• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Fungsi Boru Dalam Struktur Kekerabatan Batak Toba Pada Acara Pesta Adat Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Fungsi Boru Dalam Struktur Kekerabatan Batak Toba Pada Acara Pesta Adat Chapter III V"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HAL-HAL YANG MENYEBABKAN PERUBAHAN BUDAYA LOKAL DAN DAMPAKNYA BAGI MASYARAKAT

3.1. Proses Perubahan Budaya Lokal Pada Masyarakat Batak Toba Di Desa Simanungkalit

Menurut Paul H.Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan cirri-ciri:

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan

c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam dan kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. Pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya. Sebenarnya desa masih dianggap sebagai standard pemeliharaan sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat, kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai cirri yang jelas.

(2)

Perubahan yang terjadi ialah fungsi atau peran dari gelleng dan dongan saulaon sebagai parhobas pada saat acara pesta adat batak diadakan. Hal ini tergambar dari pernyataan informan yaitu ibu boru Hutasoit yang mengatakan :

“Semenjak dulu parhobas itu selalunya datang untuk mengerjakan persiapan pada pesta, namun sekarang setelah zaman modern ini orang-orang sudah pada beralih menggunakan jasa catering. Padahalkan parhobas itu tugasnya gelleng dan dongan saulaon, kegiatan marhobas itu sudah menjadi tanggung jawab gelleng dan dongan saulaon. Saat ini kulihat dengan hadirnya jasa catering semua tanggung jawab tersebut sudah diambil alih oleh pihak catering, tapi walaupun begitu status boru dan dongan sahuta tetapnya ada bukan berarti jadi tidak ada cuma kalau ada pesta peran atau tugas mereka sebagai parhobas itu jadi tidak ada lagi. Ada pun misalnya boru yang berpatisipasi itu cuma sekedar melihat-lihat ajanya atau memeriksa tamu supaya semua orang yang hadir mendapat jatah makanan. (wawancara 12 Mei 2017)

Hal yang senada juga diungkapkan informan L. Aritonang

“Dulu parhobas itu selalunya ada disetiap pesta, langsung taunya mereka apa saja yang harus dikerjakan dalam kegiatan marhobas pada pesta itu. Namun sekarang kegiatan marhobas ini sudah jarang dilakukan kalau ada pesta sejak ada usaha penyedia jasa makanan pesta. Kalau soal status boru dan dongan sahuta dalam paradaton tetapnya ada tapi pekerjaannya dalam marhobas yang dikerjakan oleh boru dan dongan saulaon itu jadi dikerjakan oleh petugas catering. Kondisi ini sebenarnya membuat pesta jadi kelihatan tidak

lengkap kalau tidak nampak parhobasnya”. (wawancara Mei 2017)

(3)

hingga pada akhirnya perubahan tersebut dapat terlihat dan disadari secara jelas oleh pihak yang terlibat didalamnya maupun masyarakat secara umum.

Jika dilihat dengan apa yang menjadi makna parhobas yang sebenarnya adalah untuk memupuk kebersamaan, saling tolong menolong, menjaga solidaritas, di desa Simanungkalit telah terjadi perubahan makna parhobas dimana sekarang tanggung jawab parhobas sudah diambil alih oleh catering seiring dengan semakin pesatnya arus globalisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat informan I. Simanungkalit

“Soal makna marhobas yang saya tahu dari para orang tua zaman dahulu itu bertujuan untuk merekatkan rasa saling tolong-menolong, memupuk sikap saling bantu-membantu antar sesama manusia apalagi jika berada pada lingkungan adat atau tempat tinggal yang sama, serta masih memiliki satu turunan yang sama. Marhobas ini juga diwariskan secara turun temurun. (Wawancara Mei 2017)

Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan bapak Simanjuntak:

“Makna dari marhobas itu adalah saling membantu dan berbagi beban dengan sesama memupuk rasa tolong menolong dalam pesta ada, seperti yang dilakukan oleh para leluhur kita dulu yang pada

akhirnya diwariskan kepada kita sebagai generasi penerus”.

(Wawancara Mei 2017)

Dari jaman dahulu, masyarakat sangat setia dalam marhobas, masyarakat masih memahami dan mengerti apa fungsi dari parhobas, sehingga marhobas yang dilakukan masyarakat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam nilai budaya Batak Toba yaitu Dalihan Na Tolu . Kegiatan marhobas yang dilakukan pada setiap acara pesta adat selalu sama tidak ada yang berubah. Seiring berjalannya waktu, pengaruh dari dalam dan luar menghampiri keasrian budaya

(4)

kemajuan teknologi seperti barang elektronik telah memepengaruhi pikiran masyarakat untuk menciptakan suatu perubahan secara perlahan-lahan.

Awalnya perubahan tersebut hanya dilakukan oleh orang atau pihak-pihak tertentu saja. Tetapi dengan interaksi rutin yang dilakukan dengan masyarakat sekitarnya, telah mempekenalkan sesuatu hal baru di dalam masyarakat. Oleh karena manusia yang memiliki sifat penasaran yang tinggi, maka timbul niat untuk mencoba sampai pada akhirnya mereka menikmati apa yang mereka lakukan. Dengan demikian, perubahan telah terjadi secara perlahan-lahan. Hal ini seperti yang dikatakan informan T. Simanungkalit:

“Dulu sedikitnya masyarakat yang memakai jasa catering ini, palingan Cuma mereka yang memiliki ekonomi yang lumayan atau mampu. Namun sekarang ini kondisinya sudah jauh berbeda karena bisa dikatakan rata-rata masyarakat sudah menggunakan bantuan dari pihak catering pada pelaksanaan pestanya.Hal ini terjadi karena kondisi ekonomi masyarakat saat ini sudah jauh lebih baik dibanding dulu, keadaan tersebut didukung oleh pekerjaan masyarakat yang sudah beragam, tidak hanya sebagai petani lagi. Serta rata-rata

masyarakat disini sudah memiliki pekerjaan masing-masing”.

(Wawancara Mei 2017)

3.2. Hal –Hal Yang Menyebabkan Perubahan Budaya Lokal 3.2.1. Pengaruh Budaya Global

(5)

tengah masyarakat Batak Toba maka akan terjadi pertemuan antara nilai-nilai baru dengan nilai-nilai lama yang terdapat dalam adat istiadat masyarakat Batak Toba.

Keadaan tersebut tentunya akan mempengaruhi tradisi lokal marhobas termasuk dalam menentukan fungsi boru dan dongan sahuta pada kegiatan acara pesta adat Batak. Hal inilah yang mendorong terjadinya akulturasi budaya lokal dengan budaya luar. Gultom Dj (Dalam Sibarani, 2005 : 6) mengemukakan bahwa perkembangan jaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian baik itu dalam adat dan budaya. Perubahan-perubahan yang dimaksud yaitu menambah atau mengurangi kewajiban-kewajiban tertentu dalam adat dan budaya tersebut, baik upacaranya, unsur upacara maupun hakekat yang terkandung didalam setiap upacara yang mengalami perubahan dan pembaharuan. Intinya, perubahan pada masyarakat Batak terjadi karena gelombang modernisasi dan globalisasi yang telah memperkenalkan nilai baru dalam lingkungan tradisi Batak. 3.2.1.1. Kemajuan Teknologi Informasi

Globalisasi sekarang ini telah mempengaruhi perkembangan kebudayaan bangsa. Adanya proses saling mempengaruhi merupakan fenomena alami yang terjadi dalam interaksi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan dipengaruhi juga mempengaruhi sangat berperan dalam menghadapi perkembangan dunia yang selalu saja mengalami perubahan. Dengan masuknya budaya global di tengah masyarakat Batak Toba maka akan terjadi pertemuan antara nilai-nilai baru dengan nilai-nilai lama yang terdapat dalam adat istiadat masyarakat Batak Toba.

(6)

pesta adat Batak. Hal inilah yang mendorong terjadinya akulturasi budaya lokal dengan budaya luar. Gultom Dj (Dalam Sibarani, 2005 : 6) mengemukakan bahwa perkembangan jaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian baik itu dalam adat dan budaya. Perubahan-perubahan yang dimaksud yaitu menambah atau mengurangi kewajiban-kewajiban tertentu dalam adat dan budaya tersebut, baik upacaranya, unsur upacara maupun hakekat yang terkandung didalam setiap upacara yang mengalami perubahan dan pembaharuan.

Intinya, perubahan pada masyarakat Batak terjadi karena gelombang modernisasi dan globalisasi yang telah memperkenalkan nilai baru dalam lingkungan tradisi Batak. Teknologi merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk membantu atau mempermudah proses hidup dan kehidupan manusia. Tetapi disisi lain teknologi juga membawa dampak negatif yang dapat mengancam kehidupan manusia itu sendiri seperti hilangnya nilai-nilai atau ikatan sosial masyarakat. Dampak teknologi dalam hal ini juga telah membawa akibat terhadap hilangnya tradisi, peribadatan etnis Batak Toba. Perkembangan teknologi dalam dunia informasi yang dimaksud dalam hal ini adalah televisi.

Hadirnya televisi ditengah-tengah masyarakat untuk memberikan informasi. Penyampaian informasi melalui televisi juga dilengkapai dengan adanya penayangan gambar sehingga akan memudahkan masyarakat dalam menyerap informasi yang ditayangkan. Dalam hal ini tidak jarang siaran-siaran yang ditayangkan di televisi akan mempengaruhi pola pikir masyarakat yang pada akhirnya turut mempengaruhi tatanan kehidupan sosial mereka17.

17

(7)

Tayangan-tayangan yang disiarkan ditelevisi turut serta mempengaruhi masyarakat Batak Toba yang bermukim di desa Simanungkalit, baik dari pandangan dan pola pikir maupun budaya masyarakat itu sendiri. Informasi yang mereka peroleh dari televisi membawa dampak bagi pola pikir masyarakat melalui siaran televisi yang mengandung nilai-nilai sosial budaya. Kemudian hal ini akan ditiru dan diterapkan oleh masyarakat setempat. Selain karena televisi ternyata internet juga turut mempengaruhi terjadinya perubahan budaya lokal masyarakat Batak Toba. Sekarang ini umumnya orang-orang yang tinggal di desa simanungkalit sudah dapat dengan mudah mengakses dari internet melalui handphone/gadget yang mereka miliki. Tentunya hal ini akan semakin mempermudah mereka dalam mendapatkan informasi dari dunia luar sehingga masyarakat akan meniru dan menerapkannya dalam kehidupan. Situasi tersebut seolah-olah akan menciptakan sebuah kesan yang modern bagi masyarakat desa Simanungkalit.

Begitu juga halnya dengan tradisi marhobas yang dimiliki oleh orang Batak Toba, dimana pada hakekatnya tradisi ini harus selalu ada dalam kegiatan acara adat pesta Batak Toba. Namun sekitar beberapa tahun belakangan ini tradisi tersebut sudah mulai terkikis salah satunya akibat dari adanya pengaruh program televisi yang menayangkan hal-hal baru yang lebih bersifat kekinian. Kemudian masyarakat pun meniru dan menerapkannya supaya terkesan lebih modern atau tidak ketinggalan zaman. Berikut ini merupakan pernyataan dari informan Ibu P. boru Simanjuntak .

(8)

pun bisa melihat berita-berita di televisi dan juga menonton film-film kesukaan. Kalau saya pribadi suka memperhatikan hal-hal yang baru yang ditayangkan di televisi sehingga terkadang saya pun meniru dan mengikutinya jika memang memberikan hal yang positif dan cocok bagi saya. Begitu juga halnya dengan yang terjadi pada tradisi marhobas, saya rasa orang-orang disini lebih memilih untuk tidak menggunakan jasa parhobas lagi di pesta karena mereka melihat di televisi ternyata ada jasa yang bisa mempersiapkan dan melayani segala keperluan yang berkaitan dengan urusan konsumsi di pesta-pesta. Selain itu kurasa internet juga berpengaruh karena kulihat udah banyak orang-orang disini yang berhandphone layar sentuh yang bisa berinternet jadi mungkin mereka melihat dari situ juga. Karena hal ini maka banyaklah bermunculan jasa-jasa yang menawarkan bantuan dalam membantu pihak penyelenggara pesta terkait hal konsumsi. Saya memperhatikan rasa kepedulian orang-orang terhadap marhobas sudah berubah. Padahal dulunya orang-orang sangat senang marhobas untuk persiapan maupun saat acara pesta tapi, sekarang kebanyakan mereka lebih memilih untuk menonton televisi dirumah dari pada pergi membantu sesama dalam kegiatan marhobas. Inilah salah satu penyebab mengapa tradisi marhobas sudah mulai ditinggalkan. (wawancara April 2017)

(9)

permintaan makanan untuk khalayak umum pada suatu acara pesta atau pada acara tertentu.

Di desa Simanungkalit sendiri, masyarakatnya sudah banyak yang mempergunakan pelayanan jasa catering pada setiap acara pesta adat yang mereka selenggarakan. Alasan mereka menggunakan jasa catering dilihat dari segi kepraktisan, menurut msyarakat setempat jika menggunakan jasa catering semua bahan atau barang yang dibutuhkan untuk masalah persiapan konsumsi pada acara pesta sudah disediakan oleh pihak catering. Hal Tersebut diungkapkan oleh informan yang bernama L. boru Simanungkalit :

“saya masih ingat dulu ketika saya masih remaja, setiap ada pesta adat persiapannya pastinya selalu dilakukan dan dikerjakan oleh pihak yang menjabat sebagai parhobas yaitu boru dan dongan saulaon. Segala keperluan sudah dipersiapkan sehari sebelum pesta dilaksanakan, mulai dari mengumpulkan barang-barang yang diperlukan untuk memasak sampai menyiapkan bahan-bahan berupa bumbu untuk memasak daging dan juga persiapan lainnya. Tetapi setelah adanya jasa catering maka mulailah masyarakat disini untuk mencoba menggunakan jasa catering. Selain itu mereka juga melihat masyarakat lain yang sudah menggunakan jasa catering pada daerah-daerah yang pernah mereka kunjungi ketika menghadiri pesta adat di daerah tersebut. Dalam kondisi itu mereka bisa melihat bagaimana catering dapat membantu dan mempermudah pihak penyelenggara pesta dalam mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan untuk menjamu para tamu undangan yang hadir dalam pesta tersebut. Mereka melihat kinerja dari catering yang lebih praktis dan simpel. Oleh karena itu maka masyarakat di desa ini pun mulai meniru dan menerapkan hal itu dalam kehidupan adat-istiadat yang dijalani. (wawancara April 2017)

Masyarakat mengakui bahwa jika menggunakan jasa catering memang biayanya lebih banyak dibanding dengan tetap menggunakan jasa

(10)

baik, cepat dan praktis serta lauk pauk yang disajikan juga lebih lengkap dan kenikmatannya sudah terjamin.

3.2.1.2. Kontak Budaya

Adanya interaksi antara kelompok masyarakat Batak Toba dengan kelompok masyarakat lain menyebabkan terjadinya kontak budaya antara budaya Batak Toba dengan budaya lain diluar Batak Toba . Hal ini terlihat dari terjadinya perkawinan campur antara orang Batak dengan orang diluar suku Batak ataupun orang yang bukan berasal dari daerah yang sama. Jika ada suatu perkawinan, kebetulan yang perempuan bukan orang Toba atau sebaliknya maka akan terjadi percampuran budaya antara budaya mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Ketika mereka telah berumah tangga tentunya budaya berbeda yang dimiliki oleh kedua belah pihak saling bercampur dan sangat berpengaruh terhadap kehidupan yang mereka jalani.

Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya yang menjadikan adanya penerimaan budaya baru. Dikemudian hari suatu waktu mereka mengadakan pesta adat keluarga tersebut akan memilih tradisi seperti apa yang akan dipakai atau budaya yang dipilih lebih cenderung pada suku yang mana, apakah mengikut pada suku si suami atau si istri. Semuanya tergantung pada budaya mana yang dominan dalam keluarga tersebut.

(11)

pengantin perempuan dengan penyajian makanan yang lebih baik, lebih lengkap, nikmat dan higenis, sehingga pihak keluarga pengantin perempuan pun dapat lebih menikmati jamuan makan dalam pesta tersebut. Pernyataan ini diperoleh dari informan yang bernama Bapak S. Simanungkalit (53 tahun):

“Menurutku hal itu terjadi karena sudah banyak orang-orang di desa ini yang menikah dengan orang yang bukan berasal dari daerah ini atau bukan orang Batak. Kondisi ini terjadi dikarenakan para pemuda-pemudi banyak yang merantau keluar kota sehingga mereka pun menikah dengan orang-orang yang ada ditempat perantauan tersebut. Oleh karena itu pada saat acara adat pernikahan mereka di desa ini maka pihak keluarga yang ada disini akan lebih memilih untuk memesan makanan catering supaya hidangannya lebih higenis dan cukup bisa menyesuaikan dengan selera makan pihak pengantin perempuan. Serta tidak sedikit dari mereka yang menikah berbeda suku tersebut tinggal di desa ini sehingga pada waktu mereka mengadakan pesta mereka lebih memilih untuk memakai catering saja karena didaerah

pasangannya tersebut tidak ada tradisi kegiatan marhobas itu.”

(wawancara mei 2017)

3.2.1.3. Keadaan Ekonomi

Saat ini sebagian besar pendapatan ekonomi masyarakat Batak Toba yang tinggal di desa Simanungkalit sudah semakin meningkat dibandingkan dengan zaman dulu. Keadaan tersebut didukung karena pekerjaan maupun profesi yang digeluti oleh masyarakatnya sudah beragam jenis, tidak seperti dulu yang rata-rata hanya sebagai petani. Perkembangan jaman yang kian pesat turut mempengaruhi berbagai sudut kehidupan masyarakat, dimana salah satunya melalui semakin beragamnya profesi dan pekerjaan yang digeluti oleh masyarakat yang berdampak pada semakin meningkatnya perekonomian masyarakat.

(12)

semakin meningkat menjadi salah satu penyebab dari masyarakat disana mulai meninggalkan tradisi budaya lokal yang dimiliki dan lebih memilih kearah yang lebih modern (universal). Masyarakat di desa tersebut beranggapan bahwa saat ini uang sudah dapat mengatur dan mengubah segalanya, apapun bisa dilakukan, dicapai dan terpenuhi asalkan ada uang.

3.2.2. Efisiensi Waktu

Sebagian masyarakat yang tinggal di desa Simanungkalit beranggapan bahwa budaya lokal marhobas sudah kurang efisien lagi jika diterapkan saat ini karena pengerjaannya memakan waktu yang lebih lama dan lebih membutuhkan persiapan yang lebih banyak. Masyarakat Batak berpendapat bahwa kebiasaan marhobas tidak cocok lagi diterapkan dengan kondisi masyarakat sekarang yang mengutamakan kecepatan didalam segala urusan pekerjaan. Masyarakat juga sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing.

Banyak diantara masyarakat beralasan bahwa mereka sibuk dengan urusan pekerjaan, maupun karena tuntutan dari bidang profesi yang mereka geluti sehingga tidak memiliki waktu untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan

marhobas dalam suatu acara pesta. Padahal sebenarnya dibalik alasan tersebut ada

juga faktor rasa malas yang menghinggapi mereka, hal itu terjadi bisa saja karena mereka sudah capek bekerja atau melakukan aktivitas dalam keseharian. Itulah sebabnya masyarakat lebih menyukai hal yang simpel/sederhana dan mengerjakan segala sesuatunya dengan serba instan.

(13)

pekarangan rumah sangat kotor. Seperti yang diketahui pada saat melakukan kegiatan marhobas di salah satu rumah warga tentunya membutuhkan halaman pekarangan rumah yang lebih luas. Hal itu dikarenakan saat melakukan proses masak-memasak seperti memasak nasi, memasak teh, maupun memotong hewan semuanya dilakukan diluar rumah. Maka dengan kondisi itu pastinya si pemilik rumah harus memiliki lahan pekarangan rumah yang memadai sehingga tidak proses kegiatan marhobas. Akan tetapi pada kenyataan yang di dapati saat ini sudah banyak rumah-rumah warga yang memiliki lahan pekarangan yang sempit atau pas-pasan. Keadaan itu dipicu karena jumlah penduduk desa sudah semakin bertambah sehingga otomatis jumlah rumah pun menjadi bertambah dan lahan pun semakin sempit.

Jadi sebagian besar masyarakat dengan kondisi demikian berinisiatif untuk lebih memilih menggunakan jasa catering saja dalam acara pesta adat yang diselenggarakan. Meskipun lahan pekarangan rumah tetangga mereka ada yang memadai tetapi mereka merasa segan dan enggan untuk memakai lahan tetangga karena takut mengganggu, merusak dan mengotori lingkungan rumah tetangga tersebut. Tanpa disadari oleh masyarakat kondisi yang seperti ini akan menciptakan rasa kepedulian tolong-menolong terhadap sesama menjadi terkikis dan kepedulian orang terhadap tradisi marhobas itu sendiri menjadi berubah. 3.2.3. Pergaulan Dalam Masyarakat

(14)

orang yang sudah tidak menggunakan jasa parhobas dalam pesta adat karena mereka sadar akan sedikit orang yang datang untuk membantu persiapan pesta. Hal itu terjadi karena ada masyarakat atau keluarga tertentu yang jarang bergaul dengan masyarakat sekitarnya.

Mereka juga malas atau jarang mendatangi setiap ada pelaksanaan pesta dilingkungan sekitarnya. Padahal pesta merupakan salah satu jalan atau kesempatan bagi setiap orang untuk membaur dan bergaul dengan masyarakat setempat. Karena hal ini ketika keluarga tersebut melaksanakan pesta maka mereka tidak akan menggunakan tradisi marhobas dalam pestanya dan lebih memilih jalan yang lebih alternatif yaitu penggunaan pihak penyedia jasa makanan.

Selain itu ada juga masyarakat yang tidak memasuki Serikat Tolong Menolong (STM) di desa tersebut atau tidak memasuki lingkungan adat yang telah dibentuk oleh masyarakat setempat. Sehingga para masyarakat sekitar atau

dongan sahuta akan malas untuk membantu dan menghadiri pesta tersebut. Jadi

dari kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa ternyata perilaku masyarakat dalam hal bergaul dan membaur dalam aktivitas maupun kegiatan adat istidat ikut berpengaruh pada perubahan tradisi marhobas di masyarakat Batak Toba.

3.3. Dampak Perubahan Budaya Lokal Bagi Masyarakat Batak Toba 3.3.1. Dampak Positif

3.3.1.1. Memberikan Ketenangan Bagi Boru

Dalam pelaksanaan pesta adat Batak yang tidak menggunakan kebiasaan

(15)

menjalankan fungsi mereka sebagai parhobas dalam pesta. Semua urusan mengenai masak-memasak atau persiapan dalam hal konsumsi sudah diserahkan pada jasa catering, para petugas catering telah bertindak sebagai pelayan menggantikan boru dan dongan saulaon. Dengan kondisi yang demikian maka biasanya dongansahuta (teman sekampung) tidak lagi berperan membantu dalam persiapan - persiapan pesta. Lain halnya dengan pihak boru meski mereka tidak lagi berperan sebagai parhobas, tetapi mereka masih memiliki tugas atau peran lainnya. Sedangkan beberapa boru yang lain bersama dongan sahuta mereka bergabung dengan para tamu undangan yang hadir untuk mengikuti acara pesta yang sedang berlangsung.

Sebagian para boru dan dongan sahuta menganggap bahwa dengan adanya jasa catering yang menggantikan tugas mereka sebagai pelayan dalam pesta maka hal ini memberikan suatu kenyamanan atau ketenangan bagi mereka. Maksudnya ialah bahwa mereka bisa lebih fokus untuk mengikuti acara pesta karena tidak lagi direpotkan dan tidak lagi terganggu dengan urusan melayani tamu atau pun pekerjaan mencuci piring, memasak teh dan lainnya. Hal ini menciptakan suasana yang lebih kondusif dan nyaman para boru sehingga mereka dapat lebih menikmati jalannya acara di pesta. Hal ini diungkapkan oeh informan Ibu M. Simanungkalit:

“Ada juganya enaknya bagiku sebagai boru ketika di pesta

(16)

Hal serupa juga diungkapkan oleh bapak N. Aritonang :

“Kalau bagi saya dengan adanya tukang masak di pesta-pesta lebih enaknya kurasa karena tidak lagi capek dan direpotkan dengan urusan memasak daging dan nasi sehingga saya bisa

santai ketika pesta berlangsung.”

3.3.1.2. Tidak Menyita Waktu Dalam Persiapan Pesta

Pengerjaan dalam mempersiapkan kebutuhan konsumsi dengan cara tradisi

marhobas memang membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Segala kebutuhan

yang diperlukan untuk kegiatan harus benar-benar dipersiapkan dengan baik seperti bahan-bahan makanan dan juga barang-barang yang akan dipergunakan harus dipersiapkan sebaik mungkin. Hal ini yang paling sering membebani pikiran dan merepotkan bagi penyelenggara pesta padahal masih banyak hal lain yang mesti diurus demi kelancaran pesta. Namun dengan adanya perubahan pada kebiasaan marhobas yang membuat fungsi boru juga berubah diambil oleh pihak

catering ternyata membuat pelaksana pesta merasa terbantu.

Terbantu yang dimaksud dalam hal ini adalah mengenai pemakaian waktu, jika biasanya penyelenggara pesta waktunya terpakai banyak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan oleh para parhobas tapi dengan tidak digunakannya tradisi marhobas maka waktu tidak banyak terbuang. Segala keperluan lain dalam pelaksanaan pesta dapat diurus dengan lebih cepat, tidak lagi terganggu atau memikirkan urusan kegiatan marhobas. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari informan ibu H. Hutagalung:

(17)

persiapan-persiapan lain yang harus ku kerjakan untuk pesta, makanya saya pesan catering agar beban pikiran tidak terlalu banyak dan kerjaanku lebih ringan, biar ajalah gak usah ada peran parhobas karena memang kebanyakan orang saat ini udah pake cateringnya.

3.3.2. Dampak Negatif

3.3.2.1. Menipisnya Rasa Solidaritas Masyarakat

Segala bentuk perubahan senantiasa akan membawa suatu akibat atau dampak terhadap suatu kelompok masyarakat tertentu. Begitu juga dengan adanya perubahan peran dari boru/gelleng dan dongan saulaon dalam pesta adat Batak Toba pasti akan membawa pengaruh tertentu bagi masyarakat tersebut. Dengan adanya beberapa makna adat yang sudah berubah dalam kehidupan sehari-hari maka sudah pasti akan membawa akibat yang positif maupun negatif.

Dahulu pada awalnya beberapa tradisi adat yang menjadi budaya bagi etnis Batak Toba, memang telah menjadi sarana pengintegrasi masyarakat Batak Toba. Ketika tradisi-tradisi tersebut masih dipegang erat, ikatan sosial Batak Toba terlihat sangat erat, atau dengan kata lain masyarakat Batak Toba terlihat memiliki solidaritas yang tinggi. Sesuai dengan adat dan budaya Batak Toba ketika suatu pesta perkawinan dilaksanakan maka sehari sebelum dan saat pesta berlangsung maka para gelleng dan dongan sahuta baik laki-laki maupun perempuan akan berkumpul untuk membantu berbagai macam persiapan dan menyediakan segala macam perlengkapan yang diperlukan dalam acara pesta adat yang akan dilaksanakan.

(18)

seperti memberikan bantuan berupa tenaga maupun bantuan berupa materi. Sehari sebelum pelaksanaan pesta para anggota keluarga, gelleng dan dongan saulaon akan disibukkan oleh berbagai macam persiapan pesta. Hal inilah yang menjadikan masyarakat Batak Toba menjalin sebuah interaksi yang erat sehingga dengan sendirinya terjalinlah hubungan kekeluargaan dan persaudaraan yang erat diantara mereka. Jadi kondisi yang seperti ini sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang, ketika para anggota keluarga yang lain maupun masyarakat lainnya akan menggelar acara pesta adat Batak Toba.

Dari kondisi hubungan persaudaraan yang terjalin diantara masyarakat Batak Toba, maka orang-orang yang ikut berpartisipasi tersebut merasa menjadi bagian dari kelompok mereka. Bisa dikatakan bahwa mereka yang turut serta memberikan bantuan pada acara pesta merasa bahwa pesta yang dilaksanakan itu juga merupakan pesta mereka. Dari kondisi hubungan persaudaraan Batak Toba tersebut, maka masyarakat merasa menjadi bagian dari kelompok mereka.

(19)

Perubahan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba memang pada dasarnya ada dampak yang terlihat khususnya ketika akan berlangsungnya suatu acara adat seperti pada intensitas interaksi yang semakin menurun diantara warga desa Simanungkalit sebagai satu kelompok keluarga yang selama ini terjalin dengan erat. Sekarang ini apabila ada anggota keluarga Batak Toba yang akan melangsungkan pesta adat, maka para anggota keluarga, gelleng dan dongan

saulaon tetap diundang. Tetapi kehadiran mereka tidak sama seperti dahulu lagi

yaitu sehari sebelum dan sesudah pesta berlangsung. Sekarang hanya pada saat pesta berlangsung saja mereka hadir.

Intensitas interkasi yang telah mengalami perubahan tersebut disebabkan oleh kesibukan atau profesi yang harus dijalankan oleh masing-masing anggota masyarakat. Karena banyaknya kesibukan warga masyarakat saat ini baik pekerjaan diladang dan urusan yang lainnya, maka tidak adanya waktu yang banyak menjadi alasan tersendiri bagi mereka.

3.3.2.2. Berkembangnya Sifat Individual

(20)

berkembangnya zaman yang sejalan dengan masuknya budaya global yang mempengaruhi budaya lokal orang Batak maka cerminan dari sikap tersebut telah memudar atau sudah berubah.

Kini semenjak hadirnya usaha jasa makanan atau semenjak peran dari

gelleng dan dongan saulaon tergantinkan oleh jasa catering dalam pelaksanaan

pesta adat maka menimbulkan sifat yang individualis diantara masyarakat Batak. Secara perlahan rasa saling membutuhkan dan sikap saling peduli antara sesama anggota masyarakat mulai hilang sehingga menyebabkan timbulnya sikap kesombongan ditengah masyarakat Batak Toba.

3.3.2.3. Berkurangnya Konstribusi Boru Dalam Pesta Adat Batak Toba Berdasarkan falsafah hidup orang Batak yaitu Dalihan Na Tolu bahwa segala aktivitas yang dilakukan oleh orang Batak yang berhubungan dengan segala upacara adat harus berdasarkan adat Dalihan Na Tolu. Bungaran Antonius (2006:100) menjelaskan bahwa: Dalihan Na Tolu dapat diartikan sebagai tumpuan tiga serangkai atau dalam definisi yang lebih jelas, Dalihan Na Tolu merupakan suatu sistem sosial di tanah Batak yang menempatkan posisi masing-masing orang Batak pada kedudukan tertentu dimana setiap kedudukan ini mempunyai fungsi dan tanggung jawab tersendiri.

(21)

kini telah mengalami pergeseran atau perubahan akibat dari masuknya pengaruh budaya global ke dalam sistem adat-istiadat masyarakat Batak Toba.

Hadirnya jasa catering di tengah-tengah masyarakat Batak Toba yang bermukim di pedesaan merupakan salah satu pengaruh budaya global yang sudah menjadi suatu hal yang bersifat umum/universal bagi masyarakat. Hal yang umum tersebut telah memberikan suatu kemudahan dan kepraktisan kepada masyarakat sehingga sangat membantu mereka dalam melakukan aktivitas maupun kegiatan dalam hidupnya. Kini dalam pelaksanaan pesta adat sebagian besar masyarakat Batak Toba sudah lebih menggunakan jasa usaha makanan dari pada mempertahankan tradisi budaya lokal marhobas dalam mempersiapkan segala kebutuhan yang berkaitan dengan bagian konsumsi dan pelayanan dalam pesta. Dengan tergantikannya tugas dan tanggung jawab boru yang kini telah diberikan kepada pihak jasa catering maka hal ini pun memberikan dampak pada pesta adat tersebut. Dampak yang dimaksud adalah mengenai konstribusi boru didalam pesta adat Batak Toba menjadi berkurang atau tidak lagi menonjol seperti dulu ketika mereka masih bertanggung jawab penuh dalam pengerjaan konsumsi makanan.

(22)

Biasanya boru yang ikut berkonstribusi tersebut hanya ikut mengechek atau sekedar memastikan saja apakah semua tamu undangan sudah mendapat makanan atau belum. Jika memang masih ada yang belum mendapat jatah maka boru tersebut akan mengasihtahu dan memberikan arahan pada pekerja catering dan bisa juga ikut membantu membagikan makanan tersebut. Keadaan ini menjadikan posisi seseorang sebagai boru dalam pesta tersebut menjadi kurang dikenal, bahkan para hadirin yang hadir pun terkadang tidak mengetahui bahwa orang tersebut merupakan boru di pesta itu. Hal inilah yang membuat konstribusi atau peran boru menjadi kurang menonjol dalam pesta adat Batak Toba.

3.4. Kelebihan dan Kelemahan Pada Penggunaan Cateringdan Marhobas 3.5.1. Kelebihan dan Kelemahan Catering

a. Kelebihan Catering 1. Pekerjaan Lebih Praktis

Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan dari para masyarakat Batak Toba mengenai kelebihan penggunaan jasa catering di dalam acara pesta adat adalah semua pekerjaan dalam mempersiapkan pesta akan lebih praktis. Maksudnya dalam hal ini bahwa ternyata dengan menggunakan catering, pihak penyelenggara pesta sangat terbantu dan mempermudah mereka dalam menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjamu para tamu undangan pesta.

(23)

karena semuanya sudah ditanggungjawabi sepenuhnya oleh pihak catering. Cara kerja catering yang simpel dan tidak merepotkan menjadi salah satu penyebab masyarakat desa Simanungkalit menjadi lebih tertarik menggunakan jasa catering. Hal senada diungkapkan oleh P. boru Simanjuntak

“Kalau dulu saya masih ingat setiap acara pesta adat khususnya perkawinan, selalunya mengandalkan jasa parhobas. Parhobas itu adalah gelleng dan dongan sahuta. Namun sekarang ini setelah adanya catering, orang-orang disini pun menjadi beralih ke catering. Katanya mereka penggunaannya lebih simpel dan lebih praktis sehingga yang punya pesta tidak terlalu repot lagi untuk mengurus persiapan pestanya” (wawancara 6 mei 2017)

2. Kualitas dan Mutu Makanan Terjamin

Usaha catering menyajikan dan menawarkan makanan berupa lauk pauk yang lebih higenis dan nikmat jika dibandingkan dengan makanan yang dimasak oleh para boru dan dongan sahuta dalam kerjasama marhobas. Makanan yang disajikan oleh pihak catering dalam sebuah pesta kenikmatannya sudah terjamin. Lauk-pauk yang disajikan dalam sepiring nasi sudah dilengkapi dengan daging, sayur, buah pencuci mulut serta satu aqua gelas. Selain itu kebersihan makanan yang disajikan juga sudah terjamin. Inilah yang merupakan salah satu kelebihan dari catering. Hal yang demikian sesuai dengan pendapat informan E. Simanungkalit :

(24)

ini menjadi lebih memilih catering meski harganya lebih mahal

dari pada dikerjakan secara marhobas” (wawancara mei 2017)

3. Pelayanan Yang Teratur

Kinerja dari pihak jasa catering yang bertugas di dalam acara pesta adat Batak Toba terlihat lebih bagus dan memadai. Kondisi tersebut tercermin dari pelayanan mereka yang tertata dengan baik dan teratur. Pada saat para pekerja catering melayani para tamu undangan atau orang-orang yang hadir di pesta maka sikap yang mereka tunjukkan akan tertib dalam membagikan makanan. Mereka akan langsung mengatur posisi untuk membagikan makanan dan para pekerja catering memberikan arahan yang tegas kepada para tamu undangan.

Arahan yang diberikan bermaksud supaya ketika pembagian makanan orang-orang yang hadir di pesta tidak ricuh dan suasana pun dapat kondusif dan tentram.

Foto 3.1

Pembagian makanan pada pesta Batak

(25)

Foto 3.2

Pelayanan pihak Catering pada saat pesta

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dalam hal pembagian jatah makanan di pesta, pihak catering selalu berusaha supaya para tamu undangan yang hadir mendapatkan makanan dengan merata dan pembagiannya pun teratur. Artinya makanan yang mereka bagikan tersebut dapat tersalur dengan merata ke semua para tamu sehingga semua orang

mendapatkan makanan sesuai dengan pesanan dari pihak yang membuat pesta. 4. Barang Perlengkapan Konsumsi Merupakan Tanggung Jawab Catering.

(26)

sendiri oleh pihak catering. Hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan pihak penyelenggara pesta. Pihak yang mengadakan acara pesta tidak perlu ganti rugi dengan hilangnya barang tersebut dan mereka tidak perlu ikut kesusahan untuk mencari barang tersebut karena itu merupakan konsekuensi dari usaha dalam bidang catering.

5. Pilihan Menu Makanan Beragam

Keuntungan lain ketika menggunakan jasa dari catering adalah terkait pilihan menu yang lebih bervariasi atau bermacam-macam yang dapat dipilih sesuai kebutuhan. Orang yang ingin memesan lebih leluasa dalam memilih menu makanan serta snack berupa kue khas batak yang diinginkan. Adapun beberapa pilihan menu yang tersedia dalam salah satu usaha jasa makanan yang bernama Rizky Catering adalah Saksang Arsik, Na Niura, Babi Panggang, Ayam Gota, Na Tinombur, Daun Ubi Tumbuk, Babi Kecap, Tanggo-Tanggo, Ayam Gulai, Urap, Kue Lapet, Kue Pohul pohul, Kue Benti.

b. Kelemahan Jasa Catering 1. Jatah Makanan Terbatas

(27)

Selain itu masyarakat juga mengeluhkan soal jatah makan, dimana dalam pelaksanaan pesta para hadirin yang hadir cukup hanya mendapat satu porsi jatah makanan saja. Hal ini membuat para tamu khususnya para ibu-ibu tidak bisa lagi membawa makanan lebih atau makanan sisa dari pesta untuk dibawa pulang ke rumah. Memang tak dipungkiri jika menggunakan jasa catering jumlah atau kuantitas makanan yang di pesan pas-pasan atau secukupnya saja sesuai dengan perkiraan jumlah target undangan. Tetapi terkadang ada juga kondisi dimana para tamu bisa dapat jatah makan lebih, namun kondisi itu biasanya terjadi karena jumlah orang yang hadir di pesta lebih sedikit dari yang diperkirakan.

Sehingga jatah makanan untuk orang yang tidak hadir bisa dibagikan lagi pada para tamu yang hadir di pesta tersebut.

2. Kuantitas Penyediaan Makanan Lebih Beresiko

Masyarakat desa Simanungkalit mengatakan bahwa salah satu yang perlu diwaspadai ketika memutuskan untuk menggunakan jasa catering dalam acara adat adalah resiko mengenai kurangnya makanan atau konsumsi tidak mencukupi. Dalam hal ini pihak yang akan melaksanakan pesta diharapkan memesan jumlah makanan harus sesuai dengan target, artinya jangan sampai melenceng atau salah tafsir. Pemesanan makanan harus disesuaikan dengan banyaknya tamu yang diundang hadir kepesta, dan ada baiknya jika jumlah atau kuantitas konsumsi yang di pesan agak dilebihkan dari jumlah tamu undanganya. Hal itu dilakukan sebagai langkah untuk mengantisipasi kekurangan makanan dalam pesta.

(28)

kondusif. Dalam acara pesta tersebut sebagian orang tidak akan mendapat jatah makanan dan kondisi yang demikian merupakan suatu hal yang memalukan dalam suatu acara pesta masyarakat Batak Toba. Pihak keluarga yang mengadakan pesta mau tidak mau harus siap menanggung rasa malu tersebut. Karena tidak mungkin lagi jika jumlah jatah makan ditambahi berhubung pihak catering hanya memasak dan menyediakan makanan sesuai dengan yang telah di pesan sebelumya. Inilah resiko yang harus siap tanggung dan dihadapi jika menggunakan jasa catering sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam masalah konsumsi di dalam acara pesta adat Batak Toba.

3. Membutuhkan Biaya Lebih Banyak

Tak dapat dipungkiri bahwa penggunaan jasa pelayanan makanan dalam suatu pesta pasti akan membutuhkan biaya yang sedikit lebih banyak dari pada tidak menggunakan sebuah jasa. Kondisi ini juga dialami oleh masyarakat Batak Toba yang berada di desa Simanungkalit Kabupaten Tapanuli Utara. Menurut pendapat masyarakat disana jika didalam pelaksanaan sebuah pesta adat Batak menggunakan jasa makanan berupa catering maka biaya yang dikeluarkan pasti lebih banyak dari pada menggunakan jasa dari boru dan dongan sahuta. Namum memang hal itu sesuai dengan pelayanan yang mereka lakukan baik dari segi kinerjanya maupun dari segi makanan yang disajikan dalam pesta. Hal itu diungkapkan oleh informan P. boru Panggabean

(29)

sebiji buah pisang. Selesai makan dikasih juga snacknya berupa kue bisa kue lapet, kue pohul-pohul ataupun kue benti, pokoknya kue khas batak. Makanan dan kue yang dimasak juga sudah terjamin enak. Saya rasa itu yang membuat makanan catering ini menjadi lebih mahal walaupun perbndingannya tidak terlalu

jauh.”

3.5.2. Kelebihan dan Kelemahan Tradisi Marhobas Dalam Pesta a. Kelebihan Tradisi Marhobas

1. Terjaganya Rasa Kebersamaan Di Tengah Masyarakat Batak Toba. Tradisi marhobas sebagai kebiasaan yang dimiliki dan diterapkan oleh masyarakat batak dalam pelaksanaan acara pesta adat sampai sekarang masih dapat dijumpai. Kuantitas dari pelaksanaan tradisi tersebut akhir-akhir ini sudah jauh berkurang jika dibanding dengan zama dulu. Di desa Simanungkalit sendiri pelaksanaan tradisi ini sudah mulai jarang dilakukan dalam kegiatan acara pesta adat. Menurut masyarakat desa setempat, jika tradisi kerjasama marhobas masih dilaksanakan di pesta maka tentu akan membawa dampak yang positif terhadap masyarakat Batak itu sendiri.

(30)

dongan sahuta akan semakakin erat. Dari kondisi ini akan tercipta suatu kebiasaan tolong-menolong yang bersifat sikap timbal-balik diantara masyarakat Batak Toba

Foto 3.3

Kegiatan memotong daging dalam tradisi marhobas

Sumber: Informan T.Simanungkalit

Foto 3.4

Kegiatan memasak nasi dan teh dalam tradisi marhobas

(31)

2. Menghargai Dongan Saulaon

Salah satu manfaat kelebihan jika menggunakan jasa parhobas di dalam pelaksanaan acara pesta adat Batak adalah dongan saulaon/ dongan sahuta akan merasa lebih dihargai oleh pihak yang melaksanakan pesta. Seperti yang diketahui bahwa kegiatan marhobas itu dikerjakan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki posisi dan jabatan sebagai boru dan dongan saulaon dalam sebuah pesta adat. Jika keluarga pihak pembuat pesta masih mengandalkan jasa parhobas sebagai pelayan dalam acara pestanya maka para gelleng terutama dongan sahuta akan merasa lebih dihargai oleh pihak yang berpesta.

Dalam hal ini dikatakan dongan sahuta akan merasa lebih dihargai karena ketika tradisi marhobas masih dipakai dalam suatu pesta tentunya pihak yang mengadakan pesta akan datang mengundang para dongan sahuta. Dengan diundangnya dongan sahuta secara langsung ke rumah mereka masing-masing maka mereka akan merasa dihargai sebagai teman satu lingkungan adat. Selain itu mereka merasa bahwa konstribusi mereka ternyata masih berharga dan diperlukan oleh sesama warga di tempat tersebut. Sehingga situasi tersebut akan membuat dongan sahuta merasa ikut sebagai bagian dari pihak yang mengadakan pesta serta merasa bahwa pesta yang berlangsung juga merupakan pesta mereka.

3. Jatah Makanan Memuaskan

(32)

banyak apalagi jika lauknya berupa daging babi. Parhobas yang menyajikan makanan di pesta sangat mengerti dengan hal itu sehingga mereka sengaja membuat nasi dipiring sesuai porsi makan orang batak pada umumnya.

Kebiasaan makan orang batak khususnya orang batak yang tinggal di pedesaan memang dikenal terbiasa makan dengan porsi yang banyak. Hal itu terjadi karena masyarakat Batak Toba yang tinggal di desa umumnya bekerja sebagai petani. Jadi supaya menghasilkan tenaga yang kuat maka porsi makan mereka pun diperbanyak. Keadaan tersebut memang sebanding dengan ketekunan dan kerja keras yang dilakukan orang Batak dalam bekerja sehari-hari. Kepuasan makan dalam pesta merupakan faktor yang cukup berpengaruh disetiap pelaksanaan pesta orang Batak.

(33)

b. Kelemahan Tradisi Marhobas 1. Membutuhkan Waktu Yang Banyak

Seperti yang diketahui pada dasarnya segala pekerjaan yang dilakukan dengan cara marhobas dalam suatu pesta adat Batak dikerjakan secara bersama-sama oleh pihak boru dan dongan saulaon. Dalam kegiatan itu biasanya mereka melakukan pekerjaan dengan cara membagi tugas masing-masing sesuai dengan kamauan dan kemampuan mereka. Sehari sebelum pelaksanaan pesta pihak yang akan mengadakan pesta akan mempersiapkan segala kebutuhan berupa bahan-bahan yang diperlukan untuk konsumsi di pesta.

Selain itu mereka juga harus mempersiapkan barang-barang atau peralatan yang diperlukan untuk memasak atau membuat bumbu-bumbu untuk makanan yang nantinya akan dimasak pada waktu pelaksanaan pesta. Kedatangan para boru dan dongan sahuta ke rumah mereka untuk marhobas juga menambah pekerjaan karena mau tidak mau rumah yang dihuni menjadi lebih berantakan, kotor dan barang-barang pun bisa berceceran. Belum lagi terkadang para parhobas membawa anak-anak mereka ikut ke rumah pihak yang berpesta maka suasana dirumah pun makin tidak karuan dan serba repot. Kondisi tersebut membuat pekerjaan yang punya pesta semakin banyak dan semakin repot.

(34)

membutuhkan waktu yang lebih banyak, pekerjaan pun makin banyak sehingga merepotkan pihak yang mengadakan pesta.

2. Pelayanan Kurang Efisien

Saat ini salah satu hal yang menjadi kelemahan marhobas dalam pelaksanaan pesta adat Batak adalah berhubungan dengan pelayanan para

parhobas dalam meladeni para tamu undangan yang hadir. Dalam melayani para

tamu undangan kadang kala sering terjadi ketidakmerataan dalam pembagian makanan di pesta. Di satu sisi sebagian para tamu ada yang mendapat makanan berlebih sedangkan sebagian lainnya ada para tamu undangan yang belum mendapat jatah makanan. Kondisi ini terjadi karena para parhobas kewalahan dalam membagi makanan, mereka kurang cermat dalam menakar atau menafsir seberapa banyak jumlah makanan yang harus dibagi pada sebagian sisi tamu undangan.

Mereka asal membagikan saja pada satu sisi tamu undangan tertentu dan ketika tiba giliran pembagian ke sisi bagian tamu lain maka tak jarang makanannya tinggal sedikit yang tersisa. Sehingga tidak semua para tamu undangan mendapat jatah makanan dengan merata. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kekurangan jatah makanan dalam pesta tersebut. Keadaan yang seperti ini seringkali menyebabkan kondisi pelaksanaan pesta menjadi kurang kondusif.

3. Kualitas Makanan Belum Tentu Terjamin

(35)

dalam pesta tersebut merupakan tugas dan pekerjaan para boru dan dongan sahuta

(parhobas). Dalam marhobas para perempuan bertugas untuk memasak teh dan

sedangkan para laki-laki suami mereka dan anak-anak mereka yang sudah menikah, akan bertugas untuk memotong daging dan memasaknya. Untuk urusan memasak daging merupakan peran para lelaki karena konon katanya masakan para lelaki Batak di pesta lebih memiliki cita rasa yang khas dibandingkan perempuan.

Namun akhir-akhir ini menurut pendapat para warga Batak Toba yang ada desa Simanungkalit mengatakan bahwa masakan yang dimasak oleh para

parhobas pada suatu pesta sudah sering tidak memuaskan. Terkadang nasi yang

dimasak tingkat kematangannya tidak bagus, ada yang kurang matang dan ada juga yang terlalu matang. Begitu juga dengan daging yang dimasak terkadang sajian bumbu-bumbunya kurang pas sehingga tidak sesuai dengan selera masyarakat yang hadir dalam pesta. Menurut masyarakat hal itu terjadi mungkin karena orang-orang Batak sekarang keahlian memasaknya sudah berbeda dengan orang-orang zaman dulu yang lebih pintar memasak. Atau mungkin saja mereka malas memasak sehingga tidak menunjukkan keseriusan ketika memasak di pesta, oleh karena itu kualitas atau mutu makanan yang dihasikan pun tidak terjamin bagus.

4. Parhobas Sudah Tidak Rajin

(36)

mereka ketika saat sedang bekerja dalam pesta. Saat ini umumnya para parhobas perempuan sudah malas dalam mempersiapkan bumbu-bumbu makanan untuk keperluan pesta dan terutama dalam urusan mencuci piring.

Keadaan ini tercermin ketika acara makan pagi untuk parhobas telah tiba maka biasanya orang-orang akan banyak yang datang terutama dongan saulaon. Tetapi setelah acara makan selesai sebagaian besar yang datang akan membubarkan diri dan membiarkan piring-piring yang mereka pergunakan tidak tercuci dan dibiarkan saja berserakan. Begitu juga halnya pada saat acara makan di pesta sudah selesai, tak jarang piring-piring maupun cangkir cuma dipungut saja ke dalam ember tapi tidak dicuci. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya pihak yang mengadakan pesta menggaji atau mengupah orang-orang setempat yang mau bekerja membereskan keperluan pesta terutama dalam mencuci piring. Umumnya mereka akan dikasih upah satu hari sekitar RP.50.000,00 per orang.

5. Sikap Parhobas Yang Terkadang Rakus

Dalam suatu pesta adat Batak Toba yang masih menggunakan tradisi

Marhobas mau tidak mau harus menerima kenyataan bahwa diantara para

parhobas ada orang-orang yang rakus. Tak jarang dari mereka ada yang suka

mengambil persedian konsumsi / makanan untuk pesta seperti daging, ikan mas dan yang lainnya. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa boru sebagai

parhobas seharusnya membantu agar acara pesta dapat berjalan dengan lancar

bukan malah lebih mementingkan keinginan sendiri. Hal ini berdasarkan dari pengalaman informan R. boru Silitonga:

(37)

malah sedikit kali kami cicipi itupun tidak semua kami satu keluarga kebagian. Padahal banyaknya kemarin ikan mas itu kami masak. Bayangkan saja para parhobas ini terutama inang-inang biasanya sudah mempersiapkan plastik dari rumah sebagai tempat makanan kemudian dibawa pulang ketempat masing-masing. Itulah yang terjadi di pesta anak saya kemarin, kami tidak tahu entah lari kemana semua makanan itu, tapi saya yakin pasti para boru dengan dongan sahuta yang mengambil itu, karena kejadian seperti ini sudah bukan hal yang baru lagi terjadi pada pesta-pesta. (wawancara mei 2017)

Hal senada juga diungkapkan oleh informan lain yaitu R. Simanungkalit :

“Kemarin sewaktu pesta perkawinan sepupu saya masa bisa hilang

daging masak satu ember, padahal katanya disimpannya ditempat marhobas itu dan para parhobas juga selalunya disitu, kok bisa hilang gitu kan gak masuk akal. Pasti ada diantara mereka yang dengan sengaja atau sekongkol menyembunyikan dan mengambil

danging tersebut. Tidak mungkin datang orang luar

mengambilnya. Dan yang mengambil danging itu pastinya para parhobas laki-laki berhubung mereka yang biasa menyimpannya, serta laki-laki ini dikenalnya rakus dan doyan makan jagal (daging). (wawancara mei 2017).

(38)

BAB IV

PERUBAHAN BUDAYA LOKAL YANG TERJADI DALAM PESTA ADAT BATAK TOBA

4.1. Adat Budaya Dalihan Na Tolu Dalam Pesta Adat Batak

Orang batak mempunyai marga dalam sistem kekerabatan mereka. Mereka yang satu marga, dengan arti satu asal keturunan, satu nenek moyang disebut Dongan tubu (Toba), artinya “teman satu perut”, satu asal. Jadi, marga

menunujukkan asal keturunan bapak (patrilineal), maka dengan sendirinya marga tersebut juaga disusun berdasarkan garis bapak. Sejak lahirnya marga-marga juga didasarkan pada nenek moyang laki-laki. Jadi, marga merupakan suatu kesatuan kelompok yang mempunyai garis keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang yang sama. Sistem marga diatur berdasarkan apa yang disebut Dalihan Na Tolu.

Dalihan Na Tolu atau yang sering disebut dengan “Tungku nan Tiga

adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Sedangkan menurut Kamus Budaya Batak Toba yang disebut dengan

Dalihan Na Tolu adalah dasar kehidupan bermasyarakat bagi seluruh warga

(39)

Dalihan Na Tolu merupakan suatu sistem sosial di tanah Batak yang menempatkan posisi masing-masing orang Batak pada kedudukan tertentu dimana setiap kedudukan ini mempunyai fungsi dan tanggung jawab tersendiri. Ketiga unsur dalihan na tolu merupakan satu kesatuan yang integral bagi masyarakat Batak, yang selalu bersama-sama dalam setiap aktivitas adat. Kelompok adat

Dalihan Na Tolu terdapat pada semua suku Batak, walaupun istilahnya

berbeda-beda namun maknanya sama. Pada masyarakat Batak Toba disebut Dalihan Na Tolu, dengan unsur-unsur Dongan Sabutuha, Hula-hula, dan Boru.

Tungku yang terdiri dari tiga batu tersebut adalah landasan atau dasar, tempat meletakkan dengan kokoh periuk untuk memasak. Suatu tungku baru dapat disebut tungku yang sederhana dan praktis bila terdiri dari tiga buah batu yang membentuk suatu kesatuan atau tritunggal. Hal inilah yang menjadi kesamaan bentuk kesatuan tritunggal pada suku Batak yang terdiri dari 3 unsur hubungan kekeluargaan. Banyak sekali tritunggal, namun tritunggal ketiga batu tungkulah yang dijadikan orang Batak menjadi simbol hubungan kekeluargaanya. Misalnya: Seorang anggota masyarakat pada suatu waktu atau situasi tertentu dapat menduduki posisi sebagai boru, pada kesempatan yang lain menduduki posisi hula-hula, dan atau sebagai dongan sabutuha. Dengan kata lain, setiap orang akan dapat terlibat dalam posisi sebagai boru, sebagai hula-hula, atau sebagai dongan sabutuha terhadap orang lain (Sigalingging, 2000: 10).

Menurut orang Batak, tungku mempunyai kesamaan (analogi) dengan hubungan kekeluargaan. Persamaannya secara terperinci adalah sebagai berikut :

(40)

terkait dengan dalihan (tungku) yaitu alat untuk memasak makanan. Selain itu tungku mempunyai fungsi yang lain yaitu tempat untuk berdiang menghangatkan tubuh dari udara dingin. Oleh karena itu pada masa lalu, manusia tidak dapat hidup wajar (di Toba) tanpa adanya dalihan (tungku). Dalihan Na Tolu adalah falsafah yang melandasi hubungan sosial masyarakat Batak. Dengan berpedoman pada Dalihan Na Tolu, segera dapat ditentukan status, fungsi, dan sikap sosialnya dalam berhubungan dengan anggota masyarakat lainnya.

b. Dalihan Na Tolu atau Tungku nan Tiga, ketiga batu tungku sebagai satu

kesatuan adalah landasan atau dasar tempat meletakkan dengan kokoh periuk untuk menanak atau memasak lainnya, sehingga tidak ada isi periuk yang tumpah dan dapat masak dengan sempurna.

Demikian dengan halnya Dalihan Na Tolu, berfungsi dengan sempurna menopang masyarakat Batak secara penuh keseimbangan. Kalau ada persoalan seperti kemalangan atau musibah, akan ditopang dan ditanggulangi oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu secara bersama-sama sesuai dengan kedudukannya masing-masing, sehingga beban yang berat akibat musibah atau kemalangan dapat teratasi dengan baik. Untuk memanaskan atau memasak harus ada api. Api yang ada di tungku harus tetap menyala, agar tungku tersebut dapat berfungsi dan bermanfaat dengan sempurna. Api yang menghidupkan hubungan sosial dan solidaritas sesama orang Batak adalah marga.

Dongan sabutuha, hula-hula, dan boru yang merupakan unsur Dalihan Na

(41)

mekanisme untuk menyelesaikan semua konflik yang terjadi di kelompoknya melalui musyawarah keluarga dekat, rapat adat ataupun rapat warga. Unsur-unsur

Dalihan Na Tolu dapat berfungsi sebagai mediator diantara dua pihak yang

sedang berkonflik. Tetapi jika mediasi ini mengalami kegagalan, maka hula-hula dapat bertindak sebagai arbitrator yang menyelesaikan konflik dengan menggunakan kekuasaannya untuk mengambil keputusan yang bersifat memaksa (Basyaral Hamidi dalam Sigalingging, 2000: 17).

Unsur-unsur Dalihan Na Tolu

1. Hula-hula

Yang dimaksud dengan hula-hula adalah pihak pemberi anak gadis. Dalam arti sempit, hula-hula itu adalah orang tua dari isteri. Sedangkan dalam arti yang luas adalah semua pihak yang semarga dengan orang tua isteri. Pihak

hula-hula mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan terhormat, sehingga harus

disembah dan dihormati sekali oleh pihak boru. Hal ini sehubungan dengan bunyi pepatah sebagai berikut: “Hula-hula i do Debata na niida” Artinya : “ Pihak

pemberi anak gadis itu adalah merupakan wakil Tuhan yang kelihatan. Sehingga segala doa serta restu dari pihak hula-hula ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dari pihak boru mereka. Adapun yang termasuk ke dalam kelompok

hula-hula adalah:

a. Simatua, yakni mertua beserta abang (adiknya) atau saudara-saudaranya;

b. Tulang atau Simatua ni Ama, yakni mertua ayah beserta abang dan

adiknya, saudara-saudaranyadan keturunannya laki-laki.

(42)

d. Bona ni Ari, yakni mertua dari ayah ompung beserta abang dan adiknya serta keturunannya laki-laki;

e. Hula-hula pangalapan boru, yakni mertua dari putra-putra kita yang telah

berumah tangga beserta abang dan adiknya, saudara-saudaranya serta keturunan laki-lakinya (Marbun dan Hutapea, 1987: 61).

Pihak hula-hula menempati kedudukan yang terhormat dalam masyarakat Batak. Penghormatan tersebut harus selalu di tunjukan dalam sikap, perkataan dan perbuatan. Orang Batak harus Somba marhula-hula, yang berarti harus bersikap sujud, tunduk, serta patuh terhadap hula-hula. Keputusan hula-hula dalam musyawarah adat sulit ditentang (Marbun dan Hutapea, 1987: 61).

2. Dongan Tubu/ Dongan Sabutuha

Dongan tubu adalah kelompok kerabat yang semarga yang berdasarkan

garis keturunan Ayah. dongan tubu dalam pergaulan sehari-hari adalah teman sependeritaan dan seperasaan di dalam suka maupun duka. Di dalam hal adat, pihak dongan tubu ini adalah teman saparadatan (satu adat), sehingga sewaktu menerima dan membayar adat, mereka secara bersama-sama menghadapi serta menanggung segala resiko (Sitanggang, 1986: 40) Sedangkan menurut Marbun

dongan tubu adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut

(43)

bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, Manat Mardongan Tubu (harus hati-hati terhadap sesama teman semarga).

3. Boru

Boru adalah pihak yang menerima anak gadis (boru). Setiap pihak boru

harus berlaku hormat kepada pihak hula-hulanya (Sitanggang, 1986: 41). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai parhobas atau pelayan baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek Marboru (harus selalu bersifat membujuk terhadap pihak penerima anak gadis).

Menurut orang Batak, boru ada dua macam yaitu hela atau suami putri kita (menantu), dan bere atau anak saudara perempuan kita yang menurut adat Batak masuk unsur boru mengikuti ibunya. Jika ditinjau secara kekeluargaan, hela atau menantu lebih dekat kepada kita dari pada bere. Tetapi jika ditinjau dari hubungan darah, maka bere lebih dekat kepada kita dari pada hela. Tentang bere berlaku semboyan: Sekali Bere, tetap Bere. Semboyan ini tidak berlaku pada bagi hela. Seorang menantu atau hela pada suatu saat bisa tidak menjadi hela, mana kala terjadi perceraian dengan putri kita. Oleh karena itu hela tidak bersifat tetap sebagaimana halnya dengan bere (Sihombing, T.M., 1986: 77).

Menurut adat Batak, boru berkewajiban membantu hula-hulanya dalam segala hal, terutama dalam pekerjaan adat. Adat Batak memperkenankan

hula-hula untuk menerima sumbangan dari pihak boru. Sedangkan pihak boru akan

(44)

berhutang, asalkan dapat memberi sumbangan kepada hula-hula. Sedangkan pihak hula-hula akan memberikan imbalan kepada pihak boru sebagai tanda kasih sayang (Sigalingging, 2000: 17). Jadi dengan demikian berarti bahwa bukan hanya pengantin pria atau perempuan itu saja yang menjadi boru, melainkan juga semua keluarga terdekat (teman semarga) dari pengantin pria tersebut.

4.3. Masyarakat Yang Masih Menggunakan Fungsi Boru Sebagai Parhobas Pada masyarakat Batak Toba yang tinggal di desa simanungkalit meskipun masyarakatnya kebanyakan sudah terpengaruh oleh hal yang mengglobal atau bersifat kemodern-modernan ternyata masih ada masyarakat yang tetap ingin mempertahankan budaya lokal yang mereka miliki. Sebagian dari mereka menganggap bahwa budaya lokal yang telah diturunkan oleh para leluhur haruslah tetap dijaga dengan baik supaya tidak menghilangkan cirikhas dari budaya Batak. Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa warga yang pernah menjabat sebagai boru didalam sebuah pesta adat, diperoleh informasi bahwa mereka masih lebih menyukai hal yang berbau lokal.

(45)

mengenal dunia luar dan budaya luar. Hal itu terjadi karena dengan pendidikan dan profesi tersebut dunia yang mereka geluti maupun interaksi yang mereka jalin tidak hanya sebatas di desa atau di daerah itu saja tetapi sudah meluas ke daerah lain atau ke kota-kota lainnya. Selain karena pendidikan dan profesi hal lainnya yang juga ikut mendukung mereka menjadi masyarakat yang mengglobal adalah karena faktor tempat tinggal atau domisilih. Kondisi ini berlaku terutama bagi mereka yang memiliki keluarga diluar kota terkushusnya anak-anak mereka yang tinggal di kota-kota besar yang terdapat di indonesia.

Ketika para orang tua ingin mengunjungi anaknya yang merantau diperkotaan maka tentunya selama tinggal di kota mereka akan bersentuhan dengan budaya lain yang lebih modern dan mengglobal. Tak dapat dipungkiri keluarga atau sanak saudara mereka yang berada di kota itu juga sudah mengikuti budaya yang mengglobal yang berlaku agar dapat membaur dengan masyarakat serta kehidupan disana. Sehingga ketika orangtua dan keluarga yang dikampung mendatangi dan untuk sementara waktu tinggal ditempat itu maka orangtua mereka akan berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada meski agak terpaksa.

(46)

termasuk dalam kelompok boru yang masih mempertahankan budaya lokal didalam pesta adat Batak Toba yaitu sebagai berikut:

Informan pertama yang saya wawancarai terkait dengan hal ini bernama ibu W. Simanungkalit (50 tahun) beliau merupakan seorang Sarjana Pendidikan dengan pekerjaan sebagai PNS di Kantor Dinas Pendidikan Kecamatan Sipoholon yang ditugaskan sebagai pengawas di sekolah-sekolah dasar yang terdapat di kecamatan tersebut. Selama melaksanakan tugasnya tak jarang ia harus pergi keluar kota untuk memenuhi tugas dinas ataupun untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang dibuat oleh pemerintah yang berhubungan dengan profesi yang diembannya. Biasanya kota yang paling sering ia kunjungi untuk urusan dinas adalah kota medan karena merupakan ibu kota provinsi, sedangkan diluar provinsi ia bersama dengan para rekan lainnya mengunjungi ibukota Jakarta.

Pada saat melakukan tugas dan perjalanan dinas tersebut biasanya beliau menyempatkan diri untuk jalan-jalan dan menikmati suasana di kota yang ia kunjungi. Banyak hal yang ia dapatkan dari pengalamannya selama melakukan tugas ke luar kota, seperti mengenal orang-orang baru dan melakukan interaksi dengan mereka yang berbeda darinya termasuk suku, ras, agama dan lainnya. Kondisi ini membuat pergaulannya jauh lebih luas, semakin banyak wawasan yang ia dapatkan, tentunya hal ini akan membuat pola pikir atau cara pandangnya menjadi jauh lebih luas, terbuka, sehingga menjadi ciri masyarakat yang universal/umum serta mengglobal.

(47)

ia tetap mencintai dan mempertahankan ciri khas dari budaya lokal Batak Toba sebagai budayanya. Beliau tetap melaksankan apa yang telah menjadi kewajibannya sebagai orang Batak terutama dalam adat-istiadat suku Batak Toba. Hal itu terbukti dari pernyataan beliau yang mengatakan bahwa pada setiap pelaksanaan pesta perkawinan adat Batak yang mana pada pesta itu ia berkedudukan sebagai boru maka ibu itu tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam pesta tersebut ia turut ikut ambil bagian dalam kegiatan

marhobas sebagaimana fungsi yang seharusnya ia lakukan pada pesta itu.

Menurut informan meskipun ia sudah bersentuhan dan terpengaruh oleh budaya universal atau budaya global tapi sebagai orang Batak ia harus tetap melaksanakan kewajibannya apalagi beliau masih tinggal di wilayah pedesaan yang masih kental dengan nuansa adat. Walaupun ia berpendidikan serta memiliki profesi yang lebih baik dari pada hula-hula nya (pelaksana pesta) tetapi sebagai pihak yang memiliki posisi dibawah ia harus tetap patuh terhadap hula-hula sebagai pihak yang lebih tinggi. Oleh karena itu sebagai boru sudah sepantasnya ia menjalankan fungsinya sebagai suatu bentuk rasa hormat kepada hula-hula nya.

Hal tersebut terlihat berdasarkan hasil wawancara dengan ibu W. Simanungkalit sebagai berikut:

“Selama menjalani profesi dan pekerjaan ini saya bersama

(48)

mengethui metode mengajar yang baik dan lain sebagainya. Selah selesai mengikuti pelatihan bisanya saya dan beberapa rekan lainnya menyempatkan diri untuk jalan-jalan mumpung lagi diluar kota. Kami pergi ke tempat-tempat yang mewah-mewah walaupun hanya sekedar melihat-lihat saja seperti ke mall, tempat wisata dan hiburan. Di Jakarta saya dapat merasakan bagaimana sebenarnya kehidupan orang-orang yang ada di kota metropolitan itu. Semuanya sudah serba canggih dan modern dan gaya hidupnya juga saya lihat sudah bebas seperti orang-orang luar negeri itu tidak lagi mencerminkan ciri khas dari budaya masing-masing, semuanya seolah sudah seragam dan menyatu. Dilain hal profesi yang saya emban ini membuat saya mengenal kehidupan yang lebih luas, budaya yang berbeda serta pergaulan saya dengan orang lain lebih luas. Kondisi itu tentunya sangat-sangat berbeda dengan kehidupan yang saya alami di desa, akan tetapi meskipun saya sudah mengenal budaya yang lebih maju dan sebagian hidup saya terpengaruh oleh hal yang bersifat modern itu saya tetap mencintai dan melaksanakan aturan, nilai budaya lokal sebagai suku Batak Toba terutama ketika saya berposisi sebagai boru di pesta maka saya wajib melaksanakan fungsi dan tanggung jawab sebagai boru”.(wawancara juni 2017)

(49)

makanan yang di pesan dari usaha catering. Kebanyakan dari mereka mempercayakan urusan konsumsi pada pihak catering dari pada memasak sendiri. Hal itu dilakukan karena para rekannya tersebut tidak mau repot, belum lagi mereka direpotkan untuk mengeluarkan barang-barang yang dibutuhkan untuk jamuan makan dan belanja bahan-bahan yang dibutuhkan dan memasaknya. Padahal masakan yang dimasak tersebut belum tentu enak atau kelezatannya tidak terjamin. Jadi konsekuensi jika memasak sendiri itu lebih banyak dan memakan waktu yang tidak sedikit. Kondisi inilah yang dihindari oleh para rekan searisan sehingga lebih memilih yang lebih simpel, cepat dan higenis. Dapat dilihat hal ini terjadi tentunya karena didukung oleh ekonomi yang memumpuni sehingga untuk acara kecil saja pun mereka sudah memesan pada jasa catering. Ibu M.Simanungkalit juga mengatakan bahwa tak jarang dalam kelompok PKK itu mereka mengadakan semacam touring atau jalan-jalan keluar kota pada waktu ada libur seperti ke Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan kota lainnya.

(50)

menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangnya batasan-batasan secara nyata, jadi ruang lingkup kehidupan manusia makin bertambah dengan memainkan peranan yang lebih luas didalam dunia sebagai kesatuan tunggal. Efek yang ditimbulkan oleh sosial media ini tentunya akan mempengaruhi informan karena sosial media dapat mendukung masuknya nilai-nilai, 83ocial budaya, yang umum (universal).

Akan tetapi meski informan sudah membaur dengan hal yang berbau global dan lingkup pergaulannya sudah mengikuti perkembangan jaman tetapi beliau tidak serta merta meninggalkan budaya lokal Batak Toba sebagai warisan dari leluhurnya. Hal itu terbukti pada saat ia melangsungkan pesta adat pernikahan anaknya, dimana pada saat penyelengaraan pesta tersebut ia dan keluarganya lebih memilih untuk tetap melakukan tradisi marhobas atau memasak sendiri dengan bantuan para dongan sahuta. Padahal jika melihat latar belakangnya keluarga mereka adalah keluraga yang mampu dan para teman-temannya juga jika mengadakan suatu acara umumnya sudah lebih menggunakan bantuan jasa makanan agar lebih praktis dan higenis.

Referensi

Dokumen terkait

Gondang sebagai kearifan lokal orang Batak, awalnya memiliki peran strategis dalam lingkungan kegiatan upacara adat masyarakat ini, namun seiring dengan perkembangan zaman

Perkawinan dalam adat Batak Toba tidak terlepas dari musik-musik yang mengiringi proses upacara tersebut berlangsung, yang mana alat musik yang digunakan memiliki peran dalam

kegiatan marhobas biasanya dilakukan masyarakat sesuai dengan jabatannya di dalam paradaton disetiap acara adat batak.jabatan yang dimaksud adalah posisi atau

kegiatan marhobas biasanya dilakukan masyarakat sesuai dengan jabatannya di dalam paradaton disetiap acara adat batak.jabatan yang dimaksud adalah posisi atau

besar orang batak adat atau pun budaya adalah sesuatu bagian yang bersifat makro. dalam kehidupan mereka.orang orang batak memiliki resistensi pada

Perkawinan dalam adat Batak Toba tidak terlepas dari musik-musik yang mengiringi proses upacara tersebut berlangsung, yang mana alat musik yang digunakan memiliki