TERHADAP MINAT BELI PAKAIAN BATIK
METHA DJUWITA SUPRIATNA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
among Perception, Affective, Preference, and Intention to Buy Batik Clothing. Thesis Advisor: UJANG SUMARWAN and RETNANINGSIH.
The objectives of the study were to analyze the attitude model of relationships among perception, affective, preference, and intention to buy batik clothing variables. Survey method of cross sectional design was employed by selecting 350 undergraduate students of Bogor Agricultural University as respondents. Pearson correlation test was used to analyze the relationships among perception, affective, preference, and intention to buy variables. The Conjoint analysis was utilized to analyze respondents’ preferences toward batik clothing. The results of regression analysis showed that perception was not significant. In influencing intention to buy batik clothing, whereas affective and preference variables significantly affected intention to buy batik clothing.
Keywords: batik cloth, attitude, perception, affective, preferences, intention to buy
ABSTRAK
Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik
Metha Djuwita Supriatna, Ujang Sumarwan, Retnaningsih
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis model sikap, terkait dengan hubungan antara variabel persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik. Metode survey dari disain cross sectional study ini dilakukan dengan menggunakan 350 mahasiswa Institut Pertanian Bogor sebagai responden. Uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli pakaian batik. Analisis Conjoint digunakan untuk menganalisis preferensi contoh terhadap pakaian batik. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa persepsi tidak berpengaruh secara signifikan. Terkait dengan hal yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik, variabel afektif dan preferensi berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli pakaian batik.
dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN dan RETNANINGSIH.
Maraknya penggunaan batik di Indonesia setelah dikukuhkannya batik sebagai representative list of intangible cultural heritage yang berasal dari Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan akan tingkat kesukaan pakaian batik yang semakin meningkat. Adanya keinginan konsumen untuk memiliki pakaian batik ditunjukkan dengan perilaku minat beli konsumen terhadap pakaian batik. Akan tetapi, hadirnya batik impor di pasaran dengan harga yang cenderung lebih murah membuat persaingan antara pakaian batik lokal dan batik impor kian ketat.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model sikap yang terkait dengan hubungan persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik, (2) menganalisis preferensi mahasiswa terhadap atribut batik, (3) menganalisis minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik, (4) menganalisis hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik, (5) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli pakaian batik.
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional study. Tempat penelitian dipilih secara purposive, yaitu di kampus IPB Dramaga. Penelitian dilakukan dari bulan Mei-Agustus 2011. Metode pemilihan contoh yang digunakan adalah convenience sampling dengan jumlah contoh 350 orang. Banyaknya jumlah contoh pada setiap departemen dikategorikan secara proportional. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengisian kuesioner yang meliputi data karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, uang saku, besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orang tua, suku), afektif, persepsi, preferensi, dan minat beli. Data sekunder diperoleh dari direktorat Administrasi dan Pendidikan berupa data jumlah mahasiswa IPB.
Data yang diperoleh kemudian melalui proses coding, scoring, entrying, cleaning dan analyzing menggunakan program Microsoft Excel 2007, SPSS versi 16,0 for windows, dan SAS versi 9.1, dengan jenis analisis statistik yaitu analisis deskriptif, tabulasi silang (crosstabs), uji beda Independent sample t-test, analisis Conjoint, uji korelasi Pearson dan Spearman, serta uji regresi linear berganda.
Contoh memiliki sebaran usia yang tergolong pada kategori dewasa awal (18-24thn), rata-rata uang saku contoh Rp 771.000,00, dan persentase terbesar contoh berasal dari daerah kota Bogor dan Depok (26,9%). Berdasarkan profil data contoh, pekerjaan ayah didominasi oleh PNS (35,1%), sedangkan pekerjaan ibu didominasi oleh ibu rumah tangga (51,7%). Hampir separuh contoh (46,3%) merupakan keluarga sedang dan hampir separuh contoh (46,0%) merupakan keluarga kecil. Mengacu pada garis kemiskinan Kota Jawa Barat, rata-rata pendapatan keluarga berada di atas garis kemiskinan. Kemudian, hampir separuh contoh (40,3%) merupakan suku jawa. Hasil uji beda t-test terhadap karakteristik contoh dan karakteristik keluarga antara contoh perempuan dan laki-laki menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara jenis pekerjaan ibu (p-value=0,048).
Berdasarkan hasil penelitian, contoh cenderung memiliki persepsi yang baik terhadap pakaian batik. Hal tersebut dapat terlihat dari jawaban contoh pada
ini terlihat dari nilai rata-rata jawaban contoh yang mayoritas termasuk dalam kategori positif. Akan tetapi, masih terdapat contoh yang kurang setuju dengan item yang berkaitan dengan sumber uang yang digunakan untuk membeli pakaian batik, serta jumlah pakaian batik minimum yang harus dimiliki oleh contoh.
Hasil analisis Konjoin menunjukkan preferensi mahasiswa terhadap kombinasi atribut pakaian batik. Adapun kombinasi yang disukai oleh contoh yaitu pakaian batik dengan harga kurang dari Rp 100.000,00, dengan model pakaian batik formal (jas/blazer/dress/kemeja/atasan), berbahan kain sutera, serta bermotifkan motif nongeometris yang dapat berupa motif binatang, tumbuh-tumbuhan, atau motif makhluk hidup lainnya. Kemudian, hasil penelitian pun menunjukkan bahwa minat beli contoh terhadap pakaian batik dapat dikatakan baik, dilihat dari nilai rata-rata kategori contoh terhadap item pertanyaan minat beli yang cenderung setuju. Namun, masih terdapat jawaban contoh yang mayoritas kurang setuju pada item pernyataan yang berkaitan dengan apakah pakaian batik merupakan jenis pakaian pertama yang dicari oleh contoh saat mengunjungi tempat perbelanjaan, serta apakah contoh mau menyisihkan uangnya untuk membeli pakaian batik. Hasil uji beda independent sample t-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara skor persepsi, afektif, preferensi, dan minat beli contoh terhadap pakaian batik, baik pada contoh laki-laki dan perempuan.
Hasil uji korelasi Pearson yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara minat beli pakaian batik dengan persepsi, afektif, dan preferensi menunjukkan bahwa variabel persepsi (p-value=0,000; r=0,405), afektif ( p-value=0,000; r=0,559), dan preferensi (p-value=0,000; r=0,224) memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan minat beli. Kemudian pengujian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik menghasilkan nilai koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,328. Sebesar 32,8 persen variabel dependen minat beli pakaian batik dijelaskan oleh variabel independen, dan sisanya sebesar 67,2 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel independen. Hasil uji analisis regresi linear kemudian menunjukkan bahwa dari 7 faktor yang menjadi variabel independen (usia, jenis kelamin, uang saku, suku, persepsi, afektif, dan preferensi), terdapat dua variabel yang mempengaruhi minat beli, yaitu variabel afektif, dan preferensi.
TERHADAP MINAT BELI PAKAIAN BATIK
METHA DJUWITA SUPRIATNA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada
Departemen Ilmu Keluarga Dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik adalah adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2011
Metha Djuwita Supriatna NIM. I24070037
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011
Hak cipta dilindungiDilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institusi Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,
NIM : I24070037
Disetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan anugrah yang tidak terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Model Sikap: Hubungan Persepsi, Afektif, dan Preferensi terhadap Minat Beli Pakaian Batik”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada saat penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari berbagai kendala, namun atas kemudahan dari Allah SWT serta bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Atas dedikasi yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. dan Ir. Retnaningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bantuan dan bimbingannya dalam bidang akademik selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.
3. Irni Rahmayani Johan, S.P., M.M. selaku dosen penguji skripsi.
4. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. selaku Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada mahasiswa IKK.
5. Para dosen dan staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bantuan dan kerjasamanya sehingga penyusunan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik.
6. Kedua orang tua penulis Rachmat Supriatna, S.H., M.M. dan Riny Rachman serta adik penulis Riana Nur Qinthara dan Zakha Rakha Muzakky yang tidak henti-hentinya mendukung, menyemangati, dan memberikan doa yang tulus kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Teman seperjuangan Karnila Sari dan Ruri Setianti yang saling membantu dan memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Atirah, Tri Yulianti, Ayunda Windyastuti, Agus Surachman, Danni Ariansyah, Syaeful Bahri, Ricfandi, M. Febriozo, Bagus Rudiono.
9. Andy Nurdiansyah atas dukungan dan semangat yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman IKK khususnya angkatan 44 dan seluruh angkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan, dorongan, dan kebersamaannya selama ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada. Harapan penulis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bogor, Oktober 2011
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 4 Kegunaan Penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 7 Perilaku Konsumen ... 7 Model Sikap. ... 8 Persepsi ... 9 Afektif ... 11 Preferensi ... 12 Minat Beli ... 13
Hasil Penelitian Terdahulu ... 15
KERANGKA PEMIKIRAN ... 21
METODOLOGI PENELITIAN ... 25
Disain, Lokasi, dan Waktu ... 25
Teknik Pengambilan Contoh dan Jumlah Contoh ... 25
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 28
Pengolahan dan Analisis Data... 31
Definisi Operasional... 39
HASIL DAN PEMBAHASAN… ... 41
Hasil ... 41
Gambaran Umum Industri Batik ... 41
Karakteristik Contoh ... 42
Karakteristik Keluarga ... 45
Persepsi Terhadap Pakaian Batik ... 49
Afektif Terhadap Pakaian Batik ... 51
Preferensi Terhadap pakaian Batik ... 53
Minat Beli Terhadap Pakaian Batik ... 54
Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 56
Hubungan Antara Minat Beli dengan Variabel Penelitian ... 59
Hubungan Antara Karakteristik Contoh dan Karakteristik Keluarga dengan Variabel Penelitian ... 60
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Persepsi Pakaian Batik ... 61
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Afektif Pakaian Batik ... 62
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Preferensi Pakaian Batik ... 63
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Minat Beli Pakaian Batik ... 65
Pembahasan ... 66
DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 83
Halaman
1. Jumlah contoh berdasarkan departemen ... 26
2. Jenis, bahan, dan cara pengumpulan data ... 29
3. Variabel, definisi, jenis data, dan kategori data penelitian ... 29
4. Atribut pakaian batik dan tarafnya ... 36
5. Cara analisis data ... 38
6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin ... 43
7. Sebaran contoh berdasarkan uang saku ... 44
8. Sebaran contoh berdasarkan asal daerah ... 45
9. Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua ... 46
10. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan keluarga (Rp/Kap/bl) ... 47
11. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ... 48
12. Sebaran contoh berdasarkan suku keluarga ... 49
13. Sebaran contoh menurut jawaban persepsi terhadap pakaian batik ... 50
14. Sebaran contoh berdasarkan kategori persepsi terhadap pakaian batik ... 51
15. Sebaran contoh menurut jawaban afektif terhadap pakaian batik ... 52
16. Sebaran contoh berdasarkan kategori afektif terhadap pakaian batik ... 53
17. Fungsi utilitas dan kepentingan relatif atribut pakaian batik ... 53
18. Sebaran contoh berdasarkan kategori preferensi terhadap pakaian batik ... 54
19. Sebaran contoh menurut jawaban minat beli terhadap pakaian batik ... 55
20. Sebaran contoh berdasarkan kategori minat beli terhadap pakaian batik ... 56
21. Hubungan antara persepsi dan afektif terhadap pakaian batik ... 56
22. Hubungan antara afektif dan preferensi terhadap pakaian batik ... 57
23. Hubungan antara persepsi dan preferensi terhadap pakaian batik ... 57
24. Hubungan antara persepsi dan minat beli pakaian batik ... 58
25. Hubungan antara afektif dan minat beli pakaian batik ... 59
26. Hubungan antara preferensi dan minat beli pakaian batik ... 59
27. Sebaran koefisien korelasi antara persepsi, afektif, preferensi dan minat beli ... 60
28. Hubungan antara karakteristik contoh dengan variabel penelitian ... 60
29. Hubungan antara karakteristik keluarga contoh dengan variabel penelitian ... 61
30. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persepsi pakaian batik ... 62
31. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap afektif pakaian batik ... 63
32. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pakaian batik ... 64
33. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik ... 65
Halaman 1. Hubungan antara tiga komponen sikap. ... 9 2. Proses pembentukan persepsi ... 10 3. Kerangka pemikiran sikap, persepsi, preferensi konsumen
terhadap minat beli pakaian batik ... 23 4. Peningkatan tenaga kerja pada industri batik ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Hasil reliabilitas kuesioner. ... 85 2. Koefisien korelasi antar variabel ... 86 3. Hasil uji korelasi Pearson antara karakteristik contoh dan karakteristik
keluarga dengan variabel penelitian ... 87 4. Hasil uji korelasi Spearman antara karakteristik contoh dan
karakteristik keluarga dengan variabel penelitian ... 91 5. Hasil analisis Conjoint. ... 95 6. Hasil uji regresi linear berganda ... 97
Latar Belakang
Pada tahap pembelian, konsumen seringkali menggunakan persepsi, afektif (perasaan), serta preferensinya untuk memutuskan pembelian suatu produk. Besarnya pengaruh persepsi, afektif (perasaan), dan preferensi terhadap pembelian suatu produk mengindikasikan pentingnya bagi pemasar dan produsen untuk memahami persepsi, afektif (perasaan) serta preferensi konsumen tersebut. Selain para pemasar dan produsen, lembaga penggiat konsumen serta pemerintah pun berkepentingan untuk mengetahui hal tersebut dengan tujuan untuk mendidik dan melindungi konsumen dari praktek penjualan yang dapat merugikan konsumen. Hasil penelitian Yurita (2010), mengenai niat beli konsumen terhadap produk makanan ringan menyatakan bahwa variabel persepsi dan preferensi berpengaruh nyata terhadap niat beli.
Studi mengenai persepsi, afektif (perasaan), dan preferensi itu sendiri sudah banyak dilakukan baik terhadap produk, maupun jasa, termasuk terhadap produk pakaian. Pakaian merupakan salah satu kebutuhan pimer manusia. Pakaian memiliki beragam jenis dan desain yang mengikuti perkembangan tren mode. Salah satu jenis pakaian yang kini sedang digemari oleh masyarakat yaitu pakaian batik.
Batik merupakan salah satu warisan kebudayaan Indonesia. Istilah batik berasal dari bahasa Jawa, yaitu amba dan titik. Amba berarti kain, sedangkan titik memiliki arti cara memberi motif pada kain yaitu dengan membuat pola titik-titik dengan menggunakan malam cair (Sa’du 2010). Berdasarkan cara pembuatan motifnya, batik terbagi menjadi dua jenis yaitu batik tulis dan batik cap (Pelangi 2008). Pembuatan motif batik tulis dilakukan secara manual dengan tangan menggunakan alat yang disebut dengan canting. Bahan yang digunakan untuk batik tulis ini adalah bahan katun atau sutera yang memiliki kualitas yang baik. Oleh karena itu, batik jenis ini tergolong lebih memiliki harga jual yang cukup mahal dibandingkan dengan batik yang lain. Pembuatan motif pada batik cap dilakukan dengan menggunakan stempel yang memiliki motif tertentu pada permukaannya. Teknik tersebut memungkinkan para pengrajin batik untuk memproduksi batik dalam jumlah yang banyak.
Pada tahun 2008, batik sempat menimbulkan polemik bagi bangsa Indonesia. Polemik ini muncul akibat adanya klaim dari negara tetangga yang
mengakui kepemilikan atas batik tersebut. Sebagai upaya dalam mempertahankan aset budaya bangsa, pemerintah Indonesia pun berusaha mendaftarkan batik pada badan dunia UNESCO sebagai representative list of intangible cultural heritage. Puncaknya, pada tanggal 2 oktober 2009 batik dikukuhkan sebagai global cultural heritage yang berasal dari Indonesia. Kemudian pemerintah pun menetapkan hari tersebut sebagai Hari Batik Nasional.
Adanya pengukuhan batik di mata dunia membuat warga Indonesia semakin bangga untuk menggunakan batik. Pengrajin batik pun kian kreatif mengembangkan inovasi produknya, baik dari segi desain, serta motifnya. Hal tersebut membuat persepsi konsumen akan batik menjadi semakin berkembang. Dahulu batik hanya digunakan sebagai pakaian yang identik dengan acara-acara resmi seperti rapat, dan pesta pernikahan, namun kini batik berkembang menjadi pakaian yang biasa digunakan baik untuk ke kampus, acara formal, nonformal, maupun untuk jalan-jalan santai. Bahkan dalam Peraturan Menteri No. 53 tahun 2009, batik ditetapkan sebagai salah satu pakaian dinas harian bagi pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Hal tersebut cenderung mendorong konsumen, khususnya konsumen Indonesia untuk membentuk afktif atas batik menjadi lebih mencintai warisan budaya Indonesia ini.
Maraknya penggunaan batik di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan akan tingkat kesukaan konsumen terhadap batik yang semakin meningkat. Kini setidaknya masyarakat Indonesia memiliki satu pakaian batik diantara jenis pakaian lainnya. Adanya keinginan konsumen untuk membeli pakaian batik ditunjukkan dengan minat beli terhadap pakaian batik tersebut. Namun, bergabungnya Cina pada perdagangan bebas ASEAN (AFTA) atau yang lebih dikenal dengan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai tanggal 1 Januari 2010 telah mengkhawatirkan banyak pihak, terutama kalangan produsen tekstil dalam negeri, khususnya produsen batik. Pasalnya Cina mampu menekan biaya pokok produksi serta biaya tenaga kerja yang memungkinkan Cina untuk dapat menawarkan harga produknya dengan harga yang jauh lebih murah. Sebuah kesepakatan di dalam ACFTA pun memberi banyak keuntungan bagi negara tirai bambu tersebut untuk mengefisienkan biaya distribusi. Kesepakatan yang dikenal dengan istilah Common Effective Preferential Tariff (CEPT) menekankan pada persetujuan akan pengurangan berbagai tarif impor
dan penghapusan hambatan non-tarif atas perdagangan dalam lingkup ASEAN dan Cina. Alhasil negara Cina pun semakin mampu menekan harga jual produknya.
Beredarnya batik cina yang harganya cenderung lebih murah daripada batik lokal cukup memberikan dampak bagi penjualan batik lokal. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kecenderungan konsumen untuk membeli produk yang harganya lebih murah dan sesuai dengan daya belinya, sehingga pakaian batik dengan harga yang lebih murah cenderung diburu oleh para konsumen Indonesia. Di sisi lain, Indonesia memiliki batik asli yang merupakan warisan kebudayaan Indonesia yang syarat akan nilai-nilai budaya dan patut untuk dilestarikan. Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa, agar terlindung dari praktek penjualan seperti hal diatas, diperlukan pemahaman mengenai persepsi, afektif, dan preferensi terhadap pakaian batik, sehingga pemerintah dapat menyusun strategi untuk dapat memicu minat beli pakaian batik, serta membuat kebijakan yang yang terkait dengan pakaian batik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat persepsi, afektif(perasaan), dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik.
Perumusan Masalah
Meningkatnya inovasi akan batik dari segi model dan motifnya, serta adanya kebanggaan masyarakat Indonesia untuk menggunakan pakaian batik telah mendorong kepopuleran akan batik. Adanya peningkatan inovasi tersebut membuat pakaian batik masuk dan populer di berbagai kalangan, termasuk generasi anak muda. Mahasiswa sebagai generasi muda yang cenderung mengenakan pakaian yang sesuai dengan perkembangan tren mode, membuat batik menjadi pakaian yang kian digemari. Selain itu, menurut Hurlock (1980), usia 18-24 th tergolong pada kategori dewasa awal yang cenderung memiliki perhatian kuat terhadap pakaian.
Adanya kecenderungan mahasiswa untuk membeli produk yang murah dan sesuai dengan daya belinya membuat mahasiswa lebih memilih untuk membeli produk yang murah, tanpa memperhatikan asal usulnya. Seperti yang telah diketahui, hadirnya batik asal cina di pasar Indonesia yang harganya cenderung lebih murah dengan kualitas yang tidak jauh dari batik lokal, diiringi dengan rendahnya pengetahuan konsumen akan perbedaan antara batik lokal dan batik cina membuat batik asal cina cenderung lebih digemari. Hal tersebut
membuat persaingan antara produk batik lokal dan produk batik cina semakin ketat.
Untuk dapat melestarikan warisan budaya ini serta meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri dengan membeli pakaian batik asli Indonesia, setidaknya harus diketahui terlebih dahulu bagaimana cara menarik minat beli pakaian batik dengan melihat tingkat kesukaan terhadap batik itu sendiri agar batik lokal menjadi dapat lebih diterima dengan melihatnya dari persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik. Berkaca pada faktor-faktor tersebut, penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik? 2. Bagaimana preferensi mahasiswa terhadap atribut pakaian batik? 3. Bagaimana minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik?
4. Bagaimana hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik?
5. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap minat beli pakaian batik?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis model sikap yang terkait dengan hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis persepsi dan afektif mahasiswa terhadap pakaian batik. 2. Menganalisis preferensi mahasiswa terhadap atribut batik.
3. Menganalisis minat beli mahasiswa terhadap pakaian batik.
4. Menganalisis hubungan persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap minat beli pakaian batik.
5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat beli pakaian batik.
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah: 1. Peneliti/Mahasiswa
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pemahaman mengenai perilaku konsumen dalam minat beli terhadap produk pakaian batik, serta bagi pengembangan dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
2. Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah penelitian di bidang perilaku konsumen guna dijadikan referensi untuk penelitian yang berkaitan dengan pendidikan konsumen, serta menambah penelitian yang terkait dengan konsumen.
3. Konsumen
Memberikan informasi mengenai persepsi, afektif, dan preferensi konsumen terhadap minat beli pakaian batik sehingga mahasiswa sebagai konsumen yang kritis serta dinilai memiliki kesadaran perilaku akan konsumsi pakaian batik asli Indonesia dapat melakukan sosialisasi guna pelestarian warisan budaya.
4. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan yang terkait dengan penjualan batik lokal untuk dapat meningkatkan penjualan terkait dengan pelestarian warisan budaya, sehingga pemerintah diharapkan dapat menetapkan kebijakan yang bersifat solutif.
Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Engel, Blackwell, & Miniard 1994). Hawkins, Best, dan Coney (2001) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai studi terkait individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang digunakan mereka dalam menyeleksi, menggunakan, dan menempatkan produk, jasa, pengalaman, atau ide menjadi alat pemuas kebutuhan dan dampaknya bagi konsumen dan masyarakat.
Menurut Schiffman dan Kanuk (1983), perilaku konsumen adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang sisa-sisa produk, jasa, dan ide, dimana mereka mengharapkan kebutuhannya terpenuhi melalui perilaku tersebut. Lebih lanjut oleh Solomon (2002), perilaku konsumen dapat diartikan sebagai kajian tentang proses-proses yang meliputi pemilihan, pembelian, penggunaan, atau pembuangan sisa-sisa produk, jasa, ide, atau pengalaman untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan yang dilakukan secara individu atau kelompok.
Studi mengenai perilaku konsumen tidak hanya berfokus kepada apa yang dibeli oleh kosumen, tetapi juga alasan mereka membeli, kapan, dimana, bgaimana mereka membelinya, dan sesering apa mereka melakukan pembelian (Schiffman dan Kanuk 1983). Penelitian mengenai perilaku konsumen dapat dilakukan dalam setiap fase proses konsumsi (sebelum pembelian, ketika membeli, dan setelah pembelian). Terdapat dua tipe konsumen, yaitu:
1. Konsumen pribadi. Membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, atau untuk penggunaan di dalam rumah tangga.
2. Konsumen organisasi. Membeli barang dan jasa untuk menjalankan organisasinya.
Sumarwan (2004) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan evaluasi.
Model Sikap
Sikap berguna bagi pemasaran dalam banyak cara. Sikap dapat digunakan untuk menilai keefektifan pemasaran, membantu mengevaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di dalam pasar, membentuk pangsa pasar, serta memilih pangsa target (Engel, Blackwell, & Miniard 1994). Menurut Sumarwan (2004), sikap konsumen merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen.
Loudon dan Bitta (1984) mendefinisikan sikap sebagai perasaan seseorang terhadap objek (positif atau negatif, baik atau buruk, dan pro atau kontra). Sikap memiliki beberapa karakteristik penting, yaitu: (1) memiliki objek, (2) memiliki arah, intensitas, dan derajat, (3) memiliki struktur, dan (4) dapat dipelajari. Sumarwan (2004) mendefinisikan sikap sebagai ungkapan perasaan seorang konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Kepercayaan konsumen adalah pengetahuan konsumen mengenai suatu objek, atributnya, dan manfaatnya. Menurut allport, sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan pada suatu objek atau kelompok objek baik disenangi atau tidak disenangi secara konsisten (Sutisna 2001). Engel, Blackwell, dan Miniard (1995b) menyatakan bahwa sikap memiliki tiga komponen, yaitu: (1) kognitif (pengetahuan), (2) afektif (perasaan), dan (3) konatif (tindakan).
Katz (1960), diacu dalam Sumarwan (2004), mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu utilitarian, mempertahankan ego, ekspresi nilai, dan pengetahuan.
1. Fungsi utilitarian (The Utilitarian Function)
Seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk karena ingin memperoleh manfaat dari produk (rewards) tersebut atau menghindari produk (punishment)
2. Fungsi mempertahankan ego (The Ego-defensive Function)
Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya.
3. Fungsi ekspresi nilai (The Value-Expressive Function)
Sikap berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup, dan identitas sosial seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan, dan opini dari seorang konsumen.
4. Fungsi pengetahuan (The Knowledge Function)
Seringkali konsumen perlu tahu terlebih dahulu mengenai sebuah produk, sebelum ia menyukai kemudian membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai sebuah produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut.
Setiadi (2008) menyatakan bahwa kepercayaan sikap, evaluasi merek, dan maksud untuk membeli merupakan tiga komponen sikap. Setiadi (2008) pun kemudian menjelaskan hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut, dimana kepercayaan dan persepsi merupakan komponen kognitif dari sikap, komponen afektif berupa perasaan yang berhubungan dengan objek, dan konatif yang berkaitan dengan tindakan yang berupa keinginan untuk membeli (maksud beli). Hubungan antara ketiga komponen tersebut dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 1 Hubungan antara tiga komponen sikap
Hubungan antara ketiga komponen sikap tersebut mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi yaitu kepercayaan mempengaruhi perasaan, kemudian perasaan mempengaruhi maksud untuk membeli.
Persepsi
Pengambilan keputusan dalam pembelian sebuah produk seringkali didasari oleh persepsi (Sumarwan 2004). Kotler (2000) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih,
Komponen Kognitif
Komponen Afektif
mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
Menurut Schiffman dan Kanuk (1994), persepsi dapat digambarkan sebagai ‘bagaimana kita melihat dunia disekitar kita’. Dua individu mungkin menjadi subjek dalam menerima stimulus yang sama dan dalam kondisi yang sama pula, namun individu tersebut memiliki proses masing-masing dalam menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasi stimulus yang diterima bergantung pada kebutuhan, nilai, dan harapan dari masing-masing individu tersebut. Persepsi didefinisikan sebagai proses individu dalam menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang berarti dan koheren. Menurut Assael (1992), stimulus yang mempengaruhi respon individu dapat berupa aspek fisik, visual, atau komunikasi verbal. Terdapat dua tipe stimulus penting yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu stimulus lingkungan dan pemasaran. Stimulus pemasaran merupakan stimulus fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen dan terdiri dari produk dan atribut dari produk itu sendiri. Stimulus lingkungan berupa pengaruh sosial dan budaya.
Menurut Solomon (2002), persepsi didefinisikan sebagai proses dimana sebuah sensasi diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasi. Sensasi mengacu pada respon segera dari sensor penerima (mata, telinga, hidung, mulut, jari-jari) terhadap stimulus dasar, seperti cahaya, warna, suara, bau, tekstur. Dengan kata lain, input yang diterima oleh panca indera merupakan data mentah yang akan memulai proses persepsi.
Stimulus Sensori Penerima Sensori Penglihatan Mata
Suara Telinga
Bau Hidung
Rasa Mulut Tekstur Kulit
Gambar 2 Proses pembentukan persepsi (Solomon 2002)
Menurut Kotler dan Keller (2008), persepsi lebih penting dibandingkan dengan realitas, karena persepsi berpengaruh terhadap perilaku aktual konsumen. Terdapat tiga proses persepsi yang mempengaruhi perbedaan persepsi atas objek yang sama, yaitu:
• Perhatian selektif : proses menyaring stimulus.
• Distorsi selektif : kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai dengan pra-konsepsi individu.
• Ingatan selektif : kecenderungan individu untuk mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan pribadi.
Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), paparan terjadi ketika suatu stimulus datang ke dalam rangkaian syaraf sensor penerima individu. Perhatian terjadi ketika stimulus mengaktivasi satu atau lebih syaraf sensor penerima dan menghasilkan suatu sensasi yang dibawa ke otak untuk diproses. Sedangkan interpretasi adalah pengujian arti menjadi sensasi. Persepsi konsumen dapat digambarkan dengan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, atribut, dan manfaat produk ( Sumarwan 2004). Kepercayaan konsumen menyangkut kepercayaan bahwa suatu produk memiliki berbagai atribut, serta manfaat dari berbagai atribut tersebut. Oleh karena itu, kepercayaan terhadap produk akan berbeda di antara konsumen.
Afektif
Loudon dan Bitta (1993) yang diacu dalam Hapsari (2010) menyatakan bahwa afektif terkait dengan perasaan emosional seseorang. Konsumen memilih tujuan menurut kriteria subyektif individu seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggan, status, dan keamanan. Kecenderungan afektif menunjukkan delapan pengaruh utama pada perilaku konsumen, yaitu:
1. Tension reduction (Pengurangan ketegangan)
Konsumen yang memiliki kebutuhan akan menghasilkan ketegangan jika mereka merasa tidak puas. Pada konteks ini, afektif digunakan untuk menghindari atau mengurangi keresahan atau tekanan yang disebabkan kebutuhan yang belum terpuaskan.
2. Self expression (Ekspresi diri)
Afektif digunakan untuk menunjukkan identitas diri kepada orang lain. Afektif muncul untuk menggambarkan ekspresi terhadap produk.
3. Ego defensive (Pertahanan diri)
Kebanyakan orang merasa bahwa berbagai situasi kehidupan yang muncul dapat mengancam ego mereka. Situasi ini menghasilkan rasa malu sosial, tantangan untuk perasaan harga diri, atau bentuk lain dari bahaya psikologis.
4. Reinforcement (Menguatkan)
Konsumen yang dipengaruhi oleh motif penguatan memiliki kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan situasi yang telah terbukti menguntungkan, dimana pengalaman dapat ikut mempengaruhi.
5. Assertion (Penegasan)
Fokus dari penegasan ini, konsumen lebih berorientasi ke arah prestasi dan melebihi orang lain. Produk dan jasa layanan yang diperoleh merupakan suatu symbol kepuasan akan keberhasilan.
6. Affiliation (Keanggotaan)
Terkait dengan motif yang menjadi dasar untuk berhubungan social dengan orang lain.
7. Identification (Pembentukan identitas)
Afektif untuk membangun pengembangan identitas dan peran baru untuk meningkatkan konsep pribadi seseorang.
8. Modelling (Model)
Berfokus pada kecenderungan untuk mengidentifikasi dan berempati dengan orang lain. Hal ini dapat menyebabkan perilaku yang meniru individu-individu tertentu.
Preferensi
Kotler (2000), diacu dalam Anindita (2010), mendefinisikan preferensi sebagai pilihan suka atau tidak suka seseorang terhadap produk (barang dan jasa). Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen terhadap berbagai pilihan produk yang ada. Menurut Assael (1992), diacu dalam Syifa (2010), preferensi terbentuk dari persepsi individu terhadap suatu produk.
Konsumen memiliki kecenderungan untuk membentuk penetapan yang berbeda ketika melihat iklan, serta mengevaluasi produk dan jasa. Menurut Kardes (2002), preferensi didefinisikan sebagai penetapan evaluasi kepada objek yang beragam (dua objek atau lebih). Membandingkan dua objek yang berbeda merupakan hal yang selalu dilibatkan dalam preferensi. Terkadang sikap menjadi sebuah pondasi bagi preferensi, dan preferensi terkadang menjadi dasar perbandingan antara atribut atau fitur dari dua atau lebih produk. Lebih lanjut Kardes menyatakan bahwa preferensi terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Attitude-based preference. Preferensi terbentuk atas dasar sikap konsumen secara keseluruhan terhadap dua atau lebih produk.
2. Attribute-based preferences. Preferensi terbentuk atas dasar perbandingan antara satu atau lebih atribut dari dua merek atau lebih.
Hasil penelitian Sanbonmatsu et al. (1991), diacu dalam Kardes (2002), menyatakan bahwa atribut dari sebuah produk sedikit berpengaruh terhadap penentuan preferensi. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa atribut unik dari sebuah produk memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap preferensi. Tindak lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kepribadian dan kebutuhan juga mempengaruhi konsumen dalam membentuk preferensi berdasarkan atribut, dibandingkan dengan preferensi yang dibentuk oleh sikap (Mantel dan Kardes !999, diacu dalam Kardes 2002).
Pengambilan keputusan yang diperluas dengan melibatkan penentuan merek merupakan strategi preferensi. Strategi sederhana tidak cukup ketika pengambilan keputusan diperluas dengan melibatkan beberapa merek, sejumlah atribut, dan sumber informasi. Sebagai gantinya, dibutuhkan sebuah struktur informasi yang akan memberikan hasil mengenai merek yang disukai oleh konsumen. Langkah pertama dalam strategi preferensi adalah posisi yang kuat dari atribut penting sebuah produk. Kemudian, informasi merupakan hal penting yang harus dimiliki (Hawkins, Best, dan Coney 2001).
Minat Beli
Minat beli (intention to buy) atau yang lebih dikenal dengan niat beli berhubungan dengan rencana dan keinginan konsumen untuk membeli produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Niat beli merefleksikan pernyataan mental konsumen terkait dengan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek tertentu. Durianto (2003), diacu dalam Sari (2010), menyatakan bahwa niat beli terbentuk dari sikap konsumen terhadap produk dan keyakinan konsumen terhadap kualitas produk. Semakin rendah keyakinan konsumen terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap turunnya niat beli konsumen.
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995a), terdapat dua kategori niat pembelian konsumen, yaitu: (1) produk dan merek, dan (2) kelas produk. Kategori pertama dirujuk sebagai pembelian yang terencana sepenuhnya, karena pada kategori ini konsumen lebih bersedia menginvestasikan waktu dan energi dalam berbelanja dan membeli. Alhasil keterlibatan terhadap terhadap produk
pun tergolong tinggi. Kategori kedua dirujuk sebagai pembelian yang terencana walaupun pilihan merek dibuat di tempat penjualan.
Penting untuk memperhatikan bahwa suatu pembelian dapat direncanakan walaupun niat untuk membeli tidak dinyatakan secara verbal atau secara tertulis pada daftar belanja. Hal tersebut dikarenakan produk dipajang di atas rak di tempat jual barang sebagai daftar belanja pengganti. Adanya peragaan produk yang dipajang, mendorong konsumen untuk mengingat kebutuhan, pembelian pun kemudian dicetuskan. Ini kerap dirujuk sebagai pembelian berdasar impuls.
Beberapa pembelian berdasar impuls tidak didasarkan pada pemecahan masalah konsumen dan paling baik dipandang dari perspektif hedonik atau pengalaman. Menurut penelitian Rook (Engel, Blackwell, dan Miniard 1995a), pembelian berdasar impuls mungkin memiliki satu atau lebih karakteristik berikut ini:
1. Spontanitas. Pembelian ini tidak diharapkan dan memotivasi konsumen untuk membeli sekarang, sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.
2. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas. Mungkin ada motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika.
3. Kegairahan dan stimulasi. Desakan mendadak untuk membeli sering disertai dengan emosi yang dicirikan sebagai “menggairahkan”, “menggetarkan”, atau “liar”.
4. Ketidakpedulian akan akibat. Desakan untuk membeli menjadi begitu sulit ditolak sehingga akibat yang mungkin negative diabaikan.
Menurut Kotler (2000), niat pembelian seseorang dapat dipengaruhi oleh sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain dapat mengurangi alternatif yang disukai oleh individu bergantung kepada dua hal: (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternative yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin besar sikap negatif orang lain terhadap suatu produk dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, maka semakin besar konsumen mengubah niat belinya. Lebih lanjut Kotler menjelaskan bahwa dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: (1) keputusan merek, (2) keputusan pemasok, (3) keputusan kuantitas, (4) keputusan waktu, dan (5) keputusan metode pembayaran.
Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terkait dengan variabel persepsi, sikap, preferensi, serta minat beli atau yang lebih dikenal dengan niat beli terhadap produk dan jasa telah banyak dilakukan. Berikut ini merupakan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan variabel-variabel tersebut:
1. Sikap diukur dari penelitian terdahulu
Anindita (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan dan Uji Konsumen Terhadap Sikap, Preferensi, dan Niat Beli Konsumen Anak Sekolah Dasar Pada Produk Makanan Ringan”. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 60 orang. Contoh diminta untuk menjawab sepuluh item pernyataan, berupa pilihan sangat setuju, kurang setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan kesukaan atau ketidaksukaan contoh secara umum terhadap Richeese delis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan sikap yang terbentuk pada diri contoh terhadap Richeese delis adalah positif. Tidak terdapat perbedaan sikap yang nyata terhadap Richeese delis antara kelompok contoh laki-laki dan contoh perempuan. Berdasarkan hasil pengukuran model multiatribut Fishbein dari kelima atribut produk Richeese delis yang dievaluasi, atribut rasa merupakan atribut penting yang menjadi bahan perimbangan dalam memilih produk Richeese delis bagi seluruh contoh. Hasil uji hubungan yang dilakukan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara sikap dan niat beli (p<0.05), dimana sikap contoh akan mempengaruhi perilaku atau tindakan contoh terhadap produk tersebut, salah satunya adalah keputusan untuk membeli. Secara nyata faktor sikap mempengaruhi niat beli (p<0.01). Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap yang terbentuk pada diri contoh akan mempengaruhi contoh dalam melakukan perilaku pembelian terhadap Richeese delis.
Penelitian Retnaningsih et al. (2010) berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Sikap Dan Perilaku Membeli Buku Bajakan Pada Mahasiswa IPB”. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dengan contoh berjumlah 115 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (80,5%) memiliki sikap netral terhadap buku bajakan. Diduga contoh memiliki tingkat
kecenderungan resisten yang mudah berubah ke arah sikap positif atau negatif, dimana perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh keyakinan sikap, konsistensi sikap, pengetahuan, perasaan, dan situasi. Kemudian hasil penelitian pun menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap buku bajakan, antara lain usia, jumlah sumber informasi, pengetahuan, dan control believe.
2. Pengukuran persepsi
Jayanti (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Persepsi, Pengetahuan, dan Perilaku Remaja Siswa SMA Kornita Kabupaten Bogor dalam Pembelian CD Bajakan”. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 96 orang. Persepsi contoh terhadap CD bajakan merupakan penilaian contoh berdasarkan hasil stimulus yang diterima dari seluruh indera, pengalaman, dan perilaku pembelian yang diukur dengan 20 pertanyaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar contoh (83,3%) berpersepsi tidak menyetujui CD bajakan dan sisanya (16,7%) contoh berpersepsi kurang menyetujui CD bajakan. Hasil uji hubungan yang dilakukan menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata dan positif antara pengetahuan dengan persepsi terhadap CD bajakan (p<0.05). Namun, tidak terdapat hubungan persepsi, pengetahuan dengan frekuensi dan jumlah CD bajakan yang dibeli oleh contoh. Hal tersebut diduga adanya dorongan kebutuhan dan harga CD bajakan yang lebih murah, sehingga meskipun contoh berpersepsi tidak menyetujui CD bajakan dan berpengetahuan sudah cukup baik, contoh masih tetap membeli CD bajakan. Faktor yang berpengaruh positif dan nyata terhadap perilaku pembelian CD bajakan yaitu uang saku dan pendapatan perkapita keluarga contoh.
Penelitian Julaeha (2010) berjudul “Analisis Persepsi dan Sikap Kosumen Terhadap Produk Oreo Setelah Adanya Isu Melamin (Kasus : Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor)”. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 92 orang. persepsi contoh terhadap produk oreo diukur dengan 5 item pernyataan. Hasil analisis tingkat persepsi terhadap produk oreo setelah adanya isu melamin menunjukkan bahwa persepsi responden berada dalam kategori buruk, hal ini berarti responden tidak cukup memahami dan memiliki pandangan yang negatif terhadap produk
Oreo. Hasil analisis logit menunjukkan bahwa terdapat variabel yang berpengaruh nyata terhadap tingkat persepsi, yaitu variabel pengetahuan. 3. Afektif diukur dari penelitian terdahulu
Berdasarkan uraian dan analisis yang dikemukakan dalam hasil penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Motif Kognitif dan Motif Afektif terhadap Keputusan Pembelian pada Konsumen Kentucky Fried Chicken Plaza Tunjungan III Surabaya” oleh Santoso dan Patricia (2003) yang diacu dalam Hapsari (2010, menyimpulkan bahwa kognitif dan afektif berpengaruh secara nyata terhadap keputusan pembelian. Kemudian afektif diketahui mempunyai pengaruh paling dominan terhadap keputusan pembelian.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) dengan judul “Analisis Sikap dan Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumahtangga di Kota Bogor”, dimana data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah contoh sebanyak 100 orang. Dalam penelitiannya, peneliti menganalisis sikap melalui tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Hasilnya menunjukkan bahwa dari ketiga aspek sikap, hanya terdapat satu buah aspek yang berhubungan nyata dengan perilaku penghematan listrik, yaitu aspek kognitif. Aspek kognitif penghematan listrik berhubungan nyata dengan secara positif dengan aspek afektif penghematan listrik contoh (r=0,201). Variabel aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan aspek konatif penghematan listrik (r=0,289). Aspek konatif tidak berhubungan nyata dengan perilaku penghematan listrik.
4. Preferensi diukur dari penelitian terdahulu
Penelitian yang berjudul “Sikap dan Preferensi Konsumen dalam Mengkonsumsi Susu Cair” dilakukan oleh Nasution (2009). Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan responden sejumlah 60 orang yang terdiri dari 30 orang yang mengkonsumsi susu bubuk dan 30 orang mengkonsumsi susu cair. Pengujian preferensi menggunakan analisis konjoin yang bertujuan untuk mengukur nilai kegunaan dan nilai relatif penting dari tiap-tiap atribut susu cair untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap atribut tersebut. Atribut yang dianggap paling penting dalam penelitian ini yaitu: (1) harga, (2) kehalalan, (3) pilihan rasa, (4) kemasan, (5) merek, dan (6) tambahan
bahan pengawet. Hasil analisis Konjoin menunjukkan bahwa responden susu cair lebih menyukai susu cair dengan karakteristik rasa yang manis, memiliki label halal, tidak mengandung bahan pengawet, memiliki kisaran harga antara Rp 10.000 – Rp 15.000 per liter, serta dengan kemasan karton.
Penelitian yang dilakukan oleh Damayanty (2009) dengan judul “Analisis Preferensi Konsumen Wortel Organik Amani Mastra di Foodmart Ekalokasari”, dimana data dikumpulkan dengan menyebarkan kuesioner kepada pengunjung Foodmart Ekalokasari. Jumlah responden yang diambil adalah berjumlah 30 orang. Atribut wortel organik yang diteliti adalah harga, ketersediaan, ukuran, produk, dan label. Pengujian preferensi menggunakan analisis konjoin, untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap atribut produk wortel organik. Contoh diberikan kartu yang berisi kombinasi atribut wortel organik, kemudian contoh diminta untuk memilih kombinasi atribut wortel organik yang paling disukai dengan menilai kombinasi produk yang ada dengan angka 1 sampai dengan 5, dengan urutan :
1 = Sangat tidak suka dengan stimuli produk 2 = Tidak suka dengan stimuli produk
3 = Cukup suka dengan stimuli produk 4 = Suka dengan stimuli produk
5 = Sangat suka dengan stimuli produk
Penilaian dengan angka 1 sampai dengan 5 tersebut bertujuan untuk memudahkan responden dalam menilai kartu-kartu stimuli yang jumlahnya relatif banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa atribut harga merupakan hal yang dianggap paling penting dalam memilih atribut dari wortel organik. Atribut selanjutnya yang dinilai lebih berpengaruh dalam menentukan pilihan dari atribut wortel organik adalah label, ukuran, dan ketersediaan. Wortel organik yang diinginkan oleh konsumen adalah wortel organik yang harganya murah, terdapat label, ukuran yang lebih besar, serta ketersediaan yang banyak.
5. Niat beli diukur dari penelitian terdahulu
Yandini (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Diskriminan Terhadap Efektifitas Iklan Televisi Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Pada Pengunjung Pria Supermal
Karawaci”. Pengambilan data dilakukan secara sekunder yang diperoleh dari penelitian terdahulu yang berjudul “Analisis Efektifitas Iklan Televisi Deodoran Pria Axe dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Niat Beli Deodoran Khusus Pria” dengan responden yang berjumlah 100 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel status status sosial, pengaruh keluarga, wiraniaga, variasi aroma, ukuran, merek, pengetahuan tempat pembelian, kepribadian, dan media lebih mempengaruhi niat beli pada kelompok pengguna Axe. Sedangkan niat beli terhadap deodorant Axe bagi kelompok bukan pengguna Axe lebih dipengaruhi oleh variabel pengaruh teman, suasana tempat pembelian, pengeluaran, pekerjaan, kemasan, harga, manfaat, atribut, kepercayaan, gaya hidup, iklan, dan pengalaman.
Berdasarkan hasil penelitian Yurita (2010) yang berjudul “Studi Eksperimental Pengaruh Paparan Iklan TV dan Uji Konsumen Produk Makanan Ringan Terhadap Persepsi dan Preferensi Iklan, Serta Niat Beli Anak”, dimana sampel yang digunakan merupakan anak kelas 6 SDIT Aliya Bogor dengan pertimbangan bahwa anak kelas 6 SD secara kognitif telah mampu mengambil keputusan pembelian sendiri. Jumlah contoh yang diambil adalah berjumlah 60 orang, dimana pengumpulan data dilakukan dengan meminta contoh untuk mengisi kuesioner. Niat beli anak diukur dengan 10 item pernyataan. Hasil uji regresi linear yang dilakukan menunjukkan bahwa niat beli terhadap produk Richeese Delis dipengaruhi oleh persepsi, prefensi, dan pengalaman mengkonsumsi produk Richeese Delis (p<0.05).
Sumarwan (2004) mendefinisikan sikap sebagai ungkapan perasaan seorang konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Sikap merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Schiffman dan Kanuk (1994) yang diacu dalam Sumarwan (2004) mengemukakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi konsumen yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek sikap dan informasi dari berbagai sumber. Pengetahuan dan persepsi ini berbentuk kepercayaan bahwa produk memiliki sejumlah atribut. Kognitif seringkali disebut sebagai pengetahuan dan kepercayaan konsumen. Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen yang menunjukkan penilaian secara langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai. Konatif merupakan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek yang berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh konsumen.
Karakteristik contoh dan karakteristik keluarga merupakan salah satu faktor yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pola konsumsi contoh terhadap produk pakaian batik. Karakteristik contoh secara spesifik dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, usia, asal daerah dan uang saku. Karakteristik keluarga yang secara tidak langsung mempengaruhi pola konsumsi contoh terhadap pembelian pakaian batik antara lain besar keluarga, pendapan keluarga, pekerjaan orang tua, dan suku.
Karakteristik contoh dan karakteristik keluarga diasumsikan sebagai input dalam pembentukan persepsi terhadap pakaian batik. Persepsi dapat menggambarkan salah satu komponen sikap, yaitu komponen kognitif. Menurut Kotler (2000), persepsi didefinisikan sebagai proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Menurut Kotler dan Keller (2008), Terdapat tiga proses persepsi yang mempengaruhi perbedaan persepsi atas objek yang sama, yaitu:
• Distorsi selektif : kecenderungan menafsirkan informasi sehingga sesuai dengan pra-konsepsi individu.
• Ingatan selektif : kecenderungan individu untuk mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan pribadi.
Terbentuknya persepsi contoh akan pakaian batik merupakan proses untuk menentukan tingkat suka atau tidak suka (preferensi) contoh. Selanjutnya, Setiadi (2008) menyatakan bahwa komponen kognitif mempengaruhi komponen afektif. Afektif menggambarkan perasaan dan emosi seseorang terhadap suatu produk. Perasaan dan emosi tersebut merupakan evaluasi menyeluruh terhadap produk. Afektif mengungkapkan penilaian konsumen terhadap suatu produk, apakah disukai atau tidak disukai.
Preferensi menggambarkan tingkat kesukaan konsumen terhadap kombinasi atribut sebuah produk. Menurut Kardes (2002), preferensi didefinisikan sebagai penetapan evaluasi kepada objek yang beragam (dua objek atau lebih). Kemudian, preferensi konsumen terhadap pakaian batik berpengaruh terhadap ada atau tidaknya niat beli konsumen terhadap pakaian batik. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa minat beli (intention to buy) dapat menggambarkan komponen konatif yang lebih menekankan kepada kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap. Minat beli didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk membeli produk tertentu, serta jumlah unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995a), terdapat dua kategori niat pembelian konsumen, yaitu: (1) produk dan merek, dan (2) kelas produk. Kotler (2000), menyatakan bahwa dalam melaksanakan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan pembelian, yaitu: (1) keputusan merek, (2) keputusan pemasok, (3) keputusan kuantitas, (4) keputusan waktu, dan (5) keputusan metode pembayaran.
Gambar 3 Kerangka pemikiran analisis model sikap: hubungan persepsi, afektif, dan preferensi terhadap minat beli pakaian batik
Faktor Internal Karakteristik Contoh 1. Jenis Kelamin 2. Usia 3. Uang saku 4. Asal daerah Faktor Eksternal Karakteristik Keluarga 1. Besar keluarga 2. Pendapatan keluarga 3. Pekerjaan orang tua 4. Suku Persepsi 1. Harga 2. Motif 3. Model 4. Jenis kain Afektif Preferensi Minat Beli
Penelitian ini merupakan penelitian payung dengan penelitian utama mengenai “Pakaian Batik” bersama-sama dengan dua penelitian lainnya yang berjudul “Kepribadian, Konsep Diri, dan Gaya Hidup Terhadap Pembelian Batik” disusun oleh Karnila Sari, dan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan dan Ekuitas Merek Terhadap Perilaku Pembelian Pakaian Batik” disusun oleh Ruri Setianti.
Disain, Lokasi, dan Waktu
Penelitian ini menggunakan disain cross sectional study karena data
dikumpulkan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Umar 2005), serta menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan jenis penelitian yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Lokasi penelitian ini dilakukan di Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bertempat di kampus IPB Dramaga. Adapun pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive sampling (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Institut Pertanian
Bogor merupakan salah satu perguruan tinggi terbesar di Indonesia, serta keterjangkauan lokasi. Pengambilan data dilakukan dilakukan selama 4 minggu mulai pada minggu ke-4 bulan Mei hingga minggu ke-3 bulan Juni 2011.
Teknik Pengambilan Contoh dan Jumlah Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor program sarjana IPB tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 9 871 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor IPB semester 4 sampai semester 10 yang tercatat masih aktif dari seluruh departemen yang tersebar di seluruh fakultas. Adapun fakultas yang terdapat pada IPB terdiri dari Faperta, FKH, FPIK, Fapet, Fahutan, Fateta, FMIPA, FEM, dan FEMA. Metode pemilihan contoh yang digunakan adalah convenience sampling yang dilakukan dengan cara memilih
contoh yang ditemui lalu diperoleh mahasiswa yang bersedia untuk diwawancara secara tatap muka.
Penentuan jumlah sampel yang diambil menggunakan rumus slovin berikut (Umar 2005):
Keterangan:
= Jumlah contoh yang diambil = Jumlah populasi
= Taraf nyata 0.053
Berdasarkan perhitungan jumlah contoh yang didapat, maka jumlah contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 350 orang, dengan pembagian jenis kelamin secara proporsional dari jumlah populasi, dimana penentuan jumlah contoh tiap subpopulasi menggunakan rumus:
Keterangan:
Ni = Total subpopulasi N = Total populasi n = Besarnya contoh
ni = Besar contoh untuk tiap subpopulasi
Tabel 1 Jumlah contoh berdasarkan departemen
No Fakultas Contoh Jumlah Mahasiswa Laki-laki (Ni) % ni Jumlah Mahasiswa Perempuan (Ni) % ni 1 Pertanian
Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan 121 3 4 132 2 4
Agronomi dan Holtikultura 228 6 9 325 6 12
Proteksi Tanaman 96 2 3 149 3 7
Arsitektur Lanskap 85 2 3 138 2 4
2 Kedokteran Hewan
Kedokteran Hewan 214 5 7 302 5 10
3 Perikanan dan Ilmu Kelautan
Budidaya Perairan 110 3 4 123 2 4
Manajemen Sumberdaya
Tabel 1 Lanjutan No Fakultas Contoh Jumlah Mahasiswa Laki-laki (Ni) % ni Jumlah Mahasiswa Perempuan (Ni) % ni
Teknologi Hasil Perairan 80 2 3 161 3 7
Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan 100 3 4 63 1 2
Ilmu dan Teknologi
Kelautan 137 3 3 78 1 2
4 Peternakan
Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan 159 4 6 208 4 8
Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan 113 3 4 224 4 8 5 Kehutanan Manajemen Hutan 167 4 6 183 3 7 Hasil Hutan 131 3 4 108 2 4 Konservasi Sumberdaya Hutan 149 4 6 185 3 7 Silvikultur 81 2 3 113 2 4 6 Teknologi Pertanian Teknik Pertanian 222 6 9 133 2 4
Ilmu dan Teknologi Pangan 135 3 4 221 4 8
Teknologi Industri
Pertanian 164 4 6 200 3 7
Teknik Sipil dan
Lingkungan 70 2 3 49 1 2
7 Matematika dan IPA
Statistik 87 2 3 133 2 4
Geofisika dan Meteorologi 88 2 3 88 2 4
Biologi 93 2 3 238 4 8 Kimia 102 3 4 176 3 7 Matematika 107 3 4 128 2 4 Ilmu Komputer 187 5 7 125 2 4 Fisika 92 2 3 63 1 2 Biokimia 91 2 3 126 2 4
Tabel 1 Lanjutan No Fakultas Contoh Jumlah Mahasiswa Laki-laki (Ni) % ni Jumlah Mahasiswa Perempuan (Ni) % ni
8 Ekonomi dan Manajemen
Ilmu Ekonomi 82 2 3 235 4 8
Manajemen 98 2 3 217 4 8
Agribisnis 114 3 4 246 4 8
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
78 2 3 206 4 8
9 Ekologi Manusia
Gizi Masyarakat 83 2 3 233 4 8
Ilmu Keluarga dan Konsumen 17 0 0 164 3 7 Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat 72 2 3 251 4 8 Total (N) 4031 100 143 5840 100 207
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sebelumnya telah diuji coba terlebih dahulu dengan menggunakan uji reliabilitas (Uji Cronbach Alpha). Data primer yang dikumpulkan
mencakup karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, dan uang saku), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan suku), afektif, persepsi, preferensi, dan minat beli. Data sekunder diperoleh dari Direktorat Administrasi dan Pendidikan mengenai data jumlah mahasiswa IPB pada tahun ajaran 2010/2011. Data sekunder digunakan sebagai acuan dalam penelitian sehingga permasalahan yang diteliti dapat dipahami secara mendalam. Sebaran jenis, bahan, dan cara pengumpulan data dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis, bahan, dan cara pengumpulan data
No Data Jenis Data Pengumpulan Cara
1 Karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, dan uang saku)
Primer Wawancara 2 Karakteristik keluarga (besar
keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan suku)
Primer Wawancara 3 Persepsi terhadap pakaian batik Primer Wawancara
4 Afektif terhadap pakaian batik Primer Wawancara 5 Preferensi terhadap atribut
pakaian batik
Primer Wawancara 6 Minat beli pakaian batik Primer Wawancara
7 Jumlah mahasiswa IPB tahun ajaran 2010/2011
Sekunder Wawancara
Kuesioner yang digunakan untuk pengambilan data primer disusun sedemikian rupa agar dapat memenuhi sumber informasi bagi peneliti serta agar tidak menyulitkan contoh. Dalam penelitian ini, terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel independen dalam penelitian ini adalah persepsi, afektif, dan preferensi mahasiswa terhadap pakaian batik, sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah minat beli pakaian batik. Adapun variabel control yaitu karakteristik contoh, variabel independen, dan variabel dependen dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Variabel, definisi, jenis data, dan kategori data penelitian
Variabel Definisi Jenis
data
Kategori Karakteristik Contoh
Jenis kelamin Perbedaan contoh yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan
Nominal Laki-laki Perempuan
Usia Umur yang dimiliki contoh dan
dinyatakan dalam tahun
Tabel 3 Lanjutan
Variabel Definisi Jenis
data
Kategori Asal daerah Unsur geografis yang
menandakan daerah kelahiran ataupun tempat contoh tinggal sebelum berkuliah di IPB
Nominal [1] Jakarta
[2] Bogor dan Depok [3] Jawa barat (selain
Bogor dan Depok) dan Banten [4] Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur [5] Sumatera [6] Kalimantan dan Sulawesi [7] Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua
Asal daerah Unsur geografis yang menandakan daerah kelahiran ataupun tempat contoh tinggal sebelum berkuliah di IPB
Nominal [1] Jakarta
[2] Bogor dan Depok [3] Jawa barat (selain
Bogor dan Depok) dan Banten [4] Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur [5] Sumatera [6] Kalimantan dan Sulawesi [7] Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua Karakteristik Keluarga Contoh
Besar keluarga Jumlah anggota keluarga
Rasio [1] Keluarga Kecil (≤4 org) [2] Keluarga Sedang (5-6 org) [3] Keluarga Besar (≥7 org) Pendapatan Ayah/Ibu
Jumlah uang yang diterima oleh orangtua sebagai insentif atau pemasukan lain dalam setiap bulannya Rasio Rupiah Pekerjaan Ayah/Ibu Kegiatan yang menjadi sumber penghasilan keluarga Nominal [1] Tentara/Polisi [2] PNS [3] Wiraswasta/ Pengusaha [4] Perusahaan/Swasta [5] Dosen/Guru [6] Tidak Bekerja/IRT [7] Lainnya.………
Tabel 3 Lanjutan
Variabel Definisi Jenis
data Kategori Suku Suku bangsa contoh Nominal [1] Jawa
[2] Sunda [3] Melayu [4] Betawi [5] Minang [6] Batak [7] Lainnya.…… Variabel Bebas (Independen)
Persepsi Evaluasi mahasiswa terkait dengan pandangan contoh terhadap stimuli berupa atribut pakaian batik yang kemudian digambarkan dengan kata-kata sifat
Ordinal Skala likert dengan 6 penilaian, yaitu: SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju Afektif Perasaan nasionalisme seseorang dan kaitannya dengan perilaku terhadap pakaian batik
Ordinal Skala likert dengan 6 penilaian, yaitu: SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Preferensi Tingkat kesukaan mahasiswa terhadap kombinasi atribut pakaian batik (model, motif, harga, jenis kain)
Ordinal Skala rating, dengan memberi skor nilai dari rentang 1 sampai 10. 1 untuk nilai paling rendah, 10 untuk nilai paling tinggi.
Variabel Terikat (Dependen) Minat beli Keinginan contoh
untuk membeli pakaian batik
Ordinal Skala likert dengan 6 penilaian, yaitu: SS = Sangat Setuju S = Setuju CS = Cukup Setuju KS = Kurang Setuju TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan menggunakan program
Pengolahan data meliputi coding, scoring, entrying, cleaning dan analyzing.
Analisis data dilakukan secara statistik dan deskriptif melalui uji deskriptif,
Crosstab, uji beda Independent sample t-test, uji korelasi Pearson dan Spearman, uji analisis Conjoint, serta uji regresi linear berganda.
Analisis deskriptif. Penelitian ini berkenaan dengan bagaimana data dapat digambarkan atau disimpulkan, baik secara numerik (misalnya menghitung rata-rata dan deviasi standar) atau secara grafis (dalam bentuk tabel) untuk mendapatkan gambaran dari data tersebut, sehingga data lebih mudah dibaca dan bermakna. Santoso (2000) diacu dalam Sari (2010) menyatakan bahwa analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu data, seperti berapa rata-rata, standar deviasi, dan sebagainya. Pada penelitian ini, analisis data secara deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran terkait dengan karakteristik contoh (jenis kelamin, usia, asal daerah, dan uang saku), karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan orangtua, dan suku), serta gambaran terkait dengan variabel penelitian (afektif, persepsi, preferensi, dan minat beli). Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai rata-rata dan deviasi standar pada penelitian, yaitu:
Rata-rata:
∑ Deviasi standar:
∑
Tabulasi silang. Variabel persepsi, afektif, serta minat beli tidak hanya dianalisis secara deskriptif, tetapi juga dilakukan tabulasi silang sehingga makna dari variabel penelitian tersebut dapat diuraikan dan dilihat sebarannya. Persepsi diukur dengan menggunakan 11 item pernyataan, dan indeks persepsi pun
didapatkan dari total skor persepsi dengan cara menjumlahkan 11 item
pernyataan tersebut. Variabel afektif diukur dengan menggunakan 9 item
pernyataan. Indeks variabel afektif didapatkan dari total skor afektif dengan menjumlahkan 9 item pernyataan tersebut. Sedangkan varabel minat beli diukur
dengan menggunakan 10 item pernyataan. Indeks variabel minat beli didapat