• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen serbuk nanokalsium (%)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen serbuk nanokalsium (%)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Nanokalsium

Rendemen adalah persentase bahan baku utama (cangkang rajungan) yang diproses menjadi produk akhir (nanokalsium). Besarnya rendemen yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai ekonomis atau nilai keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut (Kusumawati et al. 2008). Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar mineral terhadap bahan baku sebelum mengalami perlakuan. Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi HCl pada proses demineralisasi. Data rendemen nanokalsium disajikan padaGambar 5.

Gambar 5 Data rendemen nanokalsium.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi HCl tidak memberikan pengaruh nyata (α=0,825) terhadap rendemen serbuk nanokalsium yang dihasilkan. Proses pembuatan nanokalsium dilakukan dengan melarutkan mineral yang terkandung dalam cangkang rajungan terutama mineral CaCO3. Cangkang rajungan sebelumnya dilakukan proses perendaman dengan

HCl sebelum ekstraksi dan demineralisasi menghasilkan kalsium karbonat (CaCO3). Pada awal proses pencampuran cangkang rajungan dengan HCl,

terbentuk banyak buih dan gelembung-gelembung udara yang berlangsung sekitar

7,01 12,07 13,42 0 2 4 6 8 10 12 14 16 HCl 0,5N HCl 1N HCl 1,5N Re n d em en se rb u k n an ok alsi u m (% ) Konsentrasi HCl

(2)

H2CO3

H2CO3

±5 menit. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya gas-gas CO2 dan H2O di

permukaan larutan.Proses perendaman cangkang dengan menggunakan HCl akan menyebabkan terbukanya pori-pori cangkang rajungan secara maksimal, sehingga ruang-ruang yang terbentuk akan memudahkan dicapai oleh pengekstrak (HCl), dengan demikian mineral akan mudah tereksrak secara optimal (Suptijah 2009). Pada akhir proses demineralisasi akan didapatkan limbah berupa kalsium klorida (CaCl2). Reaksi pelepasan kalsium dari cangkang rajungan oleh larutan HCl

melalui proses demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 5.

Kandungan kalsium pada cangkang rajungan yang berupa kalsium karbonat (CaCO3) dilakukan proses presipitasi dengan menggunakan NaOH.

Proses presipitasi ini akan menghasilkan endapan berupa kalsium hidroksida dan larutan NaCl. Larutan garam (NaCl) yang terbentuk dipisahkan dengan cara dekantasi dan dinetralisasi dengan menggunakan akuades, sehingga diperoleh (Ca(OH)2) yang selanjutnya dikeringkan dengan oven 105 ◦C dan selanjutnya

dilakukan proses gravitasi. Proses pengabuan menggunakan suhu 600ºC akan menghasilkan kalsium oksida (CaO) sehingga produk akhir adalah serbuk nanokalsium oksida. Proses presipitasi kalsium dengan NaOH dapat dilihat pada Gambar 6.

Proses demineralisasi dengan HCl : CaCO3 + 2HCl CaCl2 (larut) + H2CO3

CO2

H2O

Proses presipitasi dengan NaOH : CaCl2 (larut) + NaOH Ca (OH)2 + NaCl

CaO

H2O

Gambar 6 Proses presipitasi kalsium dengan NaOH.

Nanokalsium yang dipilih untuk pengujian dan proses selanjutnya adalah nanokalsium dengan perlakuan perendaman HCl 1N. Hal ini dilihat secara visual nanokalsium yang diperoleh dengan perendaman HCl 1N memiliki warna lebih putih dibandingkan dengan nanokalsium dengan perendaman HCl lain. Menurut Estrela dan Holland (2003) derajat putih secara visual turut menentukan mutu nanokalsium yang diperoleh. Selain secara visual warna nanokalsium, pemilihan nanokalsium yang dijadikan analisis selanjutnya yaitu secara aspek ekonomi.

(3)

Konsentrasi HCl 1 N dengan rendemen sebanyak 12,07% memiliki nilai lebih ekonomis dibandingkan dengan HCl 0,5 N dengan rendemen sebanyak 7,01% dan HCl 1,5 N dengan rendemen 13,42%. Penggunaan HCl dengan konsentrasi yang rendah memiliki nilai rendemen yang rendah pula sehingga HCl yang diperlukan lebih banyak sedangkan penggunaan HCl dengan konsentrasi yang tinggi memiliki rendemen yang hamper sama, sehingga nanokalsium dengan perendaman HCl 1 N yang dilakukan analisis selanjutnya.

4.2 Derajat Putih Nanokalsium

Derajat putih merupakan aspek mutu pada bahan tambahan pangan. Pemanfaatan limbah demineralisasi kulit rajungan dapat dilanjutkan sebagai suplemen nanokalsium dan bahan tambahan pangan untuk memperbaiki kandungan kalsium. Nilai derajat putih serbuk nanokalsium yang dihasilkan adalah 63,63% (skala 100%). Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium disebabkan oleh adanya kandungan mineral lain selain kalsium. Komposisi mineral yang beragam pada hasil penelitian ini berpengaruh terhadap penurunan derajat putih. Kandungan magnesium yang tinggi dalam nanokalsium juga mempengaruhi nilai dari derajat putih nanokalsium. Mineral secara alami memiliki warna yang berbeda-beda. Mineral natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg) memiliki warna putih keabu-abuan, fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah, seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Gambar 7.

(4)

4.3 Komposisi Total Mineral Nanokalsium

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier 2009). Analisis kimia nanokalsium dilakukan melalui uji atomic absorpsion spectrophotometry (AAS). Berdasarkan analisis AAS nanokalsium mengandung komposisi makromineral seperti Ca, Mg, Na, P dan K, serta mikromineral seperti Mn, Fe dan Zn. Hasil analisis kandungan mineral pada serbuk nano kalsium dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi total mineral serbuk nanokalsium Mineral Kadar mineral (%)

Ca 51,27 Mg 36,91 Na 0,82 P 0,64 K 0,54 Fe 4,36 Zn 5,27 Mn 0,18

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa komponen utama penyusun nanokalsium cangkang rajungan adalah kalsium dan magnesium. Hal ini terlihat dari nilai kalsium dan magnesium yang tinggi yaitu sebesar 51,27 % dan 36,91 %. Cangkang rajungan merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan. Cangkang rajungan mengandung kitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan

pigmen astaxanthin (Hirano 1989 diacu dalam Hafiluddin 2003). Oleh karena itu, pemanfaatan limbah demineralisasi pada cangkang crustasea mengandung banyak mineral sehingga diisolasi kalsiumnya (Suzuki et al. 2004).

Serbuk nanokalsium yang merupakan recovery dari limbah demineralisasi lsium cangkang rajungan mengandung kalsium yang memiliki ikatan kimia berupa kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida dikenal dengan nama kapur tohor. Kalsium oksida (CaO) diperoleh dengan pemanasan kalsium karbonat (CaCO3)

(5)

Kalsium dan magnesium adalah mineral yang terkandung dalam makhluk hidup. Magnesium merupakan salah satu makromineral yang berperan dalam sistrm fisiologis hewan yang berhubungan erat dengan kalsium serta fosfor. Magnesium (Mg) sebagian besar berada pada jaringan tulang yakni sebesar 70% dari total Mg pada makhluk hidup (Darmono 1995).

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa nanokalsium ini mengandung natrium dan kalium. Lingkungan perairan mengandung natrium dan kalium dalam bentuk ion (Darmono 1995). Logam natrium dan kalium pada cangkang rajungan diduga berasal dari lingkungan perairannya. Ion-ion mineral tersebut masuk ke dalam cangkang rajungan.

Mineral lain yang terekstrak pada nanokalsium ini adalah seng (Zn) dan fosfor (P). Seng ditemukan hampir dalam setiap jaringan hewan. Logam ini cenderung terakumulasi dalam tulang daripada dalam hati yang merupakan organ utama sebagai penyimpan kebanyakan mineral mikro (Darmono 1995). Menurut Kitano et al. (1976), seng pada cangkang ditemukan pada lapisan aragonit. Kandungan fosfor pada cangkang bivalvia dapat dipengaruhi oleh kadar fosfor terlarut dalam perairan (Darmono 1995).

Kalsium merupakan mineral penting yang ditemukan dalam jumlah kelimpahan yang cukup besar didalam tubuh. Sembilan puluh sembilan persen dari semua kalsium dalam tubuh ditemukan dalam tulang dan gigi. Sisanya sekitar satu persen berada dalam darah. Kalsium memegang peranan penting dalam konduksi saraf, kontraksi otot, dan pembekuan darah. Jika tingkat kalsium dalam darah dibawah normal, kalsium akan diambil dari tulang dan dimasukkan kedalam darah untuk mempertahankan tingkat kalsium darah. Oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi cukup kalsium untuk mempertahankan darah dan tingkat tulang kalsium yang cukup (Houtkooper dan Farrell 2011)

4.4 Analisis Ukuran Partikel Nanokalsium

Ukuran partikel nanokalsium ini dianalisi menggunakan SEM. Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Prinsip kerja mikroskop SEM adalah sifat gelombang dari elektron berupa difraksi pada sudut yang sangat kecil. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. Percepatan elektron (electron gun)

(6)

memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju sampel. Sinar elektron yang terfokus mendeteksi keseluruhan sampel dengan diarahkan oleh koil pendeteksi, ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor. Elektron dapat dihamburkan oleh sampel yang bermuatan karena memiliki sifat listrik. (Samsiah 2009).

Hasil pengukuran partikel dengan menggunakan SEM pada perbesaran 2.000x sampai 30.000x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium yang dihasilkan berkisar 120-573 nm. Menurut Mohanraj dan Chen (2006), nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berukuran kisaran 10-1000 nm. Morfologi nanokalsium disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil Scanning Electron Microscopy nanokalsium perbesaran 30.000x

Ukuran partikel dan distribusi ukuran merupakan karakteristik yang paling penting dari sistem nanopartikel. Sistem nanopartikel dapat menentukan distribusi in vivo, sistem biologis, toksisitas dan kemampuan penargetan sel. Selain itu nanopartikel juga dapat mempengaruhi penyerapan obat, pelepasan obat, dan stabilitas nanopartikel. Banyak penelitian menunjukan bahwa nanopartikel sub-mikron memiliki keunggulan dibandingkan mikropartikel sebagai system penyerapan obat. Umumnya nanopartikel memiliki serapan 2,5 kali lipat lebih besar dari 1 μm mikropartikel dan 6 kali lipat lebih besar menyerap dibandingkan 10 μm mikropartikel dalam penyerapan sel (Mohanraj dan Chen 2006).

(7)

Pembuatan kalsium dengan ukuran nano berhasil dibuat dengan metode presipitasi. Pada penelitian ini, metode presipitasi dilakukan dengan cara melarutkan komponen kalsium cangkang kijing ke dalam pelarut asam (HCl) karena kalsium larut dalam suasana asam, kemudian ditambahkan larutan NaOH ke dalam larutan HCl yang telah mengandung kalsium. Adanya pencampuran asam-basa tersebut mengakibatkan larutan menjadi jenuh dan menghasilkan endapan kalsium yang halus dan berukuran nano. Menurut Kenth (2009), metode presipitasi dilakukan dengan cara zat aktif dilarutkan ke dalam pelarut, lalu ditambahkan larutan lain yang bukan pelarut (anti-solvent), hal ini menyebabkan larutan menjadi jenuh dan terjadi nukleasi yang cepat sehingga membentuk nanopartikel. Penelitian Purwasasmita dan Gultom (2008) berhasil membuat serbuk hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan menunjukkan hasil SEM dengan ukuran partikel serbuk hidroksiapatit berkisar antara 30-750 nm.

4. 5 Aplikasi Nanokalsium

Nanokalsium yang diperoleh kemudian diaplikasikan ke dalam bentuk pangan suplemen kalsium yaitu effervescent. Effervescent didefinisikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan gelembung sebagai hasil reaksi kimia dalam larutan. Pembuatan effervescent nanokalsium dilakukan dengan melakukan pencampuran asam dengan basa. Menurut Ansel (1989), perbandingan asam organik dan garam natrium bikarbonat yang ditambahkan adalah 1:1 sedangkan perbandingan asam sitrat dan tartrat yang lazim digunakan dalam pembuatan effervescent konvensional adalah sebesar 3:2. Formulasi yang digunakan dalam pembuatan effervescent nanokalsium ini telah memenuhi standar tersebut. Formulasi bahan pembuat effervescent nanokalsium ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Formulasi effervescent nanokalsium Bahan effervescent Formula (%)

Nanokalsium 5 Effervescent mix Natrium bikarbonat 40 Asam sitrat 24 Asam tartrat 16 Sukrosa 15

Minuman yang menggunakan karbonat yang dihasilkan akan menutupi rasa yang tidak diinginkan sehingga granula effervescent sangat cocok untuk

(8)

produk yang memiliki rasa pahit, asin ataupun tawar (Ansel 1989). Karbondioksida termasuk gas yang tidak memiliki warna, tidak berbau, dan tidak ada rasanya. Karbondioksida juga sangat mudah larut dalam air dan dapat dibuat padat melalui tekanan tertentu. Pada saat dimasukkan dalam air, gas akan segera larut, karena gasnya larut secara otomatis butiran-butiran obat atau vitamin akan ikut larut juga. Dalam air, karbondioksida akan merubah menjadi asam karbonat. Asam inilah yang memberikan rasa “menggigit” pada minuman bersoda atau pada larutan effervescent (Surya 2006). Reaksi effervescent adalah sebagai berikut : H3C6H5O7H2O + 3 NaHCO3 Na3C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2

Asam sitrat Na-bikarbonat Na-sitrat air karbondioksida H2C2H4O6 + 2 NaHO3 Na2C4H4O6 + 2 H2O + 2 CO2

Asam tartrat Na-bikarbonat Na-tartrat air karbondioksida Pengujian yang dilakukan pada effervescent nanokalsium ini adalah waktu larut. Waktu larut menunjukan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh tablet dalam suatu ukuran saji (serving size) untuk dapat larut sempurna dalam volume tertentu air. Waktu larut yang diperlukan untuk effervescent nanokalsium adalah 0,94 detik. Waktu larut tersebut telah memenuhi waktu larut minuman effervescent yang baik. Minuman effervescent yang baik memiliki waktu larut tidak lebih dari 2 menit (Ervina 2010).

4.6 Derajat Keasaman

Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingginya keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu zat, larutan ataupun benda. pH normal memiliki nilai 7 atau biasa disebut netral, sementara apabila nilai suatu zat tersebut berkisar antara 8-14 menunjukkan zat tersebut memiliki basa, sedangkan apabila nilai suatu zat tersebut berkisar antara 1-6 menujukkan sifat asam. Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang akan berubah warna menjadi merah apabila keasamannya tinggi dan akan berubah menjadi biru apabila tingkat keasamannya rendah. Selain menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan. Penelitian ini menggunakan alat ukur pH berupa pH meter karena tingkat keakuratannya dari pH meter lebih tinggi (Khopkar 1990)

(9)

Nilai pH berkaitan dengan nanokalsium sebagai bahan tambahan pangan. Analisis pH menunjukkan bahwa nanokalsium memiliki nilai pH 9,00. Bahan penyusun nanokalsium adalah kalsium oksida (CaO). Kalsium oksida merupakan serbuk putih dengan pH tinggi yaitu 12,6 (Estrela dan Holland 2003). Proses netralisasi dengan menggunakan akuades dapat membuat nilai pH nanokalisum lebih rendah.

Nilai pH yang basa tersebut tidak berbahaya bagi tubuh karena umumnya nanokalsium akan difortifikasi kedalam suatu produk, dalam hal ini adalah produk effervescent nanokalsium. Fortifikasi nanokalsium kedalam bentuk effervescent perlu memperhatikan mengenai pH larutan effervescent yang dihasilkan. Nilai pH ini sangat dipengaruhi oleh pembentuk effervescent mix dalam hal ini yaitu asam sitrat, asam tartrat, dan natrium bikarbonat. Jika perbandingan antara ketiganya tidak sesuai maka pH yang ditimbulkan dapat mendekati asam ataupun mendekati basa. Hasil uji pH yang telah dilakukan menggunakan pH meter diketahui bahwa pH effervescent nanokalsium adalah sekitar 7,0 sehingga cukup baik untuk dikonsumsi secara oral.

4.7 Bioavailabilitas Effervescent Nanokalsium

Kalsium dalam suatu bahan pangan tidak semua dapat dimanfaatkan untuk keperluan tubuh. Hal ini tergantung pada ketersediaaan biologisnya (bioavailabilitas). Bioavailabilitas kalsium menunjukkan proporsi kalsium yang tersedia untuk digunakan dalam proses metabolis terhadap kalsium yang dikonsumsi (Miller 2004). Bredbenner (2007) mendefinisikan bioavailabilitas sebagai persentase mineral kalsium yang dapat diabsorpsi oleh sel enterocyte di saluran pencernaan dan digunakan sesuai dengan fungsinya. Penelitian ini menggunakan metode in vivo pada tikus putih dalam menentukan bioavailabilitas effervescent nanokalsium.

Kamchan (2003) mengelompokan bioavailabilitas kalsium menjadi tiga yaitu tinggi (≥ 20%), sedang (10% - 19%), dan rendah (≤10%). Hasil analisis bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih disajikan pada Gambar 9.

(10)

Gambar 9 Bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih. Berdasarkan pengelompokan tersebut, effervescent nanokalsium memiliki bioavailabilitas kalsium yang tergolong tinggi pada menit ke-8. Hal ini sejalan dengan analisis bioavailabilitas nanokalsium murni yang dilakukan Devianti (2011) dimana tingkat penyerapan kalsium paling tinggi berada pada menit ke-8 yaitu sebesar 75,1 %. Tingginya bioavailabilitas nanokalsium baik nanokalsium murni maupun effervescent nanokalsium membuktikan bahwa nanokalsium bisa difortifikasi pada bahan pangan suplemen sehingga dapat memenuhi kebutuhan kalsium.

Nanokalsium adalah kalsium yang partikelnya berukuran 100-400 nm. Partikel kalsium sangat halus sehingga cepat diserap ke dalam sistem aliran darah, partikel-partikel berjalan cepat dengan gerakan cepat untuk disimpan dalam struktur tulang. Hasil analisis membuktikan tingkat penyerapan nanokalsium yang sangat baik, dibandingkan dengan asupan kalsium konvensional. Kalsium dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang cukup, karena bila terlalu banyak dan tidak diserap tubuh dapat menjadi masalah kesehatan yang lain. Ukuran kalsium yang diperkecil menjadi nano (10-9 nm) dengan teknologi nano-blend akan membuat penyerapan secara langsung oleh sel menjadi lebih sempurna. Ukuran partikel kalsium yang berukuran nano bertujuan agar makronutrien kalsium ini dapat terserap dengan penuh di dalam tubuh dan tidak meninggalkan residu di dalam tubuh (Kamelia 2009).

9,05 29,05 59,34 71,28 75,1 0 10 20 30 40 50 60 70 80 0 2 4 6 8 10 kad ar kal si u m (% )

(11)

Ketidakcukupan asupan kalsium, rendahnya absorpsi kalsium dan atau kehilangan kalsium yang berlebihan berkontribusi terhadap defisiensi kalsium. Banyak faktor yang menjadi indikator defisiensi kalsium yaitu status vitamin D, penyakit tulang dan ketidakseimbangan hormon. Defisiensi kalsiumm akan menyebabkan ketidaknormalan pada tulang seperti riketsia dan osteoporosis. Selain itu, defisiensi kalsium juga berasosiasi dengan kejadian kejang (tetani), hipertensi, kanker kolon, dan obesitas atau berat badan berlebih. Riketsia terjadi pada anak-anak ketika penambahan jumlah kalsium per unit matriks tulang defisien sehingga mineralisasi tulang terganggu (Gropper et al. 2005).

Absorpsi kalsium terjadi pada bagian atas usus halus dan berkurang di bagian bawah usus halus berbatasan dengan usus besar. Absorpsi kalsium pada usus halus melibatkan dua proses, yaitu transeluler dan paraseluller (Bronner 2008). Dalam aliran darah, kalsium ditransportasikan dalam bentuk ion kalsium bebas atau terikat protein, dimana kosentrasinya diregulasi secara ketat oleh kontrol hormon. Ketika konsentrasi kalsium dalam darah rendah, kelenjar paratiroid akan melepaskan hormon paratiroid. Peran hormon paratiroid dalam meningkatkan kalsium darah dilakukan melalui tiga jalur yaitu 1) menstimulasi perombakan kalsium dari tulang, 2) meningkatkan retensi kalsium di ginjal, dan 3) mengaktifkan vitamin D yang kemudian vitamin D dalam bentuk aktif (1,25(OH)2D3) akan merangsang peningkatan reabsorpsi kalsium di ginjal dan

meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Namun jika konsentrasi kalsium darah meningkat, kelenjar tiroid akan melepaskan calcitonin yang kemudian akan mengembalikan konsentrasi kalsium ke dalam range normal dengan jalan mengurangi perombakan kalsium dari tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal (Bredbenner et al. 2007).

Gambar

Gambar 5 Data rendemen nanokalsium.
Gambar 7 Karakteristik derajat putih serbuk nano kalsium.
Gambar 9 Bioavailabilitas effervescent nanokalsium pada darah tikus putih.   Berdasarkan  pengelompokan  tersebut,  effervescent  nanokalsium  memiliki  bioavailabilitas  kalsium  yang  tergolong  tinggi  pada  menit  ke-8

Referensi

Dokumen terkait

7 Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat serta tidak

[r]

Correlation between changes in LDL cholesterol and 24-h urinary excretion of mevalonic acid (MVA) with atorvastatin 40 mg / day ( ) and 80 mg / day ( ) in patients with

[r]

The work cited in this section is particularly impor- tant because it established that relatively short-term (30 days) feeding of high-fat diets, independent of fatty acid

Langkah-langkah dalam KISS dilakukan dengan cara senantiasa mengadakan komunikasi timbal balik antara berbagai penyelenggara kegiatan statistik, yang selanjutnya

dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi risiko ini dipengaruhi oleh faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan.  Faktor yang mempengaruhi : 

Panitia Pengadaan Barang / Jasa Lainnya selaku Kelompok Kerja pada Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Bina Marga