1 Peran Resorsinol Sebagai Aditif Dalam Perekat Tanin Urea Formaldehida
(TUF) Untuk Kayu Lapis Mahoni
Iwan Setiawan
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
Jalan Pakuan PO.BOX 452 Bogor, Jawa Barat Email: setiawan240390@yahoo.com
Abstrak
Kulit kayu mengandung senyawa tanin yang dapat digunakan sebagai bahan perekat alami. Pada penelitian ini, tanin yang terkandung dalam kulit kayu mahoni diekstrak dengan menggunakan air panas, dimana hasil ekstrak digunakan sebagai bahan tambahan perekat pada kayu lapis mahoni. Beberapa variabel fisika kimia antara lain visual, pH, kdar padatan, viskositas, bobot jenis, bilangan Stiasny dan FTIR dianalisis terhadap kandungan tanin dari hasil ekstrak. Selanjutnya dilakukan percobaan untuk mencari ramuan perekat (urea ,formaldehida dan ekstrak kulit kayu mahoni) yang baik terhadap kayu lapis mahoni terhadap visual, pH, kdar padatan, viskositas, bobot jenis, masa gelatinasi dan FTIR. Perekat yang telah dibuat ditambahkan resorsinol dan diaplikasikan pada kayu lapis mahoni kemudian di analisa kualitas dari kayu lapis antara lain kerapatan, kadar air, keteguhan rekat, dan emisi formaldehida. Berdasarkan uji keteguhan rekat pada kayu lapis mahoni, penambahan konsentrasi resorsinol 10 % menghasilkan keteguhan rekat yang memenuhi standar >10 Kg/cm². Emisi formaldehida pada semua konsentrasi memenuhi standar < 0,5 mg/L. Penambahan resorsinol menghasilkan keteguhan rekat kayu lapis yang lebih baik dibandingkan perekat yang tidak ditambahkan resorsinol.
Kata kunci : kulit kayu mahni, tanin, resorsinol, perekat TRF
Pendahuluan
Perekat merupakan salah satu komponen penting dalam pengolahan kayu lapis. Saat ini, urea formaldehida (UF) merupakan jenis
perekat yang paling banyak digunakan pada pembuatan papan partikel atau kayu lapis. Penggunaan UF memiliki dampak yaitu terjadinya emisi formaldehida, adanya emisi formaldehida menyebabkan
2 pencemaran pada udara, mulai dari
bau yang kurang enak sampai terjadinya gangguan kesehatan. Pada
awal tahun 1980 mulai
dipermasalahkan batas emisi formaldehida, terutama di Eropa Barat dan Amerika Utara (Santoso dan Sutigno, 2004). Untuk mengurangi emisi formladehida dari perekat UF maka dicari alternatif penambahan perekat dari alam sebagai campuran dari perekat utama. Perekat yang telah diketahui diantaranya tanin, lignin dan fenol (Malik dan Santoso, 2006). Dalam penelitian ini, akan dilakukan aplikasi perekat berbasis tanin yang terdapat dalam limbah tanaman mahoni yang tidak digunakan dan di tambahkan dalam ramuan perekat utama urea formaldehida (UF) sehingga dapat mengurangi emisi formaldehida akibat dari pengurangan penggunaan perekat utama UF. Selain itu digunakan pula resorsinol sebagai zat aditif dalam penggunaan perekat tanin urea formaldehida (TUF) untuk meningkatkan keteguhan rekat dan memaksimalkan pengurangan emisi formaldehida sehingga memenuhi SNI 06-0060-1998.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan komposisi terbaik ramuan perekat tanin urea formaldehida (TUF) dengan resorsinol sebagai aditif dalam
perekat sehingga dapat
meningkatkan daya rekat dan mengurangi emisi formaldehida dalam kayu lapis mahoni.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak kulit kayu mahoni, larutan formaldehida 37%, larutan HCl 36%, butanol, etanol, NaCl, indikator fenol merah, pelet NaOH, akuades, asetil aseton, amonium asetat, papan kayu uji dan botol plastik.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraktor, oven, desikator, viskometer Ostwald, piknometer, erlenmeyer, cawan petri, pipet tetes, buret, pipet mohr neraca, spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR).
Metodologi Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstrak kulit kayu mahoni. Ekstrak yang digunakan dalam sampel diperoleh dengan cara serbuk kulit kayu
3 mahoni direndam di dalam ekstraktor
berisi air panas (70-80oC) dengan perbandingan bahan:air = 1:3. Ekstraksi dilakukan selama 3 jam dan selama proses campuran itu selalu diaduk, setelah itu campuran didinginkan dan disaring. Residu diekstraksi kembali seperti sebelumnya sampai 2 kali. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk analisis fisiko kimia (uji visual, pH, kadar padatan, pengukuran viskositas, penentuan bobot jenis, penentuan bilangan Stiasny dan FTIR), pencampuran dengan perekat UF dan dianalisa fisiko kimia (uji visual, pH, kadar padatan, pengukuran viskositas, penentuan bobot jenis, masa gelatinasi dan FTIR) serta aplikasi pada vinir dari perekat yang di buat dan dianalisa (kerapatan kayu lapis, kadar air kayu lapis, keteguhan rekat kayu lapis dan emisi formaldehida) dari kayu lapis tersebut.
Hasil Dan Pembahasan
Secara fisik, ekstrak tanin yang diteliti berupa cairan coklat kehitaman yang memiliki tingkat keasaman netral (pH 7) dari tiga kali ulangan (Tabel 1), hasil ini menunjukkan bahwa cairan ekstrak
tanin memiliki pH yang aman untuk kayu adalah 2-11 (Suhendra 1992).
Kadar padatan ekstrak tanin diperoleh rata-rata berkisar antara 0,20–0,80 % dengan rata-rata 0,46 % (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan jumlah partikel dalam ekstrak yang sangat sedikit, hal ini dapat dipengaruhi oleh keragaman bahan yang diteliti, yang antara lain terdiri atas bagian kulit pohon yang diambil, umur pohon saat dipanen, tempat tumbuh, ukuran partikel kulit yang diekstrak, kadar air kulit, bahan pelarut dan metode ekstraksi yang digunakan.
Viskositas ekstrak tanin diperoleh nilai yang sangat rendah, berkisar antara 1,0171-1,0410 PS dengan rata-rata 1,0330 PS (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan nilai viskositas berbanding lurus dengan kadar padatan yang didapatkan ( 0,46 %). Semakin rendah nilai viskositas maka semakin rendah pula kadar padatan yang didapatkan.
Bobot jenis ekstrak tanin dari kulit kayu mahoni hasil penelitian menunjukkan antara 1,0019-1,0023 g/ml dengan rata-rata 1,0022 g/ml (Tabel 1). Hasil ini menunjukkan
4 bahwa bobot jenis ekstrak tanin
hampir sama dengan bobot jenis air. Ekstrak tanin dari kulit kayu mahoni yang diteliti memiliki bilangan Stiasny yang berkisar antara 66,67-80 % dengan rata-rata 73,34 % (Tabel 1). Hasil tersebut cukup tinggi
untuk ekstrak tanin dari kulit kayu mahoni, nilainya dipengaruhi oleh kondisi kesegaran kulit kayu dan tempat tumbuh pohon. Bilangan stiasny mengindikasikan tingkat kereaktifan tanin terhadap formaldehida.
Tabel 1. Data Kuantitatif Ekstrak Tanin dari Kulit Kayu Mahoni
BAHAN
UJI Fisik pH Kadar Padatan
(%) Viskositas (PS) Bobot Jenis (g/ml) Bil.Stiasny (%) Ekstrak Kulit Kayu Mahoni (Ekstrak Tanin) Cokelat kehitaman 7 0,40 1,0410 1,0019 66,67 Cairan 7 0,80 1,0410 1,0023 80 7 0,20 1,0171 1,0023 Rataan 7 0,46 1,0330 1,0022 73,34
Identifikasi senyawa tanin dalam ekstrak kulit kayu mahoni menggunakan FTIR memperlihatkan puncak-puncak gugus fungsi yang relatif sama dengan asam tanat (tanin
standar) yang didominasi oleh senyawa eter (C-O) pada bilangan gelombang 1051 cm-1 dan OH maupun fenolik pada bilangan gelombang 3424 cm-1.
5 Gambar 2. Pita Serapan Spektrometer Inframerah Tanin dan Asam Tanat
(Mayra et al, 2012)
Gambar 3. Pita Serapan Spektrometer Inframerah Perekat TUF
Gambar 4. Pita Serapan Spektrometer Inframerah Perekat TUF+Resorsinol
6 Perekat TUF+Resorsinol (TRF) No Ekstrak Tanin Perekat TUF Perekat TRF
Standar Kisaran Pita Serapan*)
Keterangan*)
1 3424 3341 3336 3500-2500 Gugus OH
2 2958 2961 -CH-
3 1664 1655 1800-1650 Gugus karbonil (C=O) 4 1621 1664 1655 1675-1500 Vibrasi cincin aromatik
5 1451 1439 1475-1300 Aldehida aromatik 1384 1393 1392 1353 1353 6 1051 1260 1257
1300-600 Gugus eter (C-O) 1144 1133
1018 1018 884
*)Sumber : (Hindriani, 2005) Hasil pengujian sifat fisika-kimia perekat TUF dengan
penambahan resorsinol tercantum
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Fisika-Kimia Perekat TUF+Resorsinol
Parameter TRF Standar
Perekat PF* TUF0 TUF2,5 TUF5 TUF7,5 TUF10
Kenampakan C,M C,M C,M C,M C,M C,M Bahan Asing (-) (-) (-) (-) (-) (-) Kadar Padatan (%) 34,51 34,80 35,20 35,35 35,40 40-45 Viskositas (PS), 25° C 1,50 0,35 0,33 0,32 0,26 1,3-3,0 Bobot Jenis (g/ml) 1,0986 1,1080 1,1104 1,1105 1,1135 1,16-1,20 pH 8 7 7 7 7 10,0-13,0
Masa Gelatinasi 4 Jam 18
Menit 17 Menit 17 Menit 23 Menit 27 Menit Keterangan : *) Sumber : SNI (1998)
C,M : Coklat Kemerahan (-) : Tidak ada
Uji visual dan keberadaan benda asing dalam perekat TRF dilakukan dengan mengamati langsung perekat TRF yang dibuat. Hasil pengamatan menunjukkan
perekat TRF mempunyai warna coklat tua kemerahan dan tidak ditemukannya adanya zat asing. Warna kemerahan disebabkan oleh
7 zat pewarna yang terdapat pada urea
yang di beli di pasaran.
Kadar padatan perekat mengidentifikasi banyaknya jumlah partikel dalam perekat. Semakin banyak partikel perekat yang bereaksi dengan kayu pada proses perekatan akan meningkatkan keteguhan rekatnya. Dari hasil yang didapatkan diketahui TUF10 memiliki kadar padatan yang tertinggi yaitu 35,40 %, walaupun menurut SNI (1998) hasil ini masih lebih rendah (40-45 %).
Nilai Viskositas berpengaruh terhadap kemampuan perekat menembus pori-pori kayu dan juga pada masa simpan perekat. Perekat dengan viskositas tinggi mempunyai masa simpan yang singkat karena lebih cepat mengeras dan kualitas perekatannya menjadi lebih rendah. Hasil yang didapatkan yaitu TUF0 = 1,50 PS, TUF2,5 = 0,35 PS, TUF5 = 0,33 PS, TUF7,5 = 0,32 PS, TUF10 = 0,26 PS, hasil ini masih lebih rendah dibandingkan standar SNI (1998) (1,3 - 3,0 PS). Semakin banyak pelarut digunakan maka semakin rendah nilai viskositas (Tabel 3), dalam hal ini pelarut yang digunakan yang digunakan untuk
melarutkan resosrsinol adalah air (H2O). Air yang memiliki viskositas rendah berpengaruh terhadap nilai viskositas perekat TUF.
Bobot jenis perekat cenderung meningkat dengan bertambahnya resorsinol (Tabel 3), hal ini sejalan dengan pernyataan Cowd (1991) yang mengemukakan bahwa pengembangan kekristalan diikuti oleh peningkatan massa jenis. Hasil ini masih lebih rendah dari standar SNI (1998) yang ditetapkan yaitu 1.16 g/ml.
Perekat TRF dibuat pada kondisi netral (pH ±7), dengan maksud untuk menciptakan kondisi yang aman untuk kayu 2-11 (Suhendra 1992). Namun menurut Santoso (2003), pH akhir dari proses pembuatan perekat pada umumnya dibuat dalam kondisi asam atau basa, hal tersebut dimaksudkan agar perekat yang memang dibuat setengah matang sehingga memiliki masa simpan yang relatif lama, karena pada umumnya proses polimerisasi berlangsung terus dalam kondisi setengah matang sampai seluruh reaktan bereaksi sempurna, seiring dengan berjalannya waktu dan kondisi penyimpanan. Resorsinol
8 yang bersifat asam, dapat
menurunkan kadar keasaman dari perekat TUF. Hal ini dapat terlihat pada (Tabel 3), pH ekstrak tanin yang sedikit basa (pH 8) dengan penambahan resorsinol menjadi pH 7.
Masa gelatinasi adalah waktu yang diperlukan perekat untuk mengeras, hasil yang diperoleh terlihat bahwa perekat yang tidak ditambahkan resorsinol TUF0 lebih lama untuk mngalami pengerasan yaitu 4 jam 18 menit, sedangkan semua perekat yang telah ditambahkan resorsinol mengalami
pengerasan dengan waktu yang cukup singkat yaitu TUF2,5 = 17 menit, TUF5 = 17 menit, TUF7,5 = 23 menit, TUF10 = 27 menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa resorsinol berpengaruh terhadap masa simpan dari perekat tanin urea formaldehid dari ekstrak kulit kayu mahoni. Resorsinol yang memiliki titik didih 277 °C berpengaruh terhadap proses gelatinasi dari perekat TUF.
Mutu kayu lapis diuji melalui penentuan kerapatan kayu lapis, kadar air, keteguhan rekat dan emisi formladehida.
Tabel 4. Aplikasi Pada Kayu Lapis
Analisa TUF0 TUF2,5 TUF5 TUF7,5 TUF10 SNI 1998
Kerapatan Kayu Lapis
(gram/cm³) 0,2696 0,2638 0,2579 0,2480 0,2420
0,5 gram/cm³ Kadar Air Kayu Lapis
(%) 7,95 7,93 7,41 8,18 8,35 14%
Keteguhan Rekat Kayu
Lapis (Kg/cm²) 5,01525 5,1435 6,36725 7,104 10,8825 >10 Kg/cm² Formaldehida bebas (%) 0,0299 0,0164 0,0048 0,0041 0,0282 1% Emisi Formaldehida (mg/L) 2,30x10¯6 2,20x10¯6 1,28x10¯6 1,51x10¯6 2,77x10¯6 0,5 mg/L Kerapatan kayu lapis diuji
dengan mengukur dimensi dan menimbang kayu lapis tersebut, hasil yang didapatkan kerapatan kayu lapis berkisar antara 0,2420-0,2696 gram/cm3. Nilai kerapatan ini memenuhi persyaratan standar karena kurang dari 0,5 gram/cm3 (JIS, 2003).
Kadar air yang didapatkan dari seluruh kayu lapis berkisar antara 7,41-8,35 %. Nilai kadar air kayu lapis memenuhi persyaratan standar karena kurang dari 14% (SNI, 1999). Dengan demikian ditinjau dari kadar airnya, semua kayu lapis yang dibuat memenuhi persyaratan SNI (1999).
9 Keteguhan uji rekat
digunakan unuk mengetahui kualitas perekat yang digunakan dalam mengikat venir, dengan penambahan resorsinol keteguhan rekat kayu lapis meningkat seiring dengan semakin banyak resorsinol yang ditambahkan. Uji basah tidak dilakukan karena pada proses perendaman, kayu lapis lepas semua, untuk uji kering data yang didapat yaitu TUF0 = 5,0153 Kg/cm2, TUF2,5 = 5,1435 Kg/cm2, TUF5 = 6,3673 Kg/cm2, TUF7,5 = 7,1040 Kg/cm2, TUF10 = 10,8825 Kg/cm2. Perekat dengan penambahan resorsinol 10 %, memenuhi standar SNI (1998) yaitu > 10 Kg/cm2. Penambahan resorsinol berpengaruh terhadap keteguhan rekat kayu lapis.
Kadar formaldehida bebas menggambarkan adanya kelebihan formaldehida yang tidak bereaksi dalam pembentukan suatu polimer (SNI 1998). Penetapan ini dilakukan dengan tujuan mengetahui jumlah kelebihan formaldehida yang tidak bereaksi dalam pembentukan resin TRF, dan tingkat emisi yang terjadi sebagai akibat formaldehida yang dilepaskan. Tabel 4 menunjukkan tingkat formaldehida bebas yang bervariasi hasil dari pengukuran.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa formaldehida bebas yang terjadi dalam reaksi kondensasi TRF pada berbagai komposisi, seluruhnya dalam batas aman karena kurang dari 1 % seperti yang disyaratkan bagi perekat fenolik yang mengandung formaldehida (SNI 1998).
Perekat yang memakai formaldehida dalam campurannya mengemisikan formaldehida ke udara. Emisi formaldehida adalah jumlah formaldehida yang dilepaskan oleh produk yang menggunakan perekat formaldehida. Timbulnya emisi formladehida pada produk yang menggunakan perekat yang mengandung formladehida sangatlah tidak diinginkan, karena dalam jumlah tertentu dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan. Emisi formaldehida yang berlebihan bagi manusia akan menyebabkan ganguan terhadap selaput mata, hidung, tenggorokan dan menurunkan daya penciuman serta gangguan sirkulasi udara dalam pernafasan (Roffael, 1993). Tabel 4 menunjukan kadar emisi yang didapat setelah di analisa. Hasil penelitian pada kayu lapis yang menggunakan perekat TRF dengan
10 kadar resorsinol yang bervariasi
menghasilkan emisi berkisar antara 1,51 x 10-6 – 2,77 x 10-6 mg/L, hasil ini memenuhi persyaratan standar karena kurang dari 0,5 mg/L (SNI, 1998). Menurut Hindriani (2005), tingkat emisi formaldehida berbanding terbalik dengan meningkatnya jumlah mol fenol, sehingga dengan semakin banyaknya penambahan resorsinol maka emisi formaldehida semakin berkurang.
Penggunaan resorsinol pada perekat TUF berpengaruh nyata pada
pengujian kadar padatan, viskositas, bobot jenis, pH, emisi formaldehida, formaldehida bebas dan keteguhan rekat kayu lapis. Sedangkan dalam pengujian kadar air kayu lapis dan kerapatan kayu lapis menurut hasil analisis tidak terlalu berpengaruh namun untuk standar yang disyaratkan masih memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini terlihat pada Tabel 5, F hitung dari kadar air kayu lapis dan kerapatan kayu lapis lebih rendah dari F tabel 0,05.
Tabel 5. Hasil Uji Statistik Data Pengujian Perekat TUF dengan Penambahan Resorsinol.
Analisis F Hitung F Tabel Keterangan
0,05
Solid Content 8,27 3,48 Berpengaruh Nyata
Viskositas 4878,62 3,48 Berpengaruh Nyata
Bobot Jenis 7,25 3,48 Berpengaruh Nyata
Ph 65535,00 3,48 Berpengaruh Nyata
Kadar Air Kayu Lapis 0,49 5,19 Tidak Berpengaruh Nyata
Kerapatan 1,77 5,19 Tidak Berpengaruh Nyata
Emisi Formaldehida 4,90 3,06 Berpengaruh Nyata
Formaldehida Bebas 459,48 5,19 Berpengaruh Nyata
Keteguhan Rekat 36,66 3,06 Berpengaruh Nyata
Simpulan
Karakteristik perekat yang dibuat dari ekstrak kulit kayu mahoni cukup baik dalam penggunaannya pada kayu lapis, namun dalam aplikasinya perekat yang dibuat dari ekstrak kulit kayu mahoni dikategorikan sebagai kayu lapis
tipe II (tidak tahan terhadap udara luar seperti air dan kelembaban udara terbuka).
Penambahan resorsinol dengan sangat nyata mempengaruhi keteguhan rekat dari kayu lapis. Semakin banyak resorsinol yang ditambahkan, keteguhan rekat kayu
11 lapis akan semakin tinggi.
Penambahan resorsinol 10 % pada perekat tanin urea formaldehida (TUF10) memenuhi standar yaitu 10,8825 Kg/cm² (SNI, 1998). Kualitas perekat TUF akan semakin baik seiring dengan penambahan resorsinol. Penambahan resorsinol mempengaruhi kadar emisi formaldehida yang dilepaskan oleh kayu lapis mahoni, terlihat dalam statistik bahwa penambahan
resorsinol berpengaruh nyata terhadap kadar emisi kayu lapis. Saran
Perekat tanin urea formladehida dengan penambahan resorsinol pada penelitian ini memenuhi persyaratan standar (SNI, 1998) untuk keteguhan rekat pada kayu lapis, penggunaan resorsinol dapat lebih meningkatkan nilai keteguhan rekat kayu lapis.
Daftar Pustaka
Cowd M A. 1991. Kimia Polimer. Terjemahan. ITB. Bandung. Hindriani, Heny. 2005. Sintesis Dan
Pencirian Kopolimer Tanin Fenol Formaldehida Dari Ekstrak Kulit Pohon Mangium (Acacia Mangium) Serta Aplikasinya Sebagai Perekat Papan Partikel. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Japanese Industrial Standard (JIS). 2003. Particleboards. JIS A 5908. Japanese Standards Association. Tokyo.
Malik, J. & A. Santoso, 2006. Formaldehyde Emission of Laminated Wood from Three Forest Plantation Wood
Spesies Using Tannin, Lignin and Phenol-based Adhesived. Nusa Kimia Journ. Vol. 6 No. 1:24-29.
Mayra A, Pantoja S. Dan Horacio G. R. 2012. Study by Infrared
Spectroscopy and
Thermogravimetric Analysis og Tannin and Tannic Acid. Universidad Michoacana De San Nicolas De Hidalgo: Michoacan.
Roffael, E. 1993.Formaldehyde Release From Particleboard and Other Wood Based Panels. Forest Research Institute. Malaysia. Kuala Lumpur. Santoso A. 2003. Sintesis dan
12 Resorsinol Formaldehida untuk
Perekat Kayu Lamina. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Disertasi (Tidak diterbitkan). Santoso, Adi dan P Sutigno. 2004.
Pengaruh Fumigasi Amonium Hidroksida Terhadap Emisi Formaldehida Kayu Lapis dan Papan Partikel. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 22 (1): 9–16.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 1998. Urea Formaldehida Cair Untuk Perekat Kayu Lapis. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 1999. Emisi Formaldehida pada Panel Kayu. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Suhendra A. 1992. Pembuatan Perekat Lignin Hasil Isolasi Larutan Sisa Pemasak Pulp. FATETA. IPB. Bogor. Skripsi (Tidak diterbitkan).