PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN
KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN
TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS
NOTOYUDAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh :
Veronica Daristi Muktiningtyas
101134082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN
KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN
TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS
NOTOYUDAN YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh :
Veronica Daristi Muktiningtyas
101134082
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
SKRIPSI
PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN
KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN
TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS
NOTOYUDAN YOGYAKARTA
Oleh :
Veronica Daristi Muktiningtyas
NIM : 101134082
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. Tanggal, 12 Juni 2014
Pembimbing II
iii
SKRIPSI
PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN
KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN
TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS
NOTOYUDAN YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Veronica Daristi Muktiningtyas
NIM : 101134082
Telah dipertanggungjawabkan di depan penguji
pada tanggal 14 Juli 2014
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua : G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. ……… Sekretaris : Catur Rismiati, S.Pd, M.A., Ed.D. ……… Anggota : Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. ……… Anggota : Maria Melani Ika Susanti, M.Pd. ……… Anggota : Drs. Puji Purnomo, M.Si. ………
Yogyakarta, 14 Juli 2014
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk :
1. Bapa, Putera, dan Roh Kudus yang begitu luar biasanya membimbing dan
mendidik saya selama mengerjakan karya ini.
2. Kedua orang tua saya Almatius Suwarman dan Anastasia Titik Istiyartini
yang telah dipercayakan Tuhan sebagai perantara untuk mendukung saya
melalui doanya dan dukungan secara mental maupun finansial.
3. Kakak dan adikku Robertus Rumpaka Nugroho dan Yustinus Daristya
Meidananta yang telah mendukung saya dengan doa.
4. Cosmas Petrus Billi dan keluarga yang begitu luar biasa dalam mendukung
doa dan atas bantuannya.
5. Cornelius Ardiyanto Wibowo yang telah memberikan motivasi kepada saya.
6. Sahabatku Rini, Celin, Titin, dan Pani yang selalu memberikan semangat dan
dukungan yang tak henti-hentinya.
7. Seluruh teman-teman yang berani membuat perbedaan yaitu kami anak-anak
mandiri yang bukan anak payung, Margareta Putri Pamungkas, Cosmas
Petrus Billi, Aloisia Rani Meita, dan Febrieny Wulandari.
8. Semua orang yang telah dipakai Tuhan dalam membantu saya selama
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Juni 2014
Penulis,
vi
MOTTO
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”
(Filipi 3 : 14)
“Usaha yang keras tak pernah mengkhianati”
(Cornelius Ardiyanto)
“Menolak suatu kegagalan dan kesalahan, berarti menolak didikan untuk berhasil”
(Tyas)
“Belajar dengan pernah melakukan sebuah kesalahan akan menuntun kita mengetahui kebenarannya”
(Billi)
“Inovasi membedakan antara pemimpin dan pengikut”
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Veronica Daristi Muktiningtyas
NIM : 101134082
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul :
“Peningkatan Keaktifan Siswa dan Kemampuan Kognitif pada Materi Pecahan
Menggunakan Teori Belajar Bruner di Kelas III SD Kanisius Notoyudan
Yogyakarta”
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan tanpa perlu
meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Ditulis di Yogyakarta
Pada tanggal 12 Juni 2014
Yang menyatakan,
viii
ABSTRAK
PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA
Veronica Daristi Muktiningtyas
Universitas Sanata Dharma
2014
Latar belakang penelitian ini adalah adanya permasalahan mengenai kurang maksimalnya pencapaian keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi pecahan di kelas III SD Kanisius Notoyudan. Data kondisi awal keaktifan siswa sebesar 18,18% yang termasuk dalam kategori keaktifan sangat rendah sedangkan kemampuan kognitif melalui nilai rata-rata ulangan sebanyak 66,73 dan persentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 53,84%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengacu pada model spiral dari Kemmis dan Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Kanisius Notoyudan yang berjumlah 22 siswa. Objek penelitian ini adalah keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi pecahan. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui tes, kuesioner, dan pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan 1) pada akhir siklus II keaktifan siswa sebesar 95,46% termasuk kategori keaktifan sangat tinggi sedangkan kemampuan kognitif melalui nilai rata-rata ulangan siswa sebesar 87,27 dan persentase siswa yang mencapai KKM sebesar 87,36%, 2) penggunaan teori belajar Bruner melalui tahap enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi pecahan dapat meningkat dengan menggunakan teori belajar Bruner.
ix
ABSTRACT
THE IMPROVEMENT OF THE STUDENTS’ ACTIVENESS AND
COGNITIVE ABILITY IN FRACTION MATERIAL BY USING BRUNER LEARNING THEORY IN THE THIRD GRADE OF
KANISIUS NOTOYUDAN ELEMENTARY SCHOOL OF YOGYAKARTA
Veronica Daristi Muktiningtyas Sanata Dharma University
2014
The background of this research was the problem of the less than maximal
activity in the students’ achievement and the cognitive ability in fractions material in third grade of Kanisius Notoyudan Elementary School of Yogyakarta. The data
of the initial condition of the students’ activeness was 18.18%, which is included
in a very low activity category, while the cognitive ability from the mean score of daily tests was 66.73 and the percentage of students who pass KKM was 53.84%.
This research was aimed to know and describe the use of Bruner's learning
theory which can improve the students’ activity and the cognitive ability to comparing simple fractions at third grade of Kanisius Notoyudan Elementary School of Yogyakarta.
This research was Classroom Action Research (CAR), referring to the spiral model from Kemmis and Taggart. This research was conducted in two cycles, and each cycle consisted of 3 meetings. The subjects in this research were all students of the third grade of Kanisius Notoyudan Elementary School, consisting of 22
students. The object of research was the students’ activity and cognitive ability in
fraction material. The data collection technique was obtained by tests, questionnaires, and observations. The data were analyzed by descriptive qualitative and quantitative.
The result of the research showed 1) the students’ activity in the Cycle II
shows that the students’ activity was 95.46%, included in very high activeness
category, while the cognitive ability from the mean score of the daily tests was 87.27 and the percentage of the students who pass KKM was 87.36%, 2) the use
of Bruner’s learning theory by phase of enactive, iconic, and symbolic can improve the students’ activity and the cognitive ability.
Based on the result of the research obtained, it can be concluded that the
students’ activeness and cognitive ability in fractions material can be improved by using Bruner’s learning theory.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
selalu mendampingi dan memberkati dengan penuh kasih dalam penulisan skripsi
yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Siswa dan Kemampuan Kognitif pada
Materi Pecahan Menggunakan Teori Belajar Bruner di Kelas III SD Kanisius
Notoyudan Yogyakarta”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan memperoleh gelar sarjana pendidikan sesuai dengan program studi yang
ditempuh.
Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma.
2. Gregorius Ari Anugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A., Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.
3. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Maria Melani Ika Susanti, M.Pd., dosen pembimbing II yang selalu
memberikan arahan beserta dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., dan Laurensia Aptik Evanjeli,
S.Psi., M.A., yang telah bersedia memberikan bimbingan dalam pembuatan
kuesioner beserta lembar pengamatan keaktifan dalam penelitian ini.
6. Sudi Mungkasi, Ph.D., dan Dominikus Arif Budi Prasetyo, M.Si., yang telah
bersedia memberikan bimbingan dalam pembuatan soal dalam penelitian ini.
7. Immaculata Ernawati S.Pd., Kepala SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta
yang telah bersedia memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan
penelitian di kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.
8. Erni Suswanti S.Pd., guru kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta yang
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan
xi
9. Kedua orang tua beserta kakak dan adik yang selalu mendukung dengan doa
dan berbagai nasehat sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.
10. Sahabat dan teman-teman yang selalu setia membantu saya dalam segala hal
selama pengerjaan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tentunya tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah
dipakai Tuhan untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini dan jauh dari sempurna. Untuk itu sangat diperlukan kritik dan saran dari para
pembaca guna memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat memberikan sedikit tambahan pengetahuan bagi para pembaca.
Yogyakarta, 12 Juni 2014
Penulis,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
MOTTO ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 5
C. Perumusan Masalah ... 6
D. Pemecahan Masalah ... 6
E. Batasan Pengertian ... 7
F. Tujuan Penelitian ... 7
G. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ... 9
A. Kajian Pustaka ... 9
1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran ... 9
2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar ... 13
3. Teori Belajar Bruner ... 15
4. Kemampuan Kognitif ... 19
xiii
6. Pecahan ... 24
B. Penelitian yang Relevan ... 28
C. Kerangka Berpikir ... 30
D. Hipotesis Tindakan... 33
BAB III. METODE PENELITIAN... 34
A. Jenis Penelitian ... 34
B. Setting Penelitian ... 36
C. Rencana Tindakan ... 36
D. Instrumen Penelitian... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ... 52
F. Validitas dan Reliabilitas ... 54
G. Analisis Data ... 63
H. Kriteria Keberhasilan ... 66
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67
A. Hasil Penelitian ... 67
1. Pelaksanaan Siklus I ... 67
2. Pelaksanaan Siklus II ... 80
3. Hasil Penelitian ... 91
B. Pembahasan ... 98
BAB IV. PENUTUP ... 104
A. Kesimpulan ... 104
B. Keterbatasan Penelitian ... 105
C. Saran ... 105
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai Ulangan Matematika KD 3.2 ... 3
Tabel 2.1 SK dan KD Matematika Kelas III Semester 2 ... 14
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ... 45
Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I ... 47
Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus II ... 47
Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Pilihan Ganda ... 48
Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Isian Singkat ... 48
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Keaktifan ... 49
Tabel 3.7 Pengukuran Skala Likert ... 50
Tabel 3.8 Kisi-kisi Lembar Pengamatan ... 51
Tabel 3.9 Pedoman Penskoran Pengamatan... 52
Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kualitas Produk ... 55
Tabel 3.11 Hasil Penghitungan Validasi Perangkat Pembelajaran ... 56
Tabel 3.12 Kriteria Validasi Instrumen Kuesioner ... 57
Tabel 3.13 Hasil Validasi Instrumen Kuesioner dan Lembar Pengamatan ... 57
Tabel 3.14 Validitas Soal Evaluasi Siklus I ... 59
Tabel 3.15 Validitas Soal Evaluasi Siklus II ... 60
Tabel 3.16 Kriteria Klasifikasi Reliabilitas Instrumen ... 62
Tabel 3.17 Pedoman Rata-rata Keaktifan Siswa ... 64
Tabel 3.18 Kriteria Keberhasilan Keaktifan Siswa ... 66
Tabel 3.19 Kriteria Keberhasilan Kemampuan Kognitif ... 66
Tabel 4.1 Keaktifan Siswa Siklus I ... 92
Tabel 4.2 Kemampuan Kognitif Siklus I ... 93
Tabel 4.3 Keaktifan Siswa Siklus II ... 95
Tabel 4.4 Kemampuan Kognitif Siklus II ... 97
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pecahan Setengah ... 25
Gambar 2.2 Membandingkan Bagian Keping Pecahan ... 26
Gambar 2.3 Membandingkan Arsiran pada Gambar Pecahan ... 27
Gambar 3.1 PTK Model Spiral dari Kemmis dan Taggart ... 34
Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa ... 100
Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Ulangan ... 101
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Silabus ... 110
Lampiran 2. Jaring Tema ... 125
Lampiran 3. RPP Siklus I ... 132
Lampiran 4. RPP Siklus II ... 178
Lampiran 5. Lembar Kerjas Siswa (LKS) Siklus I ... 229
Lampiran 6. Lembar Kerjas Siswa (LKS) Siklus II ... 239
Lampiran 7. Soal Evaluasi Siklus I ... 247
Lampiran 8. Soal Evaluasi Siklus II ... 251
Lampiran 9. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ... 255
Lampiran 10. Kuesioner Keaktifan ... 258
Lampiran 11. Lembar Pengamatan Keaktifan ... 260
Lampiran 12. Instrumen Validasi Kuesioner dan Pengamatan ... 264
Lampiran 13. Hasil Uji Validitas Soal Siklus I ... 266
Lampiran 14. Hasil Uji Validitas Soal Siklus II ... 273
Lampiran 15. Hasil Uji Reliabilitas Soal Siklus I ... 279
Lampiran 16. Hasil Uji Reliabilitas Soal Siklus II ... 280
Lampiran 17. Data Kemampuan Kognitif ... 281
Lampiran 18. Data Keaktifan Siswa ... 284
Lampiran 19. Lembar Pengamatan Guru Saat Mengajar ... 295
Lampiran 20. Hasil Kerja Siswa ... 298
Lampiran 21. Dokumentasi ... 305
Lampiran 22. Surat Ijin Penelitian ... 309
Lampiran 23. Surat Bukti Penelitian ... 311
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, pembatasan masalah,
perumusan masalah, pemecahan masalah, batasan pengertian, tujuan penelitian,
dan manfaat penelitian.
A. Latar Belakang
Belajar merupakan proses yang dialami semua orang dan akan berlangsung
sampai seumur hidupnya. Siregar dan Nara (2010:3) berpendapat bahwa
seseorang yang telah belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku di
dalam dirinya yang menyangkut perubahan pengetahuan (kognitif), nilai dan sikap
(afektif) maupun keterampilan (psikomotor). Perubahan pengetahuan (kognitif)
yang dimaksud adalah bertambahnya jumlah pengetahuan dan kemampuan
berpikir, misalnya dari yang semula tidak tahu menjadi tahu (memiliki
pengetahuan). Perubahan nilai dan sikap (afektif) berkaitan dengan perilaku dan
karakter seseorang, misalnya seseorang yang menjunjung tinggi nilai kejujuran
akan berusaha bersikap jujur dalam bertindak, karena ia merasa sikap jujur
sebagai suatu nilai yang diperlukan. Sedangkan perubahan keterampilan
(psikomotor) berkaitan dengan aktivitas fisik seseorang dimana setelah belajar
orang tersebut akan memiliki keterampilan baru.
Ketiga aspek perubahan tingkah laku dalam belajar yang menyangkut
perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor memang seharusnya dialami ketika
kita belajar. Siregar dan Nara (2013:4) menyatakan beberapa aspek yang
terkandung dalam belajar salah satunya adalah adanya penerapan pengetahuan.
Belajar akan menjadi lebih bernilai ketika sesorang mampu menerapkan
pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan di sekolah
merupakan salah satu sarana yang dianggap mampu untuk mencapai tujuan
Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan yang paling dasar dari
jenjang pendidikan yang lain. Kurikulum SD memuat delapan mata pelajaran,
salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Matematika merupakan mata
pelajaran inti di SD. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang
diujikan dalam ujian nasional. Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern sampai saat ini. Mata pelajaran
matematika dianggap penting sehingga mata pelajaran ini sudah mulai diberikan
kepada peserta didik mulai dari SD yang bertujuan untuk memberikan bekal
kepada peserta didik agar mampu mengikuti perkembangan zaman dan mampu
menghadapi berbagai tantangannya. Matematika sebenarnya selalu dibutuhkan
dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari bangun tidur kita sudah
berjumpa dengan matematika, misalnya jam berapa kita bangun. Ketika makan,
matematika juga digunakan misalnya bagaimana cara ibu membagi makanan
untuk seluruh anggota keluarga agar mendapatkan bagian yang adil. Contoh
tersebut hanyalah contoh kecil dari kegiatan sehari-hari yang tidak terlepas dari
matematika.
Heruman (2008: 43) mengutip sebuah pernyataan dari Depdikbud yang
menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu materi matematika yang sulit
untuk diajarkan. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa siswa
di kelas III SD Kanisius Notoyudan menyatakan bahwa mata pelajaran
matematika ternyata sulit karena sebagian besar dari mereka tidak bisa memahami
pelajaran dengan baik. Materi matematika yang dirasa sulit adalah materi pecahan
terutama membandingkan pecahan. Materi membandingkan pecahan menjadi sulit
karena materi pecahan belum pernah dipelajari sebelumya. Kesulitan tersebut
semakin didukung dari data nilai ulangan matematika pada Kompetensi Dasar
(KD) 3.2 membandingkan pecahan sederhana selama tiga tahun terakhir. Data
tersebut menggambarkan masih banyaknya siswa yang belum mencapai nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Data nilai ulangan matematika dapat dilihat
Tabel 1.1 Nilai Ulangan Matematika KD 3.2
Tahun KKM Nilai Rata-rata ulangan
Ketuntasan Siswa Jumlah Siswa Sumber : Daftar nilai ulangan matematika kelas III SD Kanisius Notoyudan
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, diperoleh data bahwa nilai rata-rata ulangan
siswa kelas III SD Kanisius Notoyudan sejumlah 66,73 yang masih belum
mencapai KKM sejumlah 74. Data lain yang dapat ditunjukkan dari Tabel 1.1
adalah ketuntasan belajar siswa. Siswa yang belum mencapai KKM sebesar
46,16%. Hal ini menjadi salah satu tanda mengenai kurang berhasilnya siswa
dalam mencapai hasil belajar yang maksimal terutama pada kemampuan kognitif
siswa dalam membandingkan pecahan.
Peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas III untuk menemukan
kemungkinan penyebab lainnya. Hasil wawancara memberikan informasi bahwa
guru biasanya menjelaskan materi pecahan dengan menggambar irisan pecahan di
papan tulis. Guru juga tidak menggunakan teori belajar apapun dalam
menjelaskan materi pecahan. Peneliti menyimpulkan bahwa kurangnya
penggunaan media pembelajaran dan kurangnya penerapan teori belajar belajar
matematika dapat menjadi salah satu faktor penyebab kesulitan pemahaman bagi
siswa untuk membandingkan pecahan sederhana. Hasil wawancara ini semakin
didukung oleh Heruman (2008:43) yang menyatakan bahwa kesulitan pengajaran
materi pecahan terlihat dari kurangnya variasi media pembelajaran serta kurang
bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru.
Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat guru mengajar terlihat
bahwa guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan metode tanya
kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti melakukan pengamatan
terstruktur dengan menggunakan lembar pengamatan dan menyebarkan kuesioner
keaktifan. Indikator keaktifan yang menjadi pedoman dalam lembar pengamatan
dan kuesioner diantaranya: 1) membaca materi pelajaran, 2) mendengarkan
pendapat teman, 3) menulis hasil kerja kelompok, 4) berlatih keterampilan
menggunakan media pembelajaran, dan 5) mengemukakan pendapat. Hasil
rata-rata penghitungan dari pengamatan dan kuesioner menunjukkan bahwa keaktifan
siswa sebesar 18,18% yang termasuk dalam kategori sangat rendah.
Paparan masalah di atas mengenai kurangnya keaktifan siswa dan
kemampuan kognitif kelas III SD Kanisius Notoyudan pada pembelajaran
matematika khususnya dalam membandingkan pecahan, maka perlu dilaksanakan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Solusi dari permasalahan tersebut adalah
peneliti mencoba menerapkan teori belajar Bruner pada materi pecahan khususnya
pada KD 3.2 membandingkan pecahan sederhana. Teori belajar Bruner dianggap
mampu mengatasi permasalahan tersebut karena dalam teori Bruner tersebut
memuat tahapan perkembangan kognitif yang dirasa cocok untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Bruner (Schunk,2012:618) mengemukakan perkembangan
kognitif dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
Bruner berpendapat bahwa pada tahap enaktif, seseorang dapat memahami
sesuatu dengan menggunakan respon motorik, misal melalui sentuhan, pegangan,
gigitan dan sebagainya. Tahap selanjutnya adalah tahap ikonik yaitu seseorang
dapat memahami sesuatu melalui visual objek, misalnya melalui gambar-gambar.
Tahap terakhir adalah tahap simbolik yaitu seseorang sudah mampu belajar
melalui simbol-simbol, misalnya bahasa dan angka matematika.
Tiga tahapan belajar dalam teori Bruner diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan kognitif siswa dalam membandingkan pecahan. Peningkatan
kemampuan kognitif yang dimaksud adalah peningkatan dalam mengingat dan
memahami. Taksonomi Bloom (Siregar dan Nara, 2010:9) yang sudah direvisi
menyebutkan bahwa mengingat dan memahami merupakan dua urutan tahapan
dari enam tahapan seluruhnya dalam kemampuan kognitif. Penerapan tiga tahapan
menggunakan media keping pecahan. Penggunaan media keping pecahan ini
diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa. Dimyati dan Mudjiono
(2006:45) menyebutkan bahwa keaktifan ada bermacam-macam bentuk yaitu
mulai dari keaktifan fisik yang mudah diamati sampai keaktifan psikis yang sulit
diamati. Beberapa contoh keaktifan fisik adalah membaca, menulis,
mendengarkan dan sebagainya. Keaktifan psikis contohnya menggunakan
pengetahuan untuk memecahkan masalah, membandingkan konsep yang satu
dengan lainnya dan sebagainya. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti
menginginkan adanya dua jenis peningkatan keaktifan siswa yaitu keaktifan fisik
dan psikis. Keaktifan fisik yang ingin ditingkatkan adalah membaca materi
pelajaran, mendengarkan pendapat teman, menulis hasil kerja kelompok, dan
berlatih keterampilan menggunakan media pembelajaran. Keaktifan psikis yang
ingin ditingkatkan adalah mengemukakan pendapat. Berdasarkan penjelasan di
atas, peneliti ingin mengetahui 1) apakah penggunaan teori belajar Bruner dapat
meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi
membandingkan pecahan sederhana, 2) bagaimana penggunaan teori belajar
Bruner dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi
membandingkan pecahan sederhana.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti melakukan penelitian
menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Siswa dan Kemampuan Kognitif pada Materi Pecahan Menggunakan Teori Belajar Bruner di Kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta”.
B. Pembatasan Masalah
Peneliti memberikan beberapa batasan dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Penelitian dilakukan di kelas III SD Kanisius Notoyudan semester 2 tahun
pelajaran 2013/2014.
2. Penelitian dilakukan pada mata pelajaran matematika materi pecahan
3. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan teori belajar Bruner
yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.
4. Kemampuan kognitif dalam penelitian ini adalah kemampuan mengingat dan
memahami.
5. Keaktifan siswa dalam penelitian ini tampak dalam lima indikator keaktifan
yaitu: membaca materi pelajaran, mendengarkan pendapat teman, menulis hasil
kerja kelompok, berlatih keterampilan menggunakan media pembelajaran dan
mengemukakan pendapat.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini sebagai berikut.
1. Apakah penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan keaktifan siswa
dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana pada
siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta?
2. Bagaimana penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan keaktifan
siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana
pada siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta?
D. Pemecahan Masalah
Masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah kurangnya keaktifan siswa
dan kemampuan kognitif kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta pada mata
pelajaran matematika dalam membandingkan pecahan. Pemecahan masalah yang
digunakan peneliti untuk memecahkan masalah yaitu dengan menggunakan teori
belajar Bruner. Peneliti memilih teori tersebut karena dalam teori tersebut
terdapat tiga tahapan belajar yaitu enaktif, ikonik dan simbolik yang sesuai untuk
mengatasi masalah yang terjadi. Penerapan ketiga tahapan belajar dapat
meningkatkan keaktifan siswa melalui proses pembelajaran yang dilakukan
siswa. Selain itu, penerapan tahapan tersebut digunakan untuk mengajarkan
kepada siswa tentang membandingkan pecahan sederhana melalui bantuan media
E. Batasan Pengertian
Agar tidak terjadi salah tafsir atau salah persepsi dalam penelitian ini, maka
peneliti membatasi pengertian dari beberapa kata kunci tersebut diantaranya.
1. Keaktifan siswa adalah berbagai kegiatan siswa yang tampak dalam proses
belajar berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis.
2. Kemampuan kognitif adalah proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan
sebagai hasil kerja otak.
3. Pecahan adalah pecahan merupakan bagian dari sesuatu yang utuh dan
mempunyai nilai yang dinyatakan dalam bentuk , a disebut pembilang dan b
disebut penyebut, dengan syarat b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.
4. Teori belajar Bruner adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan
tiga tahapan perkembangan belajar seseorang yaitu tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan
keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan
sederhana pada siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan
Yogyakarta.
2. Untuk mendeskripsikan penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan
keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan
sederhana pada siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan
Yogyakarta.
G. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
1. Bagi sekolah
Memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi sekolah mengenai
penggunaan teori belajar untuk meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan
kognitif pada materi pecahan sederhana.
2. Bagi guru
Memberikan wawasan baru kepada guru mengenai teori belajar Bruner yang
dapat digunakan untuk mengajarkan materi pecahan khususnya dalam
membandingkan pecahan.
3. Bagi siswa
Mempermudah siswa dalam memahami materi, sehingga dapat meningkatkan
keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam belajar matematika.
4. Bagi peneliti
Memberikan pengalaman dan wawasan yang baru pada peneliti untuk
menggunakan teori belajar Bruner yang mungkin digunakan kelak ketika
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II akan dibahas mengenai teori-teori yang melandasi penelitian
meliputi kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis
tindakan.
A. Kajian Pustaka
Kajian pustaka dalam penelitian ini akan disajikan beberapa teori yang
melandasi penelitian diantaranya hakekat belajar dan pembelajaran, pembelajaran
matematika sekolah dasar, teori belajar Bruner, kemampuan kognitif, keaktifan,
dan pecahan.
1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Bagian ini memuat uraian teori yang berkaitan dengan belajar dan
pembelajaran yaitu pengertian belajar dan pembelajaran, ciri-ciri belajar dan
pembelajaran serta tujuan belajar dan pembelajaran.
a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran 1) Pengertian Belajar
Siregar dan Nara (2011:5) berpendapat bahwa belajar adalah sebuah aktivitas
mental atau psikis individu yang terjadi karena adanya interaksi dengan
lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konsisten.
Pengertian belajar juga diungkapkan oleh Sudrajat (2011:42) yang berpendapat
bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar atau prestasi
belajar. Pendapat lain mengenai pengertian belajar adalah terjadinya suatu “perubahan” dalam diri sesorang setelah melakukan aktivitas belajar (Djamarah&Zain, 2010:38).
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian belajar yang telah
diungkapkan di atas, tampak kata kunci dari belajar yaitu adanya perubahan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan mental yang
terjadi pada diri individu setelah melakukan aktivitas belajar dimana perubahan
2) Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sengaja dengan
menetapkan tujuan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan dengan maksud
agar terjadi belajar pada diri seseorang (Siregar dan Nara, 2011:13). Dimyati dan
Mudjiono (2009:26) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan kondisi
eksternal belajar. Belajar merupakan proses internal yang terjadi dalam diri
individu. Kondisi eksternal yang dimaksud adalah segala proses yang dapat
menghasilkan belajar pada diri seseorang.
Paparan pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah segala usaha yang dilakukan dengan maksud untuk
menghasilkan belajar pada diri seseorang.
b. Ciri-ciri Belajar dan Pembelajaran 1) Ciri-ciri Belajar
Siregar dan Nara (2011:5) mengungkapkan bahwa belajar memiliki empat
ciri-ciri yaitu adanya kemampuan baru atau perubahan tingkah laku, perubahan
berlangsung lama, perubahan tidak terjadi begitu saja, dan perubahan tidak
semata-mata karena perkembangan fisik/kedewasaan, kelelahan, penyakit atau
pengaruh obat-obatan.
Pertama, munculnya kemampuan baru atau perubahan tingkah laku antara
lain perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)
maupun nilai dan sikap (afektif). Perubahan bersifat kognitif adalah perilaku
yang merupakan proses berpikir atau hasil kerja otak. Perubahan yang bersifat
psikomotor adalah perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh
sedangkan perubahan bersifat afektif yaitu perilaku yang muncul sebagai
pertanda kecenderungan dalam membuat pilihan atau keputusan untuk
melakukan tindakan. Sebagai contoh, misalnya seorang siswa mendapatkan
pembelajaran mengenai cara merawat hewan peliharaan. Secara kognitif siswa
tersebut telah memperoleh pengetahuan (mengetahui) cara merawat hewan
peliharaan misalnya dengan diberi makan, dimandikan, dan lain sebagainya.
Ketika di rumah, siswa tersebut mempraktekkan pengetahuan yang telah
teratur (psikomotor). Pemberian makan kepada hewan peliharaan secara teratur
merupakan contoh perubahan afektif dalam diri siswa karena siswa tersebut
telah memilih untuk bersikap disiplin dalam memberi makan sebagai wujud
kasih sayang kepada hewan peliharaannya.
Kedua, perubahan berlangsung lama. Perubahan yang dimaksud adalah
perubahan yang terjadi bukanlah perubahan yang berlangsung sementara waktu
saja. Setelah belajar biasanya mengalami suatu perubahan baik dalam
pengetahuannya, sikap maupun perilaku fisiknya. Jadi, belajar menghasilkan
perubahan yang bersifat relatif konsisten. Contohnya seorang siswa telah belajar
cara mengoperasikan komputer dan siswa tersebut mampu mengoperasikan
komputer dengan baik. Jika dilain hari siswa tersebut diminta mengoperasikan
komputer lagi, maka siswa tersebut masih tetap dapat mengoperasikan karena ia
telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman yang telah dilakukan
sebelumnya dalam mengoperasikan komputer.
Ketiga, perubahan tidak terjadi begitu saja. Belajar merupakan proses yang
berlangsung secara bertahap dan terjadi terus menerus. Perubahan yang terjadi
dalam belajar harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat adanya interaksi
dengan lingkungan. Contohnya seseorang yang ingin belajar mengenai
kerjasama maka ia harus terus belajar. Cara belajar yang dilakukan tidak hanya
melalui teori semata namun sangat perlu untuk mempraktekkan langsung
bagaimana cara bekerjasama, misalnya bekerjasama dengan keluarga, teman,
tetangga, maupun orang lain.
Keempat, perubahan tidak semata-mata karena perkembangan fisik atau
kedewasaan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Perubahan yang
terjadi karena hal-hal tersebut bukanlah ciri-ciri dari belajar. Misalnya terjadi
perubahan tinggi pada manusia, perubahan tersebut terjadi bukan karena belajar
melainkan akibat perkembangan fisik dimana setiap orang pasti mengalami
sesuai dengan bertambahnya usia.
2) Ciri-ciri Pembelajaran
Siregar dan Nara (2011:13) kembali mengungkapkan tentang ciri-ciri
pertama, bahwa pembelajaran merupakan upaya sadar dan sengaja. Pembelajaran
secara sengaja dibuat untuk mendukung terjadinya proses belajar. Kedua,
pembelajaran harus membuat siswa belajar. Jadi, didalam pembelajaran harus
memuat kegiatan atau langkah-langkah yang bertujuan untuk membuat siswa
menjadi belajar. Ciri ketiga yaitu tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum
proses dilakukan. Penetapan tujuan dilakukan agar pembelajaran yang dilakukan
dapat sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Ciri yang terakhir yaitu
pelaksanaannya terkendali, meliputi isi, waktu, proses maupun hasilnya.
Pelaksanaan pembelajaran harus terkendali agar tidak menyimpang dari tujuan
yang sebelumnya telah dibuat.
c. Tujuan Belajar dan Pembelajaran
1) Tujuan Belajar
Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses yang berlangsung secara
berkelanjutan untuk menuju pada perubahan perilaku peserta didik. Menurut
Hanafiah dan Suhana (2012:20) yang menjadi tujuan belajar yang paling utama
adalah adanya perubahan tingkah laku mencakup seluruh aspek pribadi pada diri
peserta didik, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendapat Hanafiah
dan Suhana semakin diperkuat dengan pendapat Aunurrahman (2012:48) yang
menyatakan bahwa tujuan belajar menyangkut adanya perubahan mental pada
diri individu meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar yaitu untuk menimbulkan
perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan seluruh aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor pada diri individu.
2) Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dapat dilihat dari definisi mengenai pembelajaran.
Pembelajaran adalah merencanakan kegiatan- kegiatan yang orientasinya kepada
siswa agar terjadi belajar di dalam dirinya (Siregar&Nara, 2011: 14). Berdasarkan
definisi tersebut, tujuan pembelajaran adalah untuk membuat siswa agar terjadi
2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar
a. Pengertian Pembelajaran Matematika SD
Susanto (2013:186) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika adalah
proses belajar mengajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreativitas
berpikir siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir serta
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi matematika.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika SD
Susanto (2013:189) menjelaskan tujuan pembelajaran matematika di sekolah
dasar secara umun adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan
matematika serta mampu memberikan tekanan nalar dalam penerapan
matematika. Heruman (2008:2) berpendapat bahwa tujuan akhir pembelajaran
matematika sekolah dasar yaitu agar siswa terampil menggunakan berbagai
konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kedua pendapat mengenai
tujuan pembelajaran matematika SD tersebut merupakan tujuan secara umum.
Penjelasan mengenai tujuan pembelajaran matematika SD secara khusus termuat
dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (2008:148) sebagai berikut.
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan
mengaplikasikan konsep atau logaritma.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan
c. Ruang Lingkup Matematika SD
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2008:148) ruang lingkup mata
pelajaran Matematika SD meliputi aspek-aspek berikut.
1) Bilangan.
2) Geometri dan pengukuran.
3) Pengolahan data.
d. Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD
Penelitian ini dilakukan di kelas III SD semester 2, berikut ini akan disajikan
tabel 2.1 yang berisi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata
pelajaran matematika SD.
Tabel 2.1 SK dan KD Matematika Kelas III Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
3.1 Mengenal pecahan sederhana 3.2 Membandingkan pecahan sederhana 3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan
dengan pecahan sederhana
Geometri dan Pengukuran
4. Memahami unsur dan sifat-sifat bangun datar sederhana
4.1 Mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana menurut sifat atau unsurnya 4.2 Mengidentikasi berbagai jenis dan besar
sudut
5.1 Menghitung keliling persegi dan persegi panjang
5.2 Menghitung luas persegi dan persegi panjang
5.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling, luas persegi dan persegi panjang
Sumber : Badan Standar Nasional Pendidikan
Tabel 2.1 di atas menjelaskan bahwa terdapat dua standar kompetensi
mengenai bilangan serta geometri dan pengukuran. Standar kompetensi bilangan
memuat kompetensi dasar yang membahas mengenai mengenal, membandingkan,
kompetensi geometri dan pengukuran memuat kompetensi dasar yang membahas
mengenai identifikasi bangun datar, identifikasi jenis sudut, menghitung keliling
dan luas persegi serta persegi panjang, dan menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan keliling dan luas.
Penelitian ini khusus membahas standar kompetensi bilangan pada
kompetensi dasar 3.2 membandingkan pecahan sederhana karena pada kompetensi
dasar ini siswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya.
3. Teori Belajar Bruner
a. Pengertian Teori Belajar Bruner
Jerome Seymour Bruner merupakan seseorang ahli yang mendukung prinsip
kognitivisme. Teori belajar kognitivisme mengacu pada psikologi kognitif yang
berdasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Martiyono (2012:9)
menjelaskan bahwa psikologi kognitif memandang manusia sebagai individu yang
selalu aktif dalam mencari, menyelidiki, dan memproses informasi. Dalam proses
belajar, Bruner lebih mementingkan partisipasi aktif masing-masing siswa serta
mengenal adanya perbedaan kemampuan (Slameto, 2010:11).
Teori Bruner muncul berdasarkan ungkapan dari Jean Piaget yang
mengatakan bahwa anak harus berperan aktif pada saat proses belajar. Tema
pokok dari teori Bruner adalah belajar dengan menemukan (discovery learning). Siswa mengorganisasikan materi atau pelajaran yang dipelajarinya ke dalam
bentuk akhir sesuai dengan tingkat tingkat kemampuan berpikir anak (Suyono dan
Hariyanto, 2011:88).
b. Karakteristik Teori Belajar Bruner
Teori belajar Bruner terkenal dengan beberapa teori pembelajaran yaitu teori
belajar penemuan (discovery learning), teori pembelajaran konsep, kurikulum
berbentuk spiral (a spiral curriculum), dan belajar sebagai proses kognitif. Penelitian ini, peneliti khusus menggunakan teori belajar sebagai proses kognitif
karena di dalam teori tersebut Bruner mengungkapkan tiga tahapan pembelajaran
Teori belajar sebagai proses kognitif, Bruner mengemukakan bahwa terdapat
tiga proses belajar yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses belajar
tersebut berusaha dijelaskan oleh Dahar (2011:77) yaitu memperoleh informasi
baru, transformasi informasi, dan menguji relevansi serta ketetapan pengetahuan.
Informasi baru dapat berupa penghalusan atau penyederhanaan dari informasi
yang sebelumnya telah dimiliki, dapat berupa informasi yang benar-benar baru
yang sebelumnya belum pernah diketahui bahkan informasi yang berlawanan
dengan informasi sebelumnya. Misal, jika sesorang akan mempelajari sistem
pernafasan manusia maka ia harus mempelajari tentang pernafasan terlebih
dahulu.
Transformasi pengetahuan dilakukan dengan menggunakan pengetahuan
yang cocok atau sesuai untuk digunakan dalam tugas yang baru. Sebagai contoh,
kita diberi tugas untuk berdiskusi mengenai bencana alam banjir, maka kita
membutuhkan transformasi dari bermacam-macam pengetahuan yang kita miliki
tentang banjir, misal penyebab banjir, dampak banjir, dan lain-lain. Pada tahap
menguji relevansi serta ketetapan pengetahuan, kita dituntut untuk menilai apakah
cara kita menggunakan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.
Pendapat lain dari Bruner yang khas dalam teori ini mengenai tahapan
perkembangan kognitif yang hampir semua orang dewasa melaluinya. Schunk
(2012:618) menjelaskan tahapan perkembangan kognitif menurut Bruner yang
dibagi menjadi tiga tahapan belajar yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahapan
belajar tersebut sebagai berikut.
1) Tahap enaktif adalah tahap dimana seseorang dapat memahami sesuatu
dengan menggunakan respon motorik, misal melalui sentuhan, pegangan,
gigitan dan sebagainya. Tahap ini seseorang harus diberi kesempatan untuk
bermain maupun bereksperimen dengan berbagai alat/bahan pembelajaran
tertentu agar mampu memahami cara kerja alat/bahan tersebut. Misal, untuk
memahami konsep pecahan siswa perlu memegang secara langsung benda
konkret (potongan kue ataupun media pembelajaran lain) yang digunakan
2) Tahap ikonik adalah tahap dimana seseorang dapat memahami sesuatu
melalui visual objek, misalnya melalui gambar-gambar. Tahap ini sesorang
sudah mulai mampu memahami objek di sekitarnya tanpa memerlukan
manipulasi objek secara langsung. Misalnya, untuk memahami konsep
pecahan, siswa tidak memerlukan lagi media konkret seperti potongan roti
namun siswa sudah mampu memahaminya melalui gambar pecahan.
3) Tahap simbolik adalah tahap dimana seseorang sudah mampu belajar melalui
simbol-simbol, misalnya bahasa dan angka matematika. Pada tahap ini
seseorang sudah mampu memahami objek tanpa adanya bantuan media
konkret maupun gambar. Tahap simbolik merupakan tahap final dalam
pembelajaran. Misal, seseorang sudah mampu memahami maksud pecahan
setengah maka pecahan setengah ditulis dengan lambang bilangan yaitu .
Tiga tahapan perkembangan kognitif inilah yang digunakan peneliti sebagai
solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi mengenai keaktifan siswa dan
kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana.
c. Langkah pembelajaran Bruner
Suyono dan Hariyanto (2011:91) menjelaskan tujuh langkah pembelanjarn
menurut Bruner, yaitu.
Pertama, menentukan tujuan pembelajaran. Penentuan tujuan pembelajaran
bertujuan untuk semakin memudahkan dalam membuat rincian kegiatan belajar
yang akan dilakukan. Misal, suatu pembelajaran bertujuan untuk mengajak siswa
membandingkan pecahan. Maka dengan mengacu pada tujuan tersebut, pengajar
akan lebih mudah menentukan kegiatan apa saja yang mungkin dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut.
Kedua, melakukan identifikasi karakteristik siswa. Identifikasi karakteristik
siswa bertujuan untuk memahami karakteristik siswa yang akan mengikuti
pembelajaran. Identifikasi berupa identiifikasi karakteristik umum siswa meliputi
usia, kelas, keterampilan yang dimiliki siswa, gaya belajar siswa dan lain-lain.
dalam memilih materi pengajaran maupun metode yang sesuai dengan
karakteristik siswa sehingga siswa dapat mencapai tingkat belajar yang maksimal.
Ketiga, memilih materi. Memilih materi pembelajaran sebaiknya harus
disesuaikan dengan tujuan belajar dan karakteristik siswa. Jika memungkinkan,
guru dapat memodifikasi materi yang akan digunakan dengan mengambil sumber
dari beberapa buku maupun internet. Tujuan dari memodifikasi materi ini agar
dapat mencapai tujuan belajar dengan maksimal.
Keempat, menentukan topik pembelajaran. Topik pembelajaran sebaiknya
dapat dipelajari siswa secara induktif. Pembelajaran dimulai dari sesuatu yang
bersifat khusus menuju umum. Misalnya untuk memahami konsep pecahan, siswa
diajak untuk membagi kue, apel, ataupun kertas menjadi bagian-bagian yang kecil
selanjutnya baru diajak menyimpulkan apa yang dimaksud dengan pecahan.
Kelima, mengembangkan bahan-bahan ajar. Pengembangan bahan ajar dapat
dilakukan dengan menambahkan contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa. Misalnya guru memberikan gambar-gambar konkret
contoh pecahan dengan gambar-gambar potongan kue atau buah apel.
Keenam, mengatur topik pelajaran sesuai perincian urutan. Pengaturan urutan
pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau
dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. Menurut Bruner tahapan belajar
dari tahap enaktif, ikonik sampai tahap simbolik merupakan urutan belajar yang
dapat memaksimalkan pembelajaran.
Ketujuh, melakukan penilaian proses dan hasil belajar. Melakukan penilaian
proses dan hasil belajar wajib dilakukan. Penilaian proses maupun hasil belajar
dapat dijadikan sebagai gambaran oleh guru mengenai pembelajaran yang telah
dilakukan, apakah pembelajaran berhasil atau tidak. Bagi siswa hasil belajar
tersebut memberikan gambaran kepada dirinya, apakah dirinya sudah mampu
4. Kemampuan Kognitif
a. Pengertian Kemampuan Kognitif
Taksonomi belajar merupakan pengelompokan tujuan belajar berdasarkan
domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga domain belajar yaitu
kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan kognitif merupakan satu
dari tiga kawasan belajar menurut Taksonomi Bloom. Siregar dan Nara (2010:18)
berpendapat bahwa kemampuan kognitif adalah perilaku yang merupakan proses
berpikir atau perilaku hasil kerja otak. Yusuf (2009:4) berpendapat bahwa
kemampuan kognitif adalah suatu struktur pada setiap aspek pengetahuan yang
menghasilkan tingkah laku. Berdasarkan kedua pendapat di atas mengenai
kemampuan kognitif, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif adalah
proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan sebagai hasil kerja otak.
b. Tingkatan Kemampuan Kognitif
Siregardan Nara (2010:9) berusaha memberikan penjelasan singkat mengenai
revisi taksonomi pada kawasan kognitif yang dilakukan oleh Anderson dan
Krathwohl. Menurut Anderson dan Krathwohl terdapat dua kategori yaitu dimensi
proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Pada dimensi proses kognitif terdapat
enam jenjang atau tingkatan belajar yaitu mengingat, memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menurut Anderson
dan Krathwohl (2010: 99) terdapat enam kategori dalam dimensi proses kognitif
yaitu.
1) Mengingat adalah mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang.
Tujuan mengingat yaitu meningkatkan ingatan atas materi yang telah
diajarkan. Misalnya untuk menguji kemampuan mengingat siswa, guru dapat
memberikan tes dengan sedikit merubah kondisinya dari cara belajar yang
semula dilakukan. Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif
mengingat diantaranya mengenali, mengingat kembali, mengidentifikasi,
mengambil dan lain sebagainya. Kategori dan proses kognitif pada dimensi
kognitif meningat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyebutkan
2) Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, baik
yang bersifat lisan, tertulis atau melalui gambar. Tujuan memahami yaitu
mampu membangun arti dari pesan pembelajaran yang telah dilakukan.
Seseorang memahami ketika mereka menggabungkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan lama yang sebelumnya telah mereka ketahui. Kategori
dan proses kognitif pada dimensi kognitif memahami diantaranya
menafsirkan, memberi contoh, mengilustrasikan, menyimpulkan, memetakan,
dan lain sebagainya. Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif
memahami yang digunakan dalam penelitian ini adalah menjelaskan,
menunjukkan, membedakan, mengelompokkan, membandingkan, dan
memilih.
3) Mengaplikasikan adalah menggunakan atau menerapakan suatu prosedur
dalam keadaan tertentu. Pengaplikasian prosedur-prosedur tertentu digunakan
untuk mengerjakan latihan soal atau menyelesaikan masalah. Sebagai contoh
ketika seseorang ingin mencari luas suatu petak sawah yang berbentuk
persegi panjang, maka tinggal menggunakan rumus luas persegi panjang yaitu
p x l. Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif mengaplikasikan
diantaranya melaksanakan dan menggunakan.
4) Menganalisis adalah memecah materi atau bahan-bahan ke dalam unsur-unsur
pokoknya dan menentukan hubungan antar bagian dengan bagian lain yang
saling berhubungan serta kepada keseluruhan struktur atau tujuan. Tujuan
menganalisis antara lain untuk menentukan bagian-bagian informasi yang
relevan, menentukan cara menata bagian-bagian tersebut dan menentukan
tujuan dibalik informasi tersebut. Kategori dan proses kognitif pada dimensi
kognitif menganalisis diantaranya membedakan, memilih, memfokuskan,
mengorganisasi, membuat garis besar, dan lain sebagainya.
5) Mengevaluasi adalah membuat atau mengambil keputusan berdasarkan
kriteria atau standar tertentu. Kriteria yang paling sering digunakan adalah
kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Seseorang yang sedang
mengevalusi sesuatu biasanya mengajukan pertanyaan, misal apakah metode
tertentu? Bagaimana jika dibandingkan dengan metode lain? Kategori dan
proses kognitif pada dimensi kognitif mengevaluasi diantaranya memeriksa,
memonitor, menguji, menilai, mengkritik, dan lain sebagainya.
6) Mencipta adalah membuat produk baru dengan menyusun bagian-bagian ke
dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Mencipta
merupakan tingkatan tertinggi dalam belajar, karena untuk menciptakan
sesuatu membutukan kolaborasi dari berbagai pengetahuan yang dimiliki.
Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif mencipta diantaranya
merumuskan, membuat hipotesis, mendesain, mengkonstruksi, dan lain
sebagainya.
Pada dimensi pengetahuan terdapat empat kategori yaitu faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif. Pengetahuan faktual meliputi elemen dasar yang
harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari mata pelajaran atau
memecahkan masalah. Pengetahuan faktual biasanya berada pada tingkat abstraksi
yang relatif rendah. Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang
kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori. Pengetahuan
prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu, biasanya berupa
urutan-urutan atau langkah-langkah yang harus diikuti. Pengetahuan metakognitif
adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti kesadaran tentang
sesuatu dan pengetahuan tentang pengalaman pribadi seseorang.
Penelitian ini memfokuskan pada dimensi kognitif mengingat dan memahami.
Yusuf (2009:178) mengungkapkan bahwa pada usia sekolah dasar (6-12 tahun)
kemampuan kognitif anak sudah mampu mereaksi rangsangan intelektual dan
melaksanakan tugas belajar. Hal tersebut ditandai dengan munculnya tiga
kemampuan baru yaitu mengklasifikasi (mengelompokkan), menyusun, dan
mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan.
Hal tersebut sesuai dengan kemampuan kognitif pada dimensi mengingat dan
memahami yang lebih memfokuskan pada kegiatan pengambilan pengetahuan lalu
berusaha memaknainya. Fokus penelitian ini adalah untuk membandingkan
pecahan dimana siswa dibimbing untuk menyebutkan, membilang, menjelaskan,
5. Keaktifan
a. Pengertian Keaktifan
Ilmu psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang
aktif. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri
(Dimyati dan Mudjiono,2010:44). Hollingsworth dan Lewis (2008:8) menjelaskan
bahwa keaktifan terjadi ketika anak terlibat secara terus menerus baik secara
mental maupun fisik. Definisi keaktifan juga semakin diperkuat oleh Zaini,
Munthe, dan Aryani (2008:14) yang mengatakan bahwa keaktifan merupakan
keterlibatan siswa secara aktif menggunakan otak (mental). Keaktifan tersebut
tidak hanya berupa aktif secara mental namun juga melibatkan keaktifan fisik.
Paparan pendapat dari para ahli di atas, pada dasarnya kedua pendapat
tersebut memiliki kesamaan. Kata kunci dari pendapat keduanya adalah aktif
secara mental (psikis) dan fisik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah
berbagai kegiatan yang tampak dalam proses belajar berupa kegiatan fisik dan
kegiatan psikis.
b. Indikator Keaktifan
Dimyati dan Mudjiono (2010:45) keaktifan itu beraneka ragam bentuknya
mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai pada kegiatan psikis yang
sulit diamati. Kegiatan fisik dapat berupa kegiatan membaca, mendengar, menulis,
berlatih keterampilan dan sebagainya. Sedangkan contoh kegiatan psikis misalnya
menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah,
membandingkan konsep satu dengan konsep lain, dan kegiatan psikis lain.
Berdasarkan indikator-indikator yang telah diungkapkan di atas, maka
peneliti mengembangkan indikator tersebut dalam penelitian ini.
Indikator-indikator keaktifan dalam penelitian ini diambil dari beberapa contoh kegiatan
berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Indikator keaktifan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah.
1) Kegiatan fisik
a) Membaca materi pelajaran adalah kegiatan membaca materi pelajaran untuk
b) Mendengarkan pendapat teman adalah mau mendengarkan teman yang
sedang mengemukakan pendapat.
c) Menulis hasil kerja kelompok adalah menuliskan hasil kerja ketika bekerja
dalam kelompok.
d) Berlatih keterampilan menggunakan media pembelajaran adalah keterampilan
dalam menggunakan media pembelajaran untuk menyelesaikan tugas.
2) Kegiatan psikis yaitu mengemukakan pendapat. Mengemukakan pendapat
adalah terlibat langsung untuk berpendapat dalam menyelesaikan tugas.
c. Prinsip Keaktifan
Keaktifan merupakan salah satu prinsip belajar dalam pembelajaran yang
harus dikembangkan oleh guru. Aunurrahman (2012:121) mengungkapkan
implikasi prinsip keaktifan bagi guru dalam proses pembelajaran sebagai berikut.
Pertama, guru memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk
berkreativitas dalam proses belajarnya. Pemberian kesempatan kepada siswa
untuk berkreativitas akan membuat siswa untuk semakin berpikir aktif. Siswa
dapat menggabungkan beberapa pengetahuan lain yang diperolehnya untuk
membantunya dalam memahami proses belajar yang sedang dilakukannya.
Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan,
penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen. Memberikan pengalaman langsung
melalui kegiatan pengamatan, penyelidikan maupun eksperimen akan
mengaktifkan fisik, mental, dan intelektual siswa. Pemilihan kegiatan yang akan
dilakukan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, materi pembelajaran, waktu, serta
metode yang digunakan guru.
Ketiga, memberi tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.
Pemberian tugas dalam setiap kegiatan pembelajaran merupakan hal yang penting
karena siswa dapat berpikir secara aktif untuk berusaha menyelesaikan tugas
tersebut. Tugas dapat diberikan secara individu maupun kelompok yang tentunya
masih dalam pengawasan guru. Tugas yang diberikan secara berkelompok
cenderung lebih mengaktifkan siswa karena dalam pengerjaan tugas ini akan
Keempat, memberikan pujian verbal dan non verbal kepada siswa. Pemberian
pujian ini dapat diberikan pada siswa merespon pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh guru. Pemberian pujian diharapkan akan mampu memberikan
dampak positif pada keaktifan siswa selama proses pembalajaran.
Kelima, menggunakan multi metode dan multi media dalam pembelajaran.
Penggunaan multi metode dalam pembelajaran membuat pembelajaran lebih
bervariasi dan tidak monoton. Misalnya jika guru hanya menggunakan metode
tanya jawab dalam pembelajarannya, kemungkinan keaktifan intelektual siswa
saja yang dapat dibangun. Tetapi jika divariasikan dengan metode lain
kemungkinan keaktifan dari sisi fisik dan mental siswa dapat dioptimalkan. Selain
itu, menggunakan multi media juga mampu mengaktifkan siswa karena semakin
banyaknya media yang digunakan maka variasi kegiatan dari penggunaan media
juga semakin banyak.
Penerapan prinsip di atas dalam pembelajaran akan memberikan interaksi
pengalaman langsung kepada siswa. Pengalaman langsung dalam pembelajaran
secara otomatis akan ikut melibatkan siswa sehingga keaktifan siswa baik secara
mental, fisik maupun intelektual dapat dikembangkan secara optimal.
6. Pecahan
a. Pengertian Pecahan
Pecahan dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya sering kita jumpai.
Membagi kue dan menggunting kertas menjadi beberapa beberapa contoh
kegiatan yang menggunakan prinsip pecahan. Heruman (2008:43) menjelaskan
bahwa pecahan merupakan bagian dari sesuatu yang utuh. Bagian dari pecahan
seharusnya memiliki luas atau bagian yang sama besar. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005:840) menyebutkan bahwa pecahan adalah bilangan yang
penyebutnya lebih besar daripada pembilang. Marsigit (2009:23) menjelaskan
bahwa pecahan adalah bilangan yang dinyatakan dalam bentuk , dengan a dan b
merupakan bilangan bulat, b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pecahan
dalam bentuk , a disebut pembilang dan b disebut penyebut, dengan syarat b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.
Contoh pecahan antara lain , , ,dan . Menunjukkan suatu pecahan dapat
dilakukan dengan menggunakan media konkret seperti potongan roti, potongan
cokelat, potongan kertas atau media konkret lainnya. Selain dengan menggunakan
media konkret, penjelasan pecahan dapat dilakukan dengan menggunakan gambar
berwarna ataupun arsiran. Misal, menunjukkan pecahan setengah. Pecahan
setengah berarti jika suatu daerah dibagi menjadi dua bagian yang sama besar
sehingga tiap bagian memiliki luas dan nilai yang sama. Penjelasan mengenai
pecahan setengah dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Pecahan setengah
Luas bagian yang diarsir sama dengan luas bagian yang berwarna putih, yaitu
.
Jadi, pecahan setengah atau satu per dua adalah satu bagian dari dua bagian.Pada pecahan tersebut bilangan pecahan 1 dinamakan pembilang sedangkan
bilangan pecahan 2 dinamakan penyebut.
b. Membandingkan Pecahan
Heruman (2008:52) syarat utama yang harus dikuasai siswa dalam
membandingkan pecahan adalah siswa harus memiliki kemampuan memahami
nilai pecahan. Membandingkan pecahan biasanya dengan menggunakan tiga tanda
yaitu tanda “ < ” yang berarti lebih dari, tanda “ > ” yang berarti kurang dari, dan tanda “ = ” yang berarti sama dengan.
Membandingkan bilangan pecahan dilakukan dengan cara membandingkan
nilai pecahan. Langkah membandingkan pecahan yang digunakan dalam
ikonik, dan simbolik. Beberapa contoh cara membandingkan pecahan yang
digunakan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif antara lain:
1) Tahap enaktif dilakukan dengan menggunakan benda konkret seperti
potongan roti dan potongan kertas. Pada penelitian ini, digunakan media
keping pecahan untuk mempermudah siswa pada tahap enaktif. Cara
membandingkan pecahan pada tahap ini, siswa diminta membandingkan
besar bagian atau keping pecahan pada media yang digunakan. Misalnya
siswa membandingkan besar keping pecahan dengan keping pecahan
.
Penjelasan penggunaan media keping pecahan dalam membandingkan
pecahan dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Membandingkan bagian keping pecahan
Gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan bahwa besar bagian atau keping
pecahan lebih besar dari bagian atau keping pecahan . Maka dapat
disimpulkan bahwa pecahan setengah lebih dari pecahan seperempat. Jika
ditulis menggunakan simbol angka pecahan dan tanda pembandingnya
menjadi > .
2) Tahap ikonik dilakukan dengan cara menggambar pecahan. Pada tahap ini,
siswa membandingkan pecahan dengan cara membandingkan gambar