• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Fungsi Boru Dalam Struktur Kekerabatan Batak Toba Pada Acara Pesta Adat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Fungsi Boru Dalam Struktur Kekerabatan Batak Toba Pada Acara Pesta Adat"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Globalisasi merupakan suatu proses dimana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan mempengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara. Kata globalisasi merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization. Kata globalization sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa dimaknai sebagai proses. Jadi dari asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.

Sejalan dengan hal itu budaya global (global cuture) dapat diartikan sebagai sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang “mendunianya” berbagai aspek kebudayaan di dalamnya terdapat proses

(2)

Indonesia merupakan salah satu negara yang juga termasuk berada dalam era globalisasi. Dimana bangsa Indonesia harus menerima kenyataan bahwa kebudayaan asing akan masuk dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan bangsa terutama aspek kebudayaan yang dimiliki setiap suku bangsa di indonesia. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing sebagai pembeda antara satu suku dengan suku lainnya. Suku- suku bangsa yang terdapat di Indonesia sendiri memiliki kebudayaan yang disebut sebagai budaya lokal yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat setempat.

(3)

moral, sosial budaya, dan sebagainya yang akan berdampak pada memudarnya nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat setempat.

Kondisi yang demikian juga tentunya dialami oleh suku bangsa Batak Toba sebagai salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara. Yang mana globalisasi telah ikut mempengaruhi budaya lokal yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi dan sangat memegang teguh falsafah hidup mereka yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Bagi orang Batak menjaga eksistensi dari adat budaya Dalihan Na Tolu dalam berbagai aktivitas yang mereka lakukan adalah suatu hal yang wajib. Maka dari itu masyarakat Batak Toba dalam berbagai aktivitas yang dilakukan harus selalu menggunakan falsafah Batak Dalihan Na Tolu. Begitu pula halnya dalam kehidupan adat-istiadat terkhususnya dalam konteks pesta adat, pelaksanaannya selalu diatur oleh adat budaya Dalihan Na Tolu.

Pada setiap penyelenggaraan acara pesta adat Batak (paradaton) di dalamnya terdapat sistem kegiatan gotong-royong1 atau sistem kerjasama tolong-menolong yang bertujuan untuk membantu pihak penyelenggara pesta dalam hal mempersiapkan keperluan pesta sehari sebelum acara pesta maupun pada saat acara pesta adat berlangsung. Dalam budaya Batak kegiatan tersebut dinamakan dengan Marhobas. Kegiatan Marhobas2 ini merupakan tradisi budaya lokal yang masih dijalankan hingga saat ini. Berhubung karena tradisi marhobas berlangsung

1

Koentjaraninggrat (1982) mengartikan gotong-royong sebagai kerjasama diantara anggota-anggota suatu komuniti dan di dalamnya terdapat rasa saling membantu.

2 Marhobas

(4)

pada acara pesta adat Batak, maka tentunya pelaksanaan tradisi ini juga berkaitan serta diatur oleh falsafah adat budaya Dalihan Na Tolu3.

Di dalam nilai adat budaya Dalihan Na Tolu terdapat tiga unsur hubungan kekerabatan. Ketiga unsur hubungan kekerabatan tersebut terdiri dari Hula-hula ( keluarga dari pihak istri ), Boru ( keluarga dari pihak menantu laki-laki ), serta Dongan Sabutuha ( teman semarga ), ( Sihombing, T.M. 1986 : 71 ). Hubungan dalam Dalihan Na Tolu ditata dalam satu falsafah somba marhulahula, elek marboru, manat mardongan tubu (menyembah hulahula, hati-hati kepada teman semarga, membujuk/melindungi/mengayomi boru). Setiap kelompok kerabat itu mempunyai peranan dan kegiatan sendiri-sendiri dalam suatu pesta. Kehadiran hula-hula, boru, maupun dongan tubu dalam acara adat tersebut untuk melaksanakan segala kewajiban dan menerima segala hak yang telah ditentukan oleh adat. Oleh karena itu Dalihan Na Tolu dapat didefinisikan sebagai struktur kemasyarakatan atas dasar hubungan kekerabatan yang menjadi landasan semua kegiatan yang bertalian dengan adat khususnya pada acara pesta adat perkawinan. Juga dapat diartikan bahwa salah satu pernyataan dari prinsip Daihan Na Tolu adalah gotong-royong.

Berlandaskan pada nilai budaya yang terkandung dalam Dalihan na Tolu, maka idealnya yang berperan dan berkewajiban melaksanakan tugas dalam kegiatan marhobas adalah pihak yang berkedudukan sebagai boru4 serta dongan

3

Dalihan Na Tolu disebut juga “Tungku nan Tiga” yang berarti suatu ungkapan yang

menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak.

4Boru

(5)

sahuta dalam sebuah pesta adat. 5Setiap orang yang hadir dalam upacara adat harus menjalankan perannya sesuai statusnya. Pada sebuah acara pesta, boru/gelleng beserta dongan sahuta/saulaon bekerja untuk melayani atau membantu dalam hal membagi makanan, mencuci piring, bersih-bersih maupun menyiapkan berbagai kebutuhan supaya pesta dapat bejalan lancar.

Seiring dengan perkembangan zaman globalisasi telah mempengaruhi budaya lokal masyarakat Batak Toba dalam prinsip adat budaya Dalihan Na Tolu yang berlangsung pada pesta adat Batak. Dimana nilai-nilai budaya global yang bersifat universal dan tanpa batas itu telah mempengaruhi pelaksanaan pesta adat Batak terkait dengan fungsi atau peranan boru dalam kegiatan pesta. Maksud penulis dalam konsep ini adalah bahwa ketika masyarakat Batak menyelenggarakan pesta adat, mereka tetap menganut dan melaksanakan pesta sesuai dengan esensi adat Batak yang berlaku seturut dengan falsafah adat Dalihan Na Tolu. Akan tetapi pengaruh yang dibawa oleh budaya global itu telah mengaburkan batasan-batasan yang mengatur posisi dan peranan boru serta dongan sahuta dalam acara pesta adat Batak. Seharusnya menurut esensi niai budaya Dalihan Na Tolu boru yang berperan sebagai parhobas atau yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam hal persiapan maupun pelayanan dalam pesta adat. Tetapi karena globalisasi telah mempengaruhi struktur Dalihan Na Tolu maka struktur itu tidak lagi harus sepenuhnya dijalankan.

Meski demikian dalam acara pesta adat atau dalam acara adat lainnya hula-hula, boru dan dongan sabutuha tetap menduduki posisi sesuai jabatan

5 Parhobas

(6)

masing-masing. Jadi dengan adanya budaya global yang mempengaruhi budaya lokal orang batak, maka fungsi boru yang seharusnya berperan dalam kegitan marhobas berubah atau tugas dan perannya tergantikan oleh adanya jasa catering6 atau di perkotaan posisi ini disebut dengan istilah EO (event organizer). Dari kondisi ini dapat dilihat bahwa hal yang global tersebut telah mengaburkan batas-batas yang diatur dalam hal yang lokal yaitu Dalihan Na Tolu. Sehingga budaya global dan budaya lokal akan saling mempengaruhi di dalam acara pesta adat Batak. Keadaan ini tentu saja akan menimbulkan terjadinya perubahan dalam budaya lokal orang Batak pada konteks pesta adat.

Kondisi inilah yang dialami oleh masyarakat Batak Toba yang berada di desa simanungkalit beberapa tahun belakangan ini dalam pelaksanaan pesta adat yang berlangsung ditempat mereka. Maka oleh sebab itu dalam penelitian ini saya ingin menjelaskan dan mengkaji lebih jauh bagaimana proses dialektika antara budaya lokal dan budaya global dalam pelaksanaan pesta adat pada masyarakat Batak yang ada di desa Simanungkalit, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, telah dijelaskan bahwa di dalam acara pesta adat Batak telah terjadi perubahan dalam hal tugas maupun fungsi boru dalam pesta. Yang mana pada hakekatnya dalam aspek struktur Dalihan Na Tolu tugas dan peranan boru pada acara pesta adalah pihak yang

6

(7)

bertugas dan bertanggung jawab atas pelaksanaan sistem kerjasama marhobas. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dengan adanya budaya gobal ternyata mempengaruhi budaya lokal orang Batak terkait dengan fungsi dan peran boru dalam acara pesta sesuai dengan adat budaya Dalihan Na Tolu. Budaya global telah mempengaruhi budaya lokal dalam konteks pesta adat yang menimbulkan adanya dialektika antara budaya lokal dan budaya global pada masyarakat Batak. Kondisi tersebut menyebabkan adanya perubahan dalam budaya lokal Batak Toba yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab boru dalam acara pesta adat Batak yang ada di desa Simanungkalit. Dengan demikian berdasarkan latar belakang masalah yang telah dirumuskan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana peran boru dilakukan dalam pelaksanaan pesta adat Batak Toba di Desa Simanungkalit Kabupaten Tapanuli Utara?

2. Apa saja yang berubah pada fungsi boru dalam pesta adat Batak Toba?

1.3. Tujuan Penelitian

(8)

fungsi boru dalam pesta adat Batak Toba. Secara akademis bahwa hasil penelitian ini merupakan bahan untuk skripsi guna memperoleh gelar sarjana program Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memperkaya pengetahuan tentang budaya lokal pada masyarakat Batak Toba. Dalam hal ini yang dimaksud adalah tradisi marhobas sebagai sistem kerjasama yang berlangsung dalam acara pesta adat yang sudah mengalami perubahan dalam hal pengerjaannya sebagai akibat dari pengaruh budaya gobal di dalam masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang perubahan fungsi boru sebagai parhobas dalam pesta adat batak karena pengaru budaya global sehingga berdialektika dengan budaya lokal pada acara pesta adat Batak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kepustakaan dalam ilmu antropologi.

1.5. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Budaya Global

Kata globalisasi sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization. Kata globalization7 sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa

7

(9)

dimaknai sebagai proses. Jadi dari asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia. Sedangkan dalam Kamus Umum

Bahasa Indonesia kata “global” berarti secara keseluruhan8. Maka dapat diartikan

bahwa Globalisasi berarti suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak nampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata.

Dalam keadaan global, tentu apa saja dapat masuk sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol. Rudy (2003:5) mendefenisikan globalisasi sebagai suatu proses hubungan sosial secara relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasan-batasan secara nyata, jadi ruang lingkup kehidupan manusia makin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas didalam dunia sebagai kesatuan tunggal.

Salah satu defenisi globalisasi dikemukakan oleh Kaplinsky (dalam Sulistyowati Irianto 2009: 45) bahwa “globalisasi ditandai dengan adanya penurunan secara sistematis berbagai penghalang terhadap arus lintas batas atas buruh, modal, produk, teknologi, pengetahuan, informasi, sistem, kepercayaan, nilai, dan pemikiran. Budaya global (global culture), yang dapat diartikan sebagai sebuah konsep yang digunakan untuk menjelaskan tentang ‘mendunianya’

berbagai aspek kebudayaan, yang di dalamnya terjadi proses penyatuan, unifikasi, dan homogenisasi.

8

(10)

Globalisasi9 telah menciptakan dunia yang semakin terbuka dan saling ketergantungan antar negara dan antarbangsa. Dan efek yang ditimbulkan adalah akan masuknya secara bebas nilai-nilai moral, sosial budaya, dan sebagainya yang akan berdampak pada memudarnya budaya lokal suku bangsa tertentu. Kebudayaan atau nilai-nilai (value) yang selama ini menjadi sumber identitas masyarakat lokal pun turut terkikis dan terbawa dalam arus budaya global.

Di berbagai daerah dan bahkan sudah merambah sampai ke pelosok-pelosok pedalaman, masifnya perkembangan teknologi komunikasi seperti media televisi, hand phone, internet, telah menggantikan budaya “kontak fisik” sebagai

sarana utama komunikasi masyarakat lokal selama ini. Realitas saat ini, banyak komunitas-komunitas mengalami kemerosotan identitasnya. Proses transfer tradisi dari kaum tua ke generasi muda pun semakin pudar akibat pemanjaan layanan informasi dan komunikasi yang menyuguhkan kepraktisan. Globalisasi telah menjelma menjadi sebuah kekuatan besar di dunia, dan kehadirannya telah merenggut roh-roh kebudayaan masyarakat lokal. Dalam banyak hal, karakteristik globalisasi mempunyai kemiripan dengan internasionalisasi, sehingga kedua istilah ini sering dipertukarbalikkan. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, globalisasi yang beriringan dengan modernisasi menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai proses yang tak terelakkan. Modernitas adalah globalisasi, artinya cenderung meliputi kawasan geografis yang semakin luas dan akhirnya meliputi kawasan seluruh dunia, (Giddens dalam

9

(11)

nanang martono, 2014). Modernisasi berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi modernisasi merupakan suatu proses perubahan ketika masyarakat yang sedang memperbarui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern.

Jan Aart Scholte (2001) mengamati proses globalisasi beberapa indikator: (1) Internasionalisasi mengacu pada kejadian di suatu wilayah yang dapat memengaruhi kejadian di wilayah lainnya10. (2) Universalisasi digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia, artinya pengalaman satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia, (3) Westernisasi merupakan pendifusian11 nilai-nilai barat ke dalam nilai-nilai lokal. Hal ini diindikasikan dengan mulai memudarnya budaya lokal dan kecenderungan homogenitas budaya.

Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Perkembangan zaman nyatanya menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal.

10

A.Safril Mubah, Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi Arus Globalisasi (Artikel Departemen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya)

11

Difusi merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari satu kelompok ke

(12)

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, globalisasi yang beriringan dengan modernisasi menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai proses yang tak terelakkan. Modernitas adalah globalisasi, artinya cenderung meliputi kawasan geografis yang semakin luas dan akhirnya meliputi kawasan seluruh dunia, (Giddens dalam nanang martono, 2014). Modernisasi berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi modernisasi merupakan suatu proses perubahan ketika masyarakat yang sedang memperbarui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern. Gencarnya modernisasi di bidang teknologi juga ilmu pengetahuan telah menciptakan isu globalisasi dan pada akhirnya mengerucut menjadi satu kebudayaan global atau universal. Hasilnya sekarang kebudayaan asli pun memudar dan menyebarkan fenomena akulturasi budaya. 1.2.2. Budaya Lokal

Kebudayaan sangat berhubungan erat dengan masyarakat. Kebudayaan membedakan suku yang satu dengan suku lainnya. Menurut Koentjaraninggrat dalam Takari,dkk (2008:5), “konsep tentang “kebudayaan adalah keseluruhan

sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar”. E.B. Tylor dalam

Soekanto (2013:150) mengatakan “kebudayaan adalah keseluruhan kompleks

(13)

Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan batasan terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan konteks, namun secara etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya merumuskan sebuah definisi terhadap local culture atau local wisdom ini. Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau budaya daerah. Kebudayaan lokal adalah suatu kebiasaan dan adat istiadat daerah tertentu yang lahir secara alamiah, berkembang, dan sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya lokal (lokal wisdom) merupakan suatu perilaku manusia yang dianggap memiliki nilai positif dan manfaat maupun nilai lebih tertentu di dalam kehidupan, yang kemudian dapat dilihat di dalam hubungan antar masyarakat, hubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal. Dalam pengertian yang luas, Judistira (2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui kesenian belaka tetapi termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak, serta pola pikiran yang berada jauh dibelakang apa yang tampak tersebut.

(14)

antarbudaya. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. 12

Akan tetapi, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli.

1.2.3. Adat Budaya Dalihan Na Tolu

Masyarakat suku Batak memiliki falsafah hidup yang selalu dilaksanakan dalam setiap aktivitas kemasyarakatan, seperti dalam aktivitas perkawinan, upacara kematian, upacara menempati rumah yang baru dan sebagainya. Falsafah hidup masyarakat Batak yang dijunjung tinggi atau yang paling tinggi adalah Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu melambangkan pengakuan atas adanya pembagian kekerabatan masyarakat Batak Toba dalam tiga kelompok utama. Yang terdiri dari (1) Hula-hula, yaitu marga asal istri atau keluarga ayah atau saudara laki-laki dari keluarga istri. (2) Dongan sabutuha/ Dongan tubu artinya, saudara sekandung seayah dan seibu. Namun bagi masyarakat Batak Toba hal itu dimaknai secara menyeluruh yaitu, orang-orang yang berasal dari satu marga

12

(15)

dengan suami atau saudara laki-laki suami, dan (3) Boru yaitu saudara perempuan dari pihak suami beserta keluarganya. Dengan timbulnya kelompok tersebut maka terciptalah struktur sosial yang masyarakat yang baku, dimana ketiga kelompok tersebut bergerak, berhubungan selaras, seimbang dan teguh dalam suatu tatanan masyarakat. Ketiga fungsi sosial tersebut terus berinteraksi kedalam dan keluar kelompok sehingga Dalihan Na Tolu13 dikategorikan sebagai sistem yang mendekati sempurna dalam pranata adat dan budaya Batak.

Gambar 1: Struktur Dalihan Na Tolu

Tidak hanya sekedar menetapkan struktur sosial dan fungsi dalam tatanan adat, Dalihan Na Tolu juga menetapkan sikap dan perilaku yang patut ditampilkan setiap kelompok terhadap kelompok lain. Somba atau sopan serta hormat merupakan sikap yang patut ditampilkan oleh boru terhadap hula-hula. Manat atau berhati-hati merupakan sikap terhadap dongan sabutuha (teman satu marga). Bila ada tindakan yang akan dilakukan dan ada perkataan yang akan diucapkan kepada dongan tubu harusnya benar-benar dipikirkan dengan bijaksana, sehingga tidak

13Dalihan Na Tolu

(16)

menimbulkan kesalahpahaman. Serta elek atau lemah lembut maupun pandai membujuk/ mengayomi merupakan sikap yang harus ditampilkan oleh hula-hula terhadap boru.

Dalam upacara perkawinan secara adat Batak Toba, ketiga unsur Dalihan Na Tolu dari pihak calon pengantin laki-laki dan perempuan harus hadir. Sebab perkawinan pada Batak Toba menimbulkan adanya ikatan yang terpadu (terintegrasi) diantara Daihan Na Tolu, seolah-olah merupakan tiga tungku di dapur dalam hidup sehari-hari, O.P. Simorangkir (2007:74). Dalihan Na Tolu berembuk untuk melaksanakan hak dan kewajiban atau mengatur dan mengendalikan tingkah laku seseorang atau kelompok sesuai adat yang berlaku yang dirangkum kedalam beberapa kegiatan yang sarat dengan interaksi simbolik antara lain :

Hula-hula

Kedudukan hula-hula pada suku Batak Toba dianggap sebagai pemberi kehidupan dan penyalur berkat, karena itu harus dihormati, walaupun kedudukannya dari segi jabatan dan kepangkatan di luar adat lebih tinggi, namun secara adat hula-hula tetap harus dihormati. Fungsi Hula-hula dalam kehidupan masyarakat Batak Toba dapat dirinci dalam tiga bagian, yaitu:

(17)

2. Memberkati dan berdoa ketika upacara adat berlangsung agar upacara adat dapat berangsung tanpa hambatan dari pihak manapun dan daam bentuk apapun.

3. Sebagai penengah bila terjadi perselisihan.

Dongan tubu

Dongan tubu/ dongan sabutuha merupakan orang-orang yang posisinya “sejajar”, yaitu saudara semarga. O.P. Simorangkir (2007:16); setiap

marga yang sama dianggap satu nenek moyang juga termasuk dalam klasifikasi dongan sabutuha. Prinsip hubungan manat mardongan tubu artinya hati-hati menjaga persaudaraan agar terhindardari perseteruan. Fungsi dongan sabutuha di dalam pelaksanaan suatu upacara adat sama

dengan orang yang sedang melaksanakan pesta adat “suhut”. Dalam

merencanakan upacara adat tidaklah dapat bertindak menurut kehendak sendiri, tetapi harus melalui musyawarah dengan dongan sabutuha.

Boru

(18)

paradaton. Harus diingat bahwa filosofi elek marboru : kedudukan “di

bawah” tidak merupakan garis komando, tetapi harus dengan merangkul

mengambil hati dari Boru- nya.

Seiring dengan berkembangnya budaya global ditengah berbagai suku bangsa, ternyata hal itu juga ikut mempengaruhi kebudayaan lokal suku Batak Toba yang berhubungan dengan adat budaya Dalihan Na Tolu. Dimana dengan adanya globalisasi yang mempengaruhi budaya lokal masyarakat batak maka menimbulkan adanya perubahan peran atau fungsi boru dalam tradisi marhobas dalam acara adat pesta Batak Toba. Untuk sementara saya dapat menyimpulkan bahwa ada perubahan di dalam pesta adat Batak Toba dikarenakan adanya dialektika antara budaya lokal dan budaya global yang terjadi di tengah masyarakat khususnya di desa Simanungkalit. Dengan demikian maka saya tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh tentang perubahan fungsi atau peran boru dalam pesta adat Batak Toba.

1.6. Metodologi Penelitian 1.6.1. Lokasi Penelitian

(19)

marhobas tersebut mulai terkikis dan mengalami perubahan karena akibat pengaruh dari globalisasi yang masuk ke desa dan mempengaruhi masyarakat setempat.

Gambar 2 :Peta wilayah kabupaten tapanuli utara

Jarak dari Medan ke Tarutung sebagai pusat Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sekitar 294 km dan dapat ditempuh dengan angkutan umum selama ± enam jam. Sedangkan jarak dari Tarutung ke desa Simanungkalit yang merupakan lokasi penelitian berkisar 7,5 km yang jika ditempuh dengan kendaran umum memakan waktu ± 18 menit.

1.6.2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif etnografi14 yang bertujuan untuk menjelaskan secara terperinci bagaimana terjadinya perubahan pada budaya lokal yang dimiliki masyarakat Batak Toba dalam pesta adat setelah adanya pengaruh dari budaya global. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai

14

(20)

pesta adat Batak yang mana di dalamnya telah terjadi dialektika antara budaya lokal dengan budaya global akibat dari adanya pertemuan dua budaya tersebut.

Pengumpulan data tentang dialektika kebudayaan lokal dan global pada pesta adat Batak di desa Simanungkalit, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. Data yang diperlukan dikumpulkan dari para informan yang dianggap perlu dalam kelengkapan skripsi ini. Supaya memperkuat data yang ada, penulis melakukan pencarian dan pencatatan melalui dokumen-dokumen dari kantor kepala desa Simanungkalit. Selain data dari kantor kepala desa Simanungkalit, penulis juga melakukan pencatatan dari buku-buku, artikel dan internet yang berhubungan dengan Budaya Batak Toba dan yang berkaitan dengan budaya global. Penulis menggunakan beberapa cara dalam menghimpun dan mengumpulkan data, antara lain :

Metode Observasi

Pengamatan ( observasi15) dilakukan secara langsung di lapangan dan juga melakukan kontak secara langsung dengan masyarakat disana. Dalam kesempatan ini penulis melakukan pengamatan terhadap masyarakat, seperti mengamati masyarakat yang sedang melakukan acara pesta adat pada beberapa tempat yang ada di Desa Simanungkalit. Penulis mengamati tingkah laku dan cara pelayanan para penyedia jasa makanan/ pihak catering pada acara pesta adat yang terselenggara.

15

(21)

Pengamatan juga dilakukan dengan cara melihat bagaimana sikap dan reaksi para informan pada saat penulis melakukan wawancara dengan informan. Ada informan yang santai serta terbuka dalam memberikan informasi, ada yang sedikit tertutup dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penulis. Dalam metode ini peneliti tidak hanya melakukan pengamatan saja tetapi juga mencatat dan mendokumentasikan (merekam atau mengambil foto) hal-hal penting yang berhubungan dengan judul penelitian yang tentunya sangat membantu dalam pengumpulan data.

Metode Wawancara Mendalam

Wawancara dalam penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh informasi yang diperlukan guna kelengkapan data penelitian. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak mungkin data tentang bagaimana dialektika yang terjadi antara budaya lokal masyarakat Batak Toba dengan budaya global yang mengarah pada terjadinya perubahan dalam tradisi marhobas pada pesta adat Batak. 16Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat tulis untuk mencatat hasil wawancara dalam hal menghindari terjadinya kelupaan data yang diperoleh dalam menulis hasil laporan. Wawancara mendalam dilakukan dengan beberapa tokoh adat yang berada di desa Simanungkalit. Penulis mengetahui siapa-siapa saja orang yang mengerti akan adat Batak Toba. Penulis juga melakukan

16

(22)

wawancara kepada para masyarakat sekitar yang sudah pernah menyelenggarakan pesta adat terutama pesta perkawinan.

Wawancara dilakukan juga kepada pihak yang pernah menduduki posisi sebagai boru dalam suatu acara pesta adat, pun demikian halnya terhadap mereka yang pernah menduduki posisi sebagai dongan saulaon. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada pihak penyedia jasa makanan atau biasa disebut dengan pihak catering. Wawancara dilakukan kepada informan pangkal. Informan pangkal yang penulis jadikan adalah kepala desa dan para masyarakat yang menyelenggarakan pesta atau yang sudah pernah menyelenggarakan pesta adat terkushusnya dalam pesta perkawinan. Dari kepala desa diperoleh keterangan atau data-data yang berhubungan dengan pendudduk, tingkat pendidikan masyarakat, mata pencaharian serta agama yang dianut masyarakat.

Gambar

Gambar 1:  Struktur Dalihan Na Tolu

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan mengelompokkan kriteria guru menggunakan metode fuzzy mamdani dimana nilai input berupa nilai

Berdasarkan hasil pengujian sistem secara keseluruhan telah sesuai dengan sistem yang diinginkan yaitu security sistem dapat bekerja dalam satu sistem yang terintegrasi,

Dari proses belajar yang dilakukan pada awal pertemuan sampai dengan pertemuan keempat dapat disimpulkan bahwa penerapan STAD kolaborasi edmodo dapat

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dan permasalahan tersebut maka dapat ditarik rumusan masalah bahwa menentukan kebutuhan bayi bahkan kesehatan dan kondisi

Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) berbantuan edmodo terhadap hasil belajar siswa pada mata

Mengacu pada penelitian tersebut, peneliti membuat sistem deteksi adanya cacat pada kayu menggunakan citra HSV, deteksi tepi SUSAN, ekstraksi ciri statistik, dan metode

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Rahmat, Hidayah, serta PetunjukNya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah

Vide a letter dated 10 March 1998, the plaintiff declared the unpaid sale price and all the drawings to be immediately due and payable, and thereupon cancelled both the purchase