Bab 8
Aspek Lingkungan dan Sosial
RPI2-JM Bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial
untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya terhadap
lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan
sosial meliputi acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial,
analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan
dan sosial yang dibutuhkan. Salah satu acuan yang digunakan dalam Aspek Lingkungan Kabupaten
adalah dengan mengacu pada Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten. Kabupaten Way
Kanan belum menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
8.1 ASPEK LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta
Karya oleh pemerintahan kabupaten/kota telah mengakomodasikan prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah
sebagai berikut :
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Hidup :
“Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas
antara lain Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS), Analisi Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan - Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL)
dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
(SPPLH)”
2. UU NO. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Janga Panjang Nasional:
“Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan
prinsip-prinsip pembangunan kualitas lingkungan secara berkelanjutan secara konsisten di segala
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2010 – 2014 :
“Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu
lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan,
penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung
lingkungan ; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis :
“Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLS digunakan untuk
menyiapkan alternarif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak
dan/atau resiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan”
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan :
“Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen
Amdal, UKL, dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup
atau disebut dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
8.1.1
KAJIAN
LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena :
1. RPI2-JM membutuhkan kaian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian Lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada pada
tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini KLHS menerapkan prinsip-prinsip
kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi gara depan dalam menyaring
kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan
Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung denagn perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi
diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan
prinsp perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya
pembangunan berkelanjutan.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/Program dalam RPI2-JM
persektor dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM persektor dengan
mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim (2) kerusakan, kemerosotan,
dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah
bencana banjir, longsor, kekringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu
dan kelimpatan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6)
peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok
masyarakat, dan/atau (7) peningkatan risiko apakah terhadap kesehatan dan keselamatan
manusia. Isu-isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi
menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
8.1.2 AMDAL, UKL –UPL DAN SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang
Penetapan Jenis Rencana Usha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib dilengkapi
dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu :
1. Proyek wajib AMDAL
2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Jenis kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen
Tabel 8.1Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A Persampahan
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dg sistem Control landfill/sanitary landfill :
-luas kawasan TPA, atau ≥ 10 ha
-Kapasitas Total ≥ 100.000 ton b. TPA di daerah pasang surut :
-luas landfill, atau
-Kapasitas Total Semua kapasitas/besaran c. Pembangunan transfer station :
-Kapasitas ≥ 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu :
-Kapasitas ≥ 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator :
-Kapasitas Semua kapasitas
f. Composting Plant :
-Kapasitas ≥ 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api :
-Kapasitas ≥ 500 ton/hari
B Pembangunan Perumahan/Permukiman
a. Kota metropolitan, luas : ≥ 25 ha b. Kota Besar, luas : ≥ 50 ha c. Kota sedang dan kecil, luas : ≥ 100 ha d. keperluan settlement transmigrasi : ≥ 2.000 ha C Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang :
-luas, luas ≥ 2 ha
-Kapasitasnya ≥ 11 m³/hari b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas
penunjangnya :
-luas, luas ≥ 3 ha
-Kapasitasnya ≥ 2,4 ton/hari c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah :
-Luas layanan, atau ≥ 500 ha
-Debit air limbah ≥ 16.000 m³/hari
D Pembangunan Saluaran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang : ≥ 5 km b. Kota sedang, panjang : ≥ 10 km E Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi :
-Luas Layanan ≥ 500 ha
b. Pembangunan jaringan trnasmisi :
-Panjang ≥ 10 km
Sumber : Permen LH 5/2012
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen AMDAL menjadikan tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajb dilengkapi
dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang
Tabel 8.2Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL tapi Wajib UKL-UPL
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang :
•Luas Kawasan, atau < 10 Ha
•Kapasitas total < 10.000 ton ii. TPA daerah pasang surut
•Luas landfill, atau < Ha
•Kapasitas Total < 5.000 ton iii. Pembangunan Transfer Station
•Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
•Kapasitas < 500 ton v. Pembangunan Incenererator
•Kapasitas < 500 ton/hari
iv. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
•Kapasitas > 50 s.d < 100 ton/ha
b. Air Limbah Domestik/ Permukiman
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) termasuk fasilitas penunjang :
•Luas < 2 Ha
•Atau Kapasitas < 11 m³/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
•Luas < 3 Ha
•Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan Sistem perpipaan air limbah (sewerage/off-site sanitation system) diperkotaan/permukiman
•Luas < 5.00 Ha
•Atau debit air limbah < 16.000 m³/hari c. Drainase
Permukiman Perkotaann
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder :
•Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
•Luas kolam retensi/polder (1-5) ha
d. Air Minum
i. Pembangunan jaringan distribsi :
•luas layanan : 100 ha s.d < 500 ha ii. Pembangunan jaringan pipa tranmisi
•Metropolitan/besar, Panjang : 5 s.d < 10 km
iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air permukiman lainnya (debit)
•Sungai danau : 50 lps s.d < 250 lps
•Mata air : 2,5 lps s.d < 250 lps
iv. Pembangunan Instalansi Pengolahan air lengkap
•Debit : 50 lps s.d < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam (debit) untuk kebutuhan :
•Pelayanan masyarakat oleh penyelenggaraan SPAM : 2,5 lps < 5 lps
•Kegiatan lain dengan tujuan komersil : 1,0 lps - < 50 lps e. Pembangunan
Gedung
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah :
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan : 5000 m2 s.d 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d 10.000 m2
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalansi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan gedung di bawah tanah yang melintasi prasarana dan atau sarana umum :
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan : 5000 m2 s.d 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gerejatermasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan, laboratuium, dan bangunan gedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalansi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di atas air :
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat penyimpanan : 5000 m2 s.d 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000 m2 s.d 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung pelayanan, pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan, labotarurium, dan bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalansi pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratan untuk Amdal maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
f. Perkembangan kawasan
permukiman baru
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI, buruh/pekerja :
•Jumlah hunian : < 500 unit rumah ;
•Luas kawasan : < 10 ha
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
•Jumlah hunian : < 500 unit rumah ;
•Luas kawasan :< 10 ha
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap Bangun)
•Jumlah hunian : < 500 unit rumah ;
•Luas kawasan : < 10 ha g. Peningkatan Kualitas
Permukiman
i. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan penduduk ;
•Luas Kawasan : < 10 ha ;
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di area/kawasan pemukiman
•Luas kawasan : < 10 ha ;
iii. Pengembangan kawasan permukiman baru dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/Lingkungan Siap Bangun)
•Luas kawasan : < 10 ha
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya Kawasan Kumuh
Perkotaan
metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan peremajaan kota (urban renewal), disertaidengan pemindahan penduduk, dan dapat di kombinasikan dengan penyediaan bangunan rumah susun ;
•Luas Kawasan : < 5 ha ;
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 tahun 2008
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi
dokumen UKL-UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tetapi wajib
dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Hidup (SPPLH).
KLHS merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana program.
Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah
Amdal, UKL-UPL, dan SPPLH.
Tabel 5.3Perbedaaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai DampakLingkungan (Amdal)
a)Rujukan Peraturan Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolahan Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman Umum KLHS
i. UU 32 tahun2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang
jenis kegiatan bidang PU wajib UKL UPL iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis
rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Kajian mengenai dampak pentng suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Usaha dan/atau kegiatan adalah suatu bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c)Kewajiban pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana suatu usaha dan atau kegiatan
d)Ketertarikan studi lingkungan dengan :
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPIM
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai DampakLingkungan (Amdal)
e)Mekanisme pelaksanaan
i. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana , dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah ;
ii.Perumusan alternatif penyepurnaan kebijakn, rencana, dan/atau program ; dan
i. Pemrakarsa dibantu oleh pihak lain yang berkompeten sebagai penyusun AMDAL ii. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi
penilai AMDAL yang dibentuk oleh menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai
kewarganegaraannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
iii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi berupa kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
iv. Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota berdasarkan rekomendasi komisi penilai penyusunan AMDAL dan RKL/UPL . Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah
Keputusan Menteri, gubernur dan
bupati/walikota sesuai kewenangan tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
h) Outcome i. rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang
telah melampui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang tercantum dalam RKL-RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota i. Kegiatan penyusunan AMDAL (KA, ANDAL, RKL-UPL) didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL oleh komisi AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan kabupaten/kota
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai DampakLingkungan (Amdal)
Masyarakat dalam kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen pelaksanaan KLHS
i. Yang terkena dampak ;
ii. Pemerhati lingkungan hidup ; dan/atau iii. Yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses AMDAL k)Atribut
Lainnya : a. Posisi
Hulu siklus pengembalian keputusan Akhir siklus pengambilan keputusan
b. Pendekatan Cenderung pro aktif Cenderung bersifat reaktif
c. Fokus analis Evaluasi implikasi lingkungan Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
d. Dampak kumulatif
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif
f. Alternatif Banyak alternatif Alternatif terbatas jumlahnya g. Kedalaman Luas dan tidak rinci sebagai landasan
untuk mengarahkan visi dan kerangka umum
Sempit, dalam dan rinci
h.Deskripsi proses
Proses multi pihak, tumpang tindih komonen, KRP merupakan proses iteratif dan kontinu
Sumber : - Hasil analisis
– Triarko Nurlambang dalam KLHS Penyeberangan Selat Sunda ; Identifikasi Awal
8.2 ASPEK SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/ pengelolaan.
Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur prmukiman seharusnya menyentuh
aspek-aspek sosial terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan
kemiskinan serta pengarusutaman gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan
pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunngan
atau pengelolaan perlu diidenifikasi apakah keberadaan infratruktur bidang Cipta Karya tersebut
membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial
adalah sebagai berikut :
1. UU No. 17/2007 tentang Rencanan Pembangunan Jangka Panjang Nasional :
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan
memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung,
termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tetinggal,
dan wilayah tertinggal
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat
nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2002 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum :
Pasal 3 : Pengadan Tanah untuk kepentingan Umum Bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010-2014 :
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program
pembangunan untuk penanggulangan kemisikinan dan penciptaan kesempatan kerja,
termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan
pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi
perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemisikinan
Pasal 1 : program penanggulangan kemisikinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk mningkatkan
kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat,
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka
meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutaman gender guna
terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
atas kebijakan dan program pembangunan nasioanal yang berperspektif gender sesuai
8.1.3 ASPEK SOSIAL PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi
kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak-lanjuti adalah isu
kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang di sasar adalah
kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, dan
kebutuhan penanganannya.
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah
tangga dikategorikan miskin yaitu :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.
2. Jenis lantai tempat tinggal terbat dari tanah/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memaak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poloklonik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga : petani dengan luas lahan 500 m², buruh tani,
nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan di bawah Rp. 600.000,- perbulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti
sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga
miskin.
Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood
Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi
Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), Program
Pembantuan Infrastruktur Perdesaan (PPIP),Rural Infrastructure Support(RIS) to PNPM, Sanitasi
Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi
Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal
tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk respinsif gender dari
masing-masing kegiatan, manfaat, hinga permasalahan yang timbul sebagai pembelajaran di masa
datang daerah.
8.1.4 ASPEK SOSIAL PADA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi
berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat
penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi,
pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman
kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat,
terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka
berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses
perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang
Cipta Karya, persiapan, AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan
terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi diatas tanah yang bukan
milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu
tahun. Prinsip pertama pengadan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus
dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan
warga yang terkena dampak akibat pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlemnt)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana
dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang
ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas
kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya
dilokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi
penduduk yang dimukimkan jika di perlukan dan sesuai persyaratan.
8.1.5 ASPEK SOSIAL DAN PASCA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnnya memberi manfaat bagi
masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara
sederhana dapat terukur, seprti kemudahan mancapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu
tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh