• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Pelayanan Anastesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Pelayanan Anastesi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pedoman Pelayanan Anastesi

RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA

Jln. Adam Malik No. 54 – Telp. (0387) 61302 Fax. 62551

(2)

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA

Jln. Adam Malik No. 54 – Telp. (0387) 61302 Fax. 62551

W A I N G A P U 8 7 1 1 2

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

Menimbang : a. bahwa pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang saat ini peranannya berkembang dengan cepat;

b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 779/Menkes/SK/VIII/2008 tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di Rumah Sakit tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan Pedoman Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;

8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519/Menkes/Per/III/2011 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif;

9. Kebijakan direktur RSUD Umbu Rara Meha Waingapu tentang pelayanan anestesi;

(3)

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA WAINGAPU

Pasal 1

Pengaturan Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu bertujuan untuk memberi acuan bagi pelaksanaan dan pengembangan serta meningkatkan mutu pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit.

Pasal 2

Assesmen pra anestesi dikerjakan pada setiap pasien yang akan menjalani operasi dengan sedasi sedang atau dalam.

Pasal 3

Assesmen pra induksi dilaksanakan untuk reevaluasi pasien segera sebelum dilakukan induksi anestesi dan sesaat sebelum diberikan induksi anestesi.

Pasal 4

Kedua assesmen diatas dikerjakan oleh petugas yang kompeten untuk melakukannya dalam hal ini adalah dokter anestesi dan dibantu oleh penata/perawat anestesi.

Pasal 5

Kedua assesmen di atas harus didokumentasikan dalm rekam medis dalam bentuk status anestesi.

Pasal 6

Teknik anestesi yang digunakan juga harus dituliskan dalam rekam medis status anestesi pasien.

Pasal 7

Nama dokter spesialis anestesi dan atau penata/perawat harus dicatat di dalam status rekam medic pasien.

Pasal 8

Selama pemberian anestesi status fisiologis pasien harus terus menerus imonitor dan ditulis dalam rekam medis pasien.

Pasal 9

Setiap pasien selama operasi dengan sedasi sedang/dalam harus dimonitor secara seragam untuk setiap pasien yang menerima tindakan anestesi yang sama. Meliputi tensi, nadi, saturasi oksigen, ECG, minimal setiap 5 menit.

Pasal 10

Pasien juga harus dimonitor meliputi tensi, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen selama masa pemulihan pasca anestesi.

(4)

Pasal 11

Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif mulai diberlakukan di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu

Ditetapkan di : Pada tanggal :

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Umbu Rara Meha Waingapu,

Dr. Lely Harakai, M.Kes

(5)

LAMPIRAN

PEDOMAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anesthesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesi di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.

Pelayanan anesthesia di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu meliputi pelayanan anesthesia/ analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif .

(6)

BAB II

PENGERTIAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI

INTENSIF

A. Pengertian

Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan: • evaluasi pasien preoperatif

• rencana tindakan anestesi

• perawatan intra- dan pasca-operatif

• manajemen sistem dan petugas yang termasuk didalamnya • konsultasi perioperatif

• pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan • tatalaksana nyeri akut dan kronis

• perawatan pasien dengan sakit berat / kritis

Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologis.

American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep pelayanan rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang peranan sebagai dokter perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat jalan, dan berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk menstandarisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Pedoman ini diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat dalam tata kelola rawat jalan anestesi. Ini adalah pedoman minimal yang dapat dikembangkan kapanpun dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas anestesi yang terlibat.

Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi penata/perawat anestesi dalam melakukan pelayanan anestesi di mana dokter dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap bertanggung jawab kepada pasien secara keseluruhan.

Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat: anestesiologis, penata anestesi, perawat anestesi dan perawat recovery room atau ROI di IGD.

Penata/Perawat anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP yang terlatih yang sesuai dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional dalam memberikan obat anestesi dan analgesic, serta memantau pasien selama pemberian sedasi ringan (ansiolitik), sedasi sedang, dan sedasi berat/anestesi umum. Perawat dan asisten anestesi harus bekerja dengan supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.

(7)

B. TUJUAN

• Meningkatkan kualitas pelayanan pasien • Menerapkan budaya keselamatan pasien

• Menstandarisasi layanan kesehatan di rumah sakit yang sesuai dengan akeditasi

C. PRINSIP-PRINSIP

• Dokter yang berwenang harus dapat dihubungi 24 jam; baik pada kasus-kasus pelayanan rawat inap, siap sedia menerima telepon / konsultasi dari paramedis lainnya, availabilitas sepanjang waktu selama penanganan dan fase pemulihan pasien, hingga pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

• Fasilitas rumah sakit harus diorganisir, dilengkapi, dan dioperasikan sejalan dengan regulasi dan kebijakan pemerintah setempat dan nasional. Seluruh struktur pelayanan, minimalnya, harus memiliki sumber daya oksigen, suction, peralatan resusitasi, dan obat-obatan emergensi yang dapat diandalkan.

• Petugas harus memiliki kompetensi dalam perawatan pasien dan mampu melakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dalam suatu rumah sakit, yang terdiri atas:

• Petugas profesional

• Dokter dan sejawat lainnya yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) / sertifikat yang memenuhi syarat

• Penata/perawat yang memiliki surat izin dan memenuhi syarat • Petugas administratif

• Petugas Kebersihan dan Pemeliharaan Rumah Sakit

• Dokter pelayanan medis bertanggungjawab dalam melakukan peninjauan ulang, penyesuaian kewenangan, jaminan mutu, dan evaluasi rekan sejawat.

• Petugas dan peralatan yang berkualitas dan tersedia setiap saat diperlukan untuk menangani situasi emergensi. Harus dibuat suatu kebijakan dan prosedur untuk menangani situasi emergensi dan transfer pasien yang tidak diantisipasi ke fasilitas pelayanan akut.

• Layanan pasien minimal meliputi:

• Instruksi dan persiapan preoperatif.

• Evaluasi dan pemeriksaan pre-anestesi yang memadai oleh anestesiologis, sebelum dilakukan tindakan anestesi dan pembedahan. Pada kondisi di mana tidak terdapat petugas medis, anestesiologis harus memverifikasi informasi yang didapat dan mengulangi serta mencatat elemen-elemen penting dalam evaluasi.

• Studi dan konsultasi preoperatif, sesuai indikasi medis.

• Rencana anestesi dibuat oleh anestesiologis, didiskusikan dengan pasien, kemudian mendapat persetujuan pasien. Kesemuanya ini harus dicatat di rekam medis pasien. • Tindakan anestesi dilakukan oleh anestesiologis, dokter lain yang kompeten, atau

(8)

anestesiologis. Dokter non-anestesi yang melakukan / mengawasi tindakan anestesi harus kompeten dalam edukasi, pelatihan, memiliki surat izin praktik, dan dipercaya oleh rumah sakit.

• Pemulangan pasien merupakan tanggung jawab dokter

• Pasien yang tidak hanya menjalani anestesi lokal harus didampingi oleh orang dewasa saat pemulangan pasien.

• Instruksi pasca-operasi dan pemantauan selanjutnya harus dicatat dalam rekam medis • Memiliki rekam medis yang akurat, terpercaya, dan terbaru.

(9)

BAB III

PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

• Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.

Contoh sedasi minimal adalah: • Blok saraf perifer

• Anestesi lokal atau topikal

• Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri

• Sedasi sedang : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu / tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.

• Sedasi berat: hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi spontan/ fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam kondisi sedasi berat).4

Sedasi ringan / minimal (anxiolysis)

Sedasi sedang Sedasi berat / dalam

Respons Respons normal terhadap stimulus verbal

Merespons setelah diberikan stimulus berulang / stimulus nyeri

Tidak sadar, meskipun dengan stimulus nyeri

Jalan napas Tidak terpengaruh

Mungkin perlu intervensi Sering memerlukan

intervensi

Ventilasi spontan Tidak terpengaruh

Dapat tidak adekuat Sering tidak adekuat

Fungsi

kardiovaskular

Tidak terpengaruh

Biasanya dapat dipertahankan dengan baik

(10)

BAB IV

PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU

A. ANGGOTA INTI TIM ANESTESI

• Tim anestesi melibatkan dokter dan non-dokter.

• Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri dan anggota tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.

• Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah penafsiran / anggapan terhadap petugas non-dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.

• Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan dan pelaksanaan tindakan anestesi.

• Instruksi diberikan oleh anestesiologis dan harus sejalan dengan kebijakan dan regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit.

• Tanggung jawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan pasien terletak pada anestesiologis.

• Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani tindakan anestesi. Selain itu, anestesiologis juga diharapkan memberikan pengajaran / edukasi kepada siswa dalam hal ini dokter muda dan mahasiswa perawat.

• Berikut adalah anggota tim anestesi: • Dokter

Anestesiologis (spesialis anestesi) – Pimpinan Tim Anestesi

Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.

Non-dokter

Penata/perawat anestesi

Merupakan perawat dengan SIP yang telah menyelesaikan program studi Perawat Anestesi terakreditasi.

B. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI

Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, anestesiologis bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut ini:

(11)

Manajemen Kepegawaian

Anestesiologis harus memastikan terlaksananya penugasan penata/perawat anestesi, perawat RR/ROI IGD yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan / prosedur anestesi kepada setiap pasien.

Evaluasi Pre-anestesi Pasien

• Suatu evaluasi pre-anestesi memungkinkan terwujudnya perencanaan anestesi yang baik, di mana perencanaan tersebut juga mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi.

• Meskipun petugas non-dokter dapat berkontribusi dalam pengumpulan dan pencatatan data pre-operatif pasien, anestesiologislah yang memegang tanggung jawab terhadap evaluasi keseluruhan pasien.

Perencanaan Tindakan Anestesi

• Anestesiologis bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan anestesi yang bertujuan untuk mewujudkan kualitas pelayanan pasien yang terbaik dan tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.

• Anestesiologis sebaiknya melakukan diskusi dengan pasien (jika kondisi pasien memungkinkan) mengenai risiko tindakan anestesi, keuntungan dan alternatif yang ada, dan memperoleh izin persetujuan tindakan (informed consent).

• Ketika terdapat situasi di mana suatu bagian dari layanan anestesi akan dilakukan oleh petugas anestesi kompeten lainnya, spesialis anestesi harus memberitahukan kepada pasien bahwa pendelegasian tugas ini termasuk dalam pelayanan anestesi oleh Tim Anestesi.

Manajemen Tindakan Anestesi

• Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.

• Anestesiologis harus menentukan tugas perioperatif mana yang dapat didelegasikan. • Anestesiologis dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada petugas non-dokter yang

tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasi dalam bagian-bagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi emergensi dengan cepat

(12)

Perawatan Pasca-anestesi

• Perawatan pasca-anestesi rutin didelegasikan kepada perawat pasca-anestesi.

• Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung jawab anestesiologis.

Konsultasi Anestesi

Seperti jenis konsultasi medis lainnya, tidak dapat didelegasikan kepada non-dokter.

C. MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI RINGAN DAN SEDANG OLEH PENATA/PERAWAT ANESTESI.

• Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama perawatan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).

• Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang tindakan.

• Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan risiko anestesi. • Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak

berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.

• Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi di mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.

• Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi / anestesi.

Surat Persetujuan Tindakan

• Dokter spesialis anestesi bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pasien (atau keluarganya) memahami bahwa selama proses anestesi berlangsung di kamar operasi / tindakan, terdapat kemungkinan hanya ada penata/perawat anastesi, meskipun tetap di bawah pengarahan oleh anestesiologis yang bertanggungjawab terhadap pasien.

• Pasien/wali/keluarga harus membaca formulir tindakan anestesi secara lengkap dan memahami semua resiko atau komplikasi dan menandatangani di form yang ada disaksikan oleh petugas yang kompeten. Berikutnya petugas tersebut juga menandatangani form yang ada.

(13)

• Jika pasien atau keluarganya telah paham dan setuju akan hal ini, tahap selanjutnya adalah menandatangani surat persetujuan tindakan anestesi. Formulir tersebut juga ditandatangani oleh saksi lain dari pihak keluarga, saksi pihak rumah sakit dan dokter penanggung jawab anestesi.

D. PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI DENGAN

RASA NYERI

• Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak memerlukan pelayanan anestesi selain anestesi lokal. Penanganan nyeri kronis dilaksanakan di pain clinic atau klinik nyeri. Alat yang dibutuhkan diklinik nyeri adalah USG, C-Arm, Nerv stimulator, dan radio ablation.

• Contoh prosedur ini adalah: • injeksi steroid epidural • epidural blood patch

trigger point injection

• injeksi sendi sakroiliaka • bursal injection

• blok saraf oksipital (occipital nerve block) • facet injection

• dll

• Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri minor hanya dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, di mana diperlukan perawatan / layanan anestesi yang terampil dan terlatih.

• Berikut adalah kondisi-kondisi yang memerlukan layanan anestesi khusus: • Komorbiditas mayor

• Gangguan mental / psikologis yang membuat pasien tidak kooperatif

• Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang dengan potensi risiko / bahaya yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor terhadap pasien dengan anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur tulang belakang servikal.

• Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering memerlukan sedasi intravena dan penggunaan monitor anestesi (Monitored Anesthesia Care-MAC). Prosedur ini meliputi:

(14)

• Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka, paravertebral lumbal) • Ablasi radiofrequency (R/F)

• Diskografi (discography) • Disektomi perkutan

Trial spinal cord stimulator lead placement

• Blok fleksus / saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik penanganan nyeri kronis, tetapi diyakini bahwa prosedur blok ini mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena dan MAC (misalnya: blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik kateterisasi kontinu tertentu).

Referensi

Dokumen terkait

Upacara pengibaran bendera di sekolah adalah Kegiatan pengibaran / penurunan bendera kebangsaan Republik Indonesia sang Merah Putih yang dilakukan di sekolah pada saat- saat

Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada

Apabila ada masalah siilahkan mengacu pada MSDS asli terlampir..

3) !enjel !enjelaskan askan aspek aspekaspek aspek layan layanan d an dukun ukungan gan sistem.. &ayanan dukungan sistem merupakan k"mp"nen layanan dan

Rasa berterima kasih kepada Allah juga dapat memunculkan subjective well-being dalam diri individu, yang lalu mendorong intensi atau niat untuk melakukan

Siregar dan Siddharta Utama, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management), Simposium

Dalam suatu riwaya t disebutkan bahwa pada masa pemerintahan Umar bin Abd Aziz, tidak ditemukan lagi masyarakat yang layak untuk menerima zakat, karena semua

2. erb#kti ba$"a transistor jenis -N- adala$ transistor !an, memiliki kaki basis lebi$ ne,atif dari pada kaki emitorn!a... Bila pen!idik mera$ dipinda$ ke. 3mitor< jar#m