• Tidak ada hasil yang ditemukan

- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAMBI TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "- 1 - PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAMBI TAHUN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2013

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2013 - 2033

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

Menimbang : a. bahwa ruang merupakan lingkungan hidup yang bersifat terbatas dan tidak terbaharui, sehingga perlu dikelola secara bijaksana dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi yang akan datang;

b. bahwa dalam rangka memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna dan berhasil guna, selaras, serasi, seimbang dan berkelanjutan perlu disusun rencana tata ruang wilayah;

c. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang dan wilayah;

d. bahwa rencana tata ruang wilayah sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 9 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi tidak sesuai lagi dengan perkembangan sosial, ekonomi, politik, lingkungan regional dan global, sehingga berdampak pada penurunan kualitas ruang pada ruang wilayah Provinsi Jambi; dan

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c dan d serta sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi.

(2)

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua;

2. Undang- Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1957 Nomor 75) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646;

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); dan

9. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160).

(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAMBI dan

GUBERNUR JAMBI MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAMBI TAHUN 2013 – 2033

BAB I

KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu

Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Pemerintah provinsi adalah pemerintah Provinsi Jambi; 3. Provinsi adalah daerah Provinsi Jambi;

4. Pemerintah daerah adalah Gubernur beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;

5. Gubernur adalah Gubernur Jambi;

6. Kabupaten/kota adalah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi Jambi;

7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jambi;

8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan kehidupannya;

9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional;

10. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;

11. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional;

12. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya; 13. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;

14. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disebut RTRW Provinsi adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah provinsi, rencana struktur ruang wilayah provinsi, rencana pola ruang wilayah provinsi, penetapan kawasan strategis provinsi, arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; 15. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfataan ruang,

(4)

16. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program serta pembiayaan;

17. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang; 18. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang

berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi; 19. Pusat Kegiatan Nasional promosi yang selanjutnya disebut PKNp adalah kawasan

perkotaan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan sebagai PKN;

20. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota;

21. Pusat Kegiatan Wilayah promosi yang selanjutnya disebut PKWp, adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk dikemudian hari ditetapkan sebagai PKW;

22. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan;

23. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

24. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarki;

25. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi;

26. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan;

27. Daerah Irigasi yang selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi;

28. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung;

29. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budi daya;

30. Kawasan lindung wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan;

31. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu;

32. Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudi dayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan;

33. Kawasan pertahanan keamanan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional, yang diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan;

34. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan,

(5)

termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia;

35. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan;

36. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam;

37. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya;

38. Jalur Evakuasi adalah merupakan lintasan yang digunakan dalam upaya untuk memindahkan korban secara aman dari lokasi yang tertimpa bencana ke wilayah yang lebih aman untuk mendapatkan pertolongan;

39. Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna;

40. Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi;

41. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang;

42. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; dan

43. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di Provinsi Jambi dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

Bagian Kedua Peran dan Fungsi

Pasal 2

RTRW Provinsi berperan sebagai alat operasional dari RTRW Nasional yang berisi strategi pengembangan wilayah provinsi, melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya, sinkronisasi pengembangan sektor, koordinasi lintas wilayah kabupaten/kota dan sektor, serta pembagian peran dan fungsi kabupaten/kota di dalam pengembangan wilayah secara keseluruhan.

Pasal 3 RTRW Provinsi berfungsi sebagai pedoman untuk:

a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah;

c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah provinsi;

d. perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah provinsi, serta keserasian antar sektor;

e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan g. penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

(6)

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup Pengaturan Paragraf 1

Muatan Pasal 4 RTRW Provinsi memuat:

a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang; b. rencana struktur ruang;

c. rencana pola ruang;

d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang; dan

f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang.

Paragraf 2 Wilayah Perencanaan

Pasal 5

(1) Wilayah perencanaan provinsi merupakan daerah dengan batas yang ditentukan berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan, wilayah perairan dan wilayah udara, meliputi: a. Kabupaten Kerinci; b. Kabupaten Merangin; c. Kabupaten Sarolangun; d. Kabupaten Bungo; e. Kabupaten Tebo; f. Kabupaten Batang Hari; g. Kabupaten Muaro Jambi;

h. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; i. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; j. Kota Sungai Penuh; dan

k. Kota Jambi.

(2) Batas wilayah provinsi meliputi:

a. sebelah Utara dengan Provinsi Riau;

b. sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Selatan;

c. sebelah Barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu; dan d. sebelah Timur dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Bangka Belitung.

(3) Luas wilayah administrasi provinsi adalah 5.343.592 (lima juta tiga ratus empat puluh tiga ribu lima ratus sembilan puluh dua) hektar.

(7)

BAB II

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI Bagian Kesatu

Tujuan Pasal 6

Penataan ruang wilayah provinsi bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang harmonis dan merata berbasis pengelolaan sumber daya alam dan infrastruktur secara optimal dan berkelanjutan.

Bagian Kedua Kebijakan dan Strategi

Pasal 7

(1) Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan kebijakan penataan ruang provinsi;

(2) Kebijakan penataan ruang wilayah provinsi meliputi:

a. pengurangan kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah barat, tengah dan timur;

b. pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung wilayah;

c. pengoptimalisasian pemanfaatan kawasan budi daya untuk mendukung pengembangan ekonomi daerah;

d. penetapan pusat-pusat kegiatan perkotaan untuk mendukung pelayanan sosial/ekonomi dan pengembangan wilayah;

e. penetapan kawasan lindung untuk menjaga kelestarian sumber daya alam secara terpadu dengan provinsi yang berbatasan; dan

f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Pasal 8

(1) Strategi pengurangan kesenjangan pembangunan dan perkembangan wilayah barat, tengah dan timur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a meliputi:

a. mengembangkan interaksi kawasan untuk peningkatan perkembangan ekonomi kawasan dengan pengembangan jalan arteri primer, kereta api dan sarana pendukungnya dengan tidak mengganggu kawasan lindung dan fungsi lingkungan; b. meningkatkan akses kawasan budi daya (sektor unggulan) ke sistem jaringan

transportasi melalui peningkatan jalan kolektor primer;

c. meningkatkan sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang pengembangan pusat-pusat pelayanan di PKN, PKNp, PKW, PKWp dan PKL; dan

d. meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam di wilayah barat, tengah dan timur melalui pengolahan produk pertanian, perkebunan, pertambangan dan perikanan. (2) Strategi pengembangan ekonomi sektor primer, sekunder dan tersier sesuai daya dukung

wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:

a. meningkatkan kegiatan pertanian, kehutanan dan perkebunan melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi dengan tetap mempertahankan ekosistem lingkungan;

b. meningkatkan dan mengembangkan kawasan agropolitan dengan melengkapi fasilitas perdagangan pusat koleksi distribusi dan jasa pendukung komoditas pertanian kawasan; c. meningkatkan dan mengembangkan industri berbasis pertanian berupa infrastruktur dan

(8)

d. meningkatkan dan mengembangkan kegiatan jasa perdagangan untuk mendukung kegiatan primer dan sekunder, serta menciptakan lapangan kerja perkotaan; dan

e. meningkatkan dan mengembangkan kegiatan sektor unggulan pada kawasan strategis antara lain pertanian, perkebunan, pertambangan, industri, perikanan dan pariwisata. (3) Strategi pengoptimalisasian pemanfaatan kawasan budi daya untuk mendukung

pengembangan ekonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c meliputi:

a. mengembangkan sektor unggulan di masing-masing kabupaten/kota sesuai dengan potensi yang ada;

b. mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian pangan untuk mendukung perwujudan ketahanan pangan;

c. mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan usaha ekonomi produktif; dan

d. meningkatkan pemanfaatan kawasan budi daya sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan.

(4) Strategi penetapan pusat-pusat kegiatan perkotaan untuk mendukung pelayanan sosial/ekonomi dan pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d meliputi:

a. melakukan pemantapan PKN Kota Jambi sebagai pusat orientasi wilayah menuju Metropolitan Jambi sesuai kriteria dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. melakukan promosi PKW yang berada pada kawasan andalan yaitu Perkotaan

Sarolangun dan Perkotaan Muara Bungo untuk diarahkan menjadi PKNp;

c. melakukan pemantapan PKW yang terdiri dari Perkotaan Kuala Tungkal dan Perkotaan Muara Bulian sesuai arahan RTRW Nasional;

d. meningkatkan dan menetapkan Perkotaan Sungai Penuh, Perkotaan Bangko, Perkotaan Muara Sabak, Perkotaan Muara Tebo dan Perkotaan Sengeti menjadi PKW yang dipromosikan (PKWp) untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota; dan

e. menetapkan Perkotaan Batang Sangir, Sanggaran Agung, Siulak, Sungai Manau, Pasar Masurai, Rantau Panjang, Pasar Pamenang, Pekan Gedang, Singkut, Pauh, Rantau Keloyang, Embacang Gedang, Tuo Limbur, Rantau Ikil, Wiroto Agung, Sungai Bengkal, Simpang Sungai Rengas, Muara Tembesi, Muara Jangga, Pijoan, Sebapo, Marga, Tanjung, Merlung, Tebing Tinggi, Serdang Jaya, Mendahara, Nipah Panjang dan Pandan Jaya, menjadi PKL untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

(5) Strategi penetapan kawasan lindung untuk menjaga kelestarian sumber daya alam secara terpadu dengan provinsi yang berbatasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e meliputi:

a. meningkatkan pemantapan fungsi kawasan lindung Kabupaten Kerinci, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi, Kota Jambi dan Kabupaten Sarolangun;

b. mempertahankan kawasan lindung seluas minimum 30% dari luas wilayah Provinsi Jambi; dan

c. melakukan sinkronisasi fungsi kawasan lindung dengan provinsi yang berbatasan di Kabupaten Kerinci, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Kabupaten Sarolangun.

(6) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf f meliputi:

a. mendukung penetapan kawasan pertanahan dan keamanan di wilayah provinsi;

b. mengembangkan kawasan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertanahan dan keamanan negara untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;

(9)

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budi daya terbangun; dan d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/Tentara Nasional Indonesia.

BAB III

RENCANA STRUKTUR RUANG Bagian Kesatu

U m u m Pasal 9 (1) Rencana struktur ruang meliputi:

a. sistem perkotaan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(2) Rencana struktur ruang digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Sistem Perkotaan

Pasal 10

(1) Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dikembangkan secara hierarki dan dalam bentuk pusat kegiatan sesuai kebijakan nasional dan provinsi, potensi, dan rencana pengembangan;

(2) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN);

b. Pusat Kegiatan Nasional promosi (PKNp); c. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW);

d. Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp); dan e. Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

(3) PKN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berada di Kota Jambi;

(4) PKNp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berada di Perkotaan Muara Bungo dan Perkotaan Sarolangun;

(5) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berada di Perkotaan Kuala Tungkal dan Perkotaan Muara Bulian;

(6) PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi: a. Perkotaan Muara Sabak;

b. Perkotaan Sungai Penuh; c. Perkotaan Bangko; d. Perkotaan Sengeti; dan e. Perkotaan Muara Tebo.

(7) PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi: a. Perkotaan Batang Sangir;

b. Perkotaan Sanggaran Agung; c. Perkotaan Siulak;

d. Perkotaan Sungai Manau; e. Perkotaan Pasar Masurai; f. Perkotaan Rantau Panjang; g. Perkotaan Pasar Pamenang; h. Perkotaan Pekan Gedang;

(10)

i. Perkotaan Singkut; j. Perkotaan Pauh;

k. Perkotaan Rantau Keloyang; l. Perkotaan Embacang Gedang; m. Perkotaan Tuo Limbur;

n. Perkotaan Rantau Ikil; o. Perkotaan Wiroto Agung; p. Perkotaan Sungai Bengkal;

q. Perkotaan Simpang Sungai Rengas; r. Perkotaan Muara Tembesi;

s. Perkotaan Muara Jangga ; t. Perkotaan Pijoan;

u. Perkotaan Sebapo; v. Perkotaan Marga; w. Perkotaan Tanjung; x. Perkotaan Merlung; y. Perkotaan Tebing Tinggi; z. Perkotaan Serdang Jaya; aa. Perkotaan Mendahara;

bb. Perkotaan Nipah Panjang; dan cc. Perkotaan Pandan Jaya.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 11

(1) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b meliputi:

a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan perkeretaapian; c. sistem jaringan transportasi laut; dan d. sistem jaringan transportasi udara.

(2) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. jaringan lalu lintas angkutan jalan; dan

b. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan.

(3) Jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. jaringan jalan; dan

b. prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

(4) Sistem jaringan perkeretapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. jaringan jalur kereta api umum;

b. jaringan jalur kereta api khusus; dan c. prasarana perkeretapian.

(5) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. tatanan kepelabuhanan; dan

b. alur pelayaran.

(6) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. tatanan kebandarudaraan; dan

(11)

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 12

(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a terdiri atas: a. jalan arteri;

b. jalan kolektor;

c. jalan bebas hambatan; dan d. jalan khusus.

(2) Jalan arteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Jalan Lintas Timur (Jalintim) Sumatera yang terdiri dari ruas jalan:

- Batas Provinsi Riau/Provinsi Jambi – Merlung;

- Merlung – Batas Kabupaten Tanjung Jabung Barat/Kabupaten Muaro Jambi; - Batas Kabupaten Tanjung Jabung Barat/Kabupaten Muaro Jambi – Simpang Tuan; - Simpang Tuan - Batas Kota Jambi/Kabupaten Muaro Jambi;

- Lingkar Barat V Jambi;

- Batas Kota Jambi KM 15,9 – Mendalo Darat (Simpang Tiga);

- Simpang Mendalo Darat – Batas Kota Jambi/Kabupaten Muaro Jambi (Simpang Rimbo);

- Batas Kota Jambi/Kabupaten Muaro Jambi (Simpang Rimbo) – Simpang Kenali Atas Jambi;

- Batas Kota Jambi/Kabupaten Muaro Jambi - Simpang Pall Sepuluh; - Batas Kota Jambi/Kabupaten Muaro Jambi – Tempino; dan

- Tempino – Batas Provinsi Sumatera Selatan/Provinsi Jambi.

b. Jalan Lintas Tengah (Jalinteng) Sumatera yang terdiri dari ruas jalan: - Batas Provinsi Sumatera Barat/Provinsi Jambi – Batas Kabupaten Bungo; - Jalan Lintas Sumatera I (Muara Bungo);

- Jalan Lintas Sumatera II (Muara Bungo);

- Batas Kota Muara Bungo – Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Merangin; - Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Merangin – Batas Kota Bangko; - Jalan Lintas Sumatera I (Bangko);

- Jalan Lintas Sumatera II (Bangko);

- Batas Kota Bangko - Batas Kabupaten Sarolangun/ Kabupaten Merangin;

- Batas Kabupaten Sarolangun/Kabupaten Merangin – Kabupaten Sarolangun; dan - Kabupaten Sarolangun - Batas Provinsi Sumatera Selatan/Provinsi Jambi.

c. Jalan Penghubung (Feeder Road) I Jambi - Bungo yang terdiri dari ruas jalan: - Jalan Arah ke Muara Tebo/Pattimura (Muara Bungo);

- Batas Kota Muara Bungo – Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Bungo; - Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Bungo – Muara Tebo;

- Muara Tebo – Sungai Bengkal;

- Sungai Bengkal – Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Tebo; - Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Tebo – Muara Tembesi; - Muara Tembesi – Batas Kota Muara Bulian;

- Jalan Muara Tembesi (Muara Bulian); - Jalan Gadjahmada (Muara Bulian);

- Batas Muara Bulian – Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari; dan - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari – Simpang Mendalo Darat. d. Jalan Lingkar Kota Jambi yang terdiri dari ruas jalan:

- Lingkar Timur I - Lingkar Timur II - Sijenjang; dan

(12)

e. Jalan Perkotaan Jambi yang terdiri dari ruas jalan: - Jalan Soekarno Hatta;

- Jalan Jend. Sudirman; - Jalan Jend. Gatot Subroto; - Jalan M. Husni Thamrin; - Jalan Pangeran Hidayat; - Jalan Mayor Marzuki; - Jalan Surya Dharma; - Jalan M. Yamin; - Jalan Sultan Agung; - Jalan Sultan Thaha; - Jalan Raden Pamuk; dan - Jalan Yos Sudarso.

f. Jalan Akses Bandara yang terdiri dari ruas jalan: - Jalan Baru Akses Bandara Sultan Thaha Jambi; - Jalan Akses Bandara Bungo; dan

- Jalan Akses Bandara Depati Parbo Kerinci. g. Jalan Akses Pelabuhan yang terdiri dari ruas jalan:

1. Jalan akses Pelabuhan Ujung Jabung yang meliputi ruas jalan:

- Simpang Pudak - Suak Kandis - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan

- Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Tanjung Jabung Timur - Ujung Jabung. 2. Jalan akses Pelabuhan Kuala Tungkal yang meliputi ruas jalan:

- Simpang Tuan – Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

- Batas Kabupaten Muaro Jambi – Pematang Lumut; - Pematang Lumut – Batas Kota Kuala Tungkal; - Jalan Sultan Thaha Kuala Tungkal;

- Jalan Jenderal Sudirman Kuala Tungkal; - Jalan Sri Sudewi Kuala Tungkal; dan

- Jalan Akses Pelabuhan Roro Kuala Tungkal.

3. Jalan akses Pelabuhan Muara Sabak yang meliputi ruas jalan: - Jalan Batanghari II - Simpang Pelabi/Zona V; dan

- Simpang Pelabi/Zona V - Muara Sabak – Simpang Muara Sabak.

4. Jalan akses Pelabuhan Talang Duku yaitu ruas jalan Batas Kota Jambi - Talang Duku.

h. Jalan Akses Candi Muaro Jambi yang meliputi ruas jalan: - Simpang Berembang - Simpang Jambi Kecil;

- Simpang Jambi Kecil - Simpang Candi Muaro Jambi/Desa Baru; dan - Simpang Candi Muaro Jambi/Desa Baru - Candi Muaro Jambi. (3) Jalan kolektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Jalan Kolektor 1 yang terdiri dari ruas jalan:

1. Jalan Penghubung (Feeder Road) II Muara Tembesi – Kabupaten Sarolangun yang meliputi ruas jalan:

- Muara Tembesi – Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Sarolangun; - Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Sarolangun – Pauh; dan - Pauh – Kota Sarolangun.

2. Jalan Penghubung (Feeder Road) III Bangko – Kota Sungai Penuh – Batas Provinsi Sumatera Barat yang meliputi ruas jalan:

- Jalan Makalam Bangko; - Jalan M. Yamin Bangko; - Bangko – Sungai Manau;

(13)

- Batas Kabupaten Kerinci – Sanggaran Agung; - Sanggaran Agung – Kota Sungai Penuh; - Jalan RE. Martadinata Kota Sungai Penuh; - Jalan Kapten Muradi Kota Sungai Penuh; - Jalan Imam Bonjol Kota Sungai Penuh;

- Jalan Pangeran Diponegoro Kota Sungai Penuh; - Jalan Jend. Ahmad Yani Kota Sungai Penuh; - Jalan Soekarno Hatta Kota Sungai Penuh;

- Kota Sungai Penuh – Batas Provinsi Sumatera Barat /Provinsi Jambi (Tapan); - Kota Sungai Penuh – Siulak Deras; dan

- Siulak Deras – Batas Sumatera Barat /Provinsi Jambi (Letter W). 3. Jalan Penghubung Antar Pusat Kegiatan yang meliputi ruas jalan:

- Simpang Tempino - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari; - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari – Simpang Panerokan; - Simpang Panerokan – Batas Muara Bulian;

- Jalan Jend. Sudirman Muara Bulian; - Jalan Lingkar Bungo;

- Simpang Niam - Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Tanjung Jabung Barat; - Batas Kabupaten Tebo/Kabupaten Tanjung Jabung Barat - Lubuk Kambing –

Merlung; dan

- Talang Duku – Manis Mato - Desa Sogo/Suak Kandis. b. Jalan Kolektor 2 yang meliputi:

1. Jalan Penghubung antar pusat kegiatan yang terdiri dari ruas jalan:

- Muara Sabak – Batas Kabupaten Tanjung Jabung Timur/Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

- Batas Kabupaten Tanjung Jabung Timur/Kabupaten Tanjung Jabung Barat - Kuala Tungkal;

- Sanggaran Agung – Jujun;

- Jujun - Batas Kabupaten Kerinci/Kota Sungai Penuh;

- Batas Kabupaten Kerinci/Kota Sungai Penuh - Sungai Penuh; - Sungai Saren - Teluk Nilau – Senyerang;

- Senyerang - Mekarjati/Batas Provinsi Riau;

- Sengkati Gedang - Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

- Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Merlung; - Senyerang - Tebing Tinggi - Simpang Kuala Dasal;

- Simpang Sawmill - Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo; - Batas Kabupaten Bungo/KabupatenTebo - Simpang Logpon; - Simpang Ahok - Simpang Pasar - Bumi Perkemahan;

- Simpang Jelatang - Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Sarolangun;

- Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Sarolangun – Mentawak Baru – Simpang Pematang Kabau;

- Simpang Kuamang - Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Bungo;

- Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Bungo - Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo;

- Batas Kabupaten Bungo/Kabupaten Tebo - Simpang Betung Bedarah;

- Simpang Penerokan - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari; - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari - Sungai Bahar - Batas

Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari;

- Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari - Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Sarolangun;

- Durian Luncuk Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Sarolangun - Batas Kabupaten Batang Hari/Kabupaten Sarolangun;

(14)

- Simpang Pelawan - Batas Kabupaten Sarolangun/Kabupaten Merangin; - Jangkat - Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Sarolangun;

- Simpang Pulau Rengas – Jangkat;

- Simpang Sungai Duren - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari; - Batas Kabupaten Muaro Jambi/Kabupaten Batang Hari - Sungai Buluh;

- Simpang Lagan - Simpang Pelabi/Zona V; - Pandan Jaya – Muara Sabak;

- Desa Simpang - Simpang Muara Sabak; - Jujun – Lempur;

- Muara Tebo - Simpang Logpon; - Simpang Logpon – Tanjung; - Muara Bungo – Peninjau; - Peninjau - Tuo Limbur;

- Tuo Limbur - TKA (Batas Sumbar/Jambi); - Peninjau – Junction;

- Pauh - Lubuk Napal - Sepintun - Batas Provinsi Sumatera Selatan/Provinsi Jambi;

- Pauh – Simpang Pematang Kabau;

- Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Sarolangun – Simpang Pematang Kabau;

- Simpang Margoyoso- Batas Kabupaten Merangin/Kabupaten Sarolangun; dan - Simpang Merkeh – Air Batu (Akses Geopark Merangin).

2. Jalan Perkotaan yang terdiri dari:

a) Jalan Perkotaan Jambi yang terdiri dari ruas jalan: - Jalan Abdul Rahman Saleh;

- Jalan Ade Irma Suryani; - Jalan Dr. Siwabesy;

- Jalan KH. Abdul Malik Jambi; - Jalan Dr. Purwadi;

- Jalan Dr. Setiabudi; - Jalan KH Hasyim Ashari; - Jalan Pangeran Diponegoro; - Jalan Dr. Soetomo;

- Jalan HOS Cokroaminoto; - Jalan Jend Basuki Rahmat; - Jalan H. Agus Salim; - Jalan H. Adam Malik; - Jalan Gajah Mada; - Jalan Hayam Wuruk; - Jalan Raden Mattaher; - Jalan M. Husni Thamrin; - Jalan Slamet Riyadi; - Jalan Urip Sumoharjo; - Jalan Kapten Pattimura; - Jalan Kapten Bakarudin; - Jalan Kolonel Abundjani; - Jalan Sumantri Brojonegoro; - Jalan Kol. Pol. M. Taher; - Jalan Djamin Datuk Bagindo; - Jalan Brigjen Katamso; - Jalan Rangkayo Hitam; - Jalan Rangkayo Pingai; - Jalan Sentot Alibasyah; - Jalan RE. Martadinata;

(15)

- Jalan Jend. Ahmad Yani; - Jalan Jend. MT. Haryono; - Jalan Prof. Dr. Sri Soedewi SH; - Jalan Yusuf Singedekane; dan - Jalan H. A. Manaf.

b) Jalan Perkotaan Sungai Penuh yang terdiri dari ruas jalan: - Jalan Sultan Thaha;

- Jalan Diponegoro; dan - Jalan M. Yamin.

(4) Jalan bebas hambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi ruas jalan Batas Provinsi Jambi/Provinsi Sumatera Selatan – Tempino – Kabupaten Muaro Jambi – Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Batas Provinsi Riau yang merupakan bagian dari Jalan Bebas Hambatan ruas Indralaya (Provinsi Sumatera Selatan) – Betung – Tempino – Kota Jambi – Rengat (Provinsi Riau);

(5) Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi ruas jalan:

- Kabupaten Sarolangun – Kabupaten Batang Hari – Kabupaten Muaro Jambi – Ujung Jabung; dan

- Kabupaten Tebo – Kabupaten Batang Hari – Taman Raja/Pelabuhan Dagang (Kabupaten Tanjung Jabung Barat).

Pasal 13

(1) Prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b meliputi: a. terminal penumpang; dan

b. terminal barang.

(2) Terminal penumpang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pengembangan terminal tipe A di Kota Jambi, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin dan Kota Sungai Penuh; dan

b. pengembangan terminal tipe B di Kota Jambi, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muaro Jambi. (3) Terminal barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. pengembangan terminal barang di Kabupaten Muaro Jambi; b. pengembangan terminal barang di Kabupaten Merangin; c. pengembangan terminal barang di Kabupaten Bungo;

d. pengembangan terminal barang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; e. pengembangan terminal barang di Kabupaten Batang Hari; dan f. pengembangan terminal barang di Kabupaten Kerinci.

Pasal 14

(1) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b meliputi:

a. Pelabuhan Muara Tembesi di Kabupaten Batang Hari; b. Pelabuhan Muara Tebo di Kabupaten Tebo;

c. Pelabuhan Muara Bungo di Kabupaten Bungo;

d. Pelabuhan Pauh, Pelabuhan Mandiangin dan Pelabuhan Sarolangun di Kabupaten Sarolangun;

e. Pelabuhan Nipah Panjang di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan f. Pelabuhan Tungkal Ulu di Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

(2) Alur transportasi angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana pada ayat (1) meliputi:

a. Alur Sarolangun – Pauh – Mandiangin - Tembesi – Angso Duo – Nipah Panjang; dan b. Alur Muara Bungo – Muara Tebo – Tembesi – Angso Duo – Nipah Panjang.

(16)

Paragraf 2

Sistem Jaringan Perkeretaapian Pasal 15

(1) Jaringan jalur kereta api umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf a meliputi:

a. pembangunan jaringan angkutan kereta api provinsi melalui pembangunan jaringan kereta api Trans Sumatera;

b. pembangunan jaringan kereta api provinsi menghubungkan Provinsi Lampung – Provinsi Sumatera Selatan – Provinsi Jambi – Provinsi Riau – Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, serta menghubungkan Wilayah Barat Sumatera; dan c. pembangunan jaringan angkutan kereta api provinsi menghubungkan:

1. Batas Provinsi Sumatera Barat – Muara Bungo – Muara Tebo - Muara Tembesi – Muara Bulian - Kota Jambi;

2. Batas Provinsi Sumatera Selatan – Tempino – Kota Jambi – Sengeti – Merlung - Batas Provinsi Riau;

3. Muara Tembesi – Pauh - Sarolangun;

4. Muara Tebo - Merlung – Kuala Tungkal; dan 5. Kota Jambi – Muara Sabak – Sungai Lokan.

(2) Jaringan jalur kereta api khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf b meliputi:

c. Batas Provinsi Sumatera Barat – Muara Bungo – Muara Tebo – Muara Tembesi – Muara Bulian – Kota Jambi – Muara Sabak;

d. Batas Provinsi Sumatera Barat – Muara Bungo – Muara Tebo – Muara Tembesi – Sarolangun;

e. Batas Provinsi Sumatera Selatan – Sengeti – Provinsi Riau; dan f. Merlung – Kuala Tungkal – Muara Sabak.

(3) Prasarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4) huruf c meliputi: a. Stasiun Muara Bungo di Kabupaten Bungo;

b. Stasiun Muara Tebo di Kabupaten Tebo;

c. Stasiun Merlung dan Stasiun Kuala Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat; d. Stasiun Muara Sabak dan Stasiun Ujung Jabung di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; e. Stasiun Tempino dan Stasiun Sengeti di Kabupaten Muaro Jambi;

f. Stasiun Kota Jambi di Kota Jambi;

g. Stasiun Muara Bulian dan Stasiun Muara Tembesi di Kabupaten Batang Hari; h. Stasiun Pauh dan Stasiun Sarolangun di Kabupaten Sarolangun; dan

i. Stasiun Bangko di Kabupaten Merangin. Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 16

(1) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf a meliputi:

a. pelabuhan utama;

b. pelabuhan pengumpul; dan c. pelabuhan pengumpan.

(2) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi rencana pengembangan Pelabuhan Samudera Ujung Jabung di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; (3) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Pelabuhan Kuala Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

b. pengembangan Pelabuhan Muara Sabak di Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan c. pengembangan Pelabuhan Talang Duku di Kabupaten Muaro Jambi.

(17)

(4) Pelabuhan pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pengembangan Pelabuhan Nipah Panjang dan Pelabuhan Mendahara di Kabupaten Tanjung Jabung Timur;

(5) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf b meliputi: a. Alur Internasional:

1. Ujung Jabung – Asia Tenggara – Asia Timur; dan 2. Ujung Jabung – Asia Bagian Barat - Eropa Timur. b. Alur Nasional:

1. Ujung Jabung – Sumatera Bagian Utara;

2. Ujung Jabung – Pulau Jawa – Provinsi Nusa Tenggara Barat – Provinsi Nusa Tenggara Timur – Provinsi Maluku; dan

3. Ujung Jabung – Pulau Kalimantan – Pulau Sulawesi. Paragraf 4

Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 17

(1) Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) huruf a meliputi: a. pengembangan bandar udara umum Sultan Thaha Jambi di Kota Jambi sebagai bandar

udara utama;

b. pengembangan bandar udara umum Bungo di Kabupaten Bungo sebagai bandar udara pengumpul; dan

c. pengembangan bandar udara umum Depati Parbo di Kabupaten Kerinci sebagai bandar udara pengumpan.

(2) Ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) huruf b terdiri atas:

a. ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara;

b. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi dan keselamatan penerbangan; dan

c. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 18

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c meliputi:

a. sistem jaringan energi dan kelistrikan; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem jaringan prasarana wilayah lainnya.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Dan Kelistrikan Pasal 19

(1) Sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a meliputi:

(18)

b. pembangkit tenaga listrik; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik.

(2) Jaringan pipa minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. jaringan pipa minyak bumi meliputi:

1. Kabupaten Tebo – Kabupaten Batang Hari – Kota Jambi; 2. Kabupaten Muaro Jambi – Kota Jambi;

3. Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Kota Jambi; 4. Kabupaten Tanjung Jabung Timur – Kota Jambi;

5. Kabupaten Sarolangun – Kabupaten Batang Hari - Kota Jambi; dan 6. Kota Jambi – Tempino – Provinsi Sumatera Selatan.

b. jaringan pipa gas meliputi: 1. Kota Jambi;

2. Kabupaten Muaro Jambi - Kabupaten Tanjung Jabung Timur – Batam; dan 3. Kabupaten Muaro Jambi - Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Batam. (3) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) meliputi: 1. Kabupaten Muaro Jambi;

2. Kabupaten Bungo; 3. Kabupaten Kerinci;

4. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 5. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

b. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) meliputi: 1. Kabupaten Muaro Jambi;

2. Kabupaten Batang Hari;

3. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 4. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

c. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) meliputi: 1. Kabupaten Kerinci;

2. Kabupaten Merangin; dan 3. Kabupaten Sarolangun.

d. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) meliputi: 1. Kabupaten Sarolangun;

2. Kabupaten Bungo; 3. Kabupaten Tebo;

4. Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan; 5. Kabupaten Muaro Jambi.

e. Pengembangan Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) meliputi: 1. Kabupaten Sarolangun;

2. Kabupaten Merangin; 3. Kabupaten Bungo; 4. Kabupaten Tebo; 5. Kabupaten Batang Hari; 6. Kabupaten Kerinci; dan 7. Kota Sungai Penuh.

f. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Minyak dan Gas (PLTMG) meliputi: 1. Kabupaten Muaro Jambi;

2. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 3. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

g. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) meliputi: 1. Kabupaten Kerinci; dan

(19)

(4) Jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. pengembangan dan pembangunan Jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi

(SUTET) interkoneksi jaringan listrik Provinsi Riau - Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Kabupaten Batang Hari – Kabupaten Muaro Jambi – Kabupaten Merangin – Kabupaten Sarolangun – Provinsi Sumatera Selatan untuk transmisi SUTET;

b. pengembangan dan pembangunan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat – Kabupaten Bungo – Kabupaten Merangin – Kabupaten Sarolangun – Provinsi Sumatera Selatan;

c. pembangunan jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan Kabupaten Merangin – Kota Sungai Penuh – Kabupaten Kerinci – Provinsi Sumatera Barat; dan

d. pembangunan jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang menghubungkan Kabupaten Muaro Jambi – Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 20

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi: a. jaringan terestrial; dan

b. jaringan satelit.

(2) Jaringan terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah provinsi meliputi:

a. jaringan kabel dikembangkan di seluruh kabupaten di wilayah provinsi; dan

b. jaringan nirkabel berupa penataan dan efisiensi menara telekomunikasi atau base transceiver station (batas) di seluruh kabupaten di wilayah provinsi.

(3) Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan telekomunikasi provinsi melalui satelit komunikasi; dan

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan menara telekomunikasi bersama diatur dengan Peraturan Gubernur.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 21

(1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c meliputi: a. wilayah sungai (WS);

b. cekungan air tanah (CAT); c. jaringan irigasi;

d. jaringan air baku untuk air bersih; dan e. sistem pengendalian daya rusak air.

(2) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. WS Batanghari, Lintas Provinsi Jambi – Provinsi Sumatera Barat;

b. WS Teramang Muar, Lintas Provinsi Jambi – Provinsi Bengkulu;

c. WS Sungai Musi – Sugihan – Banyuasin – Lemau, Lintas Provinsi Jambi – Provinsi Sumatera Selatan – Provinsi Bengkulu – Provinsi Lampung; dan

d. WS Pengabuan – Lagan, Lintas Kabupaten Tanjung Jabung Barat – Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(20)

(3) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. CAT Bangko – Sarolangun meliputi:

1. Kabupaten Merangin; dan 2. Kabupaten Sarolangun. b. CAT Jambi – Dumai meliputi:

1. Kabupaten Muaro Jambi;

2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan 3. Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

c. CAT Kayu Aro – Padang Aro berada di Kabupaten Kerinci; d. CAT Muara Bungo meliputi:

1. Kabupaten Tebo; dan 2. Kabupaten Bungo.

e. CAT Muara Tembesi berada di Kabupaten Batang Hari; dan f. CAT Sungai Penuh berada di Kota Sungai Penuh.

(4) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari Daerah Irigasi (DI) yaitu sebagai berikut:

a. DI kewenangan nasional meliputi:

1. DI Batanghari meliputi Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Bungo;

2. DI Sungai Siulak Deras dan DI Sungai Batang Sangir di Kabupaten Kerinci; dan 3. DI Batang Asai di Kabupaten Sarolangun.

b. DI kewenangan provinsi meliputi:

1. DI Sungai Tanduk di Kabupaten Kerinci; 2. DI Batang Limun di Kabupaten Sarolangun; 3. DI Sungai Batang Uleh di Kabupaten Bungo;

4. DI Sungai Suban di Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan

5. DI Mendahara/Sungai Lokan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(5) Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. pengembangan dan pengolahan sumber air baku yang berada di:

1. Sungai Batanghari; 2. Sungai Pengabuan; 3. Danau Kerinci; dan 4. Danau Pauh.

b. pengembangan dan pengolahan sumber mata air meliputi seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi Jambi.

(6) Sistem pengendalian daya rusak air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. pembangunan bendungan di Kabupaten Kerinci;

b. pembangunan embung meliputi:

1. Embung Batang Asai dan Embung Batang Tembesi di Kabupaten Sarolangun; 2. Embung Batang Bungo di Kabupaten Bungo;

3. Embung Pamenang di Kabupaten Merangin; 4. Embung Sumay di Kabupaten Tebo;

5. Embung Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 6. Embung Sadu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

c. pembangunan tanggul pada sungai-sungai di wilayah Provinsi Jambi; d. pengembangan kolam retensi di Kota Jambi; dan

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pengendalian daya rusak air diatur dengan Peraturan Gubernur.

(21)

Paragraf 4

Sistem Jaringan Prasarana Wilayah Lainnya Pasal 22

(1) Sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d meliputi:

a. sistem persampahan;

b. sistem penyediaan air minum; c. sistem pengelolaan air limbah; d. sistem jaringan drainase; dan e. jalur dan ruang evakuasi bencana.

(2) Sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah pengembangan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah regional berada di:

1. Kabupaten Kerinci; 2. Kabupaten Muaro Jambi; 3. Kabupaten Sarolangun;

4. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan 5. Kabupaten Bungo.

(3) Sistem penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa pelayanan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan/atau Badan Pengelola Air Minum (BPAM) terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan bentuk kerjasama antar daerah;

(4) Sistem pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

a. pengelolaan limbah domestik berupa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal terdapat di setiap PKNp, PKW, PKWp, dan PKL.

b. pengelolaan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) berada di: 1. Kabupaten Bungo;

2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan 3. Kabupaten Sarolangun.

(5) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa pengembangan jaringan drainase primer dan jaringan drainase sekunder yang berada di Wilayah Sungai Batanghari dan Wilayah Sungai Pengabuan;

(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi: a. Lempur – Rantau Kermas - Simpang Danau Pauh;

b. Rantau Kermas – Batas Provinsi Bengkulu;

c. Sungai Penuh – Pungut Mudik – Pasir Jaya - Sungai Kuning – Limbur Lubuk Mengkuang;

d. Plompek - Sungai Kuning; dan e. Sungai Tanduk – Pasir Jaya.

(22)

BAB IV

RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu

Umum Pasal 23 (1) Rencana pola ruang terdiri atas:

a. kawasan lindung; dan b. kawasan budi daya.

(2) Rencana pola ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:250.000 sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;

(3) Untuk kepentingan dan keberlakuan dinamika pembangunan sosial, ekonomi, budaya, agama, dan pertahanan keamanan maka beberapa wilayah yang berada dalam kawasan hutan dan telah dimasukkan dalam peta rencana pola ruang sebagaimana terlihat dalam lampiran II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

(4) Rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak dan/atau tidak dapat ditindaklanjuti maka kawasan tersebut tetap merupakan kawasan hutan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 24

Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; dan e. kawasan rawan bencana alam.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 25

Kawasan hutan lindung sebagaimana dalam Pasal 24 huruf a terdapat di: a. Kabupaten Muaro Jambi;

b. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; c. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; d. Kabupaten Tebo;

e. Kabupaten Sarolangun; f. Kabupaten Bungo; dan g. Kabupaten Merangin.

(23)

Paragraf 2

Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya

Pasal 26

(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b terdiri atas:

a. kawasan resapan air; dan b. kawasan bergambut.

(2) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Kabupaten Bungo;

b. Kabupaten Merangin; c. Kabupaten Sarolangun; d. Kabupaten Kerinci; dan e. Kota Sungai Penuh.

(3) Kawasan bergambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di: a. Kabupaten Muaro Jambi;

b. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan c. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Paragraf 3

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 27

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c terdiri atas:

a. sempadan pantai; b. sempadan sungai;

c. kawasan sekitar danau; dan d. Ruang Terbuka Hijau (RTH).

(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. sempadan pantai di Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan

b. sempadan pantai di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota;

(4) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di: a. Kabupaten Kerinci;

b. Kabupaten Merangin; c. Kabupaten Sarolangun; d. Kabupaten Tebo; e. Kabupaten Batang Hari; f. Kabupaten Muaro Jambi; dan g. Kota Jambi.

(5) Ruang Terbuka Hijau terdapat di seluruh wilayah perkotaan dalam wilayah Provinsi Jambi dan tertuang rinci pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten.

(24)

Paragraf 5

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Pasal 28

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d terdiri atas:

a. kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya; b. cagar alam;

c. taman nasional; d. taman hutan raya; e. taman wisata alam; dan

f. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berada di:

a. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan

b. Kawasan Reservaat atau Suaka Perikanan Batu Taman Ciri di Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten Merangin.

(3) Cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. Cagar Alam Durian Luncuk I di Kabupaten Sarolangun dan Cagar Alam Durian Luncuk II di Kabupaten Batang Hari; dan

b. Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(4) Taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Taman Nasional Bukit Tigapuluh berada di:

1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 2. Kabupaten Tebo.

b. Taman Nasional Berbak berada di: 2. Kabupaten Muaro Jambi; dan 3. Kabupaten Tanjung Jabung Timur. c. Taman Nasional Bukit Duabelas berada di:

1. Kabupaten Tebo;

2. Kabupaten Batang Hari; dan 3. Kabupaten Sarolangun.

d. Taman Nasional Kerinci Seblat berada di: 1. Kabupaten Bungo;

2. Kabupaten Merangin; 3. Kabupaten Kerinci; dan 4. Kota Sungai Penuh.

(5) Taman Hutan Raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Taman Hutan Raya Sekitar Tanjung di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi; dan

b. Taman Hutan Raya Senami (Sultan Thaha Syaifuddin) di Kabupaten Batang Hari.

(6) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa Taman Wisata Alam Bukit Sari di Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Tebo; dan

(7) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berupa Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) di Kabupaten Tebo.

(25)

Paragraf 5

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 29

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e terdiri atas: a. kawasan rawan tanah longsor;

b. kawasan rawan banjir;

c. kawasan letusan gunung api; dan d. kawasan rawan gempa bumi.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Kota Sungai Penuh, Kabupaten Bungo, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Merangin, dan Kabupaten Muaro Jambi;

(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di wilayah kabupaten/kota;

(4) Kawasan letusan gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada di Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo dan Kota Sungai Penuh; dan (5) Kawasan rawan gempa bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi Kota

Sungai Penuh, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tebo, Kabupaten Bungo, Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin.

Bagian Ketiga Kawasan Budi Daya

Pasal 30

Pola ruang kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b meliputi:

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri;

f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan pemukiman; dan h. kawasan peruntukan Iainnya.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 31

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a meliputi:

a. kawasan hutan produksi terbatas; dan b. kawasan hutan produksi tetap.

(2) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di: a. Kabupaten Muaro Jambi;

b. Kabupaten Batang Hari; c. Kabupaten Sarolangun; d. Kabupaten Merangin;

e. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan f. Kabupaten Tebo.

(26)

(3) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di: a. Kabupaten Muaro Jambi;

b. Kabupaten Batang Hari; c. Kabupaten Bungo; d. Kabupaten Tebo; e. Kabupaten Sarolangun; f. Kabupaten Merangin; g. Kabupaten Kerinci; h. Kota Sungai Penuh;

i. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan j. Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

Paragraf 2

Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 32

(1) Rencana kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b meliputi:

a. kawasan pertanian tanaman pangan; b. kawasan hortikultura;

c. kawasan perkebunan; dan d. kawasan peternakan.

(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pertanian tanaman pangan lahan basah; dan

b. pertanian tanaman pangan lahan kering.

(3) Pertanian tanaman pangan lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, yang jumlah luasannya lebih kurang sebesar 3 (tiga) persen dari luas wilayah daratan meliputi:

a. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; b. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; c. Kabupaten Muaro Jambi;

d. Kabupaten Batang Hari; e. Kabupaten Bungo; f. Kabupaten Tebo; g. Kabupaten Merangin; h. Kabupaten Sarolangun; i. Kabupaten Kerinci; dan j. Kota Sungai Penuh.

(4) Pertanian tanaman pangan lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, yang jumlah luasannya lebih kurang sebesar 6 (enam) persen dari luas wilayah daratan meliputi:

a. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; b. Kabupaten Muaro Jambi;

c. Kabupaten Batang Hari; d. Kabupaten Bungo; e. Kabupaten Tebo; f. Kabupaten Merangin; g. Kabupaten Sarolangun; h. Kabupaten Kerinci; dan i. Kota Sungai Penuh.

(5) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang jumlah luasannya lebih kurang sebesar 4 (empat) persen dari luas wilayah daratan ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

(27)

(6) Kawasan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di: a. Kabupaten Kerinci;

b. Kabupaten Merangin; c. Kabupaten Sarolangun; d. Kabupaten Muaro Jambi; dan e. Kota Sungai Penuh.

(7) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan komoditas berupa kelapa sawit, teh, karet, kopi, kelapa dalam dan kulit kayu manis terdapat di:

a. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; b. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; c. Kabupaten Muaro Jambi;

d. Kabupaten Batang Hari; e. Kabupaten Bungo; f. Kabupaten Tebo; g. Kabupaten Merangin; h. Kabupaten Sarolangun; i. Kabupaten Kerinci; dan j. Kota Sungai Penuh.

(8) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan jenis ternak berupa sapi, kerbau, kambing, ayam ras, ayam pedaging dan ayam buras terdapat di: a. Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

b. Kabupaten Tanjung Jabung Timur; c. Kabupaten Muaro Jambi;

d. Kabupaten Batang Hari; e. Kabupaten Bungo; f. Kabupaten Tebo; g. Kabupaten Merangin; h. Kabupaten Sarolangun; dan i. Kabupaten Kerinci.

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 33

(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c meliputi: a. kawasan peruntukan perikanan tangkap;

b. kawasan peruntukan perikanan budi daya; c. pengolahan perikanan; dan

d. prasarana perikanan.

(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. kawasan peruntukan perikanan tangkap sungai meliputi: 1. Kabupaten Batang Hari;

2. Kabupaten Bungo; 3. Kabupaten Merangin; 4. Kabupaten Muaro Jambi;

5. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 6. Kabupaten Tebo.

b. kawasan peruntukan perikanan tangkap laut meliputi: 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan

(28)

c. kawasan peruntukan perikanan tangkap danau terdapat di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin.

(3) Kawasan peruntukan perikanan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

a. peruntukan perikanan budi daya laut meliputi: 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

b. peruntukan perikanan budi daya sungai meliputi: 1. Kabupaten Batang Hari;

2. Kabupaten Bungo; 3. Kabupaten Merangin; 4. Kabupaten Muaro Jambi;

5. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; 6. Kabupaten Tebo; dan

7. Kabupaten Sarolangun.

c. peruntukan perikanan budi daya danau terdapat di Kabupaten Kerinci dan Kabupaten Merangin.

(4) Kawasan peruntukan pengolahan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa industri pengolahan perikanan di Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur; dan

(5) Prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. pengembangan Balai Benih Ikan (BBI) meliputi:

1. Kota Jambi;

2. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; 3. Kabupaten Kerinci;

4. Kabupaten Muaro Jambi; 5. Kabupaten Sarolangun; 6. Kabupaten Batang Hari; 7. Kabupaten Merangin; 8. Kabupaten Bungo; dan 9. Kota Sungai Penuh.

b. Pengembangan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) meliputi: 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan

2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Paragraf 4

Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 34

(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf d meliputi:

a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara; b. Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi; dan c. Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi.

(2) Kawasan peruntukan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. pertambangan batu bara berada di: 1. Kabupaten Sarolangun;

2. Kabupaten Merangin 3. Kabupaten Bungo; 4. Kabupaten Tebo;

5. Kabupaten Muaro Jambi; 6. Kabupaten Batang Hari; dan

(29)

7. Kabupaten Tanjung Jabung Barat. b. Pertambangan mineral berada di:

1. Kabupaten Kerinci; 2. Kabupaten Sarolangun; 3. Kabupaten Merangin; 4. Kabupaten Bungo; 5. Kabupaten Tebo; 6. Kabupaten Batang Hari; 7. Kabupaten Muaro Jambi;

8. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan 9. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(3) Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada di:

a. Kabupaten Tanjung Jabung Timur b. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; c. Kabupaten Muaro Jambi;

d. Kabupaten Batang Hari; e. Kabupaten Sarolangun; f. Kabupaten Merangin; g. Kabupaten Tebo; h. Kabupaten Bungo; dan i. Kota Jambi.

(4) Kawasan peruntukan pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berada di;

a. Kabupaten Kerinci; dan b. Kabupaten Merangin.

Paragraf 5

Kawasan Peruntukan Industri Pasal 35

(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf e meliputi: a. kawasan peruntukan industri besar;

b. kawasan peruntukan industri menengah; dan c. kawasan peruntukan industri kecil.

(2) Kawasan peruntukan industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. Kabupaten Tanjung Jabung Barat; dan

b. Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(3) Kawasan peruntukan industri menengah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi: a. Kota Jambi;

b. Kabupaten Muaro Jambi; c. Kabupaten Batang Hari; d. Kabupaten Bungo; e. Kabupaten Merangin; f. Kabupaten Sarolangun; dan g. Kabupaten Tebo.

(4) Kawasan peruntukan industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi seluruh wilayah kabupaten/kota.

(30)

Paragraf 6

Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 36

(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf f terdiri atas: a. kawasan wisata alam;

b. kawasan wisata budaya; dan c. kawasan wisata buatan.

(2) Kawasan wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Taman Nasional Berbak terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi;

b. Taman Nasional Kerinci Seblat terdapat di Kabupaten Kerinci, Kabupaten Merangin, Kabupaten Bungo dan Kota Sungai Penuh;

c. Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdapat di Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

d. Taman Nasional Bukit Duabelas terdapat di Kabupaten Tebo, Kabupaten Batang Hari dan Kabupaten Sarolangun;

e. Taman Hutan Raya meliputi:

1. Taman Hutan Raya Senami (Sultan Thaha Syaifuddin) terdapat di Kabupaten Batang Hari; dan

2. Taman Hutan Raya sekitar tanjung terdapat di Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

f. Kawasan Wisata Geopark meliputi Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Kerinci, Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat;

g. Danau Kerinci dan Danau Gunung Tujuh di Kabupaten Kerinci; h. Danau Depati Empat di Kabupaten Merangin;

i. Gunung Kerinci di Kabupaten Kerinci;

j. Air Terjun Telun Berasap di Kabupaten Kerinci;

k. Grao dan Wisata Teluk Wang terdapat di Kabupaten Merangin; dan l. Danau Sipin terdapat di Kota Jambi.

(3) Kawasan wisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi;

b. Kawasan Cagar Budaya Seberang di Kota Jambi;

c. Kawasan Cagar Budaya Rumah Tuo Rantau Panjang di Kabupaten Merangin; d. Kawasan Cagar Budaya Batu Bertulis Karang Berahi di Kabupaten Merangin; e. Situs Lubuk Ruso di Kabupaten Batang Hari;

f. Makam Sultan Thaha Syaifuddin di Kabupaten Tebo; dan

g. Makam Rangkayo Pingai dan Makam Rangkayo Hitam di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

(4) Kawasan wisata buatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Landmark Menara Jam Besak Gentala Arasyi di Kota Jambi;

b. Jembatan Pedestrian Sungai Batanghari di Kota Jambi; c. Landmark Danau Sipin di Kota Jambi;

d. Museum Negeri Jambi di Kota Jambi; e. Museum Perjuangan di Kota Jambi; dan f. Kebun Binatang Taman Rimba di Kota Jambi.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Perkembangan Seni Visual di Malaysia x Seni Halus x Kraf Tradisional - Ukiran Kayu - Tekat. Mengetahui sejarah Seni Halus Malaysia sebelum merdeka dan Kraf

Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Jawa Tengah, sebagai lembaga Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, akan mencairkan dana Bantuan Sosial

Menyatakan bahwa skripsi ini berjudul Peningkatan Pemberdayaan Perempuan Dalam Usaha Ekonomi Keluarga (Studi di Lembaga Perkumpulan Perempuan Usaha Mikro Daya

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membuat suatu analisa pembuatan 5 layer AML berdasarkan data hidrografi, oseanografi dan geografi maritime

dengan klien berisi mengenai: (1) penguatan perilaku shalat 5 waktu dan membaca Al-Quran, (2) proses pertolongan dilaksanakan dalam jangka waktu ± dua minggu, (3) hadiah/penguat

juga tubuh. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik

Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti

Diagnosis ini dapat juga ditegakkan pada penderita yang belum kronik, tetapi episode serangannya lebih dari 7 hari atau dengan serangan nyeri kepala lebih dari 15