PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL,
WHISTLEBLOWING
SYSTEM
DAN MORALITAS APARAT TERHADAP PENCEGAHAN
FRAUD
PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN BULELENG
1
I Gede Adi Kusuma Wardana,
1Edy Sujana,
2Made Arie Wahyuni
Jurusan Akuntansi Program S1
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: {theyadi74@gmail.com, ediesujana_bali@yahoo.com,
wahyuni_arie@yahoo.com}@undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan membuktikan secara empiris pengaruh pengendalian internal, whistleblowing system, dan moralitas aparat terhadap pencegahan fraud. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari kuesioner dan diukur menggunakan skala likert. Populasi penelitian adalah seluruh pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng sebanyak 192 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampel, yaitu pegawai negeri sipil dan pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng yang berjumlah 69 orang. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda dengan berbantuan SPSS 24.0 for Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial pengendalian internal,
whistleblowing system, dan moralitas aparat berpengaruh positif dan signifikan terhadap pencegahan fraud.
Kata Kunci: pengendalian internal, whistleblowing system, moralitas aparat, pencegahan
fraud.
Abstract
This research aimed to prove empirically the influence of internal control, whistleblowing system, and the morality of the apparatus against fraud prevention. This research was a quantitative research using primary data obtained from questionnaire and measured using likert scale. The research population were all employees of Buleleng Public Works Department as much as 192 people. Sampling technique using purposive sampling with sample criterion, that was government employees and employee who have worked more than 3 years at Buleleng Public Works Department which amounted to 69 people. The data analysis technique used multiple linear regression analysis with SPSS 24.0 for Windows.
The results showed that partially internal control, whistleblowing system, and morality of apparatus have positive and significant effect on fraud prevention.
PENDAHULUAN
Adanya tuntutan masyarakat semakin
meningkat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan yang baik (good governance
government) telah mendorong pemerintah
pusat dan pemerintah daerah untuk
menerapkan pengelolaan anggaran yang
bersih. Good governance diartikan sebagai
pemerintahan yang baik dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip
demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran dari salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik
secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran (Mardiasmo,
2002). Untuk menciptakan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pemerintah pusat dan pemerintah daerah
telah terdorong untuk menerapkan
akuntabilitas publik. Akuntabilitas
merupakan bentuk kewajiban
mempertanggungjawabkan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam
penyelenggaraan pemerintahan diatur
dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu berupa laporan keuangan.
Isu tentang korupsi di Indonesia menjadi salah satu permasalahan utama bangsa ini karena semakin marak terjadi
praktek-praktek tindak korupsi. Indonesian
Corruption Wath (ICW) mengemukakan, dari 14 lembaga paling korup, urutan pertama
diduduki oleh Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) dengan jumlah 246 kasus,
peringkat ke dua diduduki oleh kelembagaan dalam naungan Pemerintah Kota (Pemkot) yang memiliki 56 kasus, peringkat ke tiga yaitu lembaga di Pemerintahan Provinsi (Pemprov) dengan jumlah 23 kasus dengan kerugian negara mencapai Rp. 88,1 miliar, dan urutan keempat diduduki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan 18 kasus korupsi yang dimiliki dengan kerugian mencapai Rp. 249,4 miliar, urutan ke lima yaitu KPU/KPUD dengan 14 kasus yang merugikan negara sebesar Rp. 26 miliar, keenam adalah Kementrian dengan 13 kasus yang merugikan
negara sebesar Rp. 56 milar, dan masih banyak urutan lainnya dari urutan ke 7 sampai ke empat belas diantaranya BUMD dengan 12 kasus yang merugikan negara sebanyak Rp. 69 miliar, DPRD/DPR dengan 10 kasus yang merugikan sebanyak Rp. 8 miliar, Badan sebanyak 8 kasus yang merugikan Rp. 15 miliar, Perguruan Tinggi dengan 7 kasus sebanyak Rp. 12 miliar, Pengadilan dengan 4 kasus yang merugikan sebanyak Rp. 2 miliar, Kejaksaan dengan 4 kasus yang merugikan Rp. 0,8 miliar, LSM dengan 2 kasus sebanyak Rp. 24 miliar, dan Bank Indonesia dengan 1 kasus (www.gatra.com).
Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) merupakan bagian dari sektor
publik yang selalu disoroti karena
pengelolaan anggaran mengalami
kebocoran. Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah kasus penyalahgunaan
anggaran. Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng pernah menjadi
sorotan publik karena sempat terjadi kasus yang mengarah pada kecurangan dilakukan oleh manajemen organisasi atau dari pihak
internal instansi itu sendiri. Menurut
Beritabali (2016), telah terjadi kasus dugaan korupsi pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng pada tahun 2016 yang dilakukan Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Kabupaten Buleleng. Pembangunan jembatan di Desa Lemukih berlangsung di tahun 2013 lalu, dengan sumber dana dari APBD Buleleng senilai Rp 2,5 miliar lebih. Jembatan tersebut dibangun di atas Pangkung (Sungai) Lebong, dan Pangkung Api I dan II Desa Lemukih dan selesai di tahun 2014.
Kasus ini mencuat sejak tahun 2015 lalu. Penyidik Polda Bali menemukan pelanggaran dengan modus membuat pertanggungjawaban fiktif. Dalam dokumen yang ditemukan, proyek itu baru rampung 22 persen, namun dibuat telah rampung 45 persen. Dari tindakan itu, negara dirugikan hingga Rp 699 juta lebih. Kasus seperti itu terjadi dikarenakan lemahnya pengawasan internal dari instansi/organisasi tersebut. Maka dari itu dibutuhkan tata kelola yang baik dari manajemen suatu organisasi.
Dengan adanya whistleblowing system
maupun dengan memperketat pengawas internal, suatu tindakan yang mengarah ke tindak kecurangan atau tindakan yang
dapat merugikan kelangsungan organisasi tersebut dapat diminimalisir. Maka dari itu penelitian ini dilakukan dengan menggali informasi untuk mengetahui bagaimana
pengendalian internal, whistleblowing
system dan moralitas aparat terhadap
pencegahan fraud khususnya pada Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng.
Fraud sebagai kebohongan yang
disengaja, ketidakbenaran dalam
melaporkan aktiva perusahaan atau
manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut
(Hall, 2007). Fraud dapat terdiri dari
berbagai bentuk kejahatan atau tindak pidana, antara lain pencurian, penggelapan aset, penggelapan informasi, penggelapan
kewajiban, penghilangan atau
penyembunyian fakta, rekayasa fakta dan
juga termasuk korupsi. Dalam fraud scale,
ketika tekanan situasional dan kesempatan
untuk melakukan fraud tinggi namun
integritas personal rendah, maka
kemungkinan terjadinya fraud akan sangat
tinggi. Kesempatan yang dimaksud disini adalah kondisi pengendalian internal dalam sebuah organisasi.
Pencegahan fraud dapat dilakukan
apabila pengendalian intern semakin efektif diterapkan oleh organisasi. Salah satu komponen pengendalian intern adalah aktivitas pengawasan yang berhadapan
dengan penilaian berkala atau
berkelanjutan (Arens et al., 2003).
Pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi aset, menjamin
tersedianya pelaporan keuangan dan
manajerial yang dapat dipercaya,
meningkatkan kepatuhan terhadap
ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan pelanggaran (Susanto, 2008). Pengendalian intern sangat penting
untuk memberikan perlindungan bagi
entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan (Wilopo, 2006). Jadi, kecenderungan kecurangan akuntansi dipengaruhi oleh ada atau tidaknya peluang untuk melakukan hal
tersebut. Peluang tersebut dapat
diminimalisir dengan adanya pengendalian intern yang efektif. Jika pengendalian intern yang ada lemah atau tidak efektif, maka
akan membuka peluang bagi karyawan untuk cenderung melakukan kecurangan.
Hal ini menunjukkan bahwa jika
pengendalian internal semakin tinggi, maka
pencegahan fraud semakin tinggi.
Hubungan pengendalian internal
dengan pencegahan fraud mengacu pada
penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa efektifitas sistem pengendalian internal berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap fraud. Hal ini
menunjukkan pengendalian intern yang
efektif akan dapat mengurangi fraud. Jika
pengendalian internal semakin tinggi, maka
pencegahan fraud juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis pertama:
H1: Pengendalian internal berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pencegahan fraud.
Pencegahan fraud dapat dilakukan
apabila whistleblowing system diterapkan
oleh pegawai. Menurut Hoffman and Robert
(2008), whistleblowing merupakan
pengungkapan oleh pegawai mengenai suatu informasi yang diyakini mengandung pelanggaran hukum, peraturan, pedoman praktis atau pernyataan professional, atau berkaitan dengan kesalahan prosedur, korupsi, penyalahgunaan wewenang atau
membahayakan kepentingan publik.
Whistleblowing akan muncul ketika terjadi
konflik antara loyalitas pegawai dan
perlindungan kepentingan publik. Menurut
Elias (2008), whistleblowing dapat terjadi
dari dalam (internal) maupun luar
(eksternal). Internal whistleblowing terjadi
ketika seorang pegawai mengetahui
kecurangan yang dilakukan pegawai
lainnya kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya. Sedangkan,
eksternal whistleblowing terjadi ketika
seorang pegawai mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaan kemudian memberitahukannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa
jika whistleblowing diterapkan dengan baik
oleh pegawai, maka pencegahan fraud
semakin tinggi.
Hubungan whistleblowing system
dengan pencegahan fraud mengacu pada
(2014), yang menunjukkan bahwa
penerapan whistleblowing system
berpengaruh positif signifikan terhadap
pencegahan kecurangan. Jika
whistleblowing system semakin tinggi, maka
pencegahan fraud juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis kedua:
H2: Whistleblowing system berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pencegahan fraud.
Menurut Albrecht dan Albrecht (2004),
salah satu motivasi individu dalam
melakukan kecurangan akuntansi adalah keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Individu dengan level penalaran
moral rendah cenderung akan
memanfaatkan kondisi tersebut untuk
kepentingan pribadinya (self-interest),
seperti tindakan yang berhubungan dengan kecurangan akuntansi. Kondisi tersebut sesuai dengan yang ada dalam tingkatan
level pre-conventional pada teori Kohlberg
(1995), yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi utama untuk kepentingan pribadinya. Jadi, dengan moralitas individu yang tinggi seorang pegawai cenderung menjalankan
peraturan-peraturan dan menghindari
perbuatan kecurangan untuk kepentingan
pribadinya. Jika instansi mempunyai
moralitas individu pegawai tinggi, maka tidak akan mendorong karyawannya untuk
melakukan tindakan kecurangan,
sebaliknya semakin rendah moralitas
individu pegawai suatu instansi, maka akan semakin tinggi kecenderungan karyawan melakuan kecurangan. Hal ini menunjukkan bahwa jika moralitas aparat semakin baik,
maka pencegahan fraud juga semakin
tinggi.
Hubungan moralitas aparat dengan
pencegahan fraud mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Saputra (2015), yang menunjukkan bahwa individu dengan level moral yang rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Sebaliknya individu dengan level moral tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi. Jika moralitas aparat semakin tinggi, maka
pencegahan fraud juga semakin tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti mengambil hipotesis ketiga:
H3: Moralitas aparat berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pencegahan fraud.
METODE
Penelitian dilaksanakan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng.
Rancangan penelitian menggunakan
penelitian kuantitatif. Variabel bebas
penelitian adalah pengendalian internal,
whistleblowing system, dan moralitas
aparat. Sedangkan, variabel terikat
penelitian adalah pencegahan fraud.
Populasi penelitian adalah seluruh
pegawai Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Buleleng sebanyak 192 orang.
Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan purposive
sampling dengan kriteria sampel, yaitu PNS dan pegawai yang sudah bekerja lebih dari 3 tahun pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng yang berjumlah 69 orang.
Teknik pengumpulan data penelitian adalah teknik kuesioner. Skala yang digunakan dalam penyusunan kuesioner
penelitian ini adalah skala likert. Setiap
pernyataan disediakan 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu sangat setuju, setuju, kurang setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik yang
terdiri dari uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pada Tabel 1 ditunjukkan hasil analisis deskriptif pada setiap indikator
variabel. Pada variabel pengendalian
internal, indikator lingkungan pengendalian dan kegiatan pengendalian memiliki rata-rata paling rendah, yaitu 3,966. Kemudian indikator informasi dan komunikasi memiliki rata-rata paling tinggi, yaitu 4,241. Pada
variabel whistleblowing system, indikator
aspek struktural memiliki rata-rata paling rendah, yaitu 3,902. Kemudian indikator aspek perawatan memiliki rata-rata paling tinggi, yaitu 4,029. Pada variabel moralitas aparat, indikator menyadari kewajibannya memiliki rata-rata paling rendah, yaitu 4,103. Kemudian indikator berbuat baik
memiliki rata-rata paling tinggi, yaitu 4,293.
Pada variabel pencegahan fraud, indikator
fraud awareness memiliki rata-rata paling rendah, yaitu 3,897. Kemudian indikator
adanya sanksi terhadap segala bentuk kecurangan memiliki rata-rata paling tinggi, yaitu 4,259.
Tabel 1. Hasil Analisis Deskriptif pada Masing-masing Indikator Variabel
No. Variabel Indikator Rata-rata
1 Pengendalian internal
1. Lingkungan pengendalian 2. Penilaian risiko
3. Kegiatan pengendalian 4. Informasi dan komunikasi
5. Pemantauan dan penegakan aturan
3,966 4,172 3,966 4,241 4,121 2 Whistleblowing system 1. Aspek struktural 2. Aspek operasional 3. Aspek perawatan 3.902 4.010 4.029 3 Moralitas aparat
1. Penalaran moral didasarkan atas imbalan 2. Berbuat baik
3. Menyadari kewajibannya
4. Penalaran moral didasarkan atas hukum
5. Melaksanakan kegiatan sesuai kondisi yang sebenarnya
4,276 4,293 4,103 4,241 4,276 4 Pencegahan fraud
1. Menciptakan kejujuran, keterbukaan, dan saling membantu
2. Proses rekrutmen yang jujur 3. Fraud awareness
4. Lingkungan kerja yang positif
5. Kode etik yang jelas, mudah dimengerti dan ditaati 6. Adanya sanksi terhadap segala bentuk kecurangan
4,009 3,897 3,828 4,216 4,155 4,259 Sumber: data diolah (2017)
Pada Tabel 2 hasil uji normalitas data
menggunakan statistik
Kolmogiorov-Smirnov menunjukkan bahwa nilai
signifikansi 0,200. Berdasarkan kriteria uji normalitas, data berdistribusi normal jika
nilai signifikansi lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data
pengendalian internal, whistleblowing
system, moralitas aparat, dan pencegahan fraud berdistribusi normal.
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 58
Normal Parametersa,b Mean 0,0000000
Std. Deviation 3,19473156
Most Extreme Differences Absolute 0,098
Positive 0,041
Negative -0,098
Kolmogorov-Smirnov Z 0,098
Asymp. Sig. (2-tailed) 0,200
(Sumber: data diolah 2017)
Hal ini menunjukkan bahwa sebaran
data pengendalian internal, whistleblowing
system, moralitas aparat, dan pencegahan fraud berdistribusi normal. Pada Tabel 3
hasil pengujian multikolinieritas
mengunakan Variance Inflation Factor (VIF)
menunjukkan nilai VIF dari masing-masing variabel bebas lebih kecil dari 10 dan nilai
tolerance lebih besar dari 0,1. Berdasarkan
nilai VIF dan tolerance, korelasi di antara
variabel bebas dapat dikatakan mempunyai
korelasi yang lemah. Dengan demikian tidak terjadi multikolinearitas pada model regresi linier.
Tabel 3. Hasil Uji Multikolineritas
Model Collinearity Statistics Keterangan
Tolerance VIF
Pengendalian internal 0,768 1,303 Non Multikolineritas
Whistleblowing system 0,798 1,254 Non Multikolineritas
Moralitas aparat 0,757 1,321 Non Multikolineritas
(Sumber: data diolah 2017)
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji
heteroskedastisitas menggunakan uji
Glejser menunjukkan bahwa nilai
signifikansi antara variabel bebas dengan absolut residual lebih besar dari 0,05, yang
ditunjukkan pada Tabel 4. Dengan
demikian, tidak terjadi heteroskedastisitas. Tabel 4. Hasil Uji Heterokedastisitas
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1,254 3,151 0,398 0,692 X1 -0,081 0,114 -0,109 -0,711 0,480 X2 -0,015 0,058 -0,038 -0,255 0,800 X3 0,142 0,126 0,173 1,122 0,267
a. Dependent Variable: ABS (Sumber: data diolah 2017)
Pada penelitian ini diajukan 3
hipotesis. Pengujian hipotesis digunakan analisis regresi linier ganda. Hasil analisis regresi linier berganda berupa perhitungan
koefisien beta dan uji t pada pengaruh
pengendalian internal, whistleblowing
system, dan moralitas aparat terhadap
pencegahan fraud tampak pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Uji t
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 21,525 5,445 3,953 0,000 X1 0,491 0,197 0,286 2,495 0,016 X2 0,235 0,100 0,265 2,358 0,022 X3 0,603 0,218 0,319 2,761 0,008 a. Dependent Variable: Y (Sumber: data diolah 2017)
Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 5 dapat diinterpretasikan sebagai berikut.
1. Variabel pengendalian internal (X1)
memiliki koefisien positif 0,491 dengan nilai signifikansi 0,016. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α =
0,05, maka dapat dinyatakan bahwa
pengendalian internal (X1) berpengaruh
signifikan terhadap pencegahan fraud
(Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi
yang positif menunjukkan bahwa
positif terhadap pencegahan fraud (Y).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa H1
diterima sehingga pengendalian internal berpengaruh signifikan positif terhadap
pencegahan fraud.
2. Variabel whistleblowing system (X2)
memiliki koefisien positif 0,235 dengan nilai signifikansi 0,022. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α = 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa whistleblowing system (X2) berpengaruh
signifikan terhadap pencegahan fraud
(Y). Sedangkan, nilai koefisien regresi
yang positif menunjukkan bahwa
whistleblowing system (X2) berpengaruh
positif terhadap pencegahan fraud (Y).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa H2
diterima sehingga whistleblowing
system berpengaruh signifikan positif
terhadap pencegahan fraud.
3. Variabel moralitas aparat (X3) memiliki
koefisien positif 0,603 dengan nilai signifikansi 0,008. Nilai signifikansi lebih kecil dari nilai probabilitas α = 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa moralitas
aparat (X3) berpengaruh signifikan
terhadap pencegahan fraud (Y).
Sedangkan, nilai koefisien regresi yang positif menunjukkan bahwa moralitas
aparat (X3) berpengaruh positif terhadap
pencegahan fraud (Y). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa H3 diterima
sehingga moralitas aparat berpengaruh signifikan positif terhadap pencegahan fraud.
Pembahasan
Pengaruh Pengendalian Internal
Terhadap Pencegahan Fraud
Hasil pengujian hipotesis pertama mengenai pengaruh pengendalian internal
terhadap pencegahan fraud menunjukkan
nilai koefisien regresi 0,491 dengan nilai signifikansi uji t sebesar 0,016. Oleh karena itu, hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian internal berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pencegahan fraud.
Jika pengendalian internal semakin tinggi,
maka pencegahan fraud juga semakin
tinggi. Hasil analisis deskriptif pada variabel pengendalian internal, indikator lingkungan pengendalian dan kegiatan pengendalian memiliki skor rata-rata paling rendah, yaitu
3,966. Kemudian indikator informasi dan komunikasi memiliki skor rata-rata paling
tinggi, yaitu 4,241. Pada variabel
pencegahan fraud, indikator fraud
awareness memiliki skor rata-rata paling rendah, yaitu 3,897. Kemudian indikator adanya sanksi terhadap segala bentuk kecurangan memiliki skor rata-rata paling tinggi, yaitu 4,259.
Pencegahan fraud dapat dilakukan
apabila pengendalian intern semakin efektif diterapkan oleh organisasi. Salah satu komponen pengendalian intern adalah aktivitas pengawasan yang berhadapan
dengan penilaian berkala atau
berkelanjutan (Arens et al., 2003).
Pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi aset, menjamin
tersedianya pelaporan keuangan dan
manajerial yang dapat dipercaya,
meningkatkan kepatuhan terhadap
ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta mengurangi risiko terjadinya kerugian, penyimpangan, dan pelanggaran (Susanto, 2008). Pengendalian intern sangat penting
untuk memberikan perlindungan bagi
entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk mengurangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan
aturan (Wilopo, 2006). Jadi, fraud
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya peluang untuk melakukan hal tersebut. Peluang tersebut dapat diminimalisir dengan adanya pengendalian intern yang efektif. Sistem pengendalian internal memegang peran penting dalam organisasi. Dengan adanya sistem pengendalian yang efektif, maka kegiatan operasional juga dapat berjalan secara efektif dan juga efisien sehingga kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses operasional koperasi juga dapat diminimalisir. Sebaliknya, jika pengendalian intern yang ada lemah atau tidak efektif,
maka akan membuka peluang bagi
karyawan untuk cenderung melakukan kecurangan. Hal ini menunjukkan bahwa
pengendalian internal berpengaruh positif
terhadap pencegahan fraud. Jika
pengendalian internal semakin tinggi, maka
pencegahan fraud semakin tinggi.
Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Artini (2014), yang menunjukkan bahwa efektifitas sistem pengendalian
internal berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap fraud. Hal ini menunjukkan
pengendalian intern yang efektif akan dapat mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil yang senada ditunjukkan oleh Adelin (2013), yang menunjukkan bahwa efektivitas pengendalian internal berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Pengaruh Whistleblowing System
Terhadap Pencegahan Fraud
Hasil pengujian hipotesis kedua
mengenai pengaruh whistleblowing system
terhadap pencegahan fraud menunjukkan
nilai koefisien regresi 0,235 dengan nilai signifikansi uji t sebesar 0,022. Oleh karena itu, hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa whistleblowing system berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pencegahan fraud.
Jika whistleblowing system semakin tinggi,
maka pencegahan fraud juga semakin
tinggi. Hasil analisis deskriptif pada variabel whistleblowing system, indikator aspek struktural memiliki skor rata-rata paling rendah, yaitu 3,902. Kemudian indikator aspek perawatan memiliki skor rata-rata paling tinggi, yaitu 4,029.
Pencegahan fraud dapat dilakukan
apabila whistleblowing system diterapkan
oleh pegawai. Menurut Hoffman and Robert
(2008), whistleblowing merupakan
pengungkapan oleh pegawai mengenai suatu informasi yang diyakini mengandung pelanggaran hukum, peraturan, pedoman praktis atau pernyataan professional, atau berkaitan dengan kesalahan prosedur, korupsi, penyalahgunaan wewenang atau
membahayakan kepentingan publik.
Whistleblowing akan muncul ketika terjadi
konflik antara loyalitas pegawai dan
perlindungan kepentingan publik. Menurut
Elias (2008), whistleblowing dapat terjadi
dari dalam (internal) maupun luar
(eksternal). Internal whistleblowing terjadi
ketika seorang pegawai mengetahui
kecurangan yang dilakukan pegawai
lainnya kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya. Sedangkan,
eksternal whistleblowing terjadi ketika
seorang pegawai mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaan kemudian memberitahukannya kepada masyarakat
karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa whistleblowing berpengaruh positif terhadap
pencegahan fraud. Jika whistleblowing
diterapkan dengan baik oleh pegawai,
maka pencegahan fraud semakin tinggi.
Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Libramawan (2014), yang
menunjukkan bahwa whistleblowing system
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pencegahan kecurangan. Hasil yang
senada ditunjukkan oleh Nurayati (2016),
yang menunjukkan bahwa whistleblowing
system berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kecurangan pada sektor
pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa whistleblowing system berpengaruh positif terhadap pencegahan kecurangan.
Pengaruh Moralitas Aparat Terhadap
Pencegahan Fraud
Hasil pengujian hipotesis ketiga
mengenai pengaruh moralitas aparat
terhadap pencegahan fraud menunjukkan
nilai koefisien regresi 0,603 dengan nilai signifikansi uji t sebesar 0,008. Oleh karena itu, hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa moralitas aparat berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pencegahan fraud. Jika
moralitas aparat semakin tinggi, maka
pencegahan fraud juga semakin tinggi.
Hasil analisis deskriptif pada variabel
moralitas aparat, indikator menyadari
kewajibannya memiliki skor rata-rata paling rendah, yaitu 4,103. Kemudian indikator berbuat baik memiliki skor rata-rata paling tinggi, yaitu 4,293.
Fraud sebagai kebohongan yang
disengaja, ketidakbenaran dalam
melaporkan aktiva perusahaan atau
manipulasi data keuangan bagi keuntungan pihak yang melakukan manipulasi tersebut
(Hall, 2007). Fraud dapat terdiri dari
berbagai bentuk kejahatan atau tindak pidana, antara lain pencurian, penggelapan aset, penggelapan informasi, penggelapan
kewajiban, penghilangan atau
penyembunyian fakta, rekayasa fakta dan
juga termasuk korupsi. Dalam fraud scale,
ketika tekanan situasional dan kesempatan
untuk melakukan fraud tinggi namun
kemungkinan terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud disini adalah kondisi pengendalian internal dalam sebuah organisasi. Menurut Albrecht dan Albrecht (2004), salah satu motivasi individu dalam melakukan kecurangan akuntansi
adalah keinginan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi. Individu dengan level penalaran moral rendah cenderung akan
memanfaatkan kondisi tersebut untuk
kepentingan pribadinya (self-interest),
seperti tindakan yang berhubungan dengan kecurangan akuntansi. Kondisi tersebut sesuai dengan yang ada dalam tingkatan
level pre-conventional pada teori Kohlberg
(1995), yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi utama untuk kepentingan pribadinya. Jadi, dengan moralitas individu yang tinggi seorang pegawai cenderung menjalankan
peraturan-peraturan dan menghindari
perbuatan kecurangan untuk kepentingan
pribadinya. Jika instansi mempunyai
moralitas individu pegawai tinggi, maka tidak akan mendorong karyawannya untuk
melakukan tindakan kecurangan,
sebaliknya semakin rendah moralitas
individu pegawai suatu instansi, maka akan semakin tinggi kecenderungan karyawan melakuan kecurangan. Hal ini menunjukkan
bahwa moralitas aparat berpengaruh positif
terhadap pencegahan fraud. Jika moralitas
aparat semakin baik, maka pencegahan fraud semakin tinggi.
Secara empiris hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2015), yang menunjukkan bahwa individu dengan level moral yang rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Sebaliknya individu dengan level moral tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi. Hasil yang senada ditunjukkan oleh Prawira (2014), yang menunjukkan bahwa moralitas individu berpengaruh negatif signifikan terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. (1) Pengendalian internal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pencegahan fraud, yang ditunjukkan dengan koefisien
regresi yang positif 0,491 dengan nilai signifikansi uji t 0,016 lebih kecil dari α = 0,05. Artinya, apabila pengendalian internal
semakin tinggi, maka pencegahan fraud
juga semakin tinggi. (2) Whistleblowing
system berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pencegahan fraud, yang
ditunjukkan dengan koefisien regresi yang positif 0,235 dengan nilai signifikansi uji t 0,022 lebih kecil dari α = 0,05. Artinya,
apabila whistleblowing system semakin
tinggi, maka pencegahan fraud juga
semakin tinggi. (3) Moralitas aparat
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pencegahan fraud, yang ditunjukkan
dengan koefisien regresi yang positif 0,603 dengan nilai signifikansi uji t 0,008 lebih kecil dari α = 0,05. Artinya, apabila moralitas aparat semakin tinggi, maka
pencegahan fraud juga semakin tinggi.
Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. (1) Bagi Dinas Pekerjaan
Umum Kabupaten Buleleng agar
melakukan evaluasi berkesinambungan
mengenai pengendalian internal,
whistleblowing system, dan moralitas aparat
dalam mencegah terjadinya fraud akuntansi
dalam pengelolaan keuangan daerah. (2) Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa terdapat indikator yang memiliki rata-rata yang paling rendah, yaitu lingkungan
pengendalian, kegiatan pengendalian,
aspek struktural, menyadari kewajibannya, dan fraud awareness. Dengan demikian, disarankan kepada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng untuk meningkatkan
lingkungan pengendalian, kegiatan
pengendalian, aspek struktural, menyadari
kewajibannya, dan fraud awareness agar
pencegahan fraud yang dilakukan Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng semakin tinggi. (3) Peneliti selanjutnya disarankan untuk memperluas populasi penelitian, yaitu dengan menambah jumlah aparatur tidak hanya yang berada di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng saja, sehingga diperoleh hasil penelitian yang tingkat generalisasinya lebih tinggi. (4)
Pada penelitian berikutnya dapat
menambahkan variabel-variabel lain yang
berpengaruh terhadap pencegahan fraud,
DAFTAR PUSTAKA
Adelin, Vani. 2013. Pengaruh Pengendalian
Internal, Ketaaatan pada Aturan
Akuntansi dan Kecenderungan
Kecurangan Terhadap Perilaku Tidak Etis. Jurnal Wahana Riset Akuntansi, Vol. 1, No. 2, Hal: 259-275.
Albrecht, S. W. dan C. Albrecht. 2004. Fraud Examination and Prevention. Australia: Thomson South-Western. Arens, A. A., Randal J. E., dan Mark, S. B.
2003. Auditing dan Pelayanan
Verifikasi Pendekatan Terpadu.
Jakarta: Erlangga.
Artini, N. L. E. A. 2014. Pengaruh Budaya
Etis Organisasi dan Efektivitas
Pengendalian Internal terhadap
Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Jembrana. Skripsi. Jurusan Akuntansi Program S1 Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Pendidikan
Ganesha.
Elias. 2008. Auditing Student Professional
Commitment and Anticipatory
Socialization and Their Relationship to
Whistleblowing. Managerial Auditing
Journal, Vol. 23, No. 3, Hal: 283-294.
Hall, James A. 2007. Sistem Informasi
Akuntansi. Edisi Ketiga. Terjemahan Oleh Amir Abadi Yusuf. Jakarta: Salemba Empat.
Hoffman, W. Michael dan Robert E. 2008. A
Business Ethics Theory of
Whistleblowing. Journal of Business
and Environmental Ethics. Vol. 12, No. 8, Hal: 45-59.
Kohlberg, L. 1995 Tahap-tahap
Perkembangan Moral. Diterjemahkan
Oleh John De Santo dan Cremers A. Yogyakarta: Kanisius.
Libramawan, Irvandly Pratana. 2014.
Pengaruh Penerapan Whistleblowing
System Terhadap Pencegahan
Kecurangan (Studi Survey pada PT
Coca-Cola Amatil Indonesia SO
Bandung). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Prawira, I Made Darma. 2014. Pengaruh
Moralitas Individu, Asimetri Informasi dan Efektivitas Pengendalian Internal
Terhadap Kecenderungan
Kecurangan (Fraud) Akuntansi (Studi Empiris pada Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Buleleng). Skripsi.
Jurusan Akuntansi Program S1
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pendidikan Ganesha.
Saputra, Gede Krisna. 2015. Pengaruh
Pengendalian Intern Kas,
Implementasi Good Governance dan
Moralitas Individu Terhadap
Kecurangan (Fraud) (Studi Empiris pada LPD di Kabupaten Buleleng
Bagian Timur). Skripsi. Jurusan
Akuntansi Program S1 Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pendidikan Ganesha.
Susanto, Azhar. 2008. Sistem Informasi
Akuntansi. Jakarta: Gramedia.
Wilopo. 2006. Analisis Faktor-faktor yang
Berpengaruh terhadap
Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi: Studi pada Perusahaan Publik dan Badan Usaha Milik Negara
di Indonesia. Disampaikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi IX, Tanggal 23-26 Agustus 2006 di Padang.