• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA"

Copied!
329
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN

KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN

TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS

NOTOYUDAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh :

Veronica Daristi Muktiningtyas

101134082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

i

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN

KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN

TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS

NOTOYUDAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun Oleh :

Veronica Daristi Muktiningtyas

101134082

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(3)

ii

SKRIPSI

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN

KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN

TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS

NOTOYUDAN YOGYAKARTA

Oleh :

Veronica Daristi Muktiningtyas

NIM : 101134082

Telah disetujui oleh :

Pembimbing I

Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. Tanggal, 12 Juni 2014

Pembimbing II

(4)

iii

SKRIPSI

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN

KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN

TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS

NOTOYUDAN YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Veronica Daristi Muktiningtyas

NIM : 101134082

Telah dipertanggungjawabkan di depan penguji

pada tanggal 14 Juli 2014

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. ……… Sekretaris : Catur Rismiati, S.Pd, M.A., Ed.D. ……… Anggota : Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. ……… Anggota : Maria Melani Ika Susanti, M.Pd. ……… Anggota : Drs. Puji Purnomo, M.Si. ………

Yogyakarta, 14 Juli 2014

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk :

1. Bapa, Putera, dan Roh Kudus yang begitu luar biasanya membimbing dan

mendidik saya selama mengerjakan karya ini.

2. Kedua orang tua saya Almatius Suwarman dan Anastasia Titik Istiyartini

yang telah dipercayakan Tuhan sebagai perantara untuk mendukung saya

melalui doanya dan dukungan secara mental maupun finansial.

3. Kakak dan adikku Robertus Rumpaka Nugroho dan Yustinus Daristya

Meidananta yang telah mendukung saya dengan doa.

4. Cosmas Petrus Billi dan keluarga yang begitu luar biasa dalam mendukung

doa dan atas bantuannya.

5. Cornelius Ardiyanto Wibowo yang telah memberikan motivasi kepada saya.

6. Sahabatku Rini, Celin, Titin, dan Pani yang selalu memberikan semangat dan

dukungan yang tak henti-hentinya.

7. Seluruh teman-teman yang berani membuat perbedaan yaitu kami anak-anak

mandiri yang bukan anak payung, Margareta Putri Pamungkas, Cosmas

Petrus Billi, Aloisia Rani Meita, dan Febrieny Wulandari.

8. Semua orang yang telah dipakai Tuhan dalam membantu saya selama

(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Juni 2014

Penulis,

(7)

vi

MOTTO

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”

(Filipi 3 : 14)

“Usaha yang keras tak pernah mengkhianati”

(Cornelius Ardiyanto)

“Menolak suatu kegagalan dan kesalahan, berarti menolak didikan untuk berhasil”

(Tyas)

“Belajar dengan pernah melakukan sebuah kesalahan akan menuntun kita mengetahui kebenarannya”

(Billi)

“Inovasi membedakan antara pemimpin dan pengikut”

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Veronica Daristi Muktiningtyas

NIM : 101134082

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul :

“Peningkatan Keaktifan Siswa dan Kemampuan Kognitif pada Materi Pecahan

Menggunakan Teori Belajar Bruner di Kelas III SD Kanisius Notoyudan

Yogyakarta”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan tanpa perlu

meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Ditulis di Yogyakarta

Pada tanggal 12 Juni 2014

Yang menyatakan,

(9)

viii

ABSTRAK

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA MATERI PECAHAN MENGGUNAKAN TEORI BELAJAR BRUNER DI KELAS III SD KANISIUS NOTOYUDAN YOGYAKARTA

Veronica Daristi Muktiningtyas

Universitas Sanata Dharma

2014

Latar belakang penelitian ini adalah adanya permasalahan mengenai kurang maksimalnya pencapaian keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi pecahan di kelas III SD Kanisius Notoyudan. Data kondisi awal keaktifan siswa sebesar 18,18% yang termasuk dalam kategori keaktifan sangat rendah sedangkan kemampuan kognitif melalui nilai rata-rata ulangan sebanyak 66,73 dan persentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 53,84%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengacu pada model spiral dari Kemmis dan Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dan setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Kanisius Notoyudan yang berjumlah 22 siswa. Objek penelitian ini adalah keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi pecahan. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui tes, kuesioner, dan pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan 1) pada akhir siklus II keaktifan siswa sebesar 95,46% termasuk kategori keaktifan sangat tinggi sedangkan kemampuan kognitif melalui nilai rata-rata ulangan siswa sebesar 87,27 dan persentase siswa yang mencapai KKM sebesar 87,36%, 2) penggunaan teori belajar Bruner melalui tahap enaktif, ikonik, dan simbolik dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi pecahan dapat meningkat dengan menggunakan teori belajar Bruner.

(10)

ix

ABSTRACT

THE IMPROVEMENT OF THE STUDENTS’ ACTIVENESS AND

COGNITIVE ABILITY IN FRACTION MATERIAL BY USING BRUNER LEARNING THEORY IN THE THIRD GRADE OF

KANISIUS NOTOYUDAN ELEMENTARY SCHOOL OF YOGYAKARTA

Veronica Daristi Muktiningtyas Sanata Dharma University

2014

The background of this research was the problem of the less than maximal

activity in the students’ achievement and the cognitive ability in fractions material in third grade of Kanisius Notoyudan Elementary School of Yogyakarta. The data

of the initial condition of the students’ activeness was 18.18%, which is included

in a very low activity category, while the cognitive ability from the mean score of daily tests was 66.73 and the percentage of students who pass KKM was 53.84%.

This research was aimed to know and describe the use of Bruner's learning

theory which can improve the students’ activity and the cognitive ability to comparing simple fractions at third grade of Kanisius Notoyudan Elementary School of Yogyakarta.

This research was Classroom Action Research (CAR), referring to the spiral model from Kemmis and Taggart. This research was conducted in two cycles, and each cycle consisted of 3 meetings. The subjects in this research were all students of the third grade of Kanisius Notoyudan Elementary School, consisting of 22

students. The object of research was the students’ activity and cognitive ability in

fraction material. The data collection technique was obtained by tests, questionnaires, and observations. The data were analyzed by descriptive qualitative and quantitative.

The result of the research showed 1) the students’ activity in the Cycle II

shows that the students’ activity was 95.46%, included in very high activeness

category, while the cognitive ability from the mean score of the daily tests was 87.27 and the percentage of the students who pass KKM was 87.36%, 2) the use

of Bruner’s learning theory by phase of enactive, iconic, and symbolic can improve the students’ activity and the cognitive ability.

Based on the result of the research obtained, it can be concluded that the

students’ activeness and cognitive ability in fractions material can be improved by using Bruner’s learning theory.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang

selalu mendampingi dan memberkati dengan penuh kasih dalam penulisan skripsi

yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Siswa dan Kemampuan Kognitif pada

Materi Pecahan Menggunakan Teori Belajar Bruner di Kelas III SD Kanisius

Notoyudan Yogyakarta”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

kelulusan memperoleh gelar sarjana pendidikan sesuai dengan program studi yang

ditempuh.

Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sanata Dharma.

2. Gregorius Ari Anugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A., Ketua Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Maria Melani Ika Susanti, M.Pd., dosen pembimbing II yang selalu

memberikan arahan beserta dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., dan Laurensia Aptik Evanjeli,

S.Psi., M.A., yang telah bersedia memberikan bimbingan dalam pembuatan

kuesioner beserta lembar pengamatan keaktifan dalam penelitian ini.

6. Sudi Mungkasi, Ph.D., dan Dominikus Arif Budi Prasetyo, M.Si., yang telah

bersedia memberikan bimbingan dalam pembuatan soal dalam penelitian ini.

7. Immaculata Ernawati S.Pd., Kepala SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta

yang telah bersedia memberikan ijin kepada peneliti untuk melaksanakan

penelitian di kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta.

8. Erni Suswanti S.Pd., guru kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta yang

bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan

(12)

xi

9. Kedua orang tua beserta kakak dan adik yang selalu mendukung dengan doa

dan berbagai nasehat sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya.

10. Sahabat dan teman-teman yang selalu setia membantu saya dalam segala hal

selama pengerjaan skripsi ini.

11. Semua pihak yang tentunya tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah

dipakai Tuhan untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi

ini dan jauh dari sempurna. Untuk itu sangat diperlukan kritik dan saran dari para

pembaca guna memperbaiki kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat memberikan sedikit tambahan pengetahuan bagi para pembaca.

Yogyakarta, 12 Juni 2014

Penulis,

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

MOTTO ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 6

D. Pemecahan Masalah ... 6

E. Batasan Pengertian ... 7

F. Tujuan Penelitian ... 7

G. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ... 9

A. Kajian Pustaka ... 9

1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran ... 9

2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar ... 13

3. Teori Belajar Bruner ... 15

4. Kemampuan Kognitif ... 19

(14)

xiii

6. Pecahan ... 24

B. Penelitian yang Relevan ... 28

C. Kerangka Berpikir ... 30

D. Hipotesis Tindakan... 33

BAB III. METODE PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Setting Penelitian ... 36

C. Rencana Tindakan ... 36

D. Instrumen Penelitian... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Validitas dan Reliabilitas ... 54

G. Analisis Data ... 63

H. Kriteria Keberhasilan ... 66

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Hasil Penelitian ... 67

1. Pelaksanaan Siklus I ... 67

2. Pelaksanaan Siklus II ... 80

3. Hasil Penelitian ... 91

B. Pembahasan ... 98

BAB IV. PENUTUP ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Keterbatasan Penelitian ... 105

C. Saran ... 105

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai Ulangan Matematika KD 3.2 ... 3

Tabel 2.1 SK dan KD Matematika Kelas III Semester 2 ... 14

Tabel 3.1 Instrumen Penelitian ... 45

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus I ... 47

Tabel 3.3 Kisi-kisi Soal Evaluasi Siklus II ... 47

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Pilihan Ganda ... 48

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Isian Singkat ... 48

Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Keaktifan ... 49

Tabel 3.7 Pengukuran Skala Likert ... 50

Tabel 3.8 Kisi-kisi Lembar Pengamatan ... 51

Tabel 3.9 Pedoman Penskoran Pengamatan... 52

Tabel 3.10 Kriteria Tingkat Kualitas Produk ... 55

Tabel 3.11 Hasil Penghitungan Validasi Perangkat Pembelajaran ... 56

Tabel 3.12 Kriteria Validasi Instrumen Kuesioner ... 57

Tabel 3.13 Hasil Validasi Instrumen Kuesioner dan Lembar Pengamatan ... 57

Tabel 3.14 Validitas Soal Evaluasi Siklus I ... 59

Tabel 3.15 Validitas Soal Evaluasi Siklus II ... 60

Tabel 3.16 Kriteria Klasifikasi Reliabilitas Instrumen ... 62

Tabel 3.17 Pedoman Rata-rata Keaktifan Siswa ... 64

Tabel 3.18 Kriteria Keberhasilan Keaktifan Siswa ... 66

Tabel 3.19 Kriteria Keberhasilan Kemampuan Kognitif ... 66

Tabel 4.1 Keaktifan Siswa Siklus I ... 92

Tabel 4.2 Kemampuan Kognitif Siklus I ... 93

Tabel 4.3 Keaktifan Siswa Siklus II ... 95

Tabel 4.4 Kemampuan Kognitif Siklus II ... 97

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pecahan Setengah ... 25

Gambar 2.2 Membandingkan Bagian Keping Pecahan ... 26

Gambar 2.3 Membandingkan Arsiran pada Gambar Pecahan ... 27

Gambar 3.1 PTK Model Spiral dari Kemmis dan Taggart ... 34

Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Keaktifan Siswa ... 100

Gambar 4.2 Grafik Peningkatan Rata-rata Nilai Ulangan ... 101

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ... 110

Lampiran 2. Jaring Tema ... 125

Lampiran 3. RPP Siklus I ... 132

Lampiran 4. RPP Siklus II ... 178

Lampiran 5. Lembar Kerjas Siswa (LKS) Siklus I ... 229

Lampiran 6. Lembar Kerjas Siswa (LKS) Siklus II ... 239

Lampiran 7. Soal Evaluasi Siklus I ... 247

Lampiran 8. Soal Evaluasi Siklus II ... 251

Lampiran 9. Instrumen Validasi Perangkat Pembelajaran ... 255

Lampiran 10. Kuesioner Keaktifan ... 258

Lampiran 11. Lembar Pengamatan Keaktifan ... 260

Lampiran 12. Instrumen Validasi Kuesioner dan Pengamatan ... 264

Lampiran 13. Hasil Uji Validitas Soal Siklus I ... 266

Lampiran 14. Hasil Uji Validitas Soal Siklus II ... 273

Lampiran 15. Hasil Uji Reliabilitas Soal Siklus I ... 279

Lampiran 16. Hasil Uji Reliabilitas Soal Siklus II ... 280

Lampiran 17. Data Kemampuan Kognitif ... 281

Lampiran 18. Data Keaktifan Siswa ... 284

Lampiran 19. Lembar Pengamatan Guru Saat Mengajar ... 295

Lampiran 20. Hasil Kerja Siswa ... 298

Lampiran 21. Dokumentasi ... 305

Lampiran 22. Surat Ijin Penelitian ... 309

Lampiran 23. Surat Bukti Penelitian ... 311

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, pembatasan masalah,

perumusan masalah, pemecahan masalah, batasan pengertian, tujuan penelitian,

dan manfaat penelitian.

A. Latar Belakang

Belajar merupakan proses yang dialami semua orang dan akan berlangsung

sampai seumur hidupnya. Siregar dan Nara (2010:3) berpendapat bahwa

seseorang yang telah belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku di

dalam dirinya yang menyangkut perubahan pengetahuan (kognitif), nilai dan sikap

(afektif) maupun keterampilan (psikomotor). Perubahan pengetahuan (kognitif)

yang dimaksud adalah bertambahnya jumlah pengetahuan dan kemampuan

berpikir, misalnya dari yang semula tidak tahu menjadi tahu (memiliki

pengetahuan). Perubahan nilai dan sikap (afektif) berkaitan dengan perilaku dan

karakter seseorang, misalnya seseorang yang menjunjung tinggi nilai kejujuran

akan berusaha bersikap jujur dalam bertindak, karena ia merasa sikap jujur

sebagai suatu nilai yang diperlukan. Sedangkan perubahan keterampilan

(psikomotor) berkaitan dengan aktivitas fisik seseorang dimana setelah belajar

orang tersebut akan memiliki keterampilan baru.

Ketiga aspek perubahan tingkah laku dalam belajar yang menyangkut

perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor memang seharusnya dialami ketika

kita belajar. Siregar dan Nara (2013:4) menyatakan beberapa aspek yang

terkandung dalam belajar salah satunya adalah adanya penerapan pengetahuan.

Belajar akan menjadi lebih bernilai ketika sesorang mampu menerapkan

pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan di sekolah

merupakan salah satu sarana yang dianggap mampu untuk mencapai tujuan

(19)

Sekolah Dasar (SD) merupakan jenjang pendidikan yang paling dasar dari

jenjang pendidikan yang lain. Kurikulum SD memuat delapan mata pelajaran,

salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Matematika merupakan mata

pelajaran inti di SD. Matematika juga merupakan salah satu mata pelajaran yang

diujikan dalam ujian nasional. Matematika merupakan ilmu universal yang

mendasari perkembangan teknologi modern sampai saat ini. Mata pelajaran

matematika dianggap penting sehingga mata pelajaran ini sudah mulai diberikan

kepada peserta didik mulai dari SD yang bertujuan untuk memberikan bekal

kepada peserta didik agar mampu mengikuti perkembangan zaman dan mampu

menghadapi berbagai tantangannya. Matematika sebenarnya selalu dibutuhkan

dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari bangun tidur kita sudah

berjumpa dengan matematika, misalnya jam berapa kita bangun. Ketika makan,

matematika juga digunakan misalnya bagaimana cara ibu membagi makanan

untuk seluruh anggota keluarga agar mendapatkan bagian yang adil. Contoh

tersebut hanyalah contoh kecil dari kegiatan sehari-hari yang tidak terlepas dari

matematika.

Heruman (2008: 43) mengutip sebuah pernyataan dari Depdikbud yang

menyatakan bahwa pecahan merupakan salah satu materi matematika yang sulit

untuk diajarkan. Hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa siswa

di kelas III SD Kanisius Notoyudan menyatakan bahwa mata pelajaran

matematika ternyata sulit karena sebagian besar dari mereka tidak bisa memahami

pelajaran dengan baik. Materi matematika yang dirasa sulit adalah materi pecahan

terutama membandingkan pecahan. Materi membandingkan pecahan menjadi sulit

karena materi pecahan belum pernah dipelajari sebelumya. Kesulitan tersebut

semakin didukung dari data nilai ulangan matematika pada Kompetensi Dasar

(KD) 3.2 membandingkan pecahan sederhana selama tiga tahun terakhir. Data

tersebut menggambarkan masih banyaknya siswa yang belum mencapai nilai

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Data nilai ulangan matematika dapat dilihat

(20)

Tabel 1.1 Nilai Ulangan Matematika KD 3.2

Tahun KKM Nilai Rata-rata ulangan

Ketuntasan Siswa Jumlah Siswa Sumber : Daftar nilai ulangan matematika kelas III SD Kanisius Notoyudan

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, diperoleh data bahwa nilai rata-rata ulangan

siswa kelas III SD Kanisius Notoyudan sejumlah 66,73 yang masih belum

mencapai KKM sejumlah 74. Data lain yang dapat ditunjukkan dari Tabel 1.1

adalah ketuntasan belajar siswa. Siswa yang belum mencapai KKM sebesar

46,16%. Hal ini menjadi salah satu tanda mengenai kurang berhasilnya siswa

dalam mencapai hasil belajar yang maksimal terutama pada kemampuan kognitif

siswa dalam membandingkan pecahan.

Peneliti melakukan wawancara kepada guru kelas III untuk menemukan

kemungkinan penyebab lainnya. Hasil wawancara memberikan informasi bahwa

guru biasanya menjelaskan materi pecahan dengan menggambar irisan pecahan di

papan tulis. Guru juga tidak menggunakan teori belajar apapun dalam

menjelaskan materi pecahan. Peneliti menyimpulkan bahwa kurangnya

penggunaan media pembelajaran dan kurangnya penerapan teori belajar belajar

matematika dapat menjadi salah satu faktor penyebab kesulitan pemahaman bagi

siswa untuk membandingkan pecahan sederhana. Hasil wawancara ini semakin

didukung oleh Heruman (2008:43) yang menyatakan bahwa kesulitan pengajaran

materi pecahan terlihat dari kurangnya variasi media pembelajaran serta kurang

bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru.

Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat guru mengajar terlihat

bahwa guru masih cenderung menggunakan metode ceramah dan metode tanya

(21)

kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Peneliti melakukan pengamatan

terstruktur dengan menggunakan lembar pengamatan dan menyebarkan kuesioner

keaktifan. Indikator keaktifan yang menjadi pedoman dalam lembar pengamatan

dan kuesioner diantaranya: 1) membaca materi pelajaran, 2) mendengarkan

pendapat teman, 3) menulis hasil kerja kelompok, 4) berlatih keterampilan

menggunakan media pembelajaran, dan 5) mengemukakan pendapat. Hasil

rata-rata penghitungan dari pengamatan dan kuesioner menunjukkan bahwa keaktifan

siswa sebesar 18,18% yang termasuk dalam kategori sangat rendah.

Paparan masalah di atas mengenai kurangnya keaktifan siswa dan

kemampuan kognitif kelas III SD Kanisius Notoyudan pada pembelajaran

matematika khususnya dalam membandingkan pecahan, maka perlu dilaksanakan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Solusi dari permasalahan tersebut adalah

peneliti mencoba menerapkan teori belajar Bruner pada materi pecahan khususnya

pada KD 3.2 membandingkan pecahan sederhana. Teori belajar Bruner dianggap

mampu mengatasi permasalahan tersebut karena dalam teori Bruner tersebut

memuat tahapan perkembangan kognitif yang dirasa cocok untuk mengatasi

permasalahan tersebut. Bruner (Schunk,2012:618) mengemukakan perkembangan

kognitif dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

Bruner berpendapat bahwa pada tahap enaktif, seseorang dapat memahami

sesuatu dengan menggunakan respon motorik, misal melalui sentuhan, pegangan,

gigitan dan sebagainya. Tahap selanjutnya adalah tahap ikonik yaitu seseorang

dapat memahami sesuatu melalui visual objek, misalnya melalui gambar-gambar.

Tahap terakhir adalah tahap simbolik yaitu seseorang sudah mampu belajar

melalui simbol-simbol, misalnya bahasa dan angka matematika.

Tiga tahapan belajar dalam teori Bruner diharapkan mampu meningkatkan

kemampuan kognitif siswa dalam membandingkan pecahan. Peningkatan

kemampuan kognitif yang dimaksud adalah peningkatan dalam mengingat dan

memahami. Taksonomi Bloom (Siregar dan Nara, 2010:9) yang sudah direvisi

menyebutkan bahwa mengingat dan memahami merupakan dua urutan tahapan

dari enam tahapan seluruhnya dalam kemampuan kognitif. Penerapan tiga tahapan

(22)

menggunakan media keping pecahan. Penggunaan media keping pecahan ini

diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa. Dimyati dan Mudjiono

(2006:45) menyebutkan bahwa keaktifan ada bermacam-macam bentuk yaitu

mulai dari keaktifan fisik yang mudah diamati sampai keaktifan psikis yang sulit

diamati. Beberapa contoh keaktifan fisik adalah membaca, menulis,

mendengarkan dan sebagainya. Keaktifan psikis contohnya menggunakan

pengetahuan untuk memecahkan masalah, membandingkan konsep yang satu

dengan lainnya dan sebagainya. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti

menginginkan adanya dua jenis peningkatan keaktifan siswa yaitu keaktifan fisik

dan psikis. Keaktifan fisik yang ingin ditingkatkan adalah membaca materi

pelajaran, mendengarkan pendapat teman, menulis hasil kerja kelompok, dan

berlatih keterampilan menggunakan media pembelajaran. Keaktifan psikis yang

ingin ditingkatkan adalah mengemukakan pendapat. Berdasarkan penjelasan di

atas, peneliti ingin mengetahui 1) apakah penggunaan teori belajar Bruner dapat

meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi

membandingkan pecahan sederhana, 2) bagaimana penggunaan teori belajar

Bruner dapat meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan kognitif pada materi

membandingkan pecahan sederhana.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti melakukan penelitian

menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Siswa dan Kemampuan Kognitif pada Materi Pecahan Menggunakan Teori Belajar Bruner di Kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta”.

B. Pembatasan Masalah

Peneliti memberikan beberapa batasan dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Penelitian dilakukan di kelas III SD Kanisius Notoyudan semester 2 tahun

pelajaran 2013/2014.

2. Penelitian dilakukan pada mata pelajaran matematika materi pecahan

(23)

3. Penelitian dilakukan dengan menggunakan tiga tahapan teori belajar Bruner

yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

4. Kemampuan kognitif dalam penelitian ini adalah kemampuan mengingat dan

memahami.

5. Keaktifan siswa dalam penelitian ini tampak dalam lima indikator keaktifan

yaitu: membaca materi pelajaran, mendengarkan pendapat teman, menulis hasil

kerja kelompok, berlatih keterampilan menggunakan media pembelajaran dan

mengemukakan pendapat.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini sebagai berikut.

1. Apakah penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan keaktifan siswa

dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana pada

siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta?

2. Bagaimana penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan keaktifan

siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana

pada siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta?

D. Pemecahan Masalah

Masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah kurangnya keaktifan siswa

dan kemampuan kognitif kelas III SD Kanisius Notoyudan Yogyakarta pada mata

pelajaran matematika dalam membandingkan pecahan. Pemecahan masalah yang

digunakan peneliti untuk memecahkan masalah yaitu dengan menggunakan teori

belajar Bruner. Peneliti memilih teori tersebut karena dalam teori tersebut

terdapat tiga tahapan belajar yaitu enaktif, ikonik dan simbolik yang sesuai untuk

mengatasi masalah yang terjadi. Penerapan ketiga tahapan belajar dapat

meningkatkan keaktifan siswa melalui proses pembelajaran yang dilakukan

siswa. Selain itu, penerapan tahapan tersebut digunakan untuk mengajarkan

kepada siswa tentang membandingkan pecahan sederhana melalui bantuan media

(24)

E. Batasan Pengertian

Agar tidak terjadi salah tafsir atau salah persepsi dalam penelitian ini, maka

peneliti membatasi pengertian dari beberapa kata kunci tersebut diantaranya.

1. Keaktifan siswa adalah berbagai kegiatan siswa yang tampak dalam proses

belajar berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis.

2. Kemampuan kognitif adalah proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan

sebagai hasil kerja otak.

3. Pecahan adalah pecahan merupakan bagian dari sesuatu yang utuh dan

mempunyai nilai yang dinyatakan dalam bentuk , a disebut pembilang dan b

disebut penyebut, dengan syarat b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.

4. Teori belajar Bruner adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan

tiga tahapan perkembangan belajar seseorang yaitu tahap enaktif, ikonik, dan

simbolik.

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan

keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan

sederhana pada siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan

Yogyakarta.

2. Untuk mendeskripsikan penggunaan teori belajar Bruner dapat meningkatkan

keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan

sederhana pada siswa kelas III semester 2 SD Kanisius Notoyudan

Yogyakarta.

G. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

(25)

1. Bagi sekolah

Memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi sekolah mengenai

penggunaan teori belajar untuk meningkatkan keaktifan siswa dan kemampuan

kognitif pada materi pecahan sederhana.

2. Bagi guru

Memberikan wawasan baru kepada guru mengenai teori belajar Bruner yang

dapat digunakan untuk mengajarkan materi pecahan khususnya dalam

membandingkan pecahan.

3. Bagi siswa

Mempermudah siswa dalam memahami materi, sehingga dapat meningkatkan

keaktifan siswa dan kemampuan kognitif dalam belajar matematika.

4. Bagi peneliti

Memberikan pengalaman dan wawasan yang baru pada peneliti untuk

menggunakan teori belajar Bruner yang mungkin digunakan kelak ketika

(26)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II akan dibahas mengenai teori-teori yang melandasi penelitian

meliputi kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis

tindakan.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka dalam penelitian ini akan disajikan beberapa teori yang

melandasi penelitian diantaranya hakekat belajar dan pembelajaran, pembelajaran

matematika sekolah dasar, teori belajar Bruner, kemampuan kognitif, keaktifan,

dan pecahan.

1. Hakekat Belajar dan Pembelajaran

Bagian ini memuat uraian teori yang berkaitan dengan belajar dan

pembelajaran yaitu pengertian belajar dan pembelajaran, ciri-ciri belajar dan

pembelajaran serta tujuan belajar dan pembelajaran.

a. Pengertian Belajar dan Pembelajaran 1) Pengertian Belajar

Siregar dan Nara (2011:5) berpendapat bahwa belajar adalah sebuah aktivitas

mental atau psikis individu yang terjadi karena adanya interaksi dengan

lingkungannya sehingga menghasilkan perubahan yang bersifat relatif konsisten.

Pengertian belajar juga diungkapkan oleh Sudrajat (2011:42) yang berpendapat

bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar atau prestasi

belajar. Pendapat lain mengenai pengertian belajar adalah terjadinya suatu “perubahan” dalam diri sesorang setelah melakukan aktivitas belajar (Djamarah&Zain, 2010:38).

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pengertian belajar yang telah

diungkapkan di atas, tampak kata kunci dari belajar yaitu adanya perubahan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan mental yang

terjadi pada diri individu setelah melakukan aktivitas belajar dimana perubahan

(27)

2) Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sengaja dengan

menetapkan tujuan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan dengan maksud

agar terjadi belajar pada diri seseorang (Siregar dan Nara, 2011:13). Dimyati dan

Mudjiono (2009:26) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan kondisi

eksternal belajar. Belajar merupakan proses internal yang terjadi dalam diri

individu. Kondisi eksternal yang dimaksud adalah segala proses yang dapat

menghasilkan belajar pada diri seseorang.

Paparan pengertian pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah segala usaha yang dilakukan dengan maksud untuk

menghasilkan belajar pada diri seseorang.

b. Ciri-ciri Belajar dan Pembelajaran 1) Ciri-ciri Belajar

Siregar dan Nara (2011:5) mengungkapkan bahwa belajar memiliki empat

ciri-ciri yaitu adanya kemampuan baru atau perubahan tingkah laku, perubahan

berlangsung lama, perubahan tidak terjadi begitu saja, dan perubahan tidak

semata-mata karena perkembangan fisik/kedewasaan, kelelahan, penyakit atau

pengaruh obat-obatan.

Pertama, munculnya kemampuan baru atau perubahan tingkah laku antara

lain perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor)

maupun nilai dan sikap (afektif). Perubahan bersifat kognitif adalah perilaku

yang merupakan proses berpikir atau hasil kerja otak. Perubahan yang bersifat

psikomotor adalah perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh

sedangkan perubahan bersifat afektif yaitu perilaku yang muncul sebagai

pertanda kecenderungan dalam membuat pilihan atau keputusan untuk

melakukan tindakan. Sebagai contoh, misalnya seorang siswa mendapatkan

pembelajaran mengenai cara merawat hewan peliharaan. Secara kognitif siswa

tersebut telah memperoleh pengetahuan (mengetahui) cara merawat hewan

peliharaan misalnya dengan diberi makan, dimandikan, dan lain sebagainya.

Ketika di rumah, siswa tersebut mempraktekkan pengetahuan yang telah

(28)

teratur (psikomotor). Pemberian makan kepada hewan peliharaan secara teratur

merupakan contoh perubahan afektif dalam diri siswa karena siswa tersebut

telah memilih untuk bersikap disiplin dalam memberi makan sebagai wujud

kasih sayang kepada hewan peliharaannya.

Kedua, perubahan berlangsung lama. Perubahan yang dimaksud adalah

perubahan yang terjadi bukanlah perubahan yang berlangsung sementara waktu

saja. Setelah belajar biasanya mengalami suatu perubahan baik dalam

pengetahuannya, sikap maupun perilaku fisiknya. Jadi, belajar menghasilkan

perubahan yang bersifat relatif konsisten. Contohnya seorang siswa telah belajar

cara mengoperasikan komputer dan siswa tersebut mampu mengoperasikan

komputer dengan baik. Jika dilain hari siswa tersebut diminta mengoperasikan

komputer lagi, maka siswa tersebut masih tetap dapat mengoperasikan karena ia

telah memperoleh pengetahuan dari pengalaman yang telah dilakukan

sebelumnya dalam mengoperasikan komputer.

Ketiga, perubahan tidak terjadi begitu saja. Belajar merupakan proses yang

berlangsung secara bertahap dan terjadi terus menerus. Perubahan yang terjadi

dalam belajar harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat adanya interaksi

dengan lingkungan. Contohnya seseorang yang ingin belajar mengenai

kerjasama maka ia harus terus belajar. Cara belajar yang dilakukan tidak hanya

melalui teori semata namun sangat perlu untuk mempraktekkan langsung

bagaimana cara bekerjasama, misalnya bekerjasama dengan keluarga, teman,

tetangga, maupun orang lain.

Keempat, perubahan tidak semata-mata karena perkembangan fisik atau

kedewasaan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan. Perubahan yang

terjadi karena hal-hal tersebut bukanlah ciri-ciri dari belajar. Misalnya terjadi

perubahan tinggi pada manusia, perubahan tersebut terjadi bukan karena belajar

melainkan akibat perkembangan fisik dimana setiap orang pasti mengalami

sesuai dengan bertambahnya usia.

2) Ciri-ciri Pembelajaran

Siregar dan Nara (2011:13) kembali mengungkapkan tentang ciri-ciri

(29)

pertama, bahwa pembelajaran merupakan upaya sadar dan sengaja. Pembelajaran

secara sengaja dibuat untuk mendukung terjadinya proses belajar. Kedua,

pembelajaran harus membuat siswa belajar. Jadi, didalam pembelajaran harus

memuat kegiatan atau langkah-langkah yang bertujuan untuk membuat siswa

menjadi belajar. Ciri ketiga yaitu tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum

proses dilakukan. Penetapan tujuan dilakukan agar pembelajaran yang dilakukan

dapat sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Ciri yang terakhir yaitu

pelaksanaannya terkendali, meliputi isi, waktu, proses maupun hasilnya.

Pelaksanaan pembelajaran harus terkendali agar tidak menyimpang dari tujuan

yang sebelumnya telah dibuat.

c. Tujuan Belajar dan Pembelajaran

1) Tujuan Belajar

Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses yang berlangsung secara

berkelanjutan untuk menuju pada perubahan perilaku peserta didik. Menurut

Hanafiah dan Suhana (2012:20) yang menjadi tujuan belajar yang paling utama

adalah adanya perubahan tingkah laku mencakup seluruh aspek pribadi pada diri

peserta didik, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pendapat Hanafiah

dan Suhana semakin diperkuat dengan pendapat Aunurrahman (2012:48) yang

menyatakan bahwa tujuan belajar menyangkut adanya perubahan mental pada

diri individu meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar yaitu untuk menimbulkan

perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan seluruh aspek kognitif, afektif,

dan psikomotor pada diri individu.

2) Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran dapat dilihat dari definisi mengenai pembelajaran.

Pembelajaran adalah merencanakan kegiatan- kegiatan yang orientasinya kepada

siswa agar terjadi belajar di dalam dirinya (Siregar&Nara, 2011: 14). Berdasarkan

definisi tersebut, tujuan pembelajaran adalah untuk membuat siswa agar terjadi

(30)

2. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

a. Pengertian Pembelajaran Matematika SD

Susanto (2013:186) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika adalah

proses belajar mengajar yang dibangun guru untuk mengembangkan kreativitas

berpikir siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir serta

kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan

penguasaan yang baik terhadap materi matematika.

b. Tujuan Pembelajaran Matematika SD

Susanto (2013:189) menjelaskan tujuan pembelajaran matematika di sekolah

dasar secara umun adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan

matematika serta mampu memberikan tekanan nalar dalam penerapan

matematika. Heruman (2008:2) berpendapat bahwa tujuan akhir pembelajaran

matematika sekolah dasar yaitu agar siswa terampil menggunakan berbagai

konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kedua pendapat mengenai

tujuan pembelajaran matematika SD tersebut merupakan tujuan secara umum.

Penjelasan mengenai tujuan pembelajaran matematika SD secara khusus termuat

dalam Badan Standar Nasional Pendidikan (2008:148) sebagai berikut.

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan

mengaplikasikan konsep atau logaritma.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan

dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi

yang diperoleh.

4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan

(31)

c. Ruang Lingkup Matematika SD

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2008:148) ruang lingkup mata

pelajaran Matematika SD meliputi aspek-aspek berikut.

1) Bilangan.

2) Geometri dan pengukuran.

3) Pengolahan data.

d. Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD

Penelitian ini dilakukan di kelas III SD semester 2, berikut ini akan disajikan

tabel 2.1 yang berisi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata

pelajaran matematika SD.

Tabel 2.1 SK dan KD Matematika Kelas III Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

3.1 Mengenal pecahan sederhana 3.2 Membandingkan pecahan sederhana 3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan

dengan pecahan sederhana

Geometri dan Pengukuran

4. Memahami unsur dan sifat-sifat bangun datar sederhana

4.1 Mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana menurut sifat atau unsurnya 4.2 Mengidentikasi berbagai jenis dan besar

sudut

5.1 Menghitung keliling persegi dan persegi panjang

5.2 Menghitung luas persegi dan persegi panjang

5.3 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling, luas persegi dan persegi panjang

Sumber : Badan Standar Nasional Pendidikan

Tabel 2.1 di atas menjelaskan bahwa terdapat dua standar kompetensi

mengenai bilangan serta geometri dan pengukuran. Standar kompetensi bilangan

memuat kompetensi dasar yang membahas mengenai mengenal, membandingkan,

(32)

kompetensi geometri dan pengukuran memuat kompetensi dasar yang membahas

mengenai identifikasi bangun datar, identifikasi jenis sudut, menghitung keliling

dan luas persegi serta persegi panjang, dan menyelesaikan permasalahan yang

berkaitan dengan keliling dan luas.

Penelitian ini khusus membahas standar kompetensi bilangan pada

kompetensi dasar 3.2 membandingkan pecahan sederhana karena pada kompetensi

dasar ini siswa mengalami kesulitan dalam mempelajarinya.

3. Teori Belajar Bruner

a. Pengertian Teori Belajar Bruner

Jerome Seymour Bruner merupakan seseorang ahli yang mendukung prinsip

kognitivisme. Teori belajar kognitivisme mengacu pada psikologi kognitif yang

berdasarkan pada kegiatan kognitif dalam belajar. Martiyono (2012:9)

menjelaskan bahwa psikologi kognitif memandang manusia sebagai individu yang

selalu aktif dalam mencari, menyelidiki, dan memproses informasi. Dalam proses

belajar, Bruner lebih mementingkan partisipasi aktif masing-masing siswa serta

mengenal adanya perbedaan kemampuan (Slameto, 2010:11).

Teori Bruner muncul berdasarkan ungkapan dari Jean Piaget yang

mengatakan bahwa anak harus berperan aktif pada saat proses belajar. Tema

pokok dari teori Bruner adalah belajar dengan menemukan (discovery learning). Siswa mengorganisasikan materi atau pelajaran yang dipelajarinya ke dalam

bentuk akhir sesuai dengan tingkat tingkat kemampuan berpikir anak (Suyono dan

Hariyanto, 2011:88).

b. Karakteristik Teori Belajar Bruner

Teori belajar Bruner terkenal dengan beberapa teori pembelajaran yaitu teori

belajar penemuan (discovery learning), teori pembelajaran konsep, kurikulum

berbentuk spiral (a spiral curriculum), dan belajar sebagai proses kognitif. Penelitian ini, peneliti khusus menggunakan teori belajar sebagai proses kognitif

karena di dalam teori tersebut Bruner mengungkapkan tiga tahapan pembelajaran

(33)

Teori belajar sebagai proses kognitif, Bruner mengemukakan bahwa terdapat

tiga proses belajar yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses belajar

tersebut berusaha dijelaskan oleh Dahar (2011:77) yaitu memperoleh informasi

baru, transformasi informasi, dan menguji relevansi serta ketetapan pengetahuan.

Informasi baru dapat berupa penghalusan atau penyederhanaan dari informasi

yang sebelumnya telah dimiliki, dapat berupa informasi yang benar-benar baru

yang sebelumnya belum pernah diketahui bahkan informasi yang berlawanan

dengan informasi sebelumnya. Misal, jika sesorang akan mempelajari sistem

pernafasan manusia maka ia harus mempelajari tentang pernafasan terlebih

dahulu.

Transformasi pengetahuan dilakukan dengan menggunakan pengetahuan

yang cocok atau sesuai untuk digunakan dalam tugas yang baru. Sebagai contoh,

kita diberi tugas untuk berdiskusi mengenai bencana alam banjir, maka kita

membutuhkan transformasi dari bermacam-macam pengetahuan yang kita miliki

tentang banjir, misal penyebab banjir, dampak banjir, dan lain-lain. Pada tahap

menguji relevansi serta ketetapan pengetahuan, kita dituntut untuk menilai apakah

cara kita menggunakan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada.

Pendapat lain dari Bruner yang khas dalam teori ini mengenai tahapan

perkembangan kognitif yang hampir semua orang dewasa melaluinya. Schunk

(2012:618) menjelaskan tahapan perkembangan kognitif menurut Bruner yang

dibagi menjadi tiga tahapan belajar yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Tahapan

belajar tersebut sebagai berikut.

1) Tahap enaktif adalah tahap dimana seseorang dapat memahami sesuatu

dengan menggunakan respon motorik, misal melalui sentuhan, pegangan,

gigitan dan sebagainya. Tahap ini seseorang harus diberi kesempatan untuk

bermain maupun bereksperimen dengan berbagai alat/bahan pembelajaran

tertentu agar mampu memahami cara kerja alat/bahan tersebut. Misal, untuk

memahami konsep pecahan siswa perlu memegang secara langsung benda

konkret (potongan kue ataupun media pembelajaran lain) yang digunakan

(34)

2) Tahap ikonik adalah tahap dimana seseorang dapat memahami sesuatu

melalui visual objek, misalnya melalui gambar-gambar. Tahap ini sesorang

sudah mulai mampu memahami objek di sekitarnya tanpa memerlukan

manipulasi objek secara langsung. Misalnya, untuk memahami konsep

pecahan, siswa tidak memerlukan lagi media konkret seperti potongan roti

namun siswa sudah mampu memahaminya melalui gambar pecahan.

3) Tahap simbolik adalah tahap dimana seseorang sudah mampu belajar melalui

simbol-simbol, misalnya bahasa dan angka matematika. Pada tahap ini

seseorang sudah mampu memahami objek tanpa adanya bantuan media

konkret maupun gambar. Tahap simbolik merupakan tahap final dalam

pembelajaran. Misal, seseorang sudah mampu memahami maksud pecahan

setengah maka pecahan setengah ditulis dengan lambang bilangan yaitu .

Tiga tahapan perkembangan kognitif inilah yang digunakan peneliti sebagai

solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi mengenai keaktifan siswa dan

kemampuan kognitif dalam membandingkan pecahan sederhana.

c. Langkah pembelajaran Bruner

Suyono dan Hariyanto (2011:91) menjelaskan tujuh langkah pembelanjarn

menurut Bruner, yaitu.

Pertama, menentukan tujuan pembelajaran. Penentuan tujuan pembelajaran

bertujuan untuk semakin memudahkan dalam membuat rincian kegiatan belajar

yang akan dilakukan. Misal, suatu pembelajaran bertujuan untuk mengajak siswa

membandingkan pecahan. Maka dengan mengacu pada tujuan tersebut, pengajar

akan lebih mudah menentukan kegiatan apa saja yang mungkin dilakukan untuk

mencapai tujuan tersebut.

Kedua, melakukan identifikasi karakteristik siswa. Identifikasi karakteristik

siswa bertujuan untuk memahami karakteristik siswa yang akan mengikuti

pembelajaran. Identifikasi berupa identiifikasi karakteristik umum siswa meliputi

usia, kelas, keterampilan yang dimiliki siswa, gaya belajar siswa dan lain-lain.

(35)

dalam memilih materi pengajaran maupun metode yang sesuai dengan

karakteristik siswa sehingga siswa dapat mencapai tingkat belajar yang maksimal.

Ketiga, memilih materi. Memilih materi pembelajaran sebaiknya harus

disesuaikan dengan tujuan belajar dan karakteristik siswa. Jika memungkinkan,

guru dapat memodifikasi materi yang akan digunakan dengan mengambil sumber

dari beberapa buku maupun internet. Tujuan dari memodifikasi materi ini agar

dapat mencapai tujuan belajar dengan maksimal.

Keempat, menentukan topik pembelajaran. Topik pembelajaran sebaiknya

dapat dipelajari siswa secara induktif. Pembelajaran dimulai dari sesuatu yang

bersifat khusus menuju umum. Misalnya untuk memahami konsep pecahan, siswa

diajak untuk membagi kue, apel, ataupun kertas menjadi bagian-bagian yang kecil

selanjutnya baru diajak menyimpulkan apa yang dimaksud dengan pecahan.

Kelima, mengembangkan bahan-bahan ajar. Pengembangan bahan ajar dapat

dilakukan dengan menambahkan contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya

untuk dipelajari siswa. Misalnya guru memberikan gambar-gambar konkret

contoh pecahan dengan gambar-gambar potongan kue atau buah apel.

Keenam, mengatur topik pelajaran sesuai perincian urutan. Pengaturan urutan

pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau

dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik. Menurut Bruner tahapan belajar

dari tahap enaktif, ikonik sampai tahap simbolik merupakan urutan belajar yang

dapat memaksimalkan pembelajaran.

Ketujuh, melakukan penilaian proses dan hasil belajar. Melakukan penilaian

proses dan hasil belajar wajib dilakukan. Penilaian proses maupun hasil belajar

dapat dijadikan sebagai gambaran oleh guru mengenai pembelajaran yang telah

dilakukan, apakah pembelajaran berhasil atau tidak. Bagi siswa hasil belajar

tersebut memberikan gambaran kepada dirinya, apakah dirinya sudah mampu

(36)

4. Kemampuan Kognitif

a. Pengertian Kemampuan Kognitif

Taksonomi belajar merupakan pengelompokan tujuan belajar berdasarkan

domain atau kawasan belajar. Menurut Bloom ada tiga domain belajar yaitu

kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemampuan kognitif merupakan satu

dari tiga kawasan belajar menurut Taksonomi Bloom. Siregar dan Nara (2010:18)

berpendapat bahwa kemampuan kognitif adalah perilaku yang merupakan proses

berpikir atau perilaku hasil kerja otak. Yusuf (2009:4) berpendapat bahwa

kemampuan kognitif adalah suatu struktur pada setiap aspek pengetahuan yang

menghasilkan tingkah laku. Berdasarkan kedua pendapat di atas mengenai

kemampuan kognitif, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif adalah

proses berpikir untuk mendapatkan pengetahuan sebagai hasil kerja otak.

b. Tingkatan Kemampuan Kognitif

Siregardan Nara (2010:9) berusaha memberikan penjelasan singkat mengenai

revisi taksonomi pada kawasan kognitif yang dilakukan oleh Anderson dan

Krathwohl. Menurut Anderson dan Krathwohl terdapat dua kategori yaitu dimensi

proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Pada dimensi proses kognitif terdapat

enam jenjang atau tingkatan belajar yaitu mengingat, memahami,

mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Menurut Anderson

dan Krathwohl (2010: 99) terdapat enam kategori dalam dimensi proses kognitif

yaitu.

1) Mengingat adalah mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang.

Tujuan mengingat yaitu meningkatkan ingatan atas materi yang telah

diajarkan. Misalnya untuk menguji kemampuan mengingat siswa, guru dapat

memberikan tes dengan sedikit merubah kondisinya dari cara belajar yang

semula dilakukan. Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif

mengingat diantaranya mengenali, mengingat kembali, mengidentifikasi,

mengambil dan lain sebagainya. Kategori dan proses kognitif pada dimensi

kognitif meningat yang digunakan dalam penelitian ini adalah menyebutkan

(37)

2) Memahami adalah mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, baik

yang bersifat lisan, tertulis atau melalui gambar. Tujuan memahami yaitu

mampu membangun arti dari pesan pembelajaran yang telah dilakukan.

Seseorang memahami ketika mereka menggabungkan pengetahuan baru

dengan pengetahuan lama yang sebelumnya telah mereka ketahui. Kategori

dan proses kognitif pada dimensi kognitif memahami diantaranya

menafsirkan, memberi contoh, mengilustrasikan, menyimpulkan, memetakan,

dan lain sebagainya. Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif

memahami yang digunakan dalam penelitian ini adalah menjelaskan,

menunjukkan, membedakan, mengelompokkan, membandingkan, dan

memilih.

3) Mengaplikasikan adalah menggunakan atau menerapakan suatu prosedur

dalam keadaan tertentu. Pengaplikasian prosedur-prosedur tertentu digunakan

untuk mengerjakan latihan soal atau menyelesaikan masalah. Sebagai contoh

ketika seseorang ingin mencari luas suatu petak sawah yang berbentuk

persegi panjang, maka tinggal menggunakan rumus luas persegi panjang yaitu

p x l. Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif mengaplikasikan

diantaranya melaksanakan dan menggunakan.

4) Menganalisis adalah memecah materi atau bahan-bahan ke dalam unsur-unsur

pokoknya dan menentukan hubungan antar bagian dengan bagian lain yang

saling berhubungan serta kepada keseluruhan struktur atau tujuan. Tujuan

menganalisis antara lain untuk menentukan bagian-bagian informasi yang

relevan, menentukan cara menata bagian-bagian tersebut dan menentukan

tujuan dibalik informasi tersebut. Kategori dan proses kognitif pada dimensi

kognitif menganalisis diantaranya membedakan, memilih, memfokuskan,

mengorganisasi, membuat garis besar, dan lain sebagainya.

5) Mengevaluasi adalah membuat atau mengambil keputusan berdasarkan

kriteria atau standar tertentu. Kriteria yang paling sering digunakan adalah

kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Seseorang yang sedang

mengevalusi sesuatu biasanya mengajukan pertanyaan, misal apakah metode

(38)

tertentu? Bagaimana jika dibandingkan dengan metode lain? Kategori dan

proses kognitif pada dimensi kognitif mengevaluasi diantaranya memeriksa,

memonitor, menguji, menilai, mengkritik, dan lain sebagainya.

6) Mencipta adalah membuat produk baru dengan menyusun bagian-bagian ke

dalam suatu pola atau struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Mencipta

merupakan tingkatan tertinggi dalam belajar, karena untuk menciptakan

sesuatu membutukan kolaborasi dari berbagai pengetahuan yang dimiliki.

Kategori dan proses kognitif pada dimensi kognitif mencipta diantaranya

merumuskan, membuat hipotesis, mendesain, mengkonstruksi, dan lain

sebagainya.

Pada dimensi pengetahuan terdapat empat kategori yaitu faktual, konseptual,

prosedural, dan metakognitif. Pengetahuan faktual meliputi elemen dasar yang

harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari mata pelajaran atau

memecahkan masalah. Pengetahuan faktual biasanya berada pada tingkat abstraksi

yang relatif rendah. Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan tentang

kategori, klasifikasi, dan hubungan antara dua atau lebih kategori. Pengetahuan

prosedural adalah pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu, biasanya berupa

urutan-urutan atau langkah-langkah yang harus diikuti. Pengetahuan metakognitif

adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti kesadaran tentang

sesuatu dan pengetahuan tentang pengalaman pribadi seseorang.

Penelitian ini memfokuskan pada dimensi kognitif mengingat dan memahami.

Yusuf (2009:178) mengungkapkan bahwa pada usia sekolah dasar (6-12 tahun)

kemampuan kognitif anak sudah mampu mereaksi rangsangan intelektual dan

melaksanakan tugas belajar. Hal tersebut ditandai dengan munculnya tiga

kemampuan baru yaitu mengklasifikasi (mengelompokkan), menyusun, dan

mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan.

Hal tersebut sesuai dengan kemampuan kognitif pada dimensi mengingat dan

memahami yang lebih memfokuskan pada kegiatan pengambilan pengetahuan lalu

berusaha memaknainya. Fokus penelitian ini adalah untuk membandingkan

pecahan dimana siswa dibimbing untuk menyebutkan, membilang, menjelaskan,

(39)

5. Keaktifan

a. Pengertian Keaktifan

Ilmu psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah makhluk yang

aktif. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri

(Dimyati dan Mudjiono,2010:44). Hollingsworth dan Lewis (2008:8) menjelaskan

bahwa keaktifan terjadi ketika anak terlibat secara terus menerus baik secara

mental maupun fisik. Definisi keaktifan juga semakin diperkuat oleh Zaini,

Munthe, dan Aryani (2008:14) yang mengatakan bahwa keaktifan merupakan

keterlibatan siswa secara aktif menggunakan otak (mental). Keaktifan tersebut

tidak hanya berupa aktif secara mental namun juga melibatkan keaktifan fisik.

Paparan pendapat dari para ahli di atas, pada dasarnya kedua pendapat

tersebut memiliki kesamaan. Kata kunci dari pendapat keduanya adalah aktif

secara mental (psikis) dan fisik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keaktifan adalah

berbagai kegiatan yang tampak dalam proses belajar berupa kegiatan fisik dan

kegiatan psikis.

b. Indikator Keaktifan

Dimyati dan Mudjiono (2010:45) keaktifan itu beraneka ragam bentuknya

mulai dari kegiatan fisik yang mudah diamati sampai pada kegiatan psikis yang

sulit diamati. Kegiatan fisik dapat berupa kegiatan membaca, mendengar, menulis,

berlatih keterampilan dan sebagainya. Sedangkan contoh kegiatan psikis misalnya

menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah,

membandingkan konsep satu dengan konsep lain, dan kegiatan psikis lain.

Berdasarkan indikator-indikator yang telah diungkapkan di atas, maka

peneliti mengembangkan indikator tersebut dalam penelitian ini.

Indikator-indikator keaktifan dalam penelitian ini diambil dari beberapa contoh kegiatan

berupa kegiatan fisik dan kegiatan psikis. Indikator keaktifan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah.

1) Kegiatan fisik

a) Membaca materi pelajaran adalah kegiatan membaca materi pelajaran untuk

(40)

b) Mendengarkan pendapat teman adalah mau mendengarkan teman yang

sedang mengemukakan pendapat.

c) Menulis hasil kerja kelompok adalah menuliskan hasil kerja ketika bekerja

dalam kelompok.

d) Berlatih keterampilan menggunakan media pembelajaran adalah keterampilan

dalam menggunakan media pembelajaran untuk menyelesaikan tugas.

2) Kegiatan psikis yaitu mengemukakan pendapat. Mengemukakan pendapat

adalah terlibat langsung untuk berpendapat dalam menyelesaikan tugas.

c. Prinsip Keaktifan

Keaktifan merupakan salah satu prinsip belajar dalam pembelajaran yang

harus dikembangkan oleh guru. Aunurrahman (2012:121) mengungkapkan

implikasi prinsip keaktifan bagi guru dalam proses pembelajaran sebagai berikut.

Pertama, guru memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk

berkreativitas dalam proses belajarnya. Pemberian kesempatan kepada siswa

untuk berkreativitas akan membuat siswa untuk semakin berpikir aktif. Siswa

dapat menggabungkan beberapa pengetahuan lain yang diperolehnya untuk

membantunya dalam memahami proses belajar yang sedang dilakukannya.

Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan,

penyelidikan atau inkuiri dan eksperimen. Memberikan pengalaman langsung

melalui kegiatan pengamatan, penyelidikan maupun eksperimen akan

mengaktifkan fisik, mental, dan intelektual siswa. Pemilihan kegiatan yang akan

dilakukan dapat disesuaikan dengan kebutuhan, materi pembelajaran, waktu, serta

metode yang digunakan guru.

Ketiga, memberi tugas individual dan kelompok melalui kontrol guru.

Pemberian tugas dalam setiap kegiatan pembelajaran merupakan hal yang penting

karena siswa dapat berpikir secara aktif untuk berusaha menyelesaikan tugas

tersebut. Tugas dapat diberikan secara individu maupun kelompok yang tentunya

masih dalam pengawasan guru. Tugas yang diberikan secara berkelompok

cenderung lebih mengaktifkan siswa karena dalam pengerjaan tugas ini akan

(41)

Keempat, memberikan pujian verbal dan non verbal kepada siswa. Pemberian

pujian ini dapat diberikan pada siswa merespon pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh guru. Pemberian pujian diharapkan akan mampu memberikan

dampak positif pada keaktifan siswa selama proses pembalajaran.

Kelima, menggunakan multi metode dan multi media dalam pembelajaran.

Penggunaan multi metode dalam pembelajaran membuat pembelajaran lebih

bervariasi dan tidak monoton. Misalnya jika guru hanya menggunakan metode

tanya jawab dalam pembelajarannya, kemungkinan keaktifan intelektual siswa

saja yang dapat dibangun. Tetapi jika divariasikan dengan metode lain

kemungkinan keaktifan dari sisi fisik dan mental siswa dapat dioptimalkan. Selain

itu, menggunakan multi media juga mampu mengaktifkan siswa karena semakin

banyaknya media yang digunakan maka variasi kegiatan dari penggunaan media

juga semakin banyak.

Penerapan prinsip di atas dalam pembelajaran akan memberikan interaksi

pengalaman langsung kepada siswa. Pengalaman langsung dalam pembelajaran

secara otomatis akan ikut melibatkan siswa sehingga keaktifan siswa baik secara

mental, fisik maupun intelektual dapat dikembangkan secara optimal.

6. Pecahan

a. Pengertian Pecahan

Pecahan dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya sering kita jumpai.

Membagi kue dan menggunting kertas menjadi beberapa beberapa contoh

kegiatan yang menggunakan prinsip pecahan. Heruman (2008:43) menjelaskan

bahwa pecahan merupakan bagian dari sesuatu yang utuh. Bagian dari pecahan

seharusnya memiliki luas atau bagian yang sama besar. Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2005:840) menyebutkan bahwa pecahan adalah bilangan yang

penyebutnya lebih besar daripada pembilang. Marsigit (2009:23) menjelaskan

bahwa pecahan adalah bilangan yang dinyatakan dalam bentuk , dengan a dan b

merupakan bilangan bulat, b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pecahan

(42)

dalam bentuk , a disebut pembilang dan b disebut penyebut, dengan syarat b ≠ 0, dan b bukan faktor dari a.

Contoh pecahan antara lain , , ,dan . Menunjukkan suatu pecahan dapat

dilakukan dengan menggunakan media konkret seperti potongan roti, potongan

cokelat, potongan kertas atau media konkret lainnya. Selain dengan menggunakan

media konkret, penjelasan pecahan dapat dilakukan dengan menggunakan gambar

berwarna ataupun arsiran. Misal, menunjukkan pecahan setengah. Pecahan

setengah berarti jika suatu daerah dibagi menjadi dua bagian yang sama besar

sehingga tiap bagian memiliki luas dan nilai yang sama. Penjelasan mengenai

pecahan setengah dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Pecahan setengah

Luas bagian yang diarsir sama dengan luas bagian yang berwarna putih, yaitu

.

Jadi, pecahan setengah atau satu per dua adalah satu bagian dari dua bagian.

Pada pecahan tersebut bilangan pecahan 1 dinamakan pembilang sedangkan

bilangan pecahan 2 dinamakan penyebut.

b. Membandingkan Pecahan

Heruman (2008:52) syarat utama yang harus dikuasai siswa dalam

membandingkan pecahan adalah siswa harus memiliki kemampuan memahami

nilai pecahan. Membandingkan pecahan biasanya dengan menggunakan tiga tanda

yaitu tanda “ < ” yang berarti lebih dari, tanda “ > ” yang berarti kurang dari, dan tanda “ = ” yang berarti sama dengan.

Membandingkan bilangan pecahan dilakukan dengan cara membandingkan

nilai pecahan. Langkah membandingkan pecahan yang digunakan dalam

(43)

ikonik, dan simbolik. Beberapa contoh cara membandingkan pecahan yang

digunakan sesuai dengan tahap perkembangan kognitif antara lain:

1) Tahap enaktif dilakukan dengan menggunakan benda konkret seperti

potongan roti dan potongan kertas. Pada penelitian ini, digunakan media

keping pecahan untuk mempermudah siswa pada tahap enaktif. Cara

membandingkan pecahan pada tahap ini, siswa diminta membandingkan

besar bagian atau keping pecahan pada media yang digunakan. Misalnya

siswa membandingkan besar keping pecahan dengan keping pecahan

.

Penjelasan penggunaan media keping pecahan dalam membandingkan

pecahan dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Membandingkan bagian keping pecahan

Gambar 2.2 di atas dapat dijelaskan bahwa besar bagian atau keping

pecahan lebih besar dari bagian atau keping pecahan . Maka dapat

disimpulkan bahwa pecahan setengah lebih dari pecahan seperempat. Jika

ditulis menggunakan simbol angka pecahan dan tanda pembandingnya

menjadi > .

2) Tahap ikonik dilakukan dengan cara menggambar pecahan. Pada tahap ini,

siswa membandingkan pecahan dengan cara membandingkan gambar

Gambar

Gambar 2.1 Pecahan Setengah ........................................................................
tabel 2.1 yang berisi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata
Gambar 2.2 Membandingkan bagian keping pecahan
gambar 2.3 di bawah ini.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah dilakukan oleh Tim Pengabdi dapat menjadi solusi bagi warga Desa Sambigede Kec. Sumberpucung dalam upaya peningkatan pemberian

Dari kegiatan penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : (a) Algoritma pendugaan berat sapi telah disusun berdasarkan model linier antara berat sapi dengan

Dari hasil analisa penelitian tentang pengaruh penambahan berbagai minyak nabati sebagai bahan pelunak terhadap sifat fisik produk karet sol sepatu Sifat fisika

Terdapat dua strategic Objectives dalam pengukuran kinerja balanced scorecard yang mencerminkan baik dan buruknya kinerja rantai pasok berkenan dengan pelanggan, yaitu

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas

Ini menunjukkan bahwa untuk pekerjaan yang bersifat rutin pada usaha sapi potong kontribusi wanita adalah seimbang dengan pria pada skala usaha menengah.. Pria

(2) Petugas Pengawas pupuk an-organik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan pengawasan terhadap penerapan standar mutu dan pengawasan teknis minimal pupuk

Statistik deskriptif yang diambil merupakan suatu data yang disajikan untuk mengukur sejauh mana realitas yang terjadi di Kota Medan khususnya di dalam pemberdayaan masyarakat