• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra adalah berbagai bentuk tulisan, karangan, gubahan, yang di-dominasi oleh aspek-aspek estetis. Ciri utama yang lain karya sastra adalah kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama dan modern, daerah dan nasional (Ratna, 2011:476). Berdasarkan pendapat tersebut, maka sebuah karya sastra dapat dinikmati secara lisan maupun tertulis, tercipta dari waktu yang lampau (lama) ataupun modern (baru), dan bersifat (membawa budaya) dari kedaerahan maupun ruang lingkup nasional. Hal tersebut membuktikan bahwa karya sastra merupakan sebuah karya yang tidak terbatas untuk dinikmati, kapan pun terciptanya, dan dari manapun berasal.

Karya sastra merupakan sebuah karya seni yang dapat dinikmati dalam berbagai bentuk, walaupun keseluruhan bentuk menikmatinya menggunakan kemampuan imajinasi pembacanya. Mulai dari mengimajinasikannya hingga membacanya menggunakan teknik-teknik tertentu sesuai dengan jenis karya sastra tersebut. Misalnya saja sebuah novel atau cerpen, novel atau cerpen merupakan sebuah karya sastra yang dapat dinikmati menggunakan kemampuan imajinasi pembacanya untuk membayangkan sebuah kejadian di suatu tempat dengan suasana tertentu. Hal ini berbeda dengan cara menikmati sebuah karya sastra berupa puisi yang dibacakan, imajinasi pendengar ataupun penonton dibangun melalui

(2)

teknik-teknik vokal pembaca puisi. Berbeda halnya dengan sebuah naskah drama yang pembentukan imajinasi penikmatnya, berasal dari pencerminan sebuah kehidupan karya sastra dalam kehidupan nyata.

Riantiarno (2011:3) mengungkapkan drama merupakan hasil seni sastra (naskah) yang ungkapannya dalam wujud teater menekankan pada kekuatan unsur suara (kata, ucapan, dialog) baik tersurat maupun tersirat. Berdasarkan pendapat tersebut, proses sebuah pementasan drama berawal dari sebuah naskah yang tergolong dalam salah satu jenis karya sastra. Drama dalam pelaksanaannya menekankan pada kekuatan komunikasi antara pemain dengan pemain lain, ataupun antara para pemain dengan penoton jika dipandang secara umum melalui etika seni pertunjukkan. Berawal dari hubungan antara drama dan naskah drama yang telah dijelaskan, dapat dipahami bahwa eksistensi sastra berada dalam lingkaran sebuah seni pertunjukan khususnya drama.

Seiring berjalannya waktu, proses pengaplikasian naskah drama dalam bentuk pementasan drama semakin kurang memperhatikan nilai-nilai yang tersirat dalam sebuah naskah drama. Hal tersebut mengakibatkan makna yang sebenarnya ingin disampaikan pengarang menjadi semakin pudar, meskipun makna yang tersurat tersampaikan secara tuntas ketika dialog diperankan. Hal yang sangat disayangkan, kekurangan ini sering terjadi di lingkungan akademik. Peristiwa ini mungkin diakibatkan oleh pemahaman yang kurang mendalam tentang pengetahuan dalam teknik menganalisis sebuah karya sastra. Kekurangan pemahaman dalam menganalisis naskah drama mengakibatkan proses pementasan drama belum tuntas.

(3)

Tidak dipungkiri, bahwa makna tersirat menjadi wilayah kekuasaan penonton untuk diinterpretasikan, namun seorang pelaku drama harus memahami secara utuh tentang isi maupun kandungan makna dalam sebuah naskah drama. Pemahaman ini digunakan untuk memberi ruang yang lebih spesifik bagi penonton dalam menginterpretasikan sebuah pementasan drama. Sesuai dengan penjelasan di atas, maka penggarapan naskah drama harus menggunakan teknik analisis naskah demi mendapat keutuhan makna secara tersurat maupun tersirat.

Sobur (2006:141) menyatakan bahwa dimensi ruang dan waktu dalam sebuah cerita rekaan (karya sastra) mengandung tabiat tanda-menanda yang menyiratkan makna semiotika. Dari dua tataran antara mimetik dan semiotik (atau tataran kebahasaan dan mitis) sebuah karya sastra menemukan keutuhannya untuk dipahami dan dihayati. Hal ini membuktikan bahwa disiplin ilmu semiotik yang pada dasarnya sebagai ilmu tanda, dapat digunakan untuk menganalisis sebuah karya sastra. Karena kehidupan nyata dan kehidupan rekaan dalam sebuah karya sastra mempunyai satu-kesatuan yang utuh dan saling berkaitan.

Merujuk pendapat di atas, pada dasarnya jika diperhatikan secara seksama, sebuah naskah drama berbentuk dialog. Dialog tersebut menguatkan komunikasi secara verbal dan tak verbal terjadi di dalamnya. Komunikasi yang terjadi inilah akan menjadi penghubung antara ilmu kebahasaan dalam hal ini adalah semiotik dan sebuah karya sastra (naskah drama) sebagai pokok penelitian.

Beradasarkan teori atau pendapat yang menghubungkan antara sastra (karya sastra) dan semiotika, maka ilmu semiotik dipilih sebagai pisau bedah atau media

(4)

analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini. Hal tersebut bertujuan untuk mengungkapkan makna tersirat yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya.

Peirce (dalam Sobur, 2006:41-42), mengklasifikasikan tanda menurut objeknya menjadi tiga yaitu, ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara petandanya bersifat alamiah. Indeks adalah hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, yang mempunyai sifat arbitrer atau semena-mena.

Berdasarkan pada penjelasan tersebut, perpektif Charles Sanders Peirce menunjukkan bahwa karya sastra dan semiotika mempunyai kesinambungan dalam menerjemahkan makna tersurat dan tersirat. Melalui penjelasan sebelumnya telah diterangkan bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan makna tersirat dalam sebuah naskah drama yang termasuk dari bagian karya sastra. Ketika dipahami dengan seksama dan jika dipandang melalui klasifikasi tanda menurut objeknya yang dijabarkan oleh Charles Sanders Peirce, naskah drama mempunyai keutuhan dari ketiga klasifikasi tersebut, yaitu naskah drama dapat mencerminkan sebuah ikon, naskah drama berisikan tentang indeks, dan naskah drama menyimpan sebuah simbol. Naskah drama mempunyai jenis yang berbeda dari jenis karya sastra lain. Diperhatikan dari bentuk fisiknya, naskah drama mempunyai beberapa bagian, yaitu judul, prolog (kalimat pembuka atau pengantar cerita), dialog (pembicaraan atau komunikasi dalam naskah drama), autodirector/kramagung (pembimbing gerak, gesture, atau lakuan), adegan (bagian dari babak/implementasi/perwujudan dari tiap

(5)

dialog), babak (bagian dari keseluruhan naskah drama), dan epilog (kalimat penutup atau penutup cerita). Sebagai sebuah karya sastra bagian-bagian fisik dari naskah drama mempunyai hubungan yang sangat erat dengan unsur pembangun karya satra, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Berawal dari bentuk fisik naskah drama, unsur pembangun karya sastra akan dapat ditentukan. Hubungan antara bentuk fisik sebagai unsur pembangun karya sastra, dapat ditemukan dengan menginterpretasi makna tersirat dari masing-masing bentuk fisik sebuah naskah drama. Interpretasi dalam penelitian ini akan menggunakan teori semiotik yang telah dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce. Alasan penelitian ini menggunakan teori tersebut adalah, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, naskah drama memiliki satu kesatuan dengan klasifikasi tanda menurut objeknya yang telah dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce.

Aminuddin (dalam Sobur, 2006:159), menjelaskan bahwa semiotika memiliki hubungan asosiatif dengan gagasan atau referensi serta referen atau dunia acuan. Berdasarkan pendapat tersebut, kajian semiotika memerlukan referen atau acuan dalam proses interpretasi ikon dan simbol. Penelitian ini menggunakan stratifikasi sosial yang merupakan bagian dari disiplin ilmu sosiologi sebagai acuan untuk menginterpretasi ikon dan simbol. Digunakannya stratifikasi sosial sebagai acuan untuk interpretasi berdasarkan pada makna tersurat yang disampaikan oleh naskah drama “RT 0 RW 0” karya iwan Simatupang sebagai bahan analisis penelitian ini. Sedangkan untuk interpretasi indeks, penelitian ini tidak menggunakan konteks acuan dalam bentuk apapun. Hal tersebut disebabkan karena definisi indeks yang

(6)

menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan petanda yang saling berkaitan berdasarkan hukum sebab akibat.

Naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang yang ditulis pada tahun 1966 adalah sebuah naskah drama yang menceritakan sebuah kehidupan keseharian di kolong jembatan di sebuah kota besar. Jalan cerita dalam naskah drama RT 0 RW 0 ini dibawakan oleh enam tokoh yang hampir keseluruhannya hidup sebagai gelandangan. Keenam tokoh ini adalah (1) Kakek; (2) Pincang; (3) Ani; (4) Ina; (5) Bopeng; dan (6) Ati. Naskah drama ini menceritakan semangat hidup dari gelandangan yang mempunyai harapan untuk hidup lebih baik di kemudian hari. Hingga pada akhirnya, penantian mereka terjawab dengan munculnya sebuah kesempatan untuk mengubah nasib.

Agustina (2013), berpendapat bahwa karya sastra Iwan Simatupang yang berjudul “RT 0 RW 0” merupakan karya sastra yang mempunyai daya tarik tersendiri. Daya tarik yang bisa dilihat secara langsung, terletak pada judulnya “RT 0 RW 0” hal ini sarat dengan muatan semiotika. Kemudian dari latar belakang pengarang yang menyebut dirinya sebagai manusia marjinal, maka karya sastra “RT 0 RW 0” mempunyai muatan yang mampu merangkum pola pikir pengarang dalam menanggapi keadaan sosial yang tercermin dalam karyanya. Penelitian ini juga dibekali beberapa pengalaman secara langsung saat proses produksi pementasan naskah drama “RT 0 RW 0”, naskah ini mempunyai setting atau latar yang menarik yaitu di kolong jembatan.

(7)

Daya tarik dari naskah drama yang dikemukakan oleh Marinda Agustina melalui artikelnya, layak menjadi faktor pendukung untuk memilih naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan simatupang untuk menjadi bahan analisis dalam penelitian ini. Pemilihan naskah drama “RT 0 RW 0” ini juga melalui proses diskusi dalam ruang lingkup mahasiswa yang aktif di kegiatan teater di Universitas Muhammadiyah Malang. Diskusi yang dilakukan pada tanggal 9 September 2013, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa naskah drama “RT 0 RW 0” ini menyimpan pikiran-pikiran Iwan Simatupang tentang kehidupan sosial yang tersisihkan. Bentuk pikiran Iwan Simatupang, dipahami dalam diskusi ini melalui kalimat yang diucapkan oleh setiap tokoh di dalam naskah tersebut.

Berbekal nilai-nilai yang menarik pada naskah drama “RT 0 RW 0”, penelitian ini menggunakan naskah tersebut dengan alasan: (1) banyaknya nilai-nilai semiotika yang terkandung di dalamnya; (2) ditinjau dari isinya, naskah drama “RT 0 RW 0” mempunyai makna tersirat yang ingin lebih ditonjolkan pengarang namun disampaikan melalui makna tersurat; (3) secara keseluruhan, naskah ini berisi tentang protes atas kehidupan dalam ruang lingkup yang luas dan menarik untuk diteliti.

Melalui beberapa penjelasan tentang segi positif ataupun daya tarik naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang, maka penelitian naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang menggunakan teori semiotik perlu dilakukan. Penelitian ini merupakan kerja kritik sastra untuk mengapresiasi sebuah karya sastra dan menegaskan bahwa karya sastra merupakan cermin proses sosial.

(8)

Adapun penelitian lain yang membahas tentang kajian semiotika pada sebuah karya sastra, berjudul “Kajian Semiotika dalam novel Jentera Bianglala karya Ahmad Tohari” yang dilakukan oleh Muhammad Ali Imron (Universitas Muhammadiyah Malang: 2007). Penelitian ini lebih menekankan pada interpretasi kedudukan lambang sebagai representatif nilai-nilai kekuasaan yang terkandung dalam novel Jentera Bianglala karya Ahmad Tohari.

Penelitian yang berjudul “Kajian Semiotika Naskah Drama “RT 0 RW 0” Karya Iwan Simatupang” ini mempunyai banyak perbedaan dengan penelitian terdahulu yang menggunakan teori semiotika. Perbedaan tersebut terletak pada: 1) subjek yang digunakan sebagai sumber penelitian, belum pernah digunakan sebagai sumber penelitian lain meskipun dengan teori yang berbeda; 2) teori semiotika yang digunakan dalam penelitian ini membahas secara menyeluruh menurut klasifikasi tanda yang terbagi atas objeknya yaitu ikon, indeks, dan simbol; 3) konteks acuan stratifikasi sosial sebagai batasan interpretasi ikon dan simbol dalam penelitian ini, belum pernah digunakan dalam penelitian lain yang menggunakan semiotika sebagai media kajian karya sastra.

Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah dijabarkan, maka penelitian dengan judul "Kajian Semioatika dalam Naskah Drama “RT 0 RW 0” Karya Iwan Simatupang”, perlu dilakukan.

(9)

1.2 Jangkauan Masalah

Semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki segala bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana tanda-tanda ‘signs’ dan berdasarkan pada (sign system/code) „sistem tanda‟ (Segers dalam Sobur, 2006:16).

Semiotika memiliki ruang lingkup yang luas, di dalamnya terdapat beberapa teori yang merupakan awal dari perkembangan ilmu ini. Tokoh Semiotika dunia adalah Ferdinand De Saussure dan Charles Sander Peirce. Di dalam bukunya (Semiotika Komunikasi), Sobur mengungkapkan bahwa kedua tokoh ini memiliki ruang kontradiksi yang secara historis dibangun di antara dua kubu semiotika. Sobur mengungkapkan bahwasanya, pembacaan mendalam terhadap Saussure dan Peirce justru memperlihatkan bahwa kedua tokoh semiotika ini sesungguhnya tidak saling berseteru, melainkan saling mengisi dan melengkapi. Semiotika signifikasi (semiotic of signification) yang identik dengan Saussure dan semiotika komunikasi (semiotik of communication) yang identik dengan Peirce, dengan demikian, tidak merupakan sebuah oposisi biner, melainkan sebuah totalitas teori bahasa yang saling menghidupi. Berdasarkan pemahaman dalam penelitian ini, bahwa sebuah karya sastra dalam hal ini “RT 0 RW 0”, adalah bentuk komunikasi dari seorang penulis kepada pembacanya yang isinya berupa komunikasi antara tokoh, maka penelitian ini menggunakan teori Charles Sander Peirce tentang semiotika sebagai acuan untuk menganalisis naskah drama “RT 0 RW 0”.

Peirce (dalam Sobur, 2006:41) berdasarkan objeknya, membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara

(10)

penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat atau, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut sebagai simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena-mena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat. Contohnya saja, warna memiliki makna tertentu.

Berdasarkan luasnya ruang lingkup pembahasan semiotika, maka penelitian ini berkonsentrasi hanya pada pemaknaan ikon, indeks, dan simbol yang terkandung dalam naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang.

Sebuah naskah drama, pada dasarnya memiliki jangkauan yang cukup luas pula dalam pembahasannya. Sebab, sebuah karya sastra (naskah drama) merupakan sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur pembentuk struktur (pradopo, 2002:21). Struktur dalam karya sastra pada umumnya terbagi menjadi dua unsur yaitu, 1) unsur intrinsik dan 2) unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik merupakan unsur pembangun sebuah karya sastra yang berasal dari dalam diri sastrawan. Sedangkan, unsur ekstrinsik merupakan unsur pembangun sebuah karya sastra yang berasal dari luar dan mempengaruhi seorang sastrawan dalam menciptakan karyanya. Dalam

(11)

penelitian ini, tidak ada pembahasan tentang unsur ekstrinsik sebab, unsur ekstrinsik merupakan unsur yang berkaitan secara langsung oleh pengarang dan pengarang sendiri dalam hal ini Iwan Simtupang telah meninggal. Hal ini menyebabkan ketidak lengkapan data jika dikaitkan dengan perspektif semiotik dalam ruang lingkup penelitian ini

Teori yang diungkapkan oleh Peirce jika diproyeksikan kepada naskah drama akan menjelaskan naskah drama dapat mencerminkan sebuah ikon, naskah drama berisikan tentang indeks, dan naskah drama dapat menjadi sebuah simbol. Naskah drama dapat mencerminkan sebuah ikon, persepsi tersebut berdasarkan pada analogi bahwa dalam naskah drama mempunyai suatu daya tarik tertentu yang dapat menjadi identitas atau sesuatu yang mewakili dari konteks tertentu sesuai dengan isi yang disampaikan naskah drama tersebut. Letak pembahasan ikon dalam penelitian ini hanya berkonsentrasi pada latar (setting) dan propeti (property) yang digunakan dalam naskah drama “RT 0 RW 0”. Hal tersebut mempunyai alasan, latar dan properti dalam naskah drama “RT 0 RW 0” mampu memberi ruang yang lebih akurat untuk mengungkapkan wujud ikon dibanding dengan unsur instrinsik lain jika ditinjau dari deskripsi ikon dalam semiotika.

Naskah drama berisikan tentang indeks, merujuk pada definisi indeks bahwa hubungan tanda dan petandanya tidak terlepas dari hubungan sebab akibat, jika perspektif tersebut digunakan pada sebuah naskah drama maka, sebuah naskah drama menyampaikan cerita menggunakan hubungan sebab akibat. Hal tersebut dapat dipahami melalui bentuk fisik naskah drama berupa dialog-dialog setiap tokoh dan

(12)

kramagung (autodirector) yang saling berkaitan dan membentuk sebuah jalan cerita. Berdasarkan keterkaitan antara indeks dan hubungan dialog, maka perspektif indeks dalam semiotika pada penelitian, ini dibatasi pembahasannya hanya pada dialog dan kramagung (autodirector).

Naskah drama menyimpan sebuah simbol. Hubungan sebab akibat dalam sebuah naskah drama jika dipahami dengan seksama mengangkat sebuah kesepakatan yang terjadi di ruang lingkup masyarakat. Simbol yang terdapat dalam sebuah naskah drama dapat ditemukan dari kandungan isi dialog setiap tokoh. Berdasarkan keterkaitan antara simbol dan hubungan dialog, maka perspektif simbol dalam semiotika pada penelitian, dibatasi pembahasannya hanya pada dialog dan kramagung (autodirector).

Penelitian yang berporos pada disiplin ilmu semiotika ini, menggunakan ruang yang lebih spesifik dalam kerja interpretasinya. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan nilai-nilai semiotika tidak meluas dalam mengartikan ikon dan simbol. Ruang interpretasi dalam penelitian ini menggunakan koridor stratifikasi sosial. Alasan digunakannya stratifikasi sosial sebagai ruang interpretasi dikarenakan isi dari cerita di dalam naskah drama “RT 0 RW 0” merupakan perjuangan kaum gelandangan yang masih mempunyai cita-cita untuk meraih kehidupan yang lebih baik jika ditinjau secara sekilas. Koridor stratifikasi sosial dalam penelitian ini, tidak digunakan untuk proses interpretasi indeks. Hal tersebut disebabkan karena definisi indeks yang menyatakan bahwa penghubung penanda dan petandanya berlandaskan

(13)

pada hukum sebab akibat. Interpretasi indeks dalam penelitian ini berkonsentrasi pada keberadaan dialog dan kramagung sebagai pembangun jalan cerita.

Kesimpulan dari jangkauan masalah ini, melahirkan sebuah batasan masalah. Pembatasan masalah penelitian ini terdapat pada teori semiotik dalam perspektif Charles Sanders Peirce yang telah diklasifikasikan menurut objeknya yaitu ikon, indeks, dan simbol. Klasifikasi yang telah ditunjukkan oleh Charles Sanders Peirce inilah yang pada akhirnya menjadi tolak balik dalam menganalisis bentuk fisik dan struktur (intrinsik (latar/setting)) yang terdapat pada karya sastra naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang dalam koridor stratifikasi sosial kecuali pembahasan indeks dalam penelitian.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan jangkauan masalah diatas, maka menghasilkan beberapa pertanyaan untuk memperjelas fokus penelitian, yaitu :

1) Bagaimana ikon yang ditunjukkan pada latar (setting) dan properti (property) dalam naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang?

2) Bagaimana indeks yang terdapat dalam hubungan antar dialog tokoh beserta kramagung/autodirector (pembimbing gesture, gerak, maupun lakuan) dalam naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang?

3) Bagaimana simbol-simbol yang terdapat dalam dialog tokoh beserta kramagung/ autodirector (pembimbing gesture, gerak, maupun lakuan) dalam naskah drama RT 0 RW 0 karya Iwan Simatupang?

(14)

1.4

Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini mempunyai tujuan untuk memperoleh deskripsi tentang :

1) Ikon yang ditunjukkan Iwan Simatupang melalui (latar dan properti) dalam naskah drama “RT 0 RW 0”;

2) Indeks yang terdapat dalam hubungan antar dialog tokoh beserta kramagung/autodirector (pembimbing gesture, gerak, maupun lakuan) dalam naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang;

3) Makna simbol-simbol yang terdapat dalam dialog tokoh beserta kramagung/ autodirector (pembimbing gesture, gerak, maupun lakuan) dalam naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang.

1.5 Manfaat

Dalam penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain :

1.5.1 Manfaat Teoretis :

Memberikan landasan pengetahuan tentang naskah drama realis yang tidak hanya menampilkan gambaran kehidupan secara tersurat, namun juga tersirat jika mempunyai keinginan untuk melihat lebih dalam menggunakan analisis semiotika.

1.5.2 Manfaat Praktis :

(15)

1) Penikmat karya sastra (naskah drama)

Memberikan pemahaman yang konverhensif terhadap sebuah kajian semiotika pada naskah drama, bahwa di dalam naskah drama menyimpan nilai-nilai semiotika yang patut dipahami guna menemukan makna tersirat yang sesungguhnya ingin disampaikan kepada masyarakat

2) Peneliti lain

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain yang akan mengkaji naskah drama “RT 0 RW 0” karya Iwan Simatupang dengan menggunakan teori yang berbeda atau menambahkan teori yang telah digunakan.

1.6 Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini diperlukan untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran terdapat istilah-istilah yang digunakan, maka perlu adanya definisi operasional. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh kesamaan pengertian terhadap istilah yang digunakan. Definisi yang dimaksud antara lain; 1) Semiotika

Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda tanda.

2) Ikon

Ikon merupakan tanda yang hubungan antara penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah, atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.

(16)

3) Indeks

Indeks merupakan tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah tanda dan petanda yang besifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang mengacu pada kenyataan.

4) Simbol

Simbol merupakan tanda yang representatemannya merujuk kepada objek tertentu tanpa motivasi

5) Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan suatu pola budaya yang secara sosial diterima, dimana ditetapkan anggota-anggota masyarakat di dalam posisi dan status tertentu. 6) Kramagung/ autodirector

Kramagung/ autodirector merupakan petunjuk perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung dituliskan dalam tanda kurung (biasanya dicetak miring)

7) “RT 0 RW 0”

“RT 0 RW 0” merupakan sebuah naskah drama yang menceritakan sebuah kehidupan keseharian di kolong jembatan di sebuah kota besar. Jalan cerita dalam naskah drama RT 0 RW 0 ini dibawakan oleh enam tokoh yang hampir keseluruhannya hidup sebagai gelandangan. Keenam tokoh ini antara lain; Kakek, Pincang, Ani, Ina, Bopeng dan Ati. Naskah drama ini menceritakan semangat hidup dari gelandangan yang mempunyai harapan untuk hidup lebih baik dikemudian hari.

Referensi

Dokumen terkait

dalam resepsi khalayak terkait dengan hubungan yang diperankan oleh teks media. dalam lingkup sosial dan politik yang lebih

[r]

Pandangan Zamakhshary dalam surah al-Hujurat ayat 12 dapat diambil kesimpulan bahwa agar manusia menjauhi buruk sangka apapun yang dapat menjerumuskannya ke

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Deskripsi Data Awal ... Deskripsi Hasil Penelitian ... Tindakan Penelitian Siklus 1... Tindakan Penelitian Siklus 2...

Setelah Pukul 09.05 WI TA jumlah peserta yang memasukkan penawaran masih kurang dari 3 (tiga) perusahaan maka pembukaan penawaran ditunda selama 2 (dua) jam yakni

Komputer sebagai salah satu perangkat yang memanfaatkan teknologi digital, pada saat ini banyak digunakan untuk alat ukur yang memiliki

[r]

dengan locus of control adalah penelitian Dian Agustia (2009) yang mengemukakan di dalam penelitiannya bahwa locus of control memiliki pengaruh yang kuat dan