• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INFUS DAUN PUDING (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH INFUS DAUN PUDING (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INFUS DAUN PUDING (

Polyscias guilfoylei

L.H. Bailey)

TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN

(

Rattus norvegicus

) GALUR DDY

Berna Elya1 dan Dadang Kusmana2

1. Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424 2. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, 16424

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh infus daun puding (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) terhadap tikus jantan untuk melihat kualitas spermatozoa dan jumlah anak yang dihasilkan oleh tikus betina setelah dikawinkan dengan tikus jantan perlakuan. Sebanyak 60 tikus jantan berumur 2 bulan dengan berat badan 150 – 250 g dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan. Pemberian infus dilakukan per oral setiap hari sampai hari ke 52. Pada hari ke 53 sebagian tikus jantan dibunuh dan diperiksa kualitas spermatozoanya, dan sebagian lagi dikawinkan dengan tikus betina. Hasil penelitian menunjukkan infus daun puding yang diberikan 52 hari, dengan dosis 50 mg/g bb, 100 mg/g bb, 200mg/g bb, 400mg .g bb 800 mg/g bb dapat menurunkan konsentrasi dan kualitas spermatozoa vas deferen tikus jantan galur DDY, tetapi belum berpengaruh terhadap jumlah fetus, berat plasenta, abnormalitas fetus dan berat badan fetus hasil perkawinan denga tikus jantan perlakuan.

Abstract

We have conducted a research on the effect of the infusion of leavesPolyscias guilfoylei L.H. Bailey on male rats to investigate the spermatozoa quality and foetus number of the female rats after copulated with the treatment male rats. Sixty male rats which has age about 2 months with wight 150 – 250 g were divided into six groups. The infus was provided orally daily until the 52 th day. At 53th day, a part of those were sacrificed and a part of those were coopulated with the female rats. The result of the research showed that the infusion of Polyscias guilfoylei L.H. Bailey leaves that being given during 52 days with the dosage of 50 mg/g body weight, 100 mg/g bw, 200 mg/g bw, 400 mg/g bw and 800 mg/g bw could decrease the consentration and the quality of spermatozoa vas deferen of male rats DDY strain, but no effect on the foetus number, the placenta weight, foetus abnormalities and body weight of foetus from the copulation with the treatment male rats.

Keywords: Polyscias guilfoylei L.H. Bailey, the infusion, spermatozoa vas deferen

Pendahuluan

Salah satu alternatif jenis kontrasepsi pria yang ideal adalah penggunaan bahan alam dari tanaman, yang sejalan dengan undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang pengobatan tradisional. Hal ini sesuai dengan keadaan negara Indonesia yaitu sebagai negara kepulauan dengan iklim tropika basah yang kaya dengan spesies flora. Adapun yang dimaksud dengan kontrasepsi yang ideal harus memenuhi persyaratan mudah digunakan, dapat diterima oleh masyarakat, tidak toksik, tidak menimbulkan efek samping dan bersifat reversibel.

Tanaman puding (Polyscias guilfoylei) merupakan tanaman perdu yang termasuk ke dalam tanaman berkhasiat yang pemanfaatannya masih sedikit diketahui. Di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh di

MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002

(2)

daerah Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Ambon [1]. Tanaman puding termasuk suku Araliaceae yang kaya akan kandungan saponinnya. Dari penelitian terdahulu, telah dapat diisolasi dua senyawa saponin triterpenoida yang berasal dari daun puding [2]. Manfaat dari saponin salah satunya adalah bersifat spermisida [3,4]. Pada beberapa daerah di Jawa Barat yang kaum prianya biasa mengkonsumsi daun puding sebagai sayuran, mempunyai anak keturunan antara 2 sampai 4 orang tanpa menggunakan obat kontrasepsi (personal kontak).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian infus daun puding dapat menurunkan jumlah spermatozoa, motilitas, viabilitas spermatozoa serta meningkatkan abnormalitas spermatozoa tikus jantan galur DDY dan untuk mengetahui jumlah anak yang dikawinkan dengan tikus jantan perlakuan.

Eksperimental

Bahan: 1. Hewan uji.

Tikus jantan galur DDY sebanyak 60 ekor dan tikus betina dara galur Sparague-Dawley sebanyak 30 ekor, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g. Tikus diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Penyakit Menular Departemen Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara, Jakarta.

2. Bahan uji.

Bahan uji yang digunakan adalah daun puding (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), Bogor.

Metode:

1. Pengambilan dan pengolahan sampel

Sampel diambil dari Balitro Bogor, kemudian dibersihkan dan dikeringkan dengan cara diangin- anginkan. 2. Pembuatan infus daun puding

Dicampurkan simplisia yang telah kering dengan derajat halus yang cocok dalam panci infus dengan air secukupnya. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90o C sambil sekali-sekali diaduk. Setelah itu diserkai selagi panas dengan menggunakan kain flanel, lalu ditambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh infus yang dikehendaki [5].

3. Uji kualitas spermatozoa

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan uji statistik Anova bila datanya normal dan homogen dan bila tidak digunakan uji non parametrik. Hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) galur DDY jantan dan betina virgin, berumur 3 bulan dengan berat rata-rata 150 g. Urutan-urutan cara kerjanya adalah sebagai berikut:

a. Adaptasi tikus selama satu minggu

b. Pengacakan tikus dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan dan masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 12 ulangan.

c. Memberi perlakuan melalui oral pada masing-masing kelompok perlakuan selama 52 hari berturut- turut dengan dosis sebagai berikut:

Kelompok kontrol (K1), kelompok tikus yang dicekok 3 mL aquades/ekor/hari. Kelompok E1, kelompok tikus yang dicekok 3 mL 5% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E2, kelompok tikus yang dicekok 3 mL10% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E3, kelompok tikus yang dicekok 3 mL20% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E4, kelompok tikus yang dicekok 3 mL40% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E5, kelompok tikus yang dicekok 3 mL80% infus daun puding/ekor/hari

d. Pada hari ke 53, sebagian tikus (6 ekor ) dari masing-masing kelompok perlakuan di bedah, kemudian diambil duktus deferen dengan memotongnya di ujung kauda epididimis dan dibagian ampula duktus deferen. Sperma yang ada di duktus deferen ditampung di gelas arloji yang telah berisi larutan NaCl 9% sebanyak 0,25 mL. Tikus sisanya kemudian dikawinkan dengan tikus betina yang sedang masa estrus atau proestrus pada sore hari dan bila pada keesok harinya terjadi sumbat vagina pada tikus betina maka dianggap kehamilan hari ke-0. Pada kehamilan hari ke-20 tikus betina dibedah dan dihitung jumlah anaknya serta dicatat bila ada kelainan morfologinya.

e. Selanjutnya dilakukan penghitungan persentase motilitas, viabilitas dan penghitungan jumlah sperma serta membuat apusan larutan sperma untuk menghitung persentase sperma yang abnormal. Dalam mengerjakan untuk

(3)

menghitung parameter-parameter ini didasarkan kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh WHO yang mengacu pada penuntun laboratorium WHO untuk pemeriksaan semen manusia [6].

Hasil dan Pembahasan

Hasil

1. Jumlah total spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa pada tikus jantan setelah diberi infus daun puding menunjukkan perbedaan bermakna dibandingkan dengan kontrolnya (a = 0,05). Disamping itu, terdapat pula perbedaan bermakna antara KE1 (dosis 50 mg/200 mg bb) dibanding- kan dengan KE5 (dosis 800 mg/200 mg bb). Dari jumlah rata-rata perdosis perlakuan menunjukkan bahwa tingkat penurunan konsentrasi spermatozoa seiring dengan dosis yang diberikan. Dengan demikian makin tinggi dosis yang diberikan, maka makin besar penurunan konsentrasi spermatozoanya (Tabel 1).

2. Kualitas spermatozoa

Yang dimaksud kualitas spermatozoa dalam penelitian ini hanya meliputi pada motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa. Hasil uji statistik Anava terhadap kualitas,

persentase viabilitas, persentase abnormalitas menunjukkan ada perbedaan bermakna antara kontrol dan kelompok perlakuan (KE1,KE2, KE3, KE4,KE5) (p< 0,05). Uji Tukey memperlihatkan bahwa persentase motilitas pada kelompok yang diberi infus 800 mg/200 mgbb berbeda bermakna dengan kelompok tikus dengan dosis 50 mg/200mgbb, 100 mg/200 mgbb dan 200 mg/200 mgbb (Tabel 1). Demikian pula persentase viabilitas dan persentase abnormalitas spermatozoa menunjukkan bahwa tikus yang diberi dosis 400mg/200 mg bb dan 800 mg/200mgbb berbeda bermakna dengan tikus dengan dosis 50,100,200 mg/200mg bb (Tabel 1).

3. Jumlah Implantasi Fetus

Data hasil pengamatan jumlah implantasi yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah implantasi tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Jumlah implantasi kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol.

4. Berat Plasenta

Data hasil pengamatan berat plasenta yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap berat plasenta tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut Berat plasenta kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p > 0.05).

5. Jumlah Korpus Luteum

Data hasil pengamatan jumlah korpus luteum yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Uji ANAVA satu arah, diketahui jumlah korpus luteum kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p> 0.05).

6. Jumlah Resorpsi Fetus

Data hasil pengamatan jumlah resorpsi fetus yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah resorpsi fetus tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut . Jumlah resorpsi fetus kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p > 0.05).

Tabel 1. Pengaruh pencekokan daun puding terhadap konsentrasi dan kualitas Spermatozoa

(4)

K e l Perlaku-a n Konsentrasi spermatozoa (juta/ml) Spermatozoa motil (%) Spermatozoa hidup (%) Spermatozoa abnormal (%) KK 75,16+2,89 68,80+2,28 67,60+6,73 10,40+1,14 KE1 58,32+5,56 36,00+15,3 50,6+6,66 17,4+1,95 KE2 3,58+8,30 30,40+5,55 46,20+7,92 20,00+1,58 KE3 41,86+2,12 29,60+4,28 28,00+3,74 23,00+1,58 KE4 41,54+14,94 20,20+9,68 27,80+8,17 31,4+2,30 KE5 40,00+4,1 15,80+5,8 25,80+6,3 40,20+1,9 Keterangan:

KK : Kelompok kontrol, tikus yang dicekok dengan air matang

KE 1 : Kelompok perlakuan 1, tikus yang dicekok dengan dosis 50 mg/200 mg bb/hari (5 %) KE 2 : Kelompok perlakuan 2, tikus yang dicekok dengan dosis 100 mg/200 mg bb/hari (10 %) KE 3 : Kelompok perlakuan 3, tikus yang dicekok dengan dosis 200 mg/200 mg bb/hari (20%)

KE 4 : Kelompok perlakuan 4, tikus yang dicekok dengan dosis 400 mg/200 mg bb/hari (40 %) KE 5 : Kelompok perlakuan 5, tikus yang dicekok dengan dosis 800 mg/200 mg bb/hari (80 %)

T a

bel 2. Data intrauterin dari tikus betina yang dikawinkan dengan jantan perlakuan

K e l Perlakuan Konsentrasi spermatozoa (juta/ml) Spermatozoa motil (%) Spermatozoa hidup (%) Spermatozoa abnormal (%) KK 75,16+2,89 68,80+2,28 67,60+6,73 10,40+1,14 KE1 58,32+5,56 36,00+15,3 50,6+6,66 17,4+1,95 KE2 3,58+8,30 30,40+5,55 46,20+7,92 20,00+1,58 KE3 41,86+2,12 29,60+4,28 28,00+3,74 23,00+1,58 KE4 41,54+14,94 20,20+9,68 27,80+8,17 31,4+2,30 KE5 40,00+4,1 15,80+5,8 25,80+6,3 40,20+1,9 Keterangan:

KK : Kelompok kontrol, tikus yang dicekok dengan air matang

KE 1 : Kelompok perlakuan 1, tikus yang dicekok dengan dosis 50 mg/200 mg bb/hari (5 %) KE 2 : Kelompok perlakuan 2, tikus yang dicekok dengan dosis 100 mg/200 mg bb/hari (10 %) KE 3 : Kelompok perlakuan 3, tikus yang dicekok dengan dosis 200 mg/200 mg bb/hari (20%)

KE 4 : Kelompok perlakuan 4, tikus yang dicekok dengan dosis 400 mg/200 mg bb/hari (40 %) KE 5 : Kelompok perlakuan 5, tikus yang dicekok dengan dosis 800 mg/200 mg bb/hari (80 %)

7. Jumlah Fetus

Data hasil pengamatan jumlah fetus yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah fetus tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Jumlah fetus kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p > 0.05).

8. Jenis Kelamin Fetus

(5)

Perbandingan jumlah fetus jantan dan jumlah fetus betina yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Chi-Square terhadap perbandingan jumlah fetus jantan dan jumlah fetus betina menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.(p > 0,05).

Pembahasan

1. Jumlah total spermatozoa

Testis merupakan tempat memproduksi sel-sel spermatozoa secara terus menerus dalam jumlah yang banyak. Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh hormon androgen (testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig). Kecepatan pembentukan testosteron oleh sel Leydig ditentukan oleh kadar LH dalam darah. Sebaliknya, sekresi oleh hipofisis dikendalikan oleh pengaruh kadar testosteron terhadap hipofisis dan hipotalamus serta pengaruh dari sifat bifasik testosteron. Penurunan testosteron mengakibatkan proses spermatogenesis terganggu, sehingga terjadi penurunan jumlah total spermatozoa [7]. Dengan demikian pemberian infus daun puding dapat menurunkan jumlah total spermatozoa.

2. Persentase motilitas spermatozoa

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pencekokan infus daun puding pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yaitu antara KK dengan KE1, KE2, KE 3, KE4 dan KE 5. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh antifertilitas infus daun puding yang mengandung senyawa steroid yaitu saponin terhadap motilitas spermatozoa. Dengan adanya penambahan senyawa steroid tersebut dari luar tubuh maka kadar hormon testosteron bebas dalam plasma darah akan meningkat dan sebagai akibatnya akan terjadi mekanisme umpan balik negatif [8].

3. Persentase viabilitas spermatozoa

Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pencekokan infus daun puding pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yaitu antara KK dengan KE1, KE2, KE3, KE4 dan KE5. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh antifertilitas infus daun puding yang mengandung senyawa steroid yaitu saponin terhadap viabilitas spermatozoa. Jumlah spermatozoa hidup dapat ditentukan dengan cara pewarnaan supra-vital. Cara tersebut berdasarkan prinsip bahwa sel mati dengan membran plasma yang rusak akan dimasuki zat warna (8). Seperti halnya pada persentase motilitas pemberian infus daun puding dapat meningkatkan senyawa steroid dalam darah sehingga akan menghambat hipofisis anterior untuk memproduksi LH. Menurunnya kadar LH dapat menurunkan produksi testosteron yang berfungsi untuk memelihara lingkungan epididimis, akibatnya fungsi epididimis terganggu. Dengan menurunnya fungsi epididimis maka dapat menurunkan viabilitas spermatozoa. Selain itu,menurunnya kadar testosteron dapat menurunkan produksi cairan prostat sehingga viabilitas spermatozoa akan menurun karena fungsi cairan prostat adalah untuk melindungi spermatozoa dari lingkungan yang tidak menguntungkan.

4.

Persentase jumlah spermatozoa abnormal

Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah spermatozoa yang mengalami keabnormalan. Pada proses pematangan spermatozoa di epididimis terjadi perkembangan motilitas, perubahan struktur ekor, perubahan morfologi akrosom, dan hilangnyacytoplasmic droplet, serta perubahan plasma membran. Spermatozoa abnormal yang banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah adanyacytoplasmic droplet karena adanya proses pematangan yang tidak sempurna pada epididimis. Seperti halnya yang terjadi pada persentase motilitas dan persentase viabilitas, kadar testosteron dalam plasma berada di bawah batas ambang sehingga epididimis tidak mampu memacu proses pematangan spermatozoa dan akibatnya persentase jumlah spermatozoa abnormal akan meningkat [8].

5. Berat Ovarium dan Jumlah Korpus Luteum

Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap berat ovarium dan hasil uji ANAVA terhadap jumlah korpus luteum menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan . Keadaan ini menunjukkan bahwa tikus betina yang digunakan mempunyai fertilitas yang merata. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya korpus luteum di dalam ovarium sebagai bukti bahwa ovarium telah melepaskan telur ke oviduk. Disamping itu rata-rata jumlah korpus luteum yang dihasilkan berkisar antara 8 sampai 11. Dari hasil penelitian Soeradi (tahun 1982) diperoleh jumlah korpus luteum kelompok kontrol yang diberikan akuades adalah 7,03 + 0,39 [9]. Dari hasil penelitian yang diperoleh, jumlah korpus luteumnya masih menunjukkan dalam jumlah batas yang

(6)

normal. Tidak ada perbedaan berat ovarium dan jumlah korpus luteum antara keenam kelompok disebabkan perlakuan yang diberikan hanya pada tikus jantan. Dengan demikian tidak ada hubungan antara infus daun puding dengan berat ovarium dan jumlah korpus luteum.

6. Implantasi, Jumlah Fetus, Jumlah Resorpsi, Berat Plasenta.

Implantasi adalah proses penempelan embrio pada endometrium. Berhasil atau tidaknya proses penempelan embrio pada endometrium dapat dilihat dari jumlah fetus dan jumlah resorpsi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan implantasi yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan.

Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah fetus yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh pada kemampuan sperma dari tikus jantan untuk membuahi telur. Dengan demikian jumlah fetus yang dihasilkan tidak ada perbedaan antara keenam kelompok. Jumlah fetus yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 2 sampai 11. Jumlah tersebut masih dalam batas normal karena menurut Nalbandov, rata-rata jumlah anak tikus paling rendah adalah 6,1 dan rata-rata jumlah anak tikus paling tinggi adalah 11,1 [10].

Dalam penelitian ini ada beberapa fetus yang mengalami resorpsi oleh uterus. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak mempengaruhi jumlah resorpsi fetus pada tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Adanya fetus yang diresorpsi merupakan suatu kejadian normal yang dapat terjadi pada tikus–tikus kontrol. Implantasi di daerah dekat serviks sering mengalami resorpsi. Resorpsi fetus terjadi pada periode organogenesis. Plasenta adalah tenunan tubuh dari embrio dan hewan induknya, yang terjalin pada waktu pertumbuhan embrio untuk keperluan penyaluran makanan dari induk kepada anak dan zat buangan dari anak kepada induk [11]. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan berat palasenta yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan .

Tikus jantan perlakuan masih mampu menghasilkan anak yang sama dengan tikus jantan kontrol. Sehingga tidak ada perbedaan anak yang dihasilkan oleh tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Menurut Tulsiani, untuk menghasilkan suatu zigot merupakan persatuan satu sperma dengan ovum [12]. Dalam hal ini tidak diperlukan jumlah sperma yang cukup banyak. Menurut WHO pada manusia yang dianggap fertil apabila, ejakulasinya + 20 juta / ml. Apabila kurang dari + 20 juta / ml dianggap kurang fertil dan termasuk oligozoospermia. Namun demikian oligozoospermia (0,1 – 5 juta / ml) masih mampu menghasilkan anak [13]. Kemungkinan yang terjadi pada manusia terjadi juga pada tikus penelitian ini karena secara fisiologis pengaturan sistem reproduksi dengan manusia tidak jauh berbeda.

7. Berat Fetus

Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap data berat badan rata-rata fetus tiap induk tidak berbeda secara bermakna pada keenam kelompok perlakuan . Berat badan fetus sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah implantasi dan nutrisi induk. Dengan demikian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak mempengaruhi fisiologis induk maupun fetus sehingga berat badan fetus pada tikus betina tidak berbeda secara bermakna antara keenam kelompok perlakuan.

8. Jenis Kelamin Fetus

Uji Chi-Square menunjukkan perbandingan jumlah fetus jantan dan jumlah fetus betina tidak berbeda secara bermakna antara keenam kelompok perlakuan pada a = 0,05 . Hasil penelitian ini menyatakan bahwa infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak mempengaruhi jenis kelamin fetus pada tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut.

(7)

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa infus daun puding yang diberikan 52 hari,dengan dosis 50 mg/g bb, 100 mg/g bb, 200mg/g bb, 400mg .g bb 800 mg/g bb dapat menurunkan konsentrasi dan kualitas spermatozoa vas deferen tikus jantan galur DDY, tetapi belum berpengaruh terhadap jumlah fetus, berat plasenta, abnormalitas fetus dan berat badan fetus hasil perkawinan denga tikus jantan perlakuan.

Ucapan Terima Kasih

Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak Universitas Indonesia/ Lembaga Penelitian Universitas Indonesia yang telah membiayai penelitian ini dengan nomer DIKS UI MAK 5.250 Tahun Anggaran 2000 Nomor : 059/23/2000 tanggal 1 April 2000. Selain itu, ucapan terimakasih kami sampaikan juga kepada Jurusan Farmasi dan Jurusan Biologi FMIPA-UI atas fasilitas yang telah diberikan selama penelitian.

Daftar Acuan

[1] L. H. Bailey. The Standard Encyclopedia of Holticulture, Vol III. The Macmillan Company, New York, 1951, p.146.

[2] B. Elya, Saponin Triterpenoida dari daun Polyscias guilfoylei L.H. Bailey. Seminar Nasional Kimia Bahan Alam 1999, Universitas Indonesia - UNESCO, 16-17 Nopember 1999, Depok. (1999).

[3] S. B. Mahato, A. K. Nandy.Phytochemistry 30 (1991) 1357. [4] S. B. Mahato, Kundu, A.P. Phytochemistry37 (1994) 1517.

[5] Departemen Kesehatan RI.Farmakope Indonesia ed. III. Dep.Kes. RI, Jakarta. (1979).

[6] World Health Organization (WHO). Penuntun Laboratorium WHO untuk Pemeriksaan semen manusia dan interaksi semen-getah serviks. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta. (1988).

[7] C. R. Leeson, T.S. Lesson, A.A Paparo. Buku ajar histologi, Edisi ke-5, Terjemahan dari Textbook od Histology, 5th ed., oleh Tambajong, J. & Wonodirekso (eds.), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1996.

[10] D. L. Garner, E.S.E. Hafez. Reproduction in farm animals, Lea & Febiger, Philadelphia (1987).

[11] O. Soeradi, Hambatan Perkembangan Folikel Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Daun Solanum laciniatum Ait., Medika, Jakarta, 1982.

[12] A. V. Nalbandov. Fisiologi Reprodiksi pada Mamaliadan Unggas, Terj. Keman, S. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.

[13] S. Partodiharjo. Ilmu Reproduksi Hewan, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1992.

[14] R. P. Tulsiani, CarbohydratesMediate Sperm-Ovum Adhesion and Triggering of Acrosome Reaction, Asian Journal of Andrology (2000) 87.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pemeriksaan kadar phosphate sebelum dan sesudah pengolahan menggunakan tawas dengan variasi dosis sebesar 0,25gr/l pada kelompok perlakuan.. Pada

Menyatakan bahwa karya ilmiah yang berjudul “Uji Potensi Berbagai Formula Bakteri Endofitik Sebagai Pupuk Hayati Tiga Varietas Padi (Oryza sativa) di Lahan Kering ”

Faktor-faktor yang dikaji tertumpu kepada faktor mata pelajaran Kemahiran Hidup Bersepadu di sekolah, Program Kaunseling Kerjaya di sekolah, rakan sebaya, maklumat

Daripada Iaman web Universiti Monash, (www.buseco.monash.edu.au), ekonometrik merujuk kepada teknik kuantitatif yang digunak:an untuk mencapai satu keputusan

Yaitu kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya dan untuk meyakinkan konsumen sasaran untuk membeli produknya, hal ini

Uji yang digunakan adalah chi-square.Hasil penelitian menunjukkan Ada hubungan yang signifikan antara dukungan bapak dengan sattus gastroenteritis (p value&lt; 0,05)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat tiga temuan, yaitu: Pertama, Tidak ada pengaruh yang signifikan antara konsep diri dengan hasil belajar mahasiswa

Adapun tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Bagian Urusan Teknologi secara umum adalah sebagai berikut: a). Penyusunan rencana kerja Bidang Bantuan TIK b). Penyiap- an