Lempung Tenga Radey Indikasi 250 DPE Minsel

Motoling Timur Tokin, Karimbow Terukur 3.714.375 m3

50 PT Adco Morino (1993)

7. Tras Tumpaan Tangkuney Indikasi 50 DPE Minsel

8. Batu Kapur Sinonsayang Blongko Indikasi 50 DPE Minsel

9. Kaolin Tompasobaru Batukulo Indikasi DPE Sulut

(1996)

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

2.3. Demografi dan Urbanisasi

i. Jumlah Penduduk

Pada akhir tahun 2014 tercatat jumlah penduduk Kabupaten Minahasa Selatan sebanyak 203 317

jiwa. Jumlah ini mencakup penduduk bertempat tinggal tetap maupun penduduk bertempat

tinggal tidak tetap. Rasio Jenis Kelamin penduduk Kabupaten Minahasa Selatan menunjukkan

angka di atas 100. Ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Minahasa Selatan

(18)

25

Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Minahasa Selatan, 2010 – 2014

(19)

26

Piramida Penduduk Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2014

Jumlah Penduduk Akhir Tahun Menurut Kecamatan, 2010-2014

(20)

27

Luas dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan, 2014

Sumber : BPS Kabupaten Minahasa Selatan

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, 2014

(21)

28 ii. Jumlah Penduduk Miskin

Keadaan dan kepadatan penduduk suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh tersedianya

berbagai fasilitas sarana dan prasarana yang dapat mendukung aktivitas ekonomi dan sosial

budaya. Kecenderungan tersebut terlihat dalam kehidupan penduduk perkotaan, di mana

fasilitas sarana dan prasarana selalu lebih lengkap dan kompleks dari pada penduduk di

pedesaan. Hal ini disebabkan setiap manusia pada hakekatnya selalu ingin menikmati fasilitas

hidup yang lebih baik dan lebih layak.

penduduk Kabupaten Minahasa Selatan tersebar pada bentang wilayah dengan kepadatan yang

cukup rendah dan sebagian besar terkonsentrasi di ibukota kecamatan. Kondisi tersebut

mengisyaratkan bahwa Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai potensi sumber daya manusia

yang dapat membangun dan mengembangkan daerahnya.

Sebagai suatu kabupaten pemekaran, Minahasa Selatan tidak terlepas dari masalah kemiskinan.

Kemiskinan merupakan suatu fenomena masyarakat yang sudah lama terjadi dan dapat terjadi di

mana saja tanpa memperhatikan lokasi, sehingga sifatnya global. Kemiskinan di suatu wilayah

mempunyai hubungan dengan kondisi wilayah dan pembangunan ekonomi wilayah. Tingkat

kemiskinan Kabupaten Minahasa Selatan sejak tahun 2008-2012 mengalami penurunan sampai

dengan 8,61% atau 17.100 jiwa. Namun pada tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi

10,08% atau 20.400 jiwa.Selengkapnya data kemiskinan Kabupaten Minahasa Selatan dari

tahun 2005-2013 diperlihatkan pada Tabel Berikut.

Tabel 2.24 Data Kemiskinan Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2005-2013

No Tahun

Sumber : Data Juli 2015, Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara

Dalam upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Minahasa Selatan, salah satu usaha yang

dilakukan adalah meningkatkan penggunaan teknologi pada sektor-sektor ekonomi yang unggul,

yaitu sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Dengan demikian, melalui sektor-sektor

ekonomi tersebut memberikan nilai tambah terhadap pendapatan ekonomi masyarakat. Untuk

dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga yang menggantungkan hidup pada sektor

pertanian, salah satu kebijakan yang perlu dilakukan adalah peninjauan kembali harga

(22)

29

menyangkut hak-hak penduduk. Dengan meningkatnya harga jual komoditas pertanian, maka

pendapatan petani (rumah tangga pertanian) juga akan meningkat.

Pendekatan lain yang dapat dilakukan dalam rangka pengentasan kemiskinan adalah melalui

pendekatan sosio-kultural, yaitu dengan membangun motivasi masyarakat untuk menghilangkan

tradisi atau adat yang menjadi penghambat bagi kemajuan penduduk setempat. Salah satu cara

yang dilakukan adalah memotivasi kepada penduduk miskin bahwa untuk mencapai suatu

(23)

30 2.4. Isu Strategi Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

i. Data Perkembangan PDRB

PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang biasanya

satu tahun ataupun dalam tiga bulan atau semesteran. Yang dimaksud dengan nilai tambah

adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan),

penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Data PDRB merupakan salah satu indikator

ekonomi makro yang menunjukkan kondisi perekonomian suatu wilayah atau daerah dalam

suatu kurun waktu tertentu.

Nilai PDRB Kabupaten Minahasa Selatan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Terhitung pada akhir tahun 2013 telah mencapai 3,67 triliun rupiah menurut harga berlaku

(ADHB) atau 1,60 triliun rupiah bila diukur dengan harga tahun dasar 2000 (ADHK).

Perbedaan nilai ini merupakan akibat dari perubahan harga barang dan jasa di tingkat produsen

yang terus meningkat tiap tahunnya. Nilai PDRB Kabupaten Minahasa Selatan dari tahun

2003-2013 diperlihatkan pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.29 PDRB Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2003-2013

Tahun

Nilai PDRB (Triliun Rupiah)

ADHB ADHK

2003 1,09 0,89

2004 1,22 0,94

2005 1,36 0,98

2006 1,54 1,03

2007 1,77 1,08

2008 2,01 1,15

2009 2,28 1,22

2010 2,59 1,33

2011 3,01 1,41

2012 3,32 1,50

2013 3,67 1,60

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Minahasa Selatan di tahun 2013 telah mencapai 6,64%.

Apabila dibandingkan dengan tahun 2012sebesar 6,37%, menunjukan pertumbuhan ekonomi

yang meningkat. Jika dilihat dari kelompok sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier,

(24)

31

7,35%. Hal ini mengindikasikan adanya perkembangan perekonomian yang seimbang dan

mengarah kepada perekonomian moderen.Pertumbuhan ekonomi beserta dengan kelompok

sektor ekonomi Kabupaten Minahasa Selatan dari tahun 2003-2013 ditunjukkan pada Tabel

berikut.

Tabel 2.30 Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Kelompok Sektor Ekonomi Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2003-2013

Tahun

Pertumbuhan

Ekonomi (%)

Pertumbuhan Kelompok Sektor Ekonomi (%)

Primer Sekunder Tersier

2003 3,87 2,62 4,42 5,55

2004 5,08 5,69 4,33 4,80

2005 4,33 3,37 4,00 6,43

2006 4,83 4,16 4,96 5,85

2007 5,24 4,77 5,56 5,73

2008 6,32 6,69 7,14 4,81

2009 6,41 5,12 7,59 7,38

2010 8,57 10,91 7,00 6,27

2011 6,03 0,80 10,41 10,57

2012 6,37 4,46 8,70 6,93

2013 6,64 4,81 8,63 7,35

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

Dilihat daristrukturnya,perekonomian di Kabupaten Minahasa Selatan pada tahun 2013masih

didominasi oleh sektor pertanian dengan peranan sebesar 30,31%. Selanjutnya diikuti oleh

sektor bangunan/konstruksi sebesar 17,95%, sektor jasa-jasa sebesar 11,69%,sektor

pengangkutan dan komunikasi sebesar 11,07%, sektor industri pengolahan sebesar 10,92%,.

Sedangkan sektor-sektor lain memiliki kontribusi tidak lebih dari 10%, dan kontribusi paling

kecil disumbangkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih yang hanya mencapai 0,58%.

Selengkapnya struktur ekonomi Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2010-2013 dapat dilihat

pada Tabel berikut.

Tabel 2.31 Struktur Ekonomi Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2010-2013

No Struktur Ekonomi

Kontribusi(%)

2010 2011 2012 2013

1. Sektor Pertanian 31,61 32,54 31,01 30,31

2. Sektor Bangunan/Konstruksi 17,06 17,08 17,70 17,95

3. Sektor Jasa-Jasa 11,15 11,09 11,25 11,69

(25)

32

No Struktur Ekonomi

Kontribusi(%)

2010 2011 2012 2013

5. Sektor Pengangkutan danKomunikasi 10,20 10,11 10,73 11,07

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 8,23 8,40 8,53 8,55

7. Sektor Pertambangan danPenggalian 8,00 7,48 7,08 6,89

8. Sektor Keuangan, Persewaan/Real Estatedan Jasa Perusahaan

2,03 1,96 1,99 2,04

9. Sektor Listrik, Gas dan Air 0,62 0,58 0,57 0,58

Sumber : Profil Kabupaten Minahasa Selatan 2015

ii. PDRB Per Kapita

Seiring dengan semakin meningkatnya perekonomian Kabupaten Minahasa Selatan yang

tercermin dengan semakin meningkatnya PDRB, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

dasar harga konstan, maka PDRB perkapita Kabupaten Minahasa Selatan selalu mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2013, PDRB perkapita penduduk Kabupaten Minahasa

Selatan sebesar 18,34 juta rupiah setahun jika dihitung atas dasar harga berlaku atau sekitar 7,98

juta rupiah jika dihitung atas dasar harga konstan. PDRB perkapita Kabupaten Minahasa

Selatandari tahun 2003-2013 tercantum pada Tabel berikut.

Table 2.32 PDRB Perkapita Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2003-2013

Tahun

PDRB Perkapita (Juta Rupiah)

ADHB ADHK

2003 6,01 4,95

2004 6,76 5,19

2005 7,49 5,41

2006 8,49 5,65

2007 9,72 5,94

2008 11,04 6,31

2009 12,46 6,69

2010 13,26 6,79

2011 15,20 7,12

2012 16,67 7,53

(26)

33

iii. Data Kondisi Lingkungan Strategi

 Topografi

Dalam perspektif regional Kabupaten Minahasa Selatan berada pada posisi “strategis”, karena berada pada jalur lintas darat Trans Sulawesi yang menghubungkan jalur jalan seluruh

propinsi di Pulau Sulawesi. Pada pesisir jalur laut bagian utara, merupakan daerah yang strategis

untuk pengembangan produksi perikanan di kawasan timur Indonesia dan daerah perlintasan

(transit) sekaligus stop over arus penumpang, barang dan jasa pada Kawasan Indonesia Tengah

dan kawasan Indonesia Timur, bahkan untuk kawasan Asia Pasifik.

Kabupaten Minahasa Selatan mempunyai topografi wilayah berupa bukit-bukit/pegunungan

dengan posisi tertinggi sampai ketinggian 1.780 meter dari permukaan laut dan sebagian kecil

adalah dataran rendah bergelombang dan memiliki sungai-sungai besar. Ada 5 Gunung yang

berada di kabupaten ini, yaitu : G. Soputan (1780 m), G. Manimporok (1661 m), G. Tagui (1550

m), G. Lumedon (1425 m), G. Lolombulan (1402 m), G. Kawatak (1200 m). Terdapat 3 sungai

yakni : S. Ranoyapo (53,8 km), S. Poigar (50,4 km), S. Ranowangko (20 km). Ada juga Danau

Mokobang dengan luas 3 ha.

Tabel 2.33 Tinggi Gunung di Kab. Minahasa Selatan

No Gunung Tinggi

1 Soputan 1.780

2 Manimporok 1.661

3 Tagui 1.550

4 Lumedon 1.425

5 Lolombulan 1.402

6 Kawatak 1.200

Tabel 2.34 Panjang Sungai di Kab. Minahasa Selatan

No Sungai Panjang

1 Ranoyapo 53,8

2 Poigar 50,4

3 Ranowangko 20,0

Tabel 2.35 Luas Danau di Kab. Minahasa Selatan

No Danau Luas Area (Ha)

1 Mokobang 3,0

 Geologi

Berdasarkan Peta Geologi skala 1 : 250.000 tahun 1996. Geologi batuan penyusun wilayah

(27)

34

Qal yaitu batuan aluvium yang terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung.

Qs Endapan danau dan sungai. Formasi ini terdiri dari pasir, lanau, konglomerat dan lempung

napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau, lapisan berangsur, setempat silang siur,

konglomerat tersusun dari batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam

mengandung muluska. Satuan ini membentuk undak dengan permukaan menggelombang.

Ql = batu gamping terumbu koral, kebanyakan terdapat di daerah pasang surut di barat kampung

Amurang. Batuan ini adalah hasil pengangkatan.

Qv = batuan gunung api muda, satuan batuan ini terdiri dari Lava, bom, lapili dan abu volkanik

membentuk gunung api strato muda antara lain Gunung Soputan, Lokon dan Mahawu. Khusus

Gunung Soputan terdiri dari materil pasir.

Qtv dan Qtvl = Adalah Tufa Tondano terdiri dari klastika kasar gunung api dengan komposisi

andesit, dengan komponen menyudut hingga menyudut tanggung, banyak mengandung batu

apung, batu apung lapili, breksi ignimbrit sangat padat. Formasi hasil dari hasil letusan hebat

pada waktu pembentukan Kaldera Tondano.

Tmts = Formasi Tapadaka terdiri dari Batu pasir, grewake, batu pasir terkersikkan dan serpih.

Batu pasir berwarna kelabu muda hingga tua dan hijau, berbutir halus sampai kasar,

mengandung batuan gunung api hijau dan serpih merah, setempat-setempat gampingan.

Batupasir yang tersingkap di S. Tapadaka mengandung urat kalsit 0,5 – 1 m.

Tmbv = Batuan Gunung Api Bilulangala: Breksi, tuf dan lava bersusunan andesit, dasit dan

riolit. Ziolit dan kalsit sering dijumpai pada kepingan batuan pennyusun breksi. Tuf umumnya

bersifat dasitan, agak kompak dan berlapis buruk di beberapa tempat. Di daerah pantai selatan

dekat Bilungala. satuan ini dikuasai oleh lava dan breksi yang umumnya bersusunan dasit. dan

dicirikan oleh warna alterasi kuning

sampai coklat, mineralisasi pirit. perekahan yang intensif, serta banyak dijumpai batuan

terobosan diorit. Propilitisasi, kloritisasi, dan epidotisasi banyak dijumpai pada lava. Tebal

satuan dipakirakan lebih dari 1000 meter, sedang umurnya berdasarkan kandungan fosil dalam

sisipan batugamping adalah Miosen Bawah - Miosen Akhir. Nama satuan penama kali diajukan

olch PT. Tropic Endeavour, (1972).

Tms = Batuan Sedimen, terdiri dari Batu pasir kasar, greawk, batu gamping napalan dan batu

gamping, batu pasirnya tersusun dari andesit dan setempat bersifa tgampingan.

Disamping itu wilayah studi dilalui beberapa sesar normal yang melintas sepanjang Sungai

(28)

35

Pada formasi batuan Tmv yang beradada pada koordinat 679691 T dan 143056 U terdapat

potensi endapan emas yang kemungkinan bisa dieksploitasi.

Potongan Melintang dari Pakuwetu dan tenga hingga Gunung Ambang atau potongan ED dapat

dilihat pada gambar berikut ini, sedangkan potongan melintang C-C’ menggambarkan profil

dari Poopo hingga Teluk Totok.

Wilayah ini memiliki lima ordo tanah, yaitu Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols dan Ultisols. Sifat-sifat dari masing ordo tanah di daerah penelitian secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:

Entisols

Tanah belum mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A -C atau A-C-R.

Terbentuk dari bahan induk bahan volkan tua bersifat intermedier sampai basis.

Tanah dan bahan umumnya mempunyai warna coklat kekelabuan dengan karatan di lapisan atas,

dan warna coklat tua di lapisan bawah, kedalaman tanah dalam, drainase cepat, tekstur kasar,

struktur lepas, konsistensi tidak lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini diklasifikasikan ke

dalam Typic Udorthents.

Inceptisols

Tanah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bw-C atau A-Bg-C.

Terbentuk dari bahan induk aluvio-koluvium dan bahan volkan tua bersifat intermedier sampai

basis. Tanah dari bahan aluvio-koluvium di dataran antar perbukitan dan teras sungai umumnya

mempunyai warna coklat kekelabuan dengan karatan di lapisan atas, dan warna glei/kelabu di

lapisan bawah, kedalaman tanah dalam, drainase terhambat, tekstur halus sampai sedang,

struktur masif, konsistensi lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini diklasifikasikan ke dalam

Typic Epiaquepts. Tanah dari bahan volkan umumnya mempunyai kedalaman tanah dalam,

warna coklat tua/gelap di lapisan atas, tekstur umumnya halus sampai agak halus, struktur cukup

baik, konsistensi gembur sampai teguh dan pH umumnya netral. Tanah diklasifikasikan ke

dalam Typic Eutrudepts.

Andisols

Tanah terbentuk dari bahan volkan muda (abu dan tuf batu apung) dari hasil erupsi gunung api

yang berulang-ulang, sehingga menunjukkan stratifikasi bahan yang diendapkan. Penyebaran

paling luas di daerah Tombatu dan Touluaan yang membentuk dataran volkan, dan perbukitan

volkan. Tanah umumnya dalam, warna lapisan atas gelap, tekstur kasar dan berlapis-lapis,

konsistensi gembur dan terasa licin jika dipirid dengan jari-jari tangan, sebagai salah satu ciri

(29)

36

batu apung membentuk lapisan di bagian bawah dengan ketebalan bervariasi, dan sebagian

berada di permukaan pada wilayah yang telah diusahakan atau diolah untuk pertanian. Tanah ini

banyak digunakan untuk pertanian sayuran dataran tinggi. Tanah diklasifikasikan ke dalam sub

grup Typic Udivitrands.

Mollisols

Tanah telah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bw-C atau A-Bt-C,

dicirikan oleh epipedon molik dan horison kambik atau argilik. Terbentuk dari bahan volkan

muda dan kadang-kadang berasosiasi dengan Andisols. Tanah berwarna coklat sangat tua

sampai coklat tua, dalam, tekstur sedang sampai halus, struktur cukup baik, konsistensi gembur

sampai teguh, pH tanah netral. Lapisan berwarna gelap kadang-kadang tebal mencapai lebih

dari 50 cm. Penyebaran tanah ini di dataran dan perbukitan volkan. Tanah diklasifikasikan ke

dalam subgrup Typic Hapludolls.

Alfisols

Tanah telah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bt-C, dicirikan oleh

epipedon okrik dan horison argilik. Terbentuk dari bahan volkan dan kadang-kadang berasosiasi

dengan Andisols. Tanah berwarna coklat sangat tua sampai coklat tua, dalam, tekstur sedang

sampai halus, struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh, pH tanah netral.

Penyebaran tanah ini di dataran dan perbukitan volkan. Tanah diklasifikasikan ke dalam sub

grup Typic Hapludalfs.

Sedangkan menurut peta REPPROT tahun 1987 jenis tanah yang ada di wilayah Kabupaten

Minahasa Selatan terdiri dari :

Tabel 2.36 Jenis Tanah Kabupaten Minahasa Selatan

No. Jenis Tanah dan Textur Luas (Ha)

1 Dystropepts Agak halus/agak halus 50,201.87

2 Dystropepts Agak halus/halus 8,106.29

3 Dystropepts Kasar/ agak kasar 6,802.04

4 Dystropepts halus/halus 40,546.88

5 Eutrandepts Agak halus/halus 6,930.53

6 Eutrandepts halus/halus 6,350.93

7 Eutropepts 3.25

8 Eutropepts Agak halus/halus 189.90

9 Eutropepts halus/halus 10,294.80

10 Humitropepts Sedang/agak halus 10,146.30

11 Sulfaquents halus/halus 1,109.69

12 Tropalquepts agak halus/agak halus 1,272.24

(30)

37

No. Jenis Tanah dan Textur Luas (Ha)

14 Tropopsamments halus/halus 110.66

15 Tropudalfs halus/halus 5,775.36

Analisis kesesuaian lahan bagi kawasan budidaya (khususnya pertanian, perkebunan) dilakukan

berdasarkan informasi sisten lahan yang dikeluarkan oleh RePPProT (Regional Physical

Planning Project for Transmigration) pada skala tinjau (1 : 250.000). Analisis Kesesuaian Lahan

pertanian bertujuan untuk menilai suatu kawasan, apakah sesuai atau tidak bagi kegiatan

budidaya pertanian lahan basah (lahan basah), pertanian pangan lahan kering dan tanaman keras

(tahunan). Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah:

- Kemiringan lereng

- Kedalaman efektif tanah

- Tingkat erosi

- Struktur (tekstur) tanah

- Ketersediaan air

Beberapa faktor lainnya yang ikut mempengaruhi, seperti keasaman tanah, kelembaban, kondisi

perakaran, ketersediaan hara, toksisitas, dan lainnya namun karena rencana ini untuk tujuan

tertentu (tidak detail), maka faktor-faktor lainnya tersebut dianggap relatif sama di seluruh

wilayah Kabupaten Minahasa Selatan.

Daerah perencanaan memiliki lereng yang bervariasi dari datar sampai sangat curam. Lereng

datar menempati daerah sekitar 13 % dari luas total daerah perencanaan dan tersebar di pesisir

kecamatan Tatapaan, Tumpaan, Amurang Barat, Tenga dan Sinonsayang. Selain itu juga

tersebar di Kecamatan Ranoyapo, Tompaso Baru, Maesaan dan Modoinding.

Lereng datar banyak diusahakan secara intensif untuk kegiatan pertanian seperti sawah,

tegalan/hortikultura dan perkebunan kelapa.Daerah yang memiliki kemiringan sebesar 15-25 %

menempati sekitar 32 % dari luas total sedangkan kemirigan 25-40 % menempati areal sekitar

30 % dan tersebar hampir di seluruh daerah perencanaan. Daerah dengan kemiringan > 40 %

menempati luas sekitar 20 % dari luas total. Penyebarannya di kecamatan-kecamatan:

Ranoyapo, Tompaso Baru, Maesaan, Motoling, Sinonsayang, Tenga, Tatapaan dan Tumpaan.

Daerah ini sulit untuk dikembangkan bagi kegiatan pertanian, sehingga sebagian besar lahannya

termasuk dalam kawasan hutan.

Tabel 2.37 Kesesuaian Lahan Berdasarkan Tingkat Erosi

Tingkat Erosi Kesesuaian Lahan Cakupan wilayah

Tidak ada erosi Sesuai kegiatan pertanian lahan

basah, tanaman pangan lahan kering dan tanaman keras (tahunan).

(31)

38

Tingkat Erosi Kesesuaian Lahan Cakupan wilayah

Erosi ringan Sesuai untuk kegiatan tanaman

pangan lahan kering dan tanaman keras (tahunan).

Tersebar di semua Kecamatan,

Erosi sedang Sesuai untuk tanaman keras Terdapat di semua kecamatan,

pada morfologi perbukitan-pegunungan

Erosi tinggi Sesuai untuk hutan lindung Kecamatan Ratahan, Sinonsayang,

tenga, Kumlembuai, Motoling, Modoinding, Tompaso Baru dan Tombasian

iv. Resiko Bencana Alam

Kawasan-kawasan yang beresiko bencana alam di Kabupaten Minahasa Selatan Yaitu :

 kawasan rawan gelombang pasang/tsunami, terdapat di sepanjang kawasan pesisir pantai

yang mengalami hempasan gelombang laut yang besar secara tiba-tiba, yakni berada di

pesisir pantai Kecamatan Tatapaan, Kecamatan Amurang Timur, Kecamatan Amurang

Barat, Kecamatan Amurang, Kecamatan Tenga dan Kecamatan Sinonsayang, dengan

luas keseluruhan ± 17.598 ha;

 kawasan rawan banjir, terdapat di dataran rendah di muara sungai di Desa Poigar

(Kecamatan Sinonsayang), Kelurahan Buyungon, Ranoyapo, Bitung, dan Uwuran Satu

(Kecamatan Amurang), Kelurahan Pondang, dan Ranomea (Kecamatan Amurang

Timur), Desa Teep, Kapitu, dan Kelurahan Kawangkoan Bawah (Kecamatan Amurang

Barat), Desa Pontak Satu, dan Poopo (Kecamatan Ranoyapo), Desa Bajo (Kecamatan

Tatapan), Desa Matani, Tumpaan Baru, Popontolen dan Desa Lelema (Kecamatan

Tumpaan), Desa Tawaang (Kecamatan Tenga), dengan luas keseluruhan ± 591,65 ha;

v. Isu-isu Strategis Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

1. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap pengembangan permukiman

saat ini adalah:

• Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

• Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumah-tangga kumuh perkotaan.

(32)

39 • Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

• Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya

kawasan kumuh.

• Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun. • Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam pengembangan

kawasan permukiman.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang

terangkum secara nasional. Namun, di Kabupaten Minahasa Selatan terdapat isu-isu yang

bersifat lokal dan spesifik yang belum tentu dijumpai di kabupaten/kota lain.

Penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu

dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan. Penjabaran isu-isu strategis lokal

ini dapat difokuskan untuk terkait pada bidang keciptakaryaan, seperti kawasan kumuh di

perkotaan, dan mengenai kondisi infrastruktur di perdesaan.

2. Isu Strategis Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL)

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat melihat dari Agenda

Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda

Nasional, salah satunya adalah Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi

dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis

pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya

untuk sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB

dan tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN).

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015,

khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu menurunkan hingga separuhnya

proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak dan sanitasi layak pada 2015,

serta target 7D, yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk

miskin di permukiman kumuh pada tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya karbondioksida (CO2) sebagai akibat

konsumsi energi yang berlebihan mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga

(33)

40

hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan dampak bagi

kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti

banjir, kebakaran serta dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional yang juga

mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang telah diselenggarakan

di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976, sebagai dasar terbentuknya UN

Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan

perumahan dan permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang

dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu

"Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional untuk bidang PBL dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut:

 Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di

perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan

bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi

lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan

Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan

bangunan dan lingkungan.

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan,

kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan

gedung;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal

dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

(34)

41

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah

Negara.

 Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar

11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam

penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR, skenario

pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala prioritas dan manfaat dari

rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b) RTH, c) Bangunan

Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya

pembangunan lingkungan permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan

berkelanjutan.

3. Isu Strategis Pengembangan SPAM

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi upaya Indonesia untuk

mencapai target pembangunan di bidang air minum. Isu ini didapatkan melalui

serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum

khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

a. Peningkatan Akses Aman Air Minum

b. Pengembangan Pendanaan

c. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan

d. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan

e. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum

f. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat

g. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan

Penerapan Inovasi Teknologi

Perlunya melakukan identifikasi isu strategis yang ada mengingat isu strategis ini akan

menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di daerah,

serta akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan dalam Rencana Program

Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian

(35)

42

4. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data

dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan

pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN,

RPJMD, RTRW, Renstra Dinas, SPPIP, SSK dan dokumen lainnya yang selaras

menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik daerah.

Tujuan dari bagian ini adalah:

 Teridentifikasinya rumusan isu strategis pengelolaan air limbah.

 Tereviewnya isu strategis pengembangan air limbah dari dokumen terkait.

Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan air limbah permukiman di Indonesia

antara lain:

 Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah permukiman.

Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar mencapai

90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007) tetapi sebagian besar

fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum memenuhi standar teknis yang

ditetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah dengan sistem terpusat baru mencapai

2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam KSNP Air Limbah).  Peran Masyarakat

Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum diberdayakannya

potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya

penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis

masyarakat.

 Peraturan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum

memadainya perangkat peraturan perundangan yang dibutuhkan dalam sistem

pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM pelayanan

air limbah.

 Kelembagaan

Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar

instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi

regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.  Pendanaan

Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan

rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya

(36)

43

pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan

investasi di bidang air limbah.

Isu strategis dalam pengembangan air limbah menjadi dasar dalam pengembangan

infrastruktur air limbah dan akan menjadi landasan penyusunan program dan kegiatan

dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang lebih berpihak

kepada pencapaian MDGs, yang diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita

pembangunan nasional.

5. Isu Strategis Pengembangan Persampahan

Untuk merumuskan isu strategis ini, perlu dilakukan identifikasi data dan informasi dari

dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan

permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, MDGs,

RPJMD, RTRW, Renstra Dinas, Dokumen SPPIP, Rencana Induk Persampahan dan

dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan permukiman.

Berikut adalah isu-isu strategis dalam pengelolaan persampahan antara lain:

 Kapasitas Pengelolaan Sampah

Kapasitas pengelolaan sampah erat kaitannya dengan:

a. Makin besarnya timbulan sampah berupa peningkatan laju timbulan sampah antara

2-4% per tahun. Dengan bertambahnya penduduk, pertumbuhan industri dan

peningkatan konsumsi masyarakat dibarengi peningkatan laju timbulan sampah.

b. Rendahnya kualitas dan tingkat pengelolaan persampahan. Rendahnya kualitas

pengelolaan persampahan terutama pengelolaan TPA memicu berbagai protes

masyarakat. Di sisi lain rendahnya tingkat pengelolaan sampah mengakibatkan

masyarakat yang tidak mendapat layanan membuang sampah sembarangan atau

membakar sampah di tempat terbuka.

c. Keterbatasan Lahan TPA

Keterbatasan lahan TPA merupakan masalah terutama di kota-kota besar dan kota

metropolitan. Fenomena keterbatasan lahan TPA memunculkan kebutuhan

pengelolaan TPA Regional namun banyak terkendala dengan banyak faktor

kepentingan dan rigiditas otonomi daerah.

 Kemampuan Kelembagaan

Masih terjadinya fungsi ganda lembaga pengelola sampah sebagai regulator sekaligus

operator pengelolaan serta belum memadainya SDM (secara kualitas dan kuantitas)

(37)

44

 Kemampuan Pembiayaan

Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari

pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan

pengelolaan sampah. Selain itu adalah rendahnya dana penarikan retribusi pelayanan

sampah sehingga biaya pengelolaan sampah menjadi beban APBD. Permasalahan

Gambar

Tabel 2.1 Luas Wilayah Minahasa Selatan berdasarkan Kecamatan
Tabel 2.2 Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Minahasa Selatan
Tabel 2.3 Produksi Tanaman Hortikultura di Kabupaten Minahasa Selatan
Tabel 2.5 Potensi Tanaman Obat-obatan di Kabupaten Minahasa Selatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

pemerolehan kosakata anak pada usia tiga tahun oleh ibu bekerja dan ibu

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui prevalensi PJK pada penderita DM tipe 2, karakteristik pasien DM tipe 2 berdasarkan

Arah pembangunan yang bertumpu pada upaya pencapaian pembangunan manusia (SDM), peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparatur, serta upaya untuk meningkatkan

(3) Dalam hal pembayaran dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, maka hasil penerimaan retribusi harus disetor ke Kas Umum Daerah paling lambat 1 x 24 jam atau dalam

Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah seringkali pengguna barang atau jasa kesulitan dalam mengakses data untuk memilih orang-orang yang kompeten untuk duduk sebagai

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana struktur novel Hujan Bulan Juni Karya Sapardi Djoko Darmono.. Tujuan penelitian ini adalah Mendeskripsikan

Ketika penulis bertanya tentang penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehrai-hari (religiusitas) anggota Satlantas menjalankan ibadah dengan tepat waktu, mengikuti

Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa dengan penerapan strategi pembelajaran information search pada mata pelajaran PAI di SMK Manba’ul Falah Dawe Kudus pada