LAPORAN PRAKTIKUM
REKAYASA GENETIKA
LAPORAN
III
(DNA
REKOMBINAN)
KHAIRUL
ANAM
P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
DNA
REKOMBINAN
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami prinsip teknik teknologi DNA
rekombinan.
TINJAUAN PUSTAKA
Elusi
Elusi atau isolasi fragmen tunggal DNA adalah proses pemisahan fragmen DNA target dari
campuran fragmen‐fragmen DNA pengotornya. Hal ini penting dalam rekayasa genetik karena fragmen
tersebut dapat digunakan untuk pelacak dalam mendeteksi gen DNA lain dan dapat dicangkokkan ke
fragmen DNA lainnya. Fragmen DNA yang tidak tercampur dengan fragmen DNA lainnya diperoleh
melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemisahan fragmen yang ingin diisolasi dari fragmen
lainnya dengan pemotongan menggunakan enzim restriksi atau hasil PCR, yang dilanjutkan dengan
elektroforesis menggunakan gel agarose. Tahap selanjutnya adalah mendeteksi fragmen yang akan
diisolasi dan memotong gel agarose yang mengandung fragment tersebut. Tahap terakhir adalah
mengisolasi fragmen DNA dari gel agarose dengan cara melewatkannya pada membran Hybon N netral
dan memberi larutan buffer elusi yang berisi Tris buffer dan Sodium Dodesil Sulfat.
Sekarang telah banyak perangkat (kit) yang digunakan untuk mengisolasi DNA dari gel agarose,
antara lain: GFXTM PCR DNA dan Gel Band Purification Kit dari Amersham Pharmacia Biotech. Pada
praktikum ini dilakukan isolasi DNA dari gel agarose dengan menggunakan metode yang relatif
sederhana dan murah. Selain itu juga akan digunakan kit dari gel agarose dengan GFXTM PCR DNA dan
Gel Band Purification Kit dari Amersham Pharmacia Biotech untuk memberi gambaran tentang
penggunaan kit, walaupun dalam pelaksanaan praktikum ini kit yang digunakan adalah produk lain,
namun prosedurnya memiliki kemiripan.
Ligasi
Ligasi adalah proses penyambungan antara satu fragmen DNA dengan fragmen DNA lainnya. Di
dalam pengklonan gen, DNA insert disambungkan dengan vector pengklonan. Terdapat beberapa jenis
vector, diantaranya vector untuk bakteri adalah plasmid, phage dan cosmid, serta beberapa vector lain
yang digunakan untuk organisme selain bakteri, yaitu Yeast Artificial Chromosomes (YAC), Bacterial
Faktor yang sangat berperan dalam proses ligasi adalah Enzim Ligase. Enzim ligase adalah enzim
yang berfungsi menggabungkan fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi dengan
fragmen DNA vector. DNA insert (fragmen DNA asing) dipotong pada bagian yang sesuai dengan bagian
pemotongan DNA vector, sehingga keduanya dapat saling berkomplemen. Terdapat dua jenis enzim
ligase yang dihasilkan oleh Escherichia coli, diantaranya T4 DNA Ligase yaitu enzim ligase yang
dihasilkan oleh bakteri E. coli yang telah terinfeksi virus T4 dan E.coli DNA Ligase yaitu enzim ligase yang
dihasilkan oleh E.coli sendiri. Kedua enzim tersebut mempunyai fungsi mensintesis pembentukan ikatan
phosphodiester yang menghubungkan nukleotida yang satu dengan nukleotida di sebelahnya.
Perbedaan dari kedua enzim tersebut hanya terletak pada kofaktornya, pada T4 DNA Ligase adalah ATP
sedangkan pada E.coli DNA Ligase adalah NAD+ (Muladno, 2002).
Enzim ligase hanya dapat menggabungkan fragmen DNA yang mempunyai ujung tidak rata
(sticky end) yang saling berkomplemen dan ujung rata (blunt end). Enzim ligase mengkatalisasi
pembentukan ikatan kovalen antara gula dengan phosphate dari nukleotida yang berdekatan, yang
menghendaki satu nukleotida mempunyai ujung 5’ phosphate bebas dan nukleotida yang berdekatan
mempunyai ujung 3’gugus hidroksil. Enzim ligase tidak membedakan DNA‐DNA dari organisme yang
berbeda. Oleh karena itu, dua fragmen DNA dari organisme yang berbeda pun dapat digabungkan oleh
enzim ini. Kedua fragmen ini kemudian menjadi satu molekul DNA yang disebut sebagai DNA
rekombinan. DNA rekombinan ini tidak dapat dilihat keberhasilannya kecuali dengan memperbanyaknya
di dalam sel inang. Proses ini disebut sebagai transformasi atau cloning gen (Barnum, 2005).
Ligasi berhasil bila kedua ujung yang akan disambungkan berkomplemen. Kecocokan yang
sangat spesifik dibutuhkan bila fragmen DNA yang akan disambungkan mempunyai ujung tidak rata
(sticky end), karena penyambungannya harus mengikuti kaidah Chargaff, yaitu T berpasangan dengan A
dan G berpasangan dengan C. Sedangkan fragmen DNA yang mempunyai ujung rata (blunt end) dapat
disambungkan dengan sembarang fragmen DNA lain yang berujung rata. Oleh karena itu untuk
mengklon suatu fragmen DNA yang spesifik menggunakan ujung tidak rata sedangkan pengklonan DNA
yang tidak memerlukan spesifikasi tertentu menggunakan ujung rata (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Transformasi
Transformasi adalah penyisipan materi genetik eksternal yang berupa fragmen DNA, baik DNA
kromosom maupun DNA plasmid ke dalam sel. Transformasi bakteri mula‐mula diperkenalkan oleh
Frederick Griffith pada tahun 1982, berdasarkan kenyataan bahwa suatu bakteri dapat melepaskan
dalam kultur tersebut. Di alam, fragmen DNA tersebut biasanya dilepaskan oleh sel bakteri yang mati
atau mengalami autolisis. Namun, terdapat sel lain yang ternyata memang melepaskan fragmen DNA
pada saat pertumbuhan karena adanya gen tra.
Pada percobaan ini, akan dilakukan transformasi pada E. coli yang sensitif terhadap ampisilin dengan
plasmid yang mengandung gen resisten ampisilin. Jika transformasi yang dilakukan berhasil dengan baik,
maka E. coli tersebut akan mengekspresikan gen resisten ampisilin sehingga dapat bertahan hidup pada
media yang mengandung ampisilin.
Polimerase Chain Reaction (PCR)
PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan
bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer, dan dilakukan di dalam thermocycler. Panjang target
DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer
yang berada sebelum target disebut primer forward dan primer yang berada setelah target disebut
primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru disebut sebagai
enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dNTPs
yang mencakup dATP (nukleotida berbasa Adenine), dCTP (nukleotida berbasa Cytosine) dan dTTP
(nukleotida berbasa Thymine) (Muladno, 2002).
PCR adalah suatu metode yang menggunakan komponen‐komponen replikasi DNA untuk
mereplikasi suatu fragmen DNA yang spesifik di dalam tabung reaksi. Metode ini dikembangkan untuk
mempercepat isolasi DNA spesifik tanpa membuat dan melakukan pustaka genom. Dua primer
oligonukleotida pendek digunakan untuk mengapit daerah DNA yang akan diamplifikasi. Primer
menguatkan dan mencangkok target sequens, satu dari setiap strand dari double strand DNA molekul.
Primer menetapkan limit daerah yang akan diamplifikasi dan DNA polymerase mereplikasi DNA diantara
primer menggunakan empat deoksiribonukelotida (dGTP, dATP, dCTP, dTTP) yang disediakan di dalam
tabung reaksi dengan penambahan dNTPs. Di dalam sebuah siklus amplifikasi (=replikasi), DNA template
didenaturasi pada temperature tinggi, annealing primer dilakukan dengan menurunkan temperature
dan DNA polymerase memperpanjang DNA dari primer. Pengulangan siklus denaturasi, annealing
primer, dan sintesis DNA menghasilkan DNA melalui amplifikasi secara eksponensial. Sekitar 25 sampai
40 siklus pada umumnya digunakan di dalam thermalcycler, yaitu sebuah instrumen yang secara
otomatis mengontrol temperature dan waktu. Suatu DNA polymerase khusus – Taq polymerase, yang
temperature tinggi digunakan untuk mendenaturasi DNA template. Produk yang dihasilkan dari PCR
dianalisa menggunakan elektroforesis gel agarose (Barnum, 2005).
Beberapa komponen yang penting yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah : DNA target,
primer, enzim Taq DNA polymerase, deoksinukleoside triphosphat dan larutan penyangga (buffer).
Molekul DNA yang targetnya akan dilipatgandakan jumlahnya dapat berupa untai tunggal atau untai
ganda. Jumlah yang digunakan dalam proses PCR tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas hasil PCR,
tetapi jumlah dalam ukuran pikogram sudah cukup. DAlam menentukan jumlah ini, dapat pula dilakukan
ujicoba dengan berbagai ukuran, misalnya 10, 100, atau 1000 pikogram sehingga diperoleh kualitas PCR
yang paling baik. Apabila target yang digunakan berupa total DNA genom, sebaiknya DNA tersebut
dipotong terlebih dahulu dengan enzim tertentu sehingga potongan DNA yang dihasilkan masih
berukuran cukup besar, misalnya enzim Sal I atau Not I yang mempunyai sedikit situs pemotongan di
dalam total DNA genom. Primer atau oligonukleotida sebaiknya berukuran paling pendek 16 basa dan
biasanya berkisar antara 18 – 24 basa (Muladno, 2002).
Restriksi
Enzim restriksi adalah enzim yang bekerja untuk memotong fragmen DNA pada situs spesifik.
Seperti diketahui, di dalam Bioteknologi terdapat dua kategori enzim yang berperan dalam proses
rekombinasi DNA, yaitu enzim yang berperan dalam isolasi DNA dan penyiapan DNA rekombinan (di
mana dua molekul DNA dikombinasikan). DNA spesifik atau gen diisolasi/diambil dari DNA dengan
memotong sugar–phosphat backbone DNA asalnya, dan DNA dari dua sumber yang berbeda dicampur
dan dikombinasi. Molekul DNA rekombinan tidak dapat dibuat dengan mudah tanpa adanya dua jenis
enzim, yaitu: enzim restriksi endonuklease yang berperan sebagai “gunting” untuk memotong DNA pada
situs spesifik dan DNA ligase yang berperan sebagai lem yang merekatkan dua molekul DNA di dalam
tabung reaksi. Restriksi endonuklase memotong sugar–phosphat backbone DNA pada kedua utasnya.
Restriksi endonuklease mengenali urutan spesifik di dalam molekul DNA. Urutan yang spesifik tersebut
pada umumnya terdiri dari 4 – 6 pasang basa dan bersifat palindromik (palindrom). Palindrom
merupakan daerah yang memiliki urutan basa yang sama dengan utas pasangannya jika dibaca dari arah
yang sama yaitu 5’ – 3’ (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Setiap enzim restriksi mengenali urutan spesifik dan memotong hanya di tempat‐tempat
tertentu dari urutan basa tersebut. Enzim restriksi memotong DNA double strands dengan memutus
ikatan kovalen di antara phosphat dari satu deoksiribonukleotida dengan gula dari deoksiribonukleotida
kohesif (sticky end). Ujung rata (blunt end) dihasilkan ketika dua utas molekul dipotong pada posisi yang
sama, bagian akhirnya rata dan tidak ada nukleotida yang tidak berpasangan. Ujung kohesif (sticky end)
dihasilkan ketika setiap molekul DNA dipotong pada posisi yang tidak sama sehingga salah satu utas (5’
atau 3’) menggantung dengan beberapa nukleotida. Akhiran single strand yang tidak rata ini dapat
berpasangan secara spontan dengan basa pasangannya sehingga disebut “sticky” (mudah lengket) atau
kohesif (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Protolas
Sel tanaman atau fungi pada umumnya dilindungi oleh dinding sel dari selulosa yang keras untuk
menopang struktur tanaman atau fungi. Sel tanaman atau fungi yang telah kehilangan dinding selnya
disebut dengan istilah protoplas. Protoplas dapat diisolasi dari berbagai macam jaringan ataupun organ
tanaman seperti daun, tunas, akar, buah dan miselia fungi (Wikipedia, 2010). Transformasi DNA asing ke
berbagai kapang berfilamen juga dapat dilakukan melalui transformasi protoplas yang ke dalamnya
dimasukkan plasmid yang dapat memproduksi protein yang diinginkan.
Gen gfp
Tujuan dari pembuatan organisme transgenik yang dapat berpendar pada dasarnya adalah
untuk pemantauan suatu proses eksperimen atau biokimia di dalam sel tubuh makhluk hidup.
Untuk proses eksperimen rekayasa genetika misalnya, konfirmasi transformasi dan ekspresi
suatu gen asing ke dalam sel inang sangatlah penting. Transformasi adalah proses memasukkan atau
mencangkokkan gen asing ke dalam sel makhuk hidup lain, dapat berupa sel bakteri, ragi, tumbuhan,
ataupun mamalia.
Bagi para peneliti, sangatlah penting untuk dapat mengetahui dengan cepat, apakah proses
transformasi itu telah berlangsung baik atau tidak, dan apakah gen target dapat diekspresikan tanpa
masalah. Dari itu, di dalam molekuler biologi dikenal reporter gene atau gen pewarta. Yaitu gen yang
dapat memberitahukan dengan jelas pada para peneliti bahwa proses transformasi telah berjalan
dengan sukses. Gen yang menghasilkan protein yang dapat berpendar hijau atau Green Fluorosceint
Protein (gfp) inilah yang banyak dipakai oleh para ilmuwan sebagai gen pewarta yang aslinya berasal
dari ubur‐ubur laut.
Gen asing target yang ingin dicangkokkan ke dalam suatu sel organisme biasanya digabungkan
dengan gen gfp dalam bentuk gen kimera atau gen gabungan, sehingga nanti akan dihasilkan protein
gfp. Jadi, jika gen yang digabung dengan gen pewarta berhasil masuk dan fungsional di dalam sel bakteri
E. coli misalnya, maka sel E. coli yang berpendar hijau di kegelapan adalah bakteri transgenik yang
fungsional yang membawa sifat baru. Proses penapisan klon transgenik yang positif menjadi lebih cepat
dan mudah.
Dibandingkan dengan gen pewarta lain yang kebanyakan enzim yang memerlukan substrat
untuk menghasilkan warna atau pendar cahaya, gfp adalah gen pewarta yang menarik sekaligus mudah
dalam hal visualisasi, karena untuk berpendar gfp sama sekali tak memerlukan substrat. gfp
menghasilkan sinar hijau fluoresens secara instrinsik, ketika diberi sinar eksitasi pada panjang
gelombang biru sekitar 395 nanometer. Jadi hanya dibutuhkan lampu UV gelombang panjang atau sinar
biru untuk dapat mendeteksinya dalam kegelapan.
gfp juga menjadi gen pewarta idola dalam hal pencitraan proses tracking atau lokalisasi suatu
protein. Karena tidak perlu penambahan substrat dan mudah divisualisasi, GFP dapat diaplikasikan
untuk memantau jejak protein, kapan dan dimana suatu gen terinduksi menjadi suatu protein, dalam
kondisi sel masih hidup.
Pada tumbuhan tembakau yang berpendar hijau misalnya. Gen gfp diekspresikan pada virus
mosaik yang biasa menyerang tumbuhan tembakau. Banyak hal yang masih belum diketahui tentang
interaksi virus ini dengan tembakau. Dalam proses terinfeksinya tembakau dengan virus ini sampai
tembakau menjadi sakit lalu mati, para peneliti tanaman tidak mengetahui lokasi awal timbulnya virus
dan penyebarannya. Dengan memasukkan virus mosaik yang mengekspresikan gfp, maka tempat
penyebaran virus dapat terpantau hanya dengan membawa tanaman tembakau ini ke ruang gelap dan
menyinarinya dengan lampu UV secara periodik. (Dr. Is Helianti, MSc)
Mikroinjeksi
Upaya meningkatkan laju pertumbuhan ikan dengan metode selective breeding telah berhasil
dilakukan pada beberapa spesies ikan budidaya, namun diperlukan waktu yang lama untuk
mendapatkan laju pertumbuhan yang diharapkan. Saat ini telah dikembangkan metode baru yang
berpotensi menggantikan metode selective breeding, yaitu transgenesis, dengan mengintroduksikan gen
ke embrio makhluk hidup dengan harapan bahwa gen tersebut akan diwariskan pada generasi
berikutnya. Teknik yang umum digunakan dalam transgenesis adalah mikroinjeksi. Teknik mikroinjeksi
dilakukan dengan cara menyuntikkan konstruksi gen ke dalam blastodisk telur yang sudah dibuahi
dengan bantuan micromanipulator. Dengan teknik ini, gen diinjeksikan ke dalam embrio ikan pada fase
BAHAN DAN METODE KERJA
Bahan
Bahan yang digunakan adalah bakteri rekombinan hasil transformasi, X‐gal, IPTG, primer
forward, primer reverse dan enzim restriksi.
Metode
Isolasi (Elusi) fragmen DNA plasmid dari gel agarosa
Gel hasil elektroforesis plasmid dipotong pada bagian yang mengandung pita DNA yang sesuai
dengan yang diinginkan, pemotongan dilakukan di atas transilluminator UV. Potongan gel dimasukkan
ke dalam cawan petri kemudian dipotong–potong atau dicacah. Buat corong yang terbuat dari bagian
eppendorf yang dasarnya telah dilubangi dan kemudian dilapisi membran nylon hybond untuk
menyaring gel. Membran nylon dibasahi dengan 50 ul larutan penyangga elusi. Hasil cacahan gel
dimasukkan ke dalam corong yang telah dilapisi membran nylon hybond. 150 ul larutan penyangga elusi
ditambahkan melalui membran. Eppendorf disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit
pada suhu 4°C. 150 ul larutan penyangga elusi ditambahkan lagi lalu disentrifugasi pada kecepatan
10.000 rpm selama 1 menit pada suhu 4°C. 150 ul larutan penyangga elusi ditambahkan lagi lalu
diekstraksi cairannya dengan PCI sebanyak 1x volume supernatan. Larutan divorteks selama 1 menit lalu
disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit pada suhu 4°C. supernatan (fase atas dari
hasil sentrifugasi) diambil, lalu larutan diendapkan dengan menambahkan 0,1 volume sodium asetat 3
M, pH 5 dan 2‐3 volume etanol absolut). Pelet yang dihasilkan dibilas dengan etanol 70% lalu
dikeringkan dengan vakum. Endapan disuspensikan dengan menambahkan 15 – 20 ul dH20.
Ligasi fragmen DNA (insert) dengan vektor
6 ul vektor P Gem T easy dengan Gen 6α sebanyak 7 ul, T4 ligase sebanyak 0,4 ul, buffer T4
ligase sebanyak 1,5 ul, dan dH2O hingga volume akhir mencapai 15 ul lalu diinkubasi pada suhu 4 0C
hingga akan dilakukan transformasi.
Pembuatan bakteri kompeten
Satu koloni bakteri E. coli (DH5α) diinokulasikan dengan menggunakan tusuk gigi steril ke dalam
tabung reaksi berisi 2 ml media LB cair yang mengandung ampisilin. Bakteri diinkubasi selama satu
malam pada suhu 37°C di dalam penggoyang (environmental shaker) pada 200‐250 rpm, kemudian 100
ul biakan bakteri ditumbuhkan di dalam 10 ml LB atau SOB pada kondisi lingkungan yang sama dengan
sebelumnya selama 2‐3 jam hingga OD600 = 0,4‐0,5. Sebanyak 1,5 ml biakan bakteri lalu dipindahkan ke
pada kecepatan 4000 g (3000 rpm) dengan swinging bucket rotor, 4°C, selama 10 menit. Cairan dibuang
dan endapan bakteri disuspensikan dengan hati‐hati dalam 16,5 ml TB (transformation buffer; 3 g Pipes
10 mM, 2,2 g CaCl2.2H2O, 18,2 g KCl 250 mM, 10,9 g MnCl2.4H2O 55 mM, 950 ml H2O, pH diatur 6.7
dengan KOH dan ditambah H2O hingga 1 l). Suspensi bakteri disimpan dalam es selama 10 menit
kemudian disentrifus pada 3000 rpm (swinging bucket rotor), 4°C, selama 10 menit. Cairan dibuang, lalu
endapannya disuspensikan dengan hati‐hati dalam 1,4 ml TB. Kemudian ditambahkan 100 ul DMSO dan
segera disimpan dalam es selama 10 menit. Dalam keadaan dingin (4°C), 50 ul suspensi bakteri
dimasukkan ke eppendorf dan disimpan dalam nitrogen cair. Setelah beku, disimpan dalam freezer ‐
70°C.
Pengecekan hasil ligasi dengan transformasi
Sebanyak 10 ul (50‐100 ng) DNA plasmid dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang berisi 50
ul sel bakteri kompeten yang tepat mencair. Setelah dihomogenkan, suspensi bakteri dipanaskan pada
42°C (heat shock) selama 45 detik dan segera dimasukkan kembali ke dalam es. Suspensi didiamkan
dalam es selama 5 menit. Tabung eppendorf dipindahkan ke suhu ruang lalu ditambah dengan 100 ul
media cair 2xYT. Eppendorf diinkubasikan di alat penggoyang pada 250 rpm, suhu 37C selama 30 menit‐
1 jam. Setelah inkubasi, suspensi bakteri diinokulasikan secara merata di atas media LB padat yang
mengandung ampisilin. Sterilisasi batang kaca dilakukan dengan mencelupkan ke dalam alkohol
kemudian membakarnya dengan api Bunsen dan didinginkan. Untuk menyeleksi adanya sisipan di dalam
plasmid yang mengandung gen lacZ, ditambahkan 0,1 M IPTG (10 ul/cawan) dan 2% X‐gal (50 ul/cawan)
pada permukaan medium. Cawan diinkubasi pada incubator pada suhu 37°C dengan meletakkan cawan
petri pada posisi terbalik (media di bagian atas). Bakteri yang mengandung plasmid yang tersisipi
fragmen pada situs pengklonan di daerah lacZ akan membentuk koloni berwarna putih, sedang bakteri
yang mengandung plasmid yang tidak tersisipi fragmen akan menghasilkan koloni berwarna biru. Bakteri
yang tidak mengandung plasmid tidak akan membentuk koloni.
Polimerase Chain Reaction
Satu koloni putih yang tumbuh pada media LA, ampicilin, X‐gal, IPTG disuspensikan ke dalam
tabung PCR yang telah berisi 8,5 µl ddH2O kemudian di kocok. Tusuk gigi yang digunakan untuk
memindahkan bakteri ke dalam tabung PCR kemudian di goreskan kembali pada media baru sebagai
stok. Tabung PCR kemudian diisi dengan campuran PCR yang terdiri dari 1 ul dNTPrimer 2 µM, 0,5 ul
Primer F 10 µM, 0,5 ul Primer R 10 µM, 0,4 ul DMSO, 1 ul 10x Buffer Tag, 0,1 ul Tag DNA pol sehingga
menit, denaturasi pada suhu 94oC selama 30 detik, annealing (penempelan) pada suhu 56oC selama 30
detik, pemanjangan 72oC selama 1,5 menit, pasca PCR 72oC selama 5 menit, semua proses di atas
dilakukan sebanyak 30 siklus selama 2,5 jam. Hasil PCR kemudian di elektroforesis selama 30 menit.
Restriksi
Restriksi dilakukan dengan menggunakan 2 ul plasmid (50 µg/ml), 2 ul 10x buffer Eco RI, 0,5 ul
enzim EcoRI 10 U/ul dan 15,5 ul ddH2O, sehingga larutan sampel yang diperoleh adalah 20 ul di dalam
masing‐masing tabung. Kemudian, larutan diinkubasi pada suhu 37oC selama 2 jam, kemudian di
elektroforesis selama 30 menit.
Transformasi gen gfp pada cendawan Isolasi protoplas Aspergillus niger (A. niger)
Kultur miselia dari A. niger yang berumur 6 hari di saring dan masukkan ke dalam larutan enzim
yang dan diinkubasi di dalam shkare berkecepatan 80 rpm pada suhu 37°C selama 5 jam. Larutan enzim
berfungsi untuk memecah dinding sel fungi sehingga protoplas dari fungi dapat bebas.
Purifikasi protoplas
Kultur miselia dalam enzim disaring lalu dimasukkan ke dalam falkon, kemudian disentrifugasi
pada kecepatan 1.500 rpm pada suhu 4°C selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang dan
ditambahkan manitol ke dalam falkon sampai dengan 2 ml. Larutan disentrifugasi pada kecepatan 1.500
rpm pada suhu 4°C selama 5 menit, setelah itu supernatan dibuang. Ke dalam falkon ditambahkan
larutan HEPES‐KOH hingga volume 2 ml lalu disentrifugasi pada kecepatan 1.500 rpm pada suhu 4°C
selama 5 menit. Pemberian HEPES‐KOH dilakukan 2 kali lalu disentrifugasi kembali dengan kondisi yang
sama. Supernatant yang diperoleh dibuang lalu ke dalamnya ditambahkan larutan manitol 2 ml
kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1.500 rpm pada suhu 4°C selama 5 menit. Supernatant yang
diperoleh dibuang lalu ditambahkan manitol lagi hingga volume 2 ml, pelet diresuspensi dengan tips
secara perlahan.
Membuat Layer
Masukkan ke dalam falkon sebanyak 4 ml larutan sukrosa 0,6 M dalam HEPES‐KOH. Secara
perlahan‐lahan, sebanyak 2 ml suspensi protoplas‐manitol ditambahkan ke dalam larutan sukrosa.
Falkon disentrifugasi pada kecepatan 500 rpm pada suhu 4°C selama 20 menit. Setelah disentrifugasi
buih atau gelembung pada dinding falkon dan bagian atas adalah manitol. Sebanyak kurang lebih 500 ul
larutan diambil sebagai larutan yang mengandung protoplas pada bagian tengah dua layer yang
terbentuk. Larutan protoplas kemudian ditambahkan manitol sebanyak 1x volume kemudian disimpan
di dalam lemari es. Konsentrasi protoplas pada larutan manitol dhitung menggunakan hemositometer di
bawah mikoskop cahaya.
Transformasi
200ul protoplas (1,9 x 105 sel/ml) dimasukkan ke dalam falkon lalu ditambahkan ke dalamnya
plasmid PCaMgfp sebanyak kurang lebih 10 ng/sel dan ditambahkan juga ke dalamnya sebanyak 50 ul
PEG. Larutan diinkubasi di dalam es selama 20 menit, kemudian setelah itu ditambahkan lagi larutan
PEG hingga mencapai volume 2 ml lalu larutan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Sebanyak 4
ml larutan yang mengandung KCl 0,7 M dan CaCl2 0,05 M ditambahkan ke dalam falkon lalu
disentrifugasi pada kecepatan 3.000 rpm pada suhu 25°C selama 5 menit. Supernatant dibuang, lalu
pelet diresuspensi menggunakan larutan yang mengandung KCl 0,7 M dan CaCl2 0,05 M sebanyak 400
ul. Larutan disebar pada media padat yang mengandung penanda seleksi hygromicin dengan konsentrasi
200 ug/ml. Hasil transformasi dilihat di bawah mikroskop fluorescence. Digunakan kontrol negative dan
positif untuk mengetahui hasil transformasi.
Introduksi gen gfp pada telur ikan (mikro injeksi)
Prosedur kerja terdiri atas 4 tahap. Pertama adalah pemijahan buatan untuk mendapatkan telur
yang dibuahi. Tahap kedua adalah proses mikroinjeksi dengan konsentrasi DNA gen gfp yang
diinjeksikan sebesar 50 μg/ml KCl 0,1 M. Tahap ketiga adalah pemeliharaan benih hasil mikroinjeksi
dalam akuarium. Tahap terakhir adalah analisa DNA dari ikan yang hidup hasil mikroinjeksi dan
perlakuan kontrol, dengan melakukan ekstraksi DNA dari jaringan sirip ekor, dorsal, dan ventral
menggunakan kit (Pure gene, USA). Hasil ekstraksi DNA digunakan sebagai cetakan dalam proses
amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer Forward dari promoter ßactin ikan
medaka dan primer tiGH Reverse. Hasil PCR kemudian dielektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%.
Setelah proses elektroforesis selesai, kemudian gel agarosa dipotret di bawah cahaya ultraviolet.
Parameter yang diamati adalah derajat kelangsungan hidup embrio (DKHe) yang diamati pada saat
embrio berumur 20 jam, derajat penetasan (DP), serta derajat kelangsungan hidup benih ikan pada hari
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Setelah dilakukan restriksi untuk memotong gen dan vektor agar mempunyai ujung yang
spesifik, dilakukanlah elektroforesis agar gen atau vektor yang diperoleh dapat diisolasi yang akan
digunakan dalam proses ligasi. Gambar 1 adalah hasil dari elektroforesis proses restriksi yang nantinya
pita tersebut akan dipotong untuk isolasi fragmen.
A
Gambar 1. Restriksi plasmid (A: vektor)
Dari isolasi fragmen, dilakukan elusi agar DNA yang berupa vektor atau gen target yang sudah
terpotong secara spesifik dapat dipisahkan dari gel agarose. Setelah dipisahkan, larutan hasil elusi
kemudian kembali dielektroforesis untuk mengukur agar perbandingan vektor dan gen yang dibutuhkan
Gambar 2. Elusi plasmid
Pada gambar 2 dapat diketahui bahwa gen yang terpotong ataupun vektor tidak terlihat, dalam
arti elusi yang dilakukan tidak berhasil, gen target atau vektor masih banyak terikat pada gel.
Dengan menggunakan vektor dan gen target yang telah disediakan oleh pihak laboratorium
maka dilakukanlah ligasi dan transformasi. Dari hasil transformasi terbentuk koloni putih dan koloni biru.
Seperti yang terlihat pada gambar 3.
Gambar 3. Hasil transformasi
Dari hasil transformasi, dilakukan cek untuk mengetahui apakah gen target terkandung di dalam
Gambar 4. Cek Transformasi
Dilakukan cek terhadap hasil transformasi dengan menggunakan metode restriksi atau dengan
metode PCR. Maka diperoleh tidak ada gen target yang tersisipi pada vektor (plasmid).
Gambar 5. Cek Transformasi ulangan
Pada praktikum dengan menggunakan protoplas sebagai sel inang dalam transformasi
menggunakan plasmid yang telah disisipi oleh gen gfp (CaM gfp), dilakukan isolasi protoplas yang
berasal dari miselia fungi, protoplas yang diperoleh seperti yang terlihat pada gambar 6.
Gambar 6. Protoplas
Pada praktikum Introduksi gen gfp pada telur ikan dengan metode mikroinjeksi, diperoleh hasil
proses introduksi dengan bantuan mikroskop pada perbesaran 100 kali.
B
A
Pembahasan
Elusi
Dari elusi yang dilakukan terhadap potongan vektor, dari hasil yang diperoleh tidak ada pita
yang terbentuk sehingga vektor yang telah diisolasi dan kemudian dielusi tidak terlarutkan dan masih
terikat pada gel. Hal ini mungkin disebabkan terlalu banyaknya gel yang terpotong ataupun banyak DNA
dari vektor yang rusak akibat terlalu lama terkena sinar UV keika akan dipotong. Hal ini dapat diatasi
dengan meminimalkan waktu pemotongan di atas transuliminator dan juga kuantitas gel dikurangi agar
ketika dielusi dengan bufer, banyak dari gen yang ikut terelusi.
Ligasi
Untuk melakukan ligasi, pada umumnya dilakukan kuantifikasi terhadap gen yang diperoleh
dari proses elusi untuk dapat mengoptimalkan proses ligasi dimana perbandingan antara vektor dan gen
target adalah 1:3. Proses ligasi ini juga ditentukan oleh proses sebelumnya yaitu prose restriksi dengan
enzim spesisfik. Pada praktikum kali ini digunakan enzim Eco RI yang bersifat sticky end sehingga vektor
dan gen target dapat secara spesifik berikatan meskipun tetap ada peluang antara vektor dengan vektor
berikatan, akan tetapi peluang tersebut tidaklah besar daripada ikatan vektor dengan gen target, karena
ikatan vektor dengan vektor akan menghasilkan suatu plasmid yang besar dan akan sulit bila dilakukan
transformasi. Penambahan gen target yang lebih banyak untuk memperbesar peluang gen target
berikatan dengan vektor.
Transformasi
Proses transformasi terjadi ketika terjadi perubahan suhu yang amat mendadak, heat shock (dari
suhu rendah, 4°C ke suhu yang lebih tinggi, 42°C) dengan bantuan ion kalsium. Ion kalsium berfungsi
sebagai ion yang membantu terbukanya protein integral sebagai kanal ion yang dimanfaatkan sebagai
tempat keluar masuknya plasmid ke dalam sel inang (bakteri E. coli). Waktu yang dibutuhkan adalah 45
detik, karena apabila terlalu lama ada kemungkinan plasmid yang telah masuk dapat keluar kembali. Hal
ini tergantung dari prosedur tiap lab.
Sel inang yang digunakan adalah sel inang yang diperoleh pada tahap logaritmik (log phase)
karena pada tahap ini masih ada kesempatan bagi sel inang untuk membelah dan memperbanyak diri
sehingga ada peluang bagi plasmid yang diperoleh menjadi lebih banyak sebelum disebar pada media.
Gambar 7. Kurva yang menggambarkan fase‐fase pertumbuhan bakteri; lag phase, log phase,
stationary phase dan death phase.
Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni putih dan biru pada media padat
LA (Luria Bertani Agar) + 100 ug/ml ampisilin + 100 ul 0,1 M IPTG + 20 ul 50 mg/ml X‐Gal. Kontrol positif
yang berupa sel kompeten yang diinokulasikan pada media LA saja ditumbuhi dengan koloni E. coli DH5α
yang menunjukkan bahwa sel kompeten mampu tumbuh di media LA dan tidak terjadi kontaminasi.
Sedangkan pada kontrol negatif yang berupa sel kompeten yang diinokulasikan pada media LA +
ampisilin tidak ditumbuhi bakteri menunjukkan bahwa antibiotik yang digunakan masih berfungsi
dengan baik. Hal ini terjadi karena E. coli DH5α tipe asli tidak mempunyai gen resisten terhadap
ampisilin.
Pada gambar 3 terlihat jelas terdapat koloni putih dan koloni biru. Koloni putih merupakan
koloni E. coli DH5α yang tersisipi vektor PGEM T‐Easy + insert
gen G α dari kedelai
, sedangkan kolonibiru merupakan koloni E. coli DH5α yang mungkin tersisipi oleh vektor PGEM T‐Easy namun tidak
tersisipi insert
gen G α dari kedelai
, bisa terjadi karena kemungkinan‐kemungkinan yang terjadi padaproses ligasi, seperti vektor menyambung pada vektor itu sendiri atau vektor menyambung dengan
vektor lain (terjadi ligasi antar vektor).
Terbentuknya koloni putih‐biru menggunakan prinsip kerja gen LacZ yang mengekspresikan β‐
galaktosidase. Pada vektor PGEM T‐Easy terdapat Multiple Cloning Site (MCS) yang di antaranya
terdapat gen LacZ. Pada gen LacZ terdapat lokasi pemotongan enzim‐enzim restriksi tertentu. Insert
gen
G α dari kedelai
, jika dapat tersisipkan pada vektor, akan merusak gen LacZ sehingga gen tersebut tidakdapat terekspresikan. Ekspresi gen LacZ ditunjukkan dengan terbentuknya enzim β‐galaktosidase yang
dengan adanya inducer IPTG akan mengurai substrat X‐Gal sehingga terbentuk indol yang merubah
menyebabkan tidak terbentuknya enzim β‐galaktosidase, sehingga X‐Gal tidak dapat terurai, indol tidak
terbentuk, dan koloni tetap berwarna putih.
Koloni putih yang tumbuh di dalam media kemudian disiolasi dan di cek keberhasilan
transformasinya. Dengan menggunakan metode koloni PCR seperti yang terlihat pada gambar 4 dan 5,
tidak terbentuk pita. Hal ini menandakan koloni putih yang terbentuk tidak atau hanya sedikit sekali
mengandung plasmid yang tersisipi gen target. Dengan koloni PCR seharusnya pita yang menandakan
gen target dapat terbentuk karena dalam proses amplifikasi dengan PCR menggunakan primer yang
spesifik terhadap gen target sehingga apabila tidak terbentuk pita, maka dapat diasumsikan gen target
yang tersisip di dalam plasmid berjumlah sedikit.
Transformasi gen gfp pada cendawan Transformasi
Pada media PDA + Hyg tidak ditumbuhi oleh koloni, yang seharusnya pada media ini A. niger,
yang berasal dari protoplas yang telah dimasuki oleh plasmid target yang mengandung gen resisten
terhadap antibiotik hygromicin, dapat tumbuh dan dapat memendarkan cahaya pada mikroskop
fluorescence.
Pada media PDA tanpa hygromicin juga tidak ditumbuhi koloni, yang seharusnya pada media ini
dapat ditumbuhi koloni karena tersedianya nutrien untuk pertumbuhan bakteri dan media ini juga tidak
ditambahkan agen seleksi antibiotik hygromicin sehingga fungi dapat tumbuh, meskipun fungi tidak
memiliki plasmid. Tidak tumbuhnya fungi bisa dikarenakan jumlah protoplas yang terlalu sedikit
sehingga peluang A. niger untuk tumbuh kecil, selain itu kemungkinan protoplas yang dimasuki plasmid
juga semakin kecil sehingga kemungkinan tumbuhnya fungi yang mengandung gen gfp akan lebih kecil
lagi. Kegagalan praktikum bisa dikarenakan kurang banyaknya miselia yang digunakan atau belum
cukupnya umur kapang yang digunakan ketika mengisolasi protoplas.
Introduksi gen gfp pada telur ikan (mikro injeksi)
Dari praktikum ini diharapkan diperoleh sel telur yang terintroduksi oleh gen gfp. Introduksi gen
gfp ini adalah tahap orientasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan metode. Apabila sel telur berhasil
berpendar ketika diperiksa di bawah mikroskop fluorescence, maka ada kemungkinan apabila sel telur
diintroduksi menggunakan gen target lain, dapat berhasil dan ikut terbawa dalam genom ikan.
SIMPULAN
Teknologi
DNA
rekombinan
tidak
hanya
dilakukan
pada
sel
prokariot
akan
tetapi
bisa
juga dilakukan
pada sel
eukariot bahkan dapat
dilakukan pada
organisme
di
tingkat
yang lebih
tinggi
seperti
hewan
atau
tumbuhan.
Ada
keuntungan
dan
tujuan
tersendiri
dalam
memanfaatkan teknologi DNA rekombinan pada masing‐masing tipe sel dan organisme.
DAFTAR ACUAN
Barnum, Susan R. 2005. Biotechnology an Introduction, 2nd edition. Thomson Brooks/Cole, USA. 323
pages.
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation,
Bogor. 123 halaman.
Suharsono dan Widyastuti, Utut. 2006. Pelatihan Singkat Teknik Dasar Pengklonan Gen. Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi – Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB dengan
DIKTI – DIKNAS, Bogor.
Gunawan, B. K. 2008. Skripsi: Introduksi dan Persentase Ikan Yang Membawa Gen Gh Growth Hormone
Ikan Nila Oreochromis Niloticus Pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp. Generasi F0. Program Studi Teknologi
Dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
ishelianti.files.wordpress.com/2008/05/gfp.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Protoplas