• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI TERHADAP KINERJA PENYULUH LAPANG DI BP3K WILAYAH CIAWI KABUPATEN BOGOR. Oleh IKA LISTIAWATI H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI TERHADAP KINERJA PENYULUH LAPANG DI BP3K WILAYAH CIAWI KABUPATEN BOGOR. Oleh IKA LISTIAWATI H"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI TERHADAP

KINERJA PENYULUH LAPANG DI BP3K WILAYAH CIAWI

KABUPATEN BOGOR

Oleh

IKA LISTIAWATI

H24076054

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

Ika Listiawati. H24076054. Analisis Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Lapang di BP3K wilayah Ciawi Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan

Wita Juwita Ermawati.

Penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Indonesia. Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan. Balai Penyuluh Pertanian dan Kehutanan (BP3K) merupakan lembaga penyuluhan yang berada ditingkat kecamatan. Keberhasilan penyuluhan di BP3K Ciawi dapat diukur melalui tingkat kepuasan masyarakat petani dalam memperoleh pelayanan dari penyuluh lapangnya. Tujuan penelitian yaitu: (1) Mengidentifikasi atribut kualitas berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja menurut petani, (2) Menganalisis tingkat kepuasan petani terhadap pelayanan penyuluh pertanian lapang BP3K Wilayah Ciawi, dan (3) Memberikan rekomendasi upaya yang dapat diterapkan BP3K Wilayah Ciawi untuk mempertahankan dan meningkatkan kepuasan petani di Wilayah Kerja BP3K Ciawi.

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel di BP3K Wilayah Ciawi adalah dengan menggunakan metode pengambilan sampel non-probabilitas atau non-acak menggunakan teknik purposive sampling dan judgment sampling (cara keputusan). Penentuan jumlah responden minimal, didasarkan pada pendapat Slovin sebanyak 100 orang petani di wilayah kerja BP3K Ciawi. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapat hasil dari wawancara, pengisian kuisioner dan diskusi. Data sekunder diperolah dari studi pustaka, internet dan literatur instansi atau dinas terkait. Metode analisis yang digunakan adalah IPA (Importance Performance Analysis) dan CSI (Customer Satisfaction Index).

Hasil IPA menunjukkan atribut yang dianggap petani memiliki tingkat kepentingan tertinggi yaitu pengetahuan dan kecakapan dalam memberikan materi serta cara berkomunikasi yang baik dan atribut yang memiliki tingkat kepentingan terendah adalah memberikan perhatian khusus (individual) atas masalah tertentu (khusus) kepada petani, sedangkan atribut yang dianggap petani memiliki tingkat kinerja tertinggi yaitu sikap penyuluh yang ramah serta penyuluh yang mudah ditemui dan atribut yang memiliki tingkat kinerja terendah adalah pengupayaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani. Hasil analisis CSI terhadap atribut kinerja penyuluh lapang BP3K Ciawi adalah sebesar 74,53 persen. Nilai tersebut berada pada selang 0,66-0,80. Angka tersebut mengidentifikasikan bahwa secara umum petani di wilayah kerja BP3K Ciawi berada dalam kategori puas. Rekomendasi upaya yang dapat diterapkan BP3K Ciawi untuk mempertahankan dan meningkatkan kepuasan petani di wilayah kerja BP3K Ciawi yaitu dengan pembinaan kelompok tani, meningkatkan jaringan kerjasama penyuluh lapang dan pelatihan bagi penyuluh lapang.

(3)

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI TERHADAP

KINERJA PENYULUH LAPANG DI BP3K WILAYAH CIAWI

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

IKA LISTIAWATI

H24076054

PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi : ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PETANI TERHADAP KINERJA PENYULUH LAPANG DI BP3K WILAYAH CIAWI KABUPATEN BOGOR

Nama : IKA LISTIAWATI

NRP : H24076054

Menyetujui, Pembimbing

Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM NIP. 19750907 200501 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP. 19610123 198601 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 22 Maret 1986 dari pasangan Bapak Sutrisna dan Ibu Yuyu Maswiyah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri Banjarsari 2 Ciawi pada tahun 1998, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama PGRI 1 Ciawi pada tahun 2001 dan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Ciawi pada tahun 2004. Setelah lulus Sekolah Menengah Umum, penulis diterima di Program Studi Manajemen Bisnis dan Koperasi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama yaitu tahun 2007, penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta limpahan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Analisis Kepuasan Petani Terhadap Kinerja Penyuluh Lapang BP3K Wilayah Ciawi Kabupaten Bogor. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan atas semua keikhlasan bantuan yang telah diberikan, yaitu kepada:

1. Kedua orang tua beserta keluarga tercinta atas doa restu, kasih sayang, perhatian serta dorongan moril maupun materiil.

2. Wita Juwita Ermawati, S.TP, MM selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan dan dorongan selama penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. W H Limbong, MS dan Ir. Anggraini Sukmawati, MM yang telah berkenan menjadi dosen penguji dan memberikan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Tjatja Syarief Hidayat selaku Ketua BP3K Ciawi, PUP BP3K Ciawi serta penyuluh lapang di BP3K Ciawi yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian dan bersedia memberikan informasi demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan dan karyawati di Departemen Manajemen, Program Sarjana Manajemen Penyelenggaraan Khusus, FEM IPB.

6. Andri Feriansyah selaku orang yang dikasihi, tempat berbagi kesenangan dan kesedihan yang selama ini memberikan semangat, dukungan, motivasi kesabaran dan kasih sayangnya.

7. Teman-teman di Ekstensi Manajemen khususnya Angkatan 3, terima kasih atas semua dukungannya.

(7)

Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, baik dari segi teknik penyajian maupun dari segi materi. Oleh karena itu, demi penyempurnaan skripsi, kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat sangat penulis harapkan.

Bogor, Februari 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah Penelitian ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

1.5 Batasan Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Penyuluhan ... 5

2.2 Pengertian Jasa ... 9

2.3 Kualitas Jasa ... 11

2.4 Pengelolaan Kualitas Jasa... 12

2.5 Kepuasan ... 14

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Metodologi Penelitian ... 22

3.3.1 Teknik Pengambilan Sampel ... 22

3.3.2 Pengumpulan Data ... 23

3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran umum Kelembagaan Penyuluh ... 35

4.2Gambaran umum Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Ciawi... 37

4.3Karakteristik Responden... 39

4.4Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Atribut-atribut Kualitas Pelayanan ... 42

4.4.1 Penilaian Tingkat Kepentingan Atribut Kualitas Pelayanan Penyuluh Lapang BP3K Ciawi ... 47

4.4.2 Penilaian Tingkat Kepuasan Atribut Kualitas Pelayanan Penyuluh Lapang BP3K Ciawi ... 49

4.5Analisis Tingkat Kesesuaian Atribut Pelayanan Penyuluh Lapang di BP3K Ciawi ... 51

(9)

4.6IPA ... 53

4.7CSI ... 60

4.8Implikasi Manajerial... 61

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... 64

2. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja ... 23 2. Nilai korelasi uji validitas pertanyaan kuisioner di wilayah kerja

BP3K Ciawi ... 27 3. Sebaran jumlah nilai tingkat kepentingan ... 30 4. Sebaran jumlah nilai tingkat kinerja ... 30 5. Atribut-atribut yang digunakan untuk menilai tingkat kepentingan dan

kinerja terhadap penyuluh lapang BP3K Ciawi. ... 42 6. Tingkat kepentingan petani di wilayah kerja BP3K Ciawi. ... 48 7. Tingkat kepuasan petani di wilayah kerja BP3K Ciawi. ... 49 8. Analisis tingkat kesesuaian atribut pelayanan penyuluh lapang

BP3K Ciawi ... 52 9. Skor rataan tingkat kepentingan dan kinerja penyuluh lapang

BP3K Ciawi ... 54 10. Perhitungan customer satisfaction index terhadap kinerja pelayanan

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Diagram segitiga pemasaran jasa ... 9

2. Model kesenjangan kualitas jasa ... 14

3. Tingkat kepuasan pelanggan ... 15

4. Kerangka pemikiran konseptual ... 21

5. Diagram katesius ... 32

6. Struktur organisasi BP3K Wilayah Ciawi... 37

7. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin ... 39

8. Karakteristik responden berdasarkan usia ... 41

9. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan ... 41

10.Karakteristik responden berdasarkan komoditas yang diusahakan ... 42

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Kuisioner... 69 2. Hasil uji reliabilitas atribut tingkat kepentingan ... 72 3. Hasil uji reliabilitas atribut tingkat kepuasan ... 72

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sektor Pertanian sangat berperan dalam Penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan, sumber pangan, sumber bahan baku industri atau biofuel, sumber devisa, pemacu pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, budaya dan pariwisata. Untuk mendukung pertanian yang tangguh diperlukan Sumberdaya Manusia Pertanian yang profesional, kreatif, inovatif, berwawasan global dan amanah. Ketersediaan SDM pertanian yang berbasis kompetensi akan menentukan keberhasilan program pembangunan pertanian di Indonesia (Departemen Pertanian, 2009).

Tanggal 11 Juni 2005 Presiden RI telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) sebagai salah satu dari triple track strategy dari Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka pengurangan kemiskinan dan pengangguran serta peningkatan daya saing ekonomi nasional dan menjaga kelestarian sumberdaya petanian, perikanan dan kehutanan. RPPK tersebut dimaksudkan untuk mendudukkan dan memberdayakan penyuluh pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan pertanian dengan mengembangkan sistem penyuluhan pertanian yang sesuai dengan kebutuhan petani dalam meningkatkan kompetensi ilmu dan teknologi, kewirausahaan, manajerial bekerja dalam tim, berorganisasi, bermitra usaha dan memiliki integritas moral tinggi (Departemen Pertanian, 2009).

Penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Indonesia. Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian, perikanan dan kehutanan. Tujuan penyuluhan pertanian adalah mengubah perilaku utama dan pelaku usaha melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasinya (Departemen Pertanian, 2009). Selain itu pembinaan kelompok tani diharapkan dapat membantu menggali potensi, memecahkan masalah usaha tani anggotanya secara efektif, dan memudahkan dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya.

(14)

Kelembagaan penyuluhan pemerintah yang disebutkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan yaitu, pada tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan, pada tingkat provinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, pada tingkat kabupaten atau kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 tersebut, pemerintah Kabupaten Bogor mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 15 tentang pembentukan Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Kepala Badan mempunyai tugas membantu Bupati dalam memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan kebijakan teknis Badan dalam melaksanakan urusan di bidang penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sedangkan untuk tingkat kecamatan di Kabupaten Bogor, dibentuk Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K).

Wilayah Kerja BP3K mencakup satu sampai tiga wilayah kecamatan yang terdiri dari beberapa wilayah binaan (desa). Dalam istilah penyuluhan, wilayah binaan dikenal sebagai Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (WKPPPK). Tiap WKPPPK dilayani oleh seorang Penyuluh Lapang yang mencakup satu atau beberapa desa.

BP3K di Kabupaten Bogor berjumlah 12 BP3K. Salah satunya adalah BP3K wilayah Ciawi. BP3K Wilayah Ciawi merupakan BP3K yang secara administrasi terbaik dibandingkan dengan BP3K lainnya di Kabupaten Bogor. BP3K Wilayah Ciawi meliputi tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Ciawi, Megamedung dan Cisarua. Efektivitas pelaksanaan penyuluhan pertanian di Wilayah Kerja BP3K Ciawi dapat diukur melalui tingkat kepuasan masyarakat petani dalam memperoleh pelayanan dari penyuluh lapangnya. Apabila penyelenggaraan penyuluhan tersebut dilaksanakan secara benar, kontinyu, dan konsisten, maka tingkat kepuasan petani juga akan tinggi yang berdampak pada tingkat kualitas hidup petani. Mengingat belum pernah dilakukannya pengukuran tingkat kepuasan di BP3K Ciawi, maka perlu dilakukan penelitian yang dapat mengukur tingkat kepuasan petani terhadap kinerja penyuluh lapang di BP3K Wilayah Ciawi.

(15)

1.2Perumusan Masalah Penelitian

Efektivitas penyuluhan di BP3K Ciawi, ditentukan juga oleh pelayanan yang diberikan oleh penyuluh dalam memahami kebutuhan dan kepentingan akan masyarakat tani. Kurangnya pemahaman penyuluh lapang BP3K Ciawi akan kebutuhan akan masyarakat tani di wilayah kerjanya menjadi salah satu hal penyebab enggannya masyarakat tani untuk aktif dalam pelaksanaan penyuluhan. Agar penyuluhan di wilayah kerja BP3K Ciawi berjalan efektif, maka pihak BP3K Ciawi dan penyuluh lapangnya perlu mengetahui tingkat kepentingan dan kepuasan akan kebutuhan masyarakat tani di wilayah tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana atribut kualitas pelayanan berdasarkan kepentingan dan kinerja menurut petani di Wilayah Kerja BP3K Ciawi ?

2. Bagaimana tingkat kepuasan petani terhadap pelayanan penyuluh lapang BP3K Wilayah Ciawi ?

3. Upaya apakah yang dapat diterapkan BP3K Wilayah Ciawi untuk mempertahankan dan meningkatkan kepuasan petani di Wilayah Kerja BP3K Ciawi ?

1.3Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi atribut kualitas berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja menurut petani.

2. Menganalisis tingkat kepuasan petani terhadap pelayanan penyuluh pertanian lapang BP3K Wilayah Ciawi.

3. Memberikan rekomendasi upaya yang dapat diterapkan BP3K Wilayah Ciawi untuk mempertahankan dan meningkatkan kepuasan petani di Wilayah Kerja BP3K Ciawi.

(16)

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi organisasi penyuluhan khususnya penyuluh pertanian dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Bagi peneliti lanjutan dapat digunakan sebagai rekomendasi dan bahan perbandingan.

3. Bagi pembaca diharapakan dapat menambah informasi dan wawasan pembaca.

1.5Ruang Lingkup

Penelitian tentang tingkat kepuasan petani memiliki cakupan yang luas, maka pada kajian ini dibatasi pada :

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada penyuluh lapang di BP3K Wilayah Ciawi.

2. Petani yang menjadi objek penelitian merupakan petani yang berada di Wilayah Kerja BP3K Ciawi dan pernah mendapatkan pelayanan dari penyuluh lapang BP3K Ciawi.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyuluhan

Penyuluhan adalah suatu proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya, sabagai upaya untuk meningkatkan prouktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Tujuan penyuluhan pertanian adalah merubah perilaku utama dan pelaku usaha melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap dan motivasinya (Departemen Pertanian, 2009).

Penyuluhan sebagai proses pendidikan atau proses belajar diartikan bahwa, kegiatan penyebarluasan informasi dan penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya proses perubahan perilaku yang dilakukan melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar. Secara praktis pendidikan dapat diartikan sebagai usaha dan kegiatan menimbulkan perubahan-perubahan yang diinginkan dalam perilaku manusia, misal mengganti metode produksi tradisional ke metode baru, yaitu menerapkan teknologi baru yang berupa varietas baru, teknik budidaya baru, penerapan pupuk dan pestisida, serta penerapan sistem usaha tani modern (Departemen Pertanian, 2009).

Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) No. 16 Tahun 2006 Pasal 1 menyebutkan “Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup” (http://feati.deptan.go.id/dokumen/uu_sp3k.pdf).

Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan disebutkan, yang dimaksud pelaku utama kegiatan pertanian,

(18)

perikanan, dan kehutanan yang selanjutnya disebut pelaku utama adalah masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya. Pelaku Usaha adalah perorangan Warga Negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan. Materi Penyuluhan adalah bahan penyuluhan yang disampaikan oleh para penyuluh kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam berbagai bentuk yang meliputi informasi, teknologi, rekayasa sosial, manajemen, ekonomi, hukum, dan kelestarian lingkungan. Metode Penyuluhan adalah cara atau teknik penyampaian materi penyuluhan oleh penyuluh kepada sasaran baik secara langsung maupun tidak langsung agar mereka mengerti, mau, dan mampu menerapkan inovasi teknologi (http://jdih.bogorkab.go.id/docs/perundangan/PERDA 15 TAHUN 2008.pdf).

Menurut Departemen Pertanian (2009), fungsi penyuluh pertanian adalah:

1. Menyebarluaskan informasi pembangunan pertanian di wilayah kerjanya dengan cara menyampaikan visi, misi, tujuan, strategi dan prinsip dari pembangunan pertanian.

2. Bersama petani atau kelompok tani membangun kelembagaan petani yang kuat.

3. Mendorong peran serta dan keterlibatan petani atau kelompok tani dalam pembangunan pertanian di wilayahnya.

4. Membangkitkan dan menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan petani. 5. Memfasilitasi petani atau kelompok tani dalam penyusunan rencana

kegiatan usahatani di wilayah kerjanya.

6. Memfasilitasi petani atau kelompok tani dalam mengakses teknologi, informasi pasar, peluang usaha dan permodalan.

7. Memfasilitasi petani atau kelompok tani untuk memformulasikan rencana usahatani dalam bentuk proposal.

8. Memberikan bimbingan dan memecahkan masalah petani atau kelompok tani dalam pengambilan keputusan guna menjalin kemitraan usaha di bidang pertanian.

(19)

Departemen Pertanian (2009), uraian tugas dari penyuluh pertanian sebagai berikut:

1. Menginventarisir data monografi wilayah, potensi, agroekosistem, kelompok tani dan gapoktan, produksi usaha tani dan kelembagaan ekosistem pedesaan.

2. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi dan mencari pemecahannya.

3. Membantu menyusun RDKK.

4. Membantu menyusun programa penyuluhan pertanian.

5. Meningkatkan PSK (pengetahuan, sikap dan keterampilan) petani. 6. Membimbing penerapan usaha tani terpadu.

7. Menyusun secara periodik di wilayah kerjanya.

Peraturan daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 tahun 2008 Tentang pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pasal 18 menyebutkan bahwa Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (PPPK) mempunyai tugas menyelenggarakan penyuluhan di wilayah kerjanya. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud PPPK mempunyai fungsi (http://jdih.bogorkab.go.id/docs/perundangan /PERDA 15 TAHUN 2008.pdf):

1. Inventarisasi, identifikasi dan pengolahan data potensi di wilayah kerjanya.

2. Pelaksanaan rencana kerja dan membantu penyusunan programa penyuluhan.

3. Pelaksanaan materi penyuluhan dan penerapan metode penyuluhan serta pengembangan swadaya dan swakarsa pelaku utama dan pelaku usaha. 4. Peningkatan kapasitas dan kompetensi penyuluh.

5. Pelaksanaan kunjungan ke pelaku utama dan pelaku usaha untuk memfasilitasi pemecahan masalah usaha tani di wilayah kerjanya.

6. Penyebarluasan informasi yang dibutuhkan oleh pelaku utama dan pelaku usaha.

(20)

Menurut Kartasapoetra (1991), hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai efektivitasnya penyuluhan harus dilakukan sebagai berikut:

1. Penarikan minat

Teori mendidik bagi mereka yang tingkat intelegensinya masih rendah yang disertai dengan mental yang tertekan (rasa rendah diri), agar membawa hasil dan dapat mengubah perilaku yang dididiknya, hanya dapat dijalankan dengan cara agar mereka yang dididik (para petani) dapat melihat, mendengar dan ikut melakukan sendiri dengan baik apa yang menjadi objek atau materi dalam penyuluhan tersebut. Atau dengan lain perkataan, isi penyuluhan pertanian hendaknya bersifat menarik, yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha tani dan menarik minat agar dapat dimanfaatkan oleh para petani.

2. Mudah dan dapat dipercaya

Apa yang disampaikan dalam penyuluhan pertanian (objek atau materi) mudah dimengerti, nyata kegunaannya dan menarik kepercayaan para petani bahwa benar segala yang telah diperhatikan, diperdengarkan (diajarkan) dapat dilakukan para petani dan benar-benar dapat meningkatkan hasil dan kesejahtraan.

3. Peragaan disertai sarananya

Penyuluh harus disertai dengan peragaan yang didukung dengan saran atau alat-alat peraga yang mudah didapat, murah dan dikerjakan oleh para petani apabila mereka terangsang untuk mempraktekkannya.

4. Saat dan tempatnya harus tepat

Kegiatan penyuluhan kepada para petani tidak dapat dilakukan sembarang waktu terutama pada tingkat permulaan, dan tingkat-tingkat sebelum mereka terangsang, timbul kesadarannya. Para penyuluh harus pandai memperhitungkan kapan mereka itu bersantai atau ada dirumah, kapan biasanya mereka itu berkumpul dan di mana kebiasaan itu dilakukannya.

Tiga dasar penyuluhan yang harus dilakukan penyuluh pertanian adalah sebagai berikut:

1. Apa yang harus diketahui para petani (what to know by the farmers) 2. Mengapa hal itu harus diketahui para petani (why it must be know by the

farmers)

(21)

2.7 Pengertian Jasa

Menurut Kotler (2002), jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Penyuluh Pertanian merupakan industri jasa yang menawarkan pelayanan pendidikan (non formal dan informasi pertanian kepada petani dan pihak-pihak lain yang memerlukan (Slamet, 1996). Kotler (2002) mengemukakan tiga aspek sukses industri jasa yaitu:

1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan 2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi

janji tersebut

3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji kepada pelanggan. Model kesatuan ketiga aspek tersebut dikenal sebagai segitiga jasa, di mana setiap sisi segitiga mewakili setiap aspek. Kegagalan disatu sisi menyebabkan segitiga roboh yang berarti distribusi jasa tersebut gagal. Pembahasan industri jasa harus meliputi pihak perusahaan, karyawan dan pelanggan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Pelanggan

External Marketing Interactive Marketing Menetapkan janji mengenai Menyampaikan produk atau jasa

produk atau jasa yang akan sesuai dengan yang telah

disampaikan dijanjikan

Manajemen Karyawan

Internal Marketing Membuat agar produk atau jasa yang disampaikan sesuai dengan

yang dijanjikan

(22)

Jasa memiliki karakteristik yang membedakannya dari produk berupa barang. Karakterisrik utama yang membedakan jasa dengan produk adalah sifat jasa yang tidak dapat dilihat (tidak nyata) disamping keterlibatan konsumen scara aktif dalam proses menyampaian jasa

Kotler (2002) menyatakan bahwa jasa memiliki empat karakteristik utama, yaitu :

1. Tidak berwujud (intangibility)

Jasa lebih sulit didefinisikan karena jasa tidak dapat dilihat dan diraba. Jasa merupakan suatu perbuatan kinerja atau usaha. Jasa berbeda dari barang. Jika barang merupakan suatu benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja dan usaha. Jika barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Kualitas jasa dapat diwujudkan melalui tempat, orang, peralatan, bahan-bahan komunikasi, simbol, dan harga. Oleh karena itu, penting bagi penyedia jasa untuk mengelola bukti tersebut dan mewujudkan yang tidak berwujud.

2. Tidak Terpisahkan (inseparable)

Jasa adalah inseparable, karena tidak dapat dipisahkan tempat atau waktu dari sarana produksi atau produsen yang menghasilkannya. Seringkali terjadi waktu dan tempat memproduksi dan menjual jasa dilakukan bersamaan. Hal ini dikarenakan output jasa dikonsumsi di tempat jasa tersebut dihasilkan.

3. Beraneka Ragam (Variability)

Jasa sangat bervariasi dalam bentuk, kualitas, dan jenis tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Kerjasama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan merupakan beberapa faktor yang menyebabkan keragaman jasa. Agar tercapai standardisasi jasa, perusahaan harus mengefektifkan manajemen saluran distribusi.

4. Tidak Tahan Lama (Perishability)

Dalam jasa, tidak ada istilah persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Dengan kata lain, jasa yang tidak terjual pada saat

(23)

ini tidak dapat dijual dikemudian hari. Untuk itu, setiap perusahaan jasa harus berusaha mempergunakan hari kerja karyawan operasional dan sarana produksinya secara efisien, serta mengevalusi kapasitasnya guna menyeimbangkan permintaan dan penawaran.

2.8 Kualitas Jasa

Kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan suatu produk atau layanan yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain merupakan fungsi spesifikasi produk, sedangkan kualitas kesesuaian adalah suatu ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan kualitas yang ditetapkan.

Kualitas jasa adalah penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Keunggulan suatu produk jasa tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan (Rangkuti, 2006).

Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected sevice dan perceived service (Zeithaml et al., 2006). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan apa yang diharapkan (expected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

Menurut Kotler (2002) terdapat lima dimensi kualitas jasa, yaitu : 1. Berwujud (Tangible)

Meliputi penampilan fasilitas fisik penyedia jasa seperti gedung, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi, dan penampilan fisik dari personel penyedia jasa.

(24)

2. Keandalan (Reliability)

Keandalan berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan yang telah dijanjiakan dengan tepat (accurately), kemampuan untuk dapat dipercaya (dependably), serta tepat waktu (on time).

3. Kesigapan (Responsiveness)

Kesigapan merupakan dimensi yang menekankan kepada kesediaan penyedia jasa dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang sesuai kebutuhan pelanggan secara cepat dan tepat.

4. Kepastian (Assurance)

Dimensi ini menekankan kemampuan penyedia jasa untuk membangkitkan keyakinan dan rasa percaya diri pelanggan bahwa penyedia jasa mampu memenuhi kebutuhan pelanggannya. Meliputi kemampuan karyawan atas pengetahuan produk secara tepat, keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, serta kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan. 5. Empati (Empathy)

Empati adalah perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti, kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi kepada pelanggan dan urusan perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan.

2.9 Pengelolaan Kualitas Jasa

Suatu cara perusahaan jasa untuk tetap dapat unggul bersaing adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan oleh perusahan jasa, kemudian dibandingkannya (Zeithaml et al., 2006).

Zeithaml, et al. (2006) membentuk model kualitas jasa yang menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Model tersebut mengidentifikasikan lima kesenjangan atau gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

(25)

1. Kesenjangan Tingkat Kepentingan Konsumen dan Persepsi Manajemen Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara nyata apa yang diinginkan oleh pelanggannya. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana produk jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung apa saja yang diinginkan konsumen.

2. Kesenjangan Antara Persepsi Manajemen Terhadap Tingkat Kepentingan Konsumen dan Spesifikasi Jasa

Kadangkala manajemen mampu memahami serta tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumberdaya atau karena kelebihan permintaan.

3. Kesenjangan Antara Spesifikasi Kualitas Jasa dan Penyampaian Jasa Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan yang kurang terlatih, beban kerja yang melampaui batas, ataupun ketidakmampuan memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan. Dari penyebab-penyebab di atas dapat disimpulkan bahwa semuanya penyebab tersebut berasal dari karyawan penyampai jasa.

4. Kesenjangan Antara Penyampaian Jasa dan Komunikasi Eksternal

Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyaan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipengaruhi akan menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.

5. Kesenjangan Antara Jasa yang Dirasakan dan Jasa yang Diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja prestasi perusahaan dengan cara yang berbeda. Atau apabila pelangan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. Adapun model kesenjangan atau gap dapat dilihat pada Gambar 2.

(26)

Perceived Service Service Delivery External Communication to Customer GAP 2 Expected Service Customer GAP 5 Company GAP 3 GAP 4 GAP 1

Gambar 2. Model Kesenjangan Kualitas Jasa (Zeithaml et al., 2006)

2.10Kepuasan

Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon pelanggan terhadap kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa mutu pelayanan yang buruk untuk tahapan selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluruhan. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai mutu jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa, yaitu responsiveness, reliability, emphaty, assurance dan tangible.

Menurut Kotler (2004), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya Kepuasan merupakan fungsi dari persepsi atau kesan atas kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Company Perception of Customer Expectations Customer-Driven Service Design and Standard

(27)

Pelanggan membentuk harapan mereka berdasarkan pesan yang diterima dari penjual, teman-teman dan sumber-sumber informasi lainnya. Jika penjual melebih-lebihkan manfaat suatu produk, pelanggan akan mengalami harapan yang tidak tercapai (disconfirmed expectations), yang akan menyebabkan ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antar harapan dan kinerja maka semakin besar ketidakpuasan pelanggan (Kotler, 2004). Tingkat kepuasan pelanggan dapat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tingkat Kepuasan Pelanggan (Engel, et.al.1994)

Ada beberapa metode yang bisa dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Kotler (2004) mengidentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan perlu menyediakan kesempatan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhan mereka. Media yang

Tujuan Perusahaan

Nilai Produk bagi Konsumen

Produk Harapan Konsumen

Terhadap Produk Kebutuhan dan Keinginan Konsumen

(28)

digunakan dapat berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website dan sebagainya.

2. Ghost Shopping

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan memperkerjakan beberapa orang ghost shoopers untuk berpura-pura atau berperan sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk atau jasa perusahaan.

3. Lost Customer Analysis

Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan sedapat mungkin mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.

4. Survey Kepuasan Pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan metode survey, baik melalui telepon, pos, e-mail, website, maupun wawancara langsung. Melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan serta memberikan kesan positif bahwa perusahaan memberikan perhatian pada pelanggannya.

Menurut Gerson (2001), terdapat tujuh alasan utama mengapa perlu dilakukan pengukuran kepuasan pelanggan adalah:

1. Mempelajari persepsi pelanggan.

2. Menentukan kebutuhan, keinginan, persyaratan dan harapan pelanggan 3. Menutup kesenjangan.

4. Memeriksa apakah peningkatan mutu pelayanan dan kepuasan pelangggan sesuai harapan pelanggan atau tidak.

5. Peningkatan kinerja membawa peningkatan laba.

6. Mempelajari bagaimana sebenarnya kinerja perusahaan dan apa yang harus dilakukan perusahaan dimasa depan.

(29)

Gerson (2001), mengemukakan beberapa manfaat dari pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas lebih tinggi.

2. Pengukuran memberitahukan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus melakukannya.

3. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang memberikan pelayanan.

4. Pengukuran bisa dijadikan dasar penentuan standar kinerja dan prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan menuju peningkatan mutu dan kepuasan pelanggan.

5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi.

Rangkuti (2006) mengemukakan beberapa pendekatan umum yang biasa digunakan dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Pendekatan tradisional (traditional approach), yakni pelanggan diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk yang mereka nikmati, misalnya dengan memberikan rating dari “sangat tidak puas” sampai “sangat puas sekali”.

2. Analisis secara deskriptif, misalnya melalui perhitungan statistik secara deskriptif, misalnya melalui perhitungna rata-rata nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis ini yang dapat dikembangkan membandingkan hasil kepuasan antara waktu, sehingga kecenderungan perkembangnnya dapat ditentukan.

3. Pendekatan secara terstruktur (structural approach) yakni pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik yang paling populer adalah semantic differncial dengan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta memberikan penilaian terhadap suatu produk. Penilaian ini juga dapat dilakukan dengan cara membandingkan

(30)

suatu produk atau fasilitas suatu produk atau fasilitas lainnya dengan syarat peubah yang diukur sama.

4. Analisis Important dan Performance, yakni pendekatan di mana tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation atau importance) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk yang berkualitas baik. Dari berbagai persepsi tingkat kepentingan pelanggan maka dapat dirumuskan tingkat kepentingan yang paling diharapkan. Selanjutnya peubah tersebut dapat dikaitkan dengan kepuasan (performance) yang dirasakan oleh pelanggan.

2.11Tinjauan Penelitian Terdahulu

Andika (2009) melakukan kajian tentang Pelayanan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) terhadap tingkat kepuasan petani dalam Agroproduksi Padi Melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) menggunakan nilai koefisien korelasi. Terdapat hubungan yang sangat nyata (significant) antara unsur Reliability terhadap kepuasan petani dalam pengelolaan tanah dengan nilai 0,517, tingkat hubungannya sedang, dan besar pengaruhnya 26 persen. Terdapat hubungan nyata antara unsur reliability terhadap kepuasan petani dalam penanaman dengan nilai 0,343, tingkat hubungannya rendah, dan besar pengaruhnya adalah 11 persen. Terdapat hubungan nyata antara unsur responsiveness terhadap kepuasan petani dalam pengelolaan tanah dengan nilai 0,339, tingkat pengaruhnya rendah, dan besar pengaruhnya adalah 11,5 persen. Terdapat hubungan nyata antara unsur empathy terhadap kepuasan petani dalam pemeliharaan dengan nilai 0,352, tingkat hubungannya rendah, dan besar pengaruhnya 12,3 persen. Terdapat hubungan nyata antara unsur tangible terhadap kepuasan petani dalam pengelolaan tanah dengan nilai 0,380, tingkat rendah, besar pengaruhnya adalah 14,4 persen. Terdapat hubungan nyata antara unsur tangible terhadap kepuasan petani dalam pemeliharaan sebesar 0,339, tingkat hubungannya dalah rendah, besar pengaruhnya 11,5 persen.

Jaharuddin (2005) melakukan kajian tentang Persepsi Sumber Motivasi Kerja dan Kualitas Pelayanan Penyuluh Pertanian di Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau. Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1)

(31)

menganalisis persepsi sumber motivasi kerja penyuluh pertanian di Kabupaten Rokan Hulu, (2) menganalisis hubungan faktor intrinsik dengan faktor ekstrinsik sebagai sumber motivasi kerja penyuluh pertanian Kabupaten Rokan Hulu, (3) menganalisis kualitas pelayanan penyuluh dan tingkat kepuasan petani terhadap penyuluhan pertanian di Kabupaten Rokan Hulu, dan (4) merumuskan implikasi manajerial untuk meningkatkan motivasi kerja dan kualitas pelayanan penyuluh pertanian Kabupaten Rokan Hulu.

Pengambilan dengan cluster sampling ditujukan pada petani untuk melihat kualitas pelayanan penyuluh pertanian. Responden adalah kelompok petani dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan (PEK) dan petani non pemberdayaan ekonomi kerakyatan (non PEK).

Kualitas pelayanan penyuluh pertanian terhadap petani PEK, non PEK, dan keseluruhan petani menunjukkan bahwa dari dimensi mutu yang terdiri dari: (1) kehandalan, (2) tanggapan, (3) keyakinan, (4) empati, dan (5) keberwujudan menunjukkan kualitas pelayanan yang tidak baik serta tingkat kepuasan pada kriteria tidak puas.

(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Penyuluhan Pertanian bertujuan untuk mengembangkan kemampuan petani dan kelompok tani, mengubah perilakunya dalam usaha taninya sehingga mampu menghasilkan produksi yang cukup untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Efektivitas penyuluhan dapat diukur melalui tingkat kepuasan petani dalam memperoleh pelayanan dari penyuluh pertanian.

Penelitian ini menggunakan atribut-atribut kualitas jasa yang dikelompokkan ke dalam lima dimensi kualitas jasa, yaitu : berwujud (tangible), keandalan (reliability), kesigapan (responsiveness), kepastian (assurance), empati (emphaty). Melalui analisis Importance Performance Analysis (IPA) dapat diketahui tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas penyuluh lapang di BP3K Ciawi. Apabila tingkat kinerja di bawah tingkat kepentingan maka pelanggan atau petani akan kecewa, apabila tingkat kinerja sesuai dengan tingkat kepentingan maka pelanggan atau petani akan puas dan apabila tingkat kinerja melebihi tingkat kepentingan maka pelanggan akan sangat puas. Selain itu, dilakukan pengukuran Customer Satisfaction Index (CSI), untuk mengetahui kepuasan pelanggan atau petani secara menyeluruh. Dari proses ini dapat diperoleh suatu analisis mengenai tingkat kepuasan pelanggan atau petani terhadap kualitas penyuluh lapang di BP3K Wilayah Ciawi. Selanjutnya, hasil analisis ini dapat digunakan untuk peningkatan mutu penyuluh lapang di BP3K Wilayah Ciawi. Rumusan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4.

(33)

Visi dan Misi BP4K (Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikananan dan

Kehutanan) Kabupaten Bogor

Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Ciawi

Kualitas Penyuluhan : tangible, reliability, responsiveness, assurance,

emphaty.

Analisis Kepuasan Petani Terhadap Kualitas Penyuluh

Pertanian Lapang

Peningkatan kualitas Penyuluhan

Importance Performance Analysis

(IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) Pelaksanaan Penyuluhan Keterangan : = Alur pemikiran = Alat analisis

(34)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di BP3K Wilayah Ciawi yang beralamat di Desa Sukamahi Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor, dengan pertimbangan bahwa penelitian mengenai kepuasan petani di BP3K Wilayah Ciawi sejauh ini belum pernah dilaksanakan dan secara administrasi BP3K Ciawi ini merupakan BP3K yang dapat diunggulkan dibandingkan dengan BP3K lainnnya di Kabupaten Bogor. BP3K Wilayah Ciawi terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2009 sampai Desember 2009.

3.3 Metodologi Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuisioner yang biasa dilakukan oleh peneliti (Umar, 2003). Pada penelitian ini data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner (Lampiran 1) oleh responden (petani sampel di wilayah kerja BP3K Ciawi), diskusi dengan kepala BP3K Ciawi dan penyuluh lapang BP3K Ciawi, wawancara langsung dengan aparatur desa dan Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) yang ada di BP3K Ciawi.

Teknik kuisioner merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam bentuk pengajuan pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan harus diisi oleh responden (Lampiran 1). Bentuk kuisioner yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kuisioner berstruktur yakni kuisioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban, sehingga responden hanya memberi tanda pada jawaban yang dipilih dan jawabannya bersifat tertutup, artinya pada setiap pertanyaan sudah tersedia alternatif jawaban. Dalam hal ini, setiap jawaban dari pertanyaan diberi bobot dengan menggunakan skala likert, dimana skala likert digunakan untuk mengetahui atau menganalisis mutu pelayanan yang diberikan penyuluh lapang BP3K Ciawi dengan mutu pelayanan yang diinginkan oleh petani. Responden

(35)

diminta memilih salah satu dari sejumlah kategori jawaban atas semua pernyataan yang diamati. Untuk mengukur tingkat mutu pelayanan penyuluh lapang BP3K Ciawi yang menyangkut harapan petani dan dalam mengukur tingkat pelaksanaan kinerja dari mutu pelayanan penyuluh lapang BP3K Ciawi digunakan skala likert pada Tabel 1.

Tabel 1. Skor Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja

Skor atau Nilai Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja

1 Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas

2 Tidak Penting Tidak Puas

3 Netral Netral

4 Penting Puas

5 Sangat Penting Sangat Puas

Penentuan atribut-atribut kualitas jasa dalam kuisioner diperoleh berdasarkan tugas pokok dan fungsi dari penyuluh lapang. Selanjutnya, atribut yang didapat disesuaikan oleh pihak BP3K Ciawi melalui diskusi dengan kepala BP3K Ciawi dan penyuluh lapang BP3K Ciawi untuk mengeleminasi atribut-atribut yang dianggap tidak sesuai dengan BP3K Ciawi.

Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk-bentuk seperti tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2003). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang diperolah dari studi pustaka, internet dan literatur instansi atau dinas terkait yang terdiri dari data demografi, monografi, luas lahan, wilayah binaan BP3K dan data lain yang berkaitan dengan penelitian.

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel di BP3K Wilayah Ciawi adalah dengan menggunakan metode pengambilan sampel non-probabilitas atau non-acak, dengan menggunakan teknik purposive sampling dan judgment sampling (cara keputusan). BP3K Ciawi memiliki 106 kelompok tani dengan jumlah petani sebanyak

(36)

2.426 orang petani yang akan dijadikan sebagai populasi untuk penelitian. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diduga dan populasi yang dipilih erat hubungannya dengan masalah yang ingin dipelajari. Penentuan jumlah responden minimal, didasarkan pada pendapat Slovin dalam Umar (2003) dengan rumus: ) 1 ( Ne2 N n   ……….………(1) Dengan n = jumlah responden N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir.

Menurut Slovin dalam Umar (2003) dalam penggunaan rumus di atas persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir adalah sebesar 10 persen. Populasi petani di BP3K Wilayah Ciawi per Mei 2009 dalam rekapitulasi penilaian kemampuan kelas kelompok sebesar 2.426 petani, maka jumlah sampel yang diperlukan adalah minimal sebesar 97 responden. Jumlah sampel yang diperoleh harus dapat mewakili kelompok tani di BP3K Ciawi. Dengan purposive sampling atau penentuan sampel dengan pertimbangan bahwa sampel tersebut dapat mewakili kelompoknya, maka dipilih lima orang responden yang akan mewakili kelompok tani yang terdiri dari ketua, satu orang pengurus kelompok dan tiga orang anggota kelompok tani.

Kelompok tani sampel didapat dengan cara jumlah sampel yang diperlukan dibagi dengan lima orang perwakilan dari tiap kelompok tani (97 orang : 5 orang), dengan pembulatan maka kelompok tani sampel yang diperlukan adalah 20 kelompok tani. Penentuan kelompok tani sampel dengan menggunakan teknik judgement sampling yaitu dengan menentukan secara sengaja kelompok tani di wilayah kerja BP3K Ciawi yang memenuhi kriteria tertentu. Adapun kriteria kelompok tani yang

(37)

dijadikan sampel yaitu kelompok tani aktif yang rutin mengadakan pertemuan kelompok, kelompok tani aktif yang mengikuti program yang diadakan pihak BP3K seperti kursus tani, Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), Sekolah Lapang Pengelolaan Hama Terpadu (SLPHT) dan berbagai program serta pelatihan lainnya yang diadakan BP3K Ciawi. Kriteria kelompok Tani aktif tersebut ditentukan dengan melibatkan kepala BP3K Ciawi sebagai narasumber.

3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data

Data primer yang telah diperoleh dari petani di wilayah BP3K Ciawi ditabulasi dan diolah dengan rumus statistika menggunakan program Microsoft Excel 2003, SPSS for Windows ver. 12.0 dan Minitab for Windows Ver. 14,0. Dalam pengolahannya, tahap pertama yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas kuisioner. Pengujian ini dilakukan agar kuisioner yang digunakan akurat dan layak untuk disebarkan kepada responden. Selanjutnya, dilakukan pengukuran data dengan alat pengukuran kepuasan pelanggan yaitu Importance Performance Analysis dan Customer Satisfaction Index.

a. Uji Validitas

Instumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Sedangkan hasil penelitian yang valid adalah bila terdapat kesamaan antara data yang telah terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti.

Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi Product Moment dengan bantuan Microsoft Excel 2003. Korelasi Product Moment digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel atau lebih adalah sama. Rumus Product Moment adalah :

}

)

(

}{

)

(

{

)

)(

(

2 2 2 2 i i i i i i i i xy

y

y

n

x

x

n

y

x

y

x

n

r

………..(2)

(38)

Dengan :

rxy = korelasi antara variabel x dan y

Ho = instrumen dinyatakan tidak valid Ha = instrumen dinyatakan valid

Setelah rxy didapat, kemudian dibandingkan dengan r tabel

(dengan taraf kesalahan tertentu). Jika rxy lebih besar dari nilai r tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Menurut Arikunto dalam Umar (2003) disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang, dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 persen (=0,05). Dengan demikian, atribut dapat dinyatakan valid jika nilai rxy atau nilai r hitung lebih besar dari 0,361.

Hasil perhitungan uji validitas pada Tabel 2, menunjukkan seluruh atribut yang diuji memiliki nilai r hitung lebih besar dari r tabel pada selang kepercayaan 95 persen, yaitu 0,361. Hal ini menunjukkan seluruh atribut yang diuji adalah signifikan dan dapat dinyatakan valid, serta responden dapat mengerti maksud dari setiap pertanyaan kuisioner.

(39)

Tabel 2. Nilai Korelasi Uji Validitas Pertanyaan Kuisioner di Wilayah Kerja BP3K Ciawi

No Atribut Mutu Nilai Korelasi Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan 1

1 Kerapihan dan penampilan 0,481 0,666 2 Praktek langsung di lapangan 0,388 0,423

3 Pelatihan dan kunjungan 0,399 0,671 4 Pengupayaan sarana dan prasarana 0,539 0,660

5

5 Penyusunan rencana kegiatan

usahatani 0,598 0,561

6

6 Membantu administrasi kelompok 0,398 0,450 7 Memberikan informasi teknologi

baru 0,847 0,738

8 Memberikan informasi ppaassaarr 0,609 0,618 9 Memberikan informasi peluang

usaha dan permodalan 0,477 0,542

10 Peningkatan hasil usaha 0,617 0,717 11 Cepat tanggap dalam menghadapi

masalah yang timbul 0,718 0,645

1

122 Kecepatan menangani pengaduan

petani 0,564 0,773

13

Membantu dalam pengambilan keputusan guna menjalin kemitraan usaha

0,563 0,514

14 Keramahan 0,373 0,543

1

155 Pengetahuan dan kecakapan dalam

memberikan materi 0,517 0,600

16 Pelayanan/ menyelesaikan masalah

secara tuntas 0,794 0,721

17 Pengetahuan permasalahan di

Lapangan 0,722 0,729

18 Mudah ditemui/ dihubungi 0,380 0,700 19 Pelayanan yang sama kepada

petani 0,619 0,756

20 Perhatian khusus atas masalah

tertentu 0,539 0,576

b. Uji Reliabilitas

Jika alat ukur telah dinyatakan valid, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Setelah uji validitas, maka kuisioner yang digunakan perlu diuji reliabilitasnya untuk menunjukkan

(40)

konsistensi suatu alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Kuisioner yang reliable adalah kuisioner yang apabila dicobakan berulang-ulang terhadap kelompok yang sama akan menghasilkan data yang sama.

Pengujian reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik Alpha Cronbach. Adapun rumus yang digunakan adalah :

} 1 { 1 2 2 t i i s s k k r

  ………. (3)

Nilai varian total dan varian item dapat diketahui dengan menggunakan rumus: 2 2 2 2 ( ) n x n x st

t

i ………... (4) 2 2 n Jk n Jk s i s t   ……….….(5) Dengan: ri = reliabilitas instrumen

k = jumlah butir pertanyaan

2

i

s = jumlah varian item 2

t

s = varian total

Jki = jumlah kuadrat seluruh skor item

Jks = jumlah kuadrat subjek

n = jumlah responden x = nilai skor yang dipilih

Uji reliabilitas diolah dengan menggunakan bantuan SPSS for Windows ver. 12.0. Berdasarkan perhitungan (Lampiran 2), hasil yang didapat untuk tingkat kepentingan diperoleh 0,876 dimana nilai tersebut termasuk kategori excellent atau sempurna. Begitu juga untuk tingkat kepuasan diperoleh alpha 0,916 dimana nilai tersebut termasuk kategori excellent atau sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran dalam kuisioner rendah, sehingga penggunaannya dapat diandalkan dan mampu

(41)

memberikan hasil pengukuran yang konsisten, apabila peneliti menyebarkan kuisioner secara berulang dan dalam waktu berlainan.

c. Importance Performance Analysis (IPA)

Metode deskriptif kualitatif-kuantitatif digunakan dalam mengolah dan menganalisis data penelitian. Rangkuti (2006) menyebutkan bahwa IPA atau analisis tingkat kepentingan dan kinerja karyawan atau penyuluh digunakan untuk menjawab permasalahan mengenai sejauh mana tingkat kepuasan petani terhadap penyuluh BP3K Ciawi. Metode Importance Performance Analysis merupakan suatu teknik penerapan untuk mengukur atribut dari tingkat kepentingan dan tingkat kinerja. Tingkat kepentingan diukur dari harapan petani, sedangkan tingkat kinerja diukur dari pelaksanaannya.

Total penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja masing-masing atribut diperoleh dengan cara menjumlahkan hasil perkalian skor masing-masing skala dengan jumlah responden yang memilih pada skala likert. Kisaran untuk tiap skala adalah :

. (Xib-Xik) ……….(6)

Banyaknya skala pengukuran Dimana :

Xib = skor terbesar yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa semua responden memberi jawaban sangat penting atau sangat baik (skor 5) terhadap setiap unsur i mutu pelayanan. Xik = skor terkecil yang mungkin diperoleh dengan asumsi bahwa

semua responden memberi jawaban tidak penting (skor 1) terhadap setiap unsur i mutu pelayanan.

Maka besarnya kisaran untuk setiap kelas yang diteliti adalah : [(5x n)-(1x n)]

5

karena n berjumlah 100, maka kisarannya adalah: [(5x100)-(1x100)] = 80

(42)

Tabel 3. Sebaran Jumlah Nilai Tingkat Kepentingan (Harapan)

Tingkat Kepentingan Selang

Tidak Penting Kurang Penting Cukup Penting Penting Sangat Penting 100-179 180-259 260-339 340-419 420-499

Tabel 4. Sebaran Jumlah Nilai Tingkat Kinerja (Pelaksanaan)

Tingkat Kinerja Selang

Tidak Puas Kurang Puas Cukup Puas Puas Sangat Puas 100-179 180-259 260-339 340-419 420-499

Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan tingkat kinerja dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atribut kualitas Penyuluh Pertanian Lapang. Adapun rumus yang digunakan adalah :

% 100 x Yi Xi TKi  ………...………...……. (7) Dengan

Tki = tingkat kesesuaian penyuluh lapang

Xi = skor penilaian petani terhadap tingkat kinerja atribut penyuluh lapang

Yi = skor penilaian petani terhadap tingkat kepentingan atribut kualitas jasa penyuluh lapang

Tingkat kesesuaian digunakan untuk mengetahui sejauh mana kepuasan petani di wilayah kerja BP3K Ciawi. Jika Tki > 100 persen maka dapat dikatakan petani merasa sangat puas terhadap penyuluh lapang BP3K Ciawi. Sebaliknya, jika Tki < 100 persen maka kinerja penyuluh lapang di BP3K Wilayah Ciawi dianggap belum dapat

(43)

memenuhi kepuasan petani. Setelah diperoleh nilai tingkat kesesuaian, selanjutnya memetakan nilai rataan dari masing-masing atribut mutu pelayanan ke dalam diagram kartesius yang dapat dilihat pada Gambar 5.

Diagram kartesius merupakan diagram yang terbentuk dari dua sumbu. Kedua sumbu tersebut selanjutnya disebut sumbu mendatar (X) diisi oleh skor rataan tingkat kinerja atribut, sedangkan sumbu tegak (Y) diisi oleh skor rataan tingkat kepentingan atribut. Skor rata-rata sumbu mendatar (X) dan sumbu tegak (Y) diperoleh melalui rumus berikut: n Xi X

_ ……….………..…(8) n Yi Y

_ ……….……….………..(9) Dengan: _

X = skor rata-rata tingkat kinerja atribut

_

Y = skor rata-rata tingkat kepentingan atribut n = jumlah responden

Diagram kartesius merupakan bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y) dimana merupakan rataan dari skor rata-rata tingkat kinerja seluruh atribut, dan

Ymerupakan rataan dari skor rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan petani. Skor ini dihitung dengan rumus :

K Xi X n i

   1 _ ………….……….... (10) K Yi Y n i

   1 _ ……….. (11) Dengan K = banyaknya atribut kualitas jasa yang dapat mempengaruhi

(44)

Tingkat Kepentingan  YX Tingkat Kinerja Gambar 5 Diagram Kartesius (Rangkuti, 2006)

Masing-masing kuadran menggambarkan keadaan yang berbeda, yaitu:

1. Kuadran A (Prioritas Utama)

Kuadran ini merupakan wilayah yang memuat atribut dengan tingkat kepentingan tinggi, tetapi memiliki tingkat kinerja rendah, sehingga mengecewakan konsumen. Atribut-atribut yang masuk pada kuadran ini harus ditingkatkan kinerjanya dan menjadi prioritas perusahaan. Perusahaan harus secara terus menerus melaksanakan perbaikan.

2. Kuadran B (Pertahankan Prestasi)

Kuadran ini menunjukkan atribut-atribut yang dianggap sangat penting oleh pelanggan dan telah dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan harapan pelanggan. Atribut-atribut yang masuk pada kuadran ini harus tetap dipertahankan dan harus terus dikelola dengan baik, karena semua atribut ini menjadikan produk atau jasa tersebut unggul di mata pelanggan atau petani.

3. Kuadran C (Prioritas Rendah)

Kuadran ini merupakan wilayah yang memuat atribut dengan tingkat kepentingan dan tingkat kinerja rendah. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dirasakan kurang penting oleh pelanggan atau petani dan pelaksanaannya dinilai masih kurang baik. Pihak perusahaan belum merasa terlalu perlu mengalokasikan

Prioritas Utama A Pertahankan Prestasi B Perioritas Rendah C Berlebihan D

(45)

biaya dan investasi untuk memperbaiki kinerjanya (prioritas rendah). Namun perusahaan juga tetap perlu mewaspadai, mencermati dan mengontrol setiap atribut pada kuadran ini, karena tingkat kepentingan pelanggan dapat berubah seiring meningkatnya kebutuhan.

4. Kuadran D (Berlebihan)

Kuadran ini menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh pelanggan, namun perusahaan telah melaksanakannya dengan baik, sehingga dianggap berlebihan. Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi, agar perusahaan dapat menghemat sumberdaya.

d. Customer Satisfaction Index (CSI)

Pengukuran terhadap indeks kepuasan pelanggan (CSI) diperlukan karena hasil dari pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran-sasaran di tahun-tahun mendatang.

Metode pengukuran indeks kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Index) menurut Stramford dalam Joni (2009) meliputi tahap-tahap sebagai berikut :

1. Menghitung weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total weighting factors sebesar 100 persen.

2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antara nilai rata-rata tingkat kinerja atau kepuasan masing-masing atribut dengan weighting factors masing-masing atribut.

3. Menghitung weigted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut kualitas jasa.

4. Menghitung satisfaction index (indeks kepuasan), yaitu perhitungan dari weighted total dibagi skala maksimal atau highest scale yang digunakan (dalam penelitian ini skala maksimal adalah lima), kemudian dikali 100 persen.

(46)

Menurut Stramford dalam Joni (2009), Tingkat kepuasan pelanggan secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan pelanggan atau konsumen, dengan kriteria sebagai berikut: a. 0,00-0,34 = tidak puas

b. 0,35-0,50 = kurang puas c. 0,51-0,65 = cukup puas d. 0,66-0,80 = puas e. 0,81-1,00 = sangat puas

(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kelembagaan Penyuluh

Tanggal 3 Desember 2005 di Sumatera Selatan Menteri Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP), sebagai tindak lanjut dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden pada bulan Juli 2005. Pada hakekatnya, Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan revitalisasi ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat pelaku usaha pertanian.

Tanggal 18 Oktober 2006 telah dikeluarkan Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) No. 16 Tahun 2006. Dalam UU ini disebutkan perlunya penataan kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan, serta menyediakan sumber dana yang merupakan kontribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. UU ini merupakan satu titik awal dalam pemberdayaan para petani melalui peningkatan sumberdaya manusia dan kelembagaan para penyuluh pertanian PNS, swasta, dan penyuluh pertanian Swadaya.

Kelembagaan penyuluh dimulai dari tingkat pusat berbentuk badan yang menangani penyuluhan. Pada tingkat propinsi berbentuk Badan Koordinasi Penyuluhan, pada tingkat kabupaten berbentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian dan pada tingkat kecamatan berbentuk Balai Penyuluhan, bahkan sampai ke tingkat desa atau kelurahan berbentuk Pos Penyuluhan yang merupakan wadah penyuluh pegawai negeri sipil, penyuluh swasta dan swadaya serta pelaku utama dan pelaku usaha di pedesaan sebagai tempat berdiskusi, merencanakan, melaksanakan dan memantau kegiatan penyuluhan.

Gambar

Gambar 1. Diagram segitiga pemasaran jasa (Rangkuti, 2006)
Gambar 2. Model Kesenjangan Kualitas Jasa (Zeithaml et al., 2006)
Gambar 3. Tingkat Kepuasan Pelanggan (Engel, et.al.1994)
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan dari keseluruhan isi cerita dalam naskah drama Kereta Kencana karya Eugene Ionesco, terjemahan WS Rendra ini struktur kepribadian

Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan Farida dan Hadiansyah (2016) menyatakan bahwa pelaksanaan perkuliahan yang terkait dengan literasi lingkungan masih

Karena hasil ES merupakan nilai delta, maka set point pada kedua kontroler tersebut merupakan nilai set point laju aliran reflux dan steam reboiler awal dan ditambahkan

iv. Prinsip konsistensi menyatakan bahawa semua elemen perlu kekal pada kedudukan yang sama supaya pengguna akan berasa selesa semasa menggunakan aplikasi yang dibina. Pengguna

Oleh karena itu, upaya pengentasanan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, dikarenakan menyangkut berbagai aspek kehidupan masyarakat. Untuk itu peran

Dalam perjalanan perkembangan komunis di Indonesia, PKI sudah pernah melakukan pemberontakan pada tahun 1926 kepada pemerintah Hindia belanda dbawah pimpinan Semaun, dan

Dari hasil RT-PCR dapat dikatakan bahwa jaringan kulit buah kakao baik dari klon Ary maupun klon Bal keduanya mengekspresikan gen TcPIN namun dari intensitas pita dan

Industri Kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga