• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 Kebijakan Gender AIPP

Rancangan September 2012 Latar belakang dan konteks

AIPP bekerja untuk mempromosikan hak-hak masyarakat adat. Hak-hak masyarakat adat adalah bagian dari kerangka kerja hak-hak asasi manusia global, dan UNDRIP adalah sebuah pernyataan yang berisi pengakuan bahwa instrumen-instrumen hak-hak asasi manusia yang sudah ada selama ini belum memadai, dan bahwa perlindungan efektif terhadap hak-hak kolektif masyarakat adat memerlukan pengakuan yang lebih jelas. UNDRIP menjelaskan standar minimum yang diperlukan untuk pemenuhan hak-hak masyarakat adat baik secara individu maupun kolektif. Hak-hak perempuan juga memerlukan perhatian khusus ini. Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) ditetapkan untuk menanggapi ketidak-setaraan gender khususnya diskriminasi dan marjinalisasi perempuan di seluruh dunia. Telah diakui secara luas bahwa masyarakat adat merupakan salah satu bagian dari kelompok yang paling dipinggirkan dan rentan. Dalam berbagai masyarakat adat, para perempuan seringkali mewakili kategori yang paling dirugikan. Meskipun status para perempuan adat bervariasi dari satu komunitas ke komunitas yang lain, sebagai anggota masyarakat adat dan perempuan, mereka dihadapkan dengan berbagai bentuk

diskriminasi. Perempuan adat mengalami diskriminasi rasial maupun diskriminasi dari kebudayaan-kebudayaan dan bangsa-negara yang dominan. Sebagai tambahan atas diskriminasi yang terjadi pada identitas adat mereka, masyarakat adat sering juga

menghadapi marjinalisasi sosial-ekonomi, yang secara tidak seimbang membentuk bagian-bagian yang paling miskin dari masyarakat. Dua bentuk diskriminasi yang terbentuk dari luar – etnis dan ekonomi – bisa membuahkan pelanggaran hak-hak perempuan adat oleh badan-badan negara, pemerintahan legislatif dan eksekutif, kekuatan sosial yang dominan dan lain-lain.

Di dalam masyarakat adat sendiri, sebagai perempuan, mereka sering dipandang hanya sesuai untuk melaksanakan pekerjaan rumah tangga saja dan dihalangi dari kepemimpinan dan kadang-kadang bahkan dihalangi keterlibatannya dalam masalah-masalah masyarakat. Para perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki. Banyak masyarakat adat

meneruskan sistem-sistem tradisional yang didominasi oleh kaum laki-laki di mana para perempuan tidak sepenuhnya terlibat di dalam pengambilan keputusan. Hal ini

berlawanan dengan betapa penting dan sangat diperlukannya peran dan kontribusi para perempuan adat di dalam pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan, produksi dan ketahanan pangan, peningkatan pengetahuan tradisional, pembangunan perdamaian dan transformasi konflik, pemenuhan kebutuhan dasar keluarga dan masyarakat, penguatan ikatan sosial, dan lain-lain. Peran serta perempuan adat yang hampir tidak ada di dalam pengambilan keputusan pada institusi-institusi adat dan struktur negara yang

berhubungan atau sesuai melahirkan kembali dan mempertegas diskriminasi yang telah mereka alami.

(2)

2 Dibandingkan dengan kaum laki-laki, para perempuan adat menderita karena lebih

rendahnya akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan dasar dan pekerjaan. Keadaan masyarakat adat yang sulit mendapatkan layanan sosial dasar diperparah dengan

pandangan tradisional dari masyarakat adat serta masyarakat yang lebih luas bahwa kaum laki-laki lebih berhak mendapatkan pendidikan. Seperti juga, kesehatan reproduktif

khusus dari para perempuan adat juga tidak diberikan karena alasan yang sama. Keadaan ini membuat para perempuan adat menjadi lebih rentan terhadap buta huruf, masalah-masalah kesehatan, ketidak-setaraaan kesempatan dan perkembangan mereka secara keseluruhan.

Sumber-sumber diskriminasi yang khusus dan berasal dari berbagai hal ini tergabung dalam bentuk-bentuk yang rumit dan memerlukan penanganan yang khusus. Penanganan-penanganan ini harus diatur tidak hanya untuk kebutuhan khusus para perempuan, tetapi untuk kebutuhan khusus para perempuan adat. Di dalam pengakuan ini, AIPP telah

mengembangkan sebuah program terpisah untuk mempromosikan dan mendukung hak-hak perempuan adat. AIPP, sebagai sebuah organisasi advokasi hak-hak-hak-hak masyarakat adat, memperhatikan masalah kesetaraan dan keadilan sosial pada umumnya dan kesetaraan dan keadilan gender pada khususnya. AIPP kemudian memastikan bahwa prinsip-prinsip ini dipromosikan dan dilaksanakan oleh badan-badan pemerintahan, program-program dan etos kerja sebagai suatu hal yang dipraktekkan dan bisa dipertanggung jawabkan, sebagai tambahan atas program khusus mengenai para perempuan adat. Untuk mencapai hal ini, kebijakan gender ini kemudian disusun.

Sebagai sebuah kebijakan organisasional, terdapat prinsip-prinsip dasar dan panduan pelaksanaan yang harus dilaksanakan oleh badan pemerintahan dan mekanisme-mekanisme lain dari organisasi juga ketaatan para anggota sebagai hal yang harus dipertanggungjawabkan kepada organisasi.

Di dalam kebijakan ini, pengertian kesetaraan gender adalah mencakup kesetaraan dan keadilan, yang didefinisikan sebagai berikut:

Kesetaraan berarti memperlakukan semua individu secara setara meskipun ada perbedaan-perbedaan individu.

Keadilan berarti memperlakukan setiap individu sesuai dengan perbedaan

individunya, sehingga menyediakan kebutuhan mereka sesuai dengan persyaratan mereka.

Keadilan gender adalah proses bertindak adil terhadap kaum perempuan dan laki-laki. Untuk memastikan keadilan, banyak strategi dan tindakan harus disediakan untuk mengimbangi kerugian-kerugian historis dan sosial kaum perempuan yang telah menghalangi laki-laki dan perempuan untuk bekerja pada tingkat permainan yang sama. Keadilan merupakan jalan menuju kesetaraan. Kesetaraan gender membutuhkan kesetaraan bagi kaum perempuan dan laki-laki dalam penikmatan hal-hal yang bernilai sosial, kesempatan, sumber daya dan penghargaan. Pada waktu ketidak-setaraan gender ada, biasanya kaum

(3)

3 perempuan disisihkan atau dirugikan sehubungan dengan pengambilan

keputusan dan akses terhadap sumber-sumber daya ekonomi dan sosial.

Untuk itu sebuah aspek penting dalam mempromosikan kesetaraan gender adalah pemberdayaan perempuan, dengan fokus pada pengidentifikasian dan memulihkan ketidak-seimbangan kekuasaan dan memberikan otonomi yang lebih kepada kaum perempuan untuk mengelola kehidupan mereka sendiri. Kesetaraan gender tidak berarti bahwa kaum laki-laki dan perempuan menjadi sama; hanya akses terhadap kesempatan dan perubahan hidup tidak bergantung, atau

dihalangi oleh gender mereka. Untuk mencapai kesetaraan gender diperlukan pemberdayaan kaum perempuan untuk memastikan bahwa pengambilan

keputusan pada tingkat pribadi dan umum, serta akses terhadap sumber-sumber daya, tidak hanya berat sebelah ke arah kaum laki-laki, sehingga baik kaum perempuan maupun laki-laki bisa berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan produktif dan reproduktif.

http://wiki.answers.com/Q/What_is_the_difference_between_Gender_Equality_and_ Gender_Equity

Bagi kaum perempuan adat, kesetaraan gender dan pemberdayaan mengacu pada penikmatan hak-hak individu dan kolektif mereka sebagai anggota masyarakat adat. Lebih jauh, hal ini memperkuat hak, peran, dan kontribusi yang lebih merata dari perempuan dalam masyarakat adat secara khusus dalam hal pengelolaan sumber daya yang berkesinambungan, pengembangan masyarakat, dan pemeliharaan ikatan sosial, dan lain-lain.

Melalui penerapan Kebijakan Gender ini ,AIPP berusaha untuk memastikan bahwa:  Prinsip kesetaraan gender diterapkan secara terus menerus dalam semua

pengambilan keputusan dan tindakan dan pada setiap tingkatan organisasi.  Ada standar-standar yang harus ditaati dan semua pejabat kantor dan staff AIPP

bertanggung jawab atas pelaksanaannya. Tujuan

Kebijakan gender AIPP bertujuan untuk memastikan bahwa kesetaraan gender dan pemberdayaan kaum perempuan bermoral dan prinsip-prinsip politik yang harus

memandu organisasi dalam pelaksanaan dan program-program, mekanisme pelaksanaan juga kebudayaan kerja umum pada organisasi tersebut.

1. Strategi-strategi

1.1. Sebuah cara pandang gender diterapkan pada semua tingkatan program dan proses pengembangan proyek seperti berikut:

 Menerapkan analisa gender dalam siklus proyek, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, penilaian dampak, dan memastikan adanya pemilahan data dalam mempersiapkan laporan, dll.

(4)

4  Jika memungkinkan, menyusun indikator-indikator gender yang bisa diukur/

indikator-indikator dantarget-target sosial dan ekonomi yang telah dipilah sesuai dengan gender dan secara timbal balik, meninjau kesempatan-kesempatan untuk mengurangi ketidak-setaraan/ketidak-adilan gender.

 Memastikan partisipasi dari para perempuan adat dalam pengembangan proyek  Membuat usaha-usaha khusus untuk memberikan kesempatan kepada para

perempuan untuk mengekspresikan diri mereka dan supaya didengarkan di dalam berbagai kegiatan dan program dalam organisasi tersebut

1.2. Sebuah pendekatan yang sensitif budaya diterapkan dalam menanggapi masalah-masalah gender. AIPP menghormati berbagai peran, tanggung jawab, hak-hak, kewajiban dan ketrampilan dari para laki-laki dan perempuan yang terlibat atau siapa saja yang terpengaruh oleh program-program dan proyek-proyek AIPP. Dalam konteks ini, kebutuhan dan keadaan khusus para perempuan adat yang mempengaruhi partisipasi khusus mereka terhadap kegiatan-kegiatan AIPP harus ditanggapi.

1.3. Jika memungkinkan, periksa seberapa relevan hukum-hukum, kebijakan-kebijakan, program-program, dan badan-badan nasional, regional dan global mempengaruhi keadilan gender, dan cermati kemungkinan-kemungkinan untuk mempromosikan keadilan gender di dalam hal-hal tersebut;

1.4. Memperkuat program pada para perempuan adat, yang memasukkan pengembangan kapasitas dan bentuk-bentuk lain dari dukungan untuk memperkuat organisasi-organisasi, kelompok-kelompok dan pemimpin-pemimpin perempuan anggota masyarakat adat, 1.5. Melaksanakan pelatihan-pelatihan kesadaran gender bagi para pejabat dan staf serta anggota organisasi-organisasi, juga peningkatan kapasitas untuk menanggapi masalah-masalah dan pemikiran-pemikiran tentang para perempuan adat

1.6. Menguatkan advokasi dan pengarusutamaan hak-hak dan pemberdayaan para

perempuan anggota masyarakat adat pada semua tingkatan, dalam semua program AIPP. 1.7 Mempromosikan dan memastikan keterlibatan para laki-laki di dalam

kegiatan-kegiatan gender dan hak-hak perempuan di dalam semua program AIPP

1.8 Memastikan bahwa semua data yang dikumpulkan dalam konteks kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh AIPP, anggota-anggotanya dan organisasi-organisasi jaringannya dipilah sesuai gender dan dianalisa dan keadaan kaum perempuan tersebut

didokumentasikan secara teratur.

1.9 Untuk memberikan dukungan kepada organisasi-organisasi anggota mengenai pelaksanaan Kebijakan Gender ini

(5)

5 2.1 Sidang Umum harus

2.1.1. Memastikan keseimbangan gender dalam pendelegasian/perwakilan organisasi-organisasi anggota untuk Sidang Umum

2.1.2 Mengangkat seorang perwakilan dari para perempuan adat di dalam Dewan Eksekutif yang hendaknya memastikan adanya integrasi atas pandangan-pandangan, pendapat-pendapat, dan hal-hal yang dikhawatirkan para perempuan di dalam pertimbangan-pertimbangan dan keputusan-keputusan Dewan Eksekutif 2.1.3. Menjaga keseimbangan gender dalam badan-badan pemerintahan dan

mekanisme-mekanisme yang berhubungan dalam AIPP

2.1.4 Memastikan bahwa program-program AIPP yang diterapkan oleh Sidang Umum mencerminkan strategi-strategi dari kebijakan Gender ini

2.1.5. Memantau evaluasi dan meninjau ulang pelaksanaan Kebijakan Gender ini 2.1.6. Mempromosikan kebijakan Gender ini di antara organisasi-organisasi anggota supaya mereka melakukan usaha terbaiknya untuk melaksanakan Kebijakan Gender ini di dalam organisasi mereka

2.2 Dewan Eksekutif harus

2.2.1. Memastikan keseimbangan gender di antara para staf AIPP dan mekanisme-mekanisme koordinasi lain yang dibentuk oleh AIPP

2.2.2 Memastikan bahwa budaya kerja Dewan Eksekutif dan Sekretariat AIPP didasarkan atas saling hormat, keberadaban, dan nilai-nilai kunci bersama atas kesetaraan gender, pemerintahan yang baik, pertanggung jawaban dan keterbukaan. 2.2.3. Tidak bisa mentoleransi segala bentuk kekerasan di dalam Dewan Eksekutif, Sekertariat, dan mekanisme-mekanisme lain serta struktur-struktur organisasinya. Sanksi-sanksi harus diberlakukan oleh Dewan Eksekutif terhadap kasus-kasus seperti ini, sesuai dengan proses hukum yang telah ada. Tergantung dari seberapa parah kasus tersebut, sanksi-sanksi semestinya termasuk tetapi tidak terbatas hanya pada peringatan keras, penahanan, pemberhentian kontrak, kompensasi keuangan, dan tindakan hukum jika diperlukan.

2.2.4. Memastikan bahwa sebuah cara pandang gender diterapkan dalam

menjalankan perencanaan, pemantauan, peninjauan, dan evaluasi program-program dan kegiatan-kegiatan AIPP.

2.2.5. Menyusun pedoman-pedoman lebih lanjut yang sesuai dengan pelaksanaan Kebijakan Gender ini.

2.3 Tim Manajemen harus

2.3.1 Memastikan bahwa para anggota staf menyadari tentang Kebijakan Gender AIPP dan perlunya penghormatan dalam pekerjaan dan gaya manajemen, praktik-praktik

(6)

6 diskriminasi dihindari, termasuk di dalamnya tindakan stereotip dan segala bentuk kekerasan.

2.3.2 Bertindak sebagai saluran dari segala keluhan yang berhubungan dengan segala bentuk kekerasan di dalam Sekretariat. Kasus-kasus semestinya diserahkan kepada Dewan Eksekutif untuk pengambilan tindakannya.

2.3.3 Mempromosikan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan keseimbangan gender dalam semua program dan kegiatan lainnya; membahas hal-hal khusus seputar perempuan anggota masyarakat adat untuk memfasilitasi partisipasi aktif mereka. Sejalan dengan ini, Sekretariat mempunyai hak untuk tidak menerima para peserta yang dinominasikan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan AIPP yang melanggar keseimbangan gender dalam kegiatan-kegiatan AIPP.

2.3.4. Memastikan pemilahan data dan memasukkan pandangan para perempuan di dalam kegiatan dan laporan-laporan program dari Sekretariat tersebut.

2.3.5. Mengembangkan pendekatan-pendekatan dan metode-metode/metodologi kerja yang sensitif gender.

2.3.6 Bertanggung jawab atas pelaksanaan pelatihan kesadaran gender bagi

Sekretariat dan menilai serta meninjau ulang kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan dalam wilayah ini

2.4. Komite Program Para Perempuan Adat

2.4.1. Memberikan nasehat mengenai pengembangan dan pelaksanaan program dengan memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas perempuan adat selain juga Kebijakan Gender AIPP.

2.4.2. Bekerja secara dekat dengan Koordinator Program dalam mempromosikan Kebijakan Gender dan program AIPP pada para perempuan adat

2.4.3. Melaksanakan penilaian/evaluasi atas pelaksanaan Kebijakan Gender AIPP 2.4.4. Memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada Tim Manajemen dan Dewan Eksekutif, jika diperlukan, mengenai cara meningkatkan pelaksanaan Kebijakan Gender AIPP

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran dengan media bola gantung ternyata memberikan hasil lebih efektif terhadap peningkatan hasil belajar siswa pada materi sepak mula bawah sepak takraw, sehingga hal

Metode pelayanan pembagian air secara konti- nyu merupakan pemberian air irigasi secara terus menerus selama satu musim tanam sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman

Perbedaan karakteristik media pertumbuhan berbasis sampah buah dan sayur terlihat dari tampilan morofologis yang berbeda antara medium pertumbuhan Fusarium Sp berbasis

187 dan Komputer Royal di UPT Pengelolaan Irigasi Asahan Danau Toba, mengambil bagian dalam pelatihan pemantapan pen- golah kata dan pengolah angka secara praktek

While the coefficient of determination R (Square) is 2.61% which means that contribution of teachers skill in conducting learning variations toward student learning outcomes

Secara umum, kinerja Bank Syariah yang diwakili Bank BRI Syariah cukup baik dengan waktu yang terbilang baru berdiri, hal tersebut dapat dilihat dari rasio-rasio yang

Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan pengaruh yang positif dari fasilitas perpustakaan terhadap budaya baca siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Kota