• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Saintech Vol No.04-Desember 2014 ISSN No"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

30

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

YANG DIAJAR DENGAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN

PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

Oleh :

Frida Marta Argareta Simorangkir, S.Pd., M.Pd

*)

*) Dosen FKIP Universitas Quality

Abstract

This study was aimed: (1) to determine the differences the ability of math problem solving ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (2) to find out the interaction between model of study and students mathematics ability level towards students problem solving ability, (3) to describe the student’s response toward mathematics who were given model of problem-based learning is positive. This study was a quasi-experimental research. The population of study was the students of SMAN 1 Salapian. Random sample selection is done by randomizing the class. Sample that chosen class XI IPA-1 (experiment class), class that given study treatment based on problem and class student XI IPA-2 as control class that given study treatment usually. instrument that used to consist of: trouble-shooting ability test. Data analysis is done with two way ANAVA. Principal result from this watchfulness: (1) there is a difference of problem solving ability between students who were given model of problem-based learning with students who were given conventional learning, (2) not found interaction between model of study and students mathematics ability level towards students troubel-shooting ability, (3) student response that get study given model of problem-based learning based on problem positiveer.

Keyword: Model of Problem-based Learning, Problem Solving

I Pendahuluan

Pembelajaran matematika dijenjang pendidikan dasar dan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dalam kehidupan dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efesien dan efektif.

Bagi siswa, pengetahuan matematika membuka kesempatan untuk meningkatkan karir. Bagi warga Negara dan bangsa, penguasaan matematika akan memberikan dasar pengetahuan untuk berkompetisi dalam ekonomi yang bersifat teknologi.

Sementara Cockroft (Abdurrahman, 2003:253) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalama segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian , dan kesadaran kekurangan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Fakta mengungkapkan prestasi belajar siswa di Indonesia untuk sekolah menengah masih rendah. Berdasarkan laporan hasil TIMSS (Jalal, 2003: 8) bahwa rata-rata skor

(2)

31 matematika siswa kelas XI SMA berada jauh

di bawah rata-rata skor internasional. Salah satu faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah proses pembelajaran masih didominasi oleh aktivitas latihan-latihan untuk pencapaian

mathematical basics skills semata. Walaupun

hal ini tidak sepenuhnya salah, dalam era persaingan bebas ini pembelajaran matematika yang bertumpu pada pencapaian basic skills

tidaklah memadai.

Oleh karena itu, model pembelajaran harus mampu memberikan ruang seluas-luasnya bagi peserta didik dalam membangun pengetahuan, dan pengalaman mulai dari basic

skills sampai higher order skill. Model

pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, interaksi siswa terhadap pembelajaran matematika dan meningkatkan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika. Pembelajaran berbasis masalah akan memberi kesempatan kepada siswa untuk secara mendalam mengkaji topik-topik matematika yang dikemas secara menarik dan kontekstual, sedangkan pemecahan masalah matematis akan memberikan peserta didik kesempatan untuk melakukan investigasi masalah matematika secara mendalam, sehingga dapat mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahannya secara kritis, kreatif, divergen, dan produktif. Dengan demikian diharapkan prestasi siswa Indonesia dapat meningkat.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional?

2. Apakah terjadi interaksi yang signifikan antara model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa? 3. Bagaimanakan respon siswa terhadap

model pembelajaran berbasis masalah?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, mengetahui interaksi antara model pembelajaran berbasis masalah dan kemampuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, serta mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini bagi siswa adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan respon positif siswa terhadap pembelajaran, sedangkan bagi guru adalah untuk meningkatkan profesionalismenya dalam pembelajaran matematika serta menjadikan pembelajaran berbasis masalah sebagai salah satu alternatif untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika.

II Kajian Pustaka

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah matematis tidak semata – mata bertujuan untuk mencari sebuah jawaban yang benar, tetapi bagaimana mengkonstruksi segala kemungkinan pemecahannya yang reasonable.

Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National

Council of Teacher of Mathematics (2004)

yaitu : (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical comminication), (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah

(mathematical problem solving), (4) belajar

untuk mengaitkan ide (mathematical connections), (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward

mathematics). Sumarmo mengatakannya

dengan keterampilan matematika (doing math). Sebagai implementasinya maka kemampuan pemecahan masalah hendaknya dimilki oleh semua anak yang belajar matematika. Wahyudin (2003:3) mengatakan

(3)

32

bahwa pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa atau situasi-situasi pembuat keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang secara baik dalam dirinya.

Menurut Polya (1973) ada 4 langkah dalam pemecahan masalah yaitu :

1) Memahami masalah 2) Merencanakan pemecahan 3) Melakukan perhitungan 4) Memeriksa kembali

B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah Salah satu ciri utama belajar berbasis masalah yaitu berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, dengan maksud masalah yang disajikan dalam pembelajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu tetapi siswa bisa meninjau masalah tersebut dari banyak segi atau mengaitkan dengan disiplin ilmu yang lain untuk menyelesaikannya.

Adapun sintaks dalam pembelajaran berbasis masalah adalah :

1. Orientasi siswa pada masalah

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Dengan diajarkannya model pembelajaran berbasis masalah diharapkan dapat mendorong siswa belajar secara aktif, penuh semangat dan siswa akan semakin terbuka terhadap matematika, serta akan menyadari manfaat matematika karena tidak hanya terfokus pada topik tertentu yang sedang dipelajari.

Hal ini didukung oleh Hasanah (2004) dalam penelitiannya pada siswa SMPN 6 Cimahi berkatan dengan proses belajar mengajar menyimpulkan pemahaman siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik dari pembelajaran biasa, rata-rata kemampuan pemahaman matematika dengan pembelajaran berbasis masalah adalah 86,05% sedangkan dengan Pembelajaran konvensional 78,43%. Analisis terhadap penelitiannya mengimplikasikan bahwa

pendekatan berbasis masalah dengan menekankan representasi matematika dapat dijadikan guru sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

III Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Salapian Kabupaten Langkat. Teknik pengambilan sampel kelompok secara acak (cluster random sampling) karena peneliti tidak mungkin mengambil siswa secara acak untuk membentuk kelas baru maka peneliti mengambil sampelnya adalah kelas. Sampel yang dipilih adalah kelas XI IPA (1) sebanyak 43 siswa (kelas eksperimen), kelas XI IPA (2) sebanyak 41 siswa (kelas kontrol) dan kelas XI IPA (3) sebanyak 40 siswa (kelas uji coba). Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu (quasi

experiment). Analisis data dilakukan dengan

ANAVA dua jalur.

IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan pada kemampuan pemecahan masalah matematis maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada kemampuan pemecahan masalah matematis rata-rata aspek memahami masalah untuk kelas eksperimen 1,87, aspek merencanakan pemecahan untuk kelas eksperimen 1,64, aspek melakukan perhitungan kelas eksperimen 3,28, aspek memeriksa kembali kelas eksperimen 1,5, sementara secara keseluruhan aspek pemecahan masalah matematika kelas eksperimen 8,3. Maka dapat diketahui bahwa aspek yang tertinggi untuk kelas eksperimen terjadi pada aspek penyelesaian masalah. Sedangkan rata-rata aspek memahami masalah untuk kelas kontrol 1,83, aspek merencanakan pemecahan untuk kelas eksperimen 1,62, aspek melakukan perhitungan kelas kontrol 2,93, aspek memeriksa kembali kelas kontrol 1,32, sementara secara keseluruhan aspek pemecahan masalah matematika kelas

(4)

33 eksperimen 7,72. Dari pembahasan diatas

dapat diketahui bahwa aspek yang tertinggi terjadi pada aspek penyelesaian masalah. 2. Pada interaksi antara model pembelajaran

dengan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, diperoleh angka signifikan 0,442 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah. Ini menunjukkan bahwa perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa tidak dipengaruhi oleh tingkat kemampuan siswa melainkan akibat dari model pembelajaran yang diberikan, yaitu pembelajaran berbasis masalah.

3. Pada penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah siswa memiliki respon yang positif, hal ini dapat diketahui pada siswa menyatakan senang terhadap komponen pembelajaran sebesar 90,00%; menyatakan baru terhadap komponen pembelajaran 83,00%; menyatakan berminat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran berbasis masalah berikutnya sebesar 95,00%; memahami bahasa dalam buku/LAS sebesar 100% ; tertarik pada penampilan buku dan LAS sebesar 100%. Secara keseluruhan rata-rata respon siswa adalah 92%. Maka respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah positif.

V Kesimpulan Dan Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat suatu kesimpulan sebagai berikut.

1. Rata-rata perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menggunakan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada rata-rata perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah yang signifikan antara siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa tidak

dipengaruhi oleh tingkat kemampuan siswa melainkan akibat dari model pembelajaran yang diberikan, yaitu pembelajaran berbasis masalah.

3. Respon siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah positif. Bahan ajar yang dapat meningkatkan respon siswa adalah bahan ajar yang menyajikan permasalahan terbuka serta merupakan permasalahan yang sering ditemukan siswa baik permasalahan kehidupan sehari hari maupun permasalahan yang merupakan imajinasi dunia anak.

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan hasil penelitian, maka peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut:

 Pembelajaran berbasis masalah yang menekankan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa sangat baik diterapkan sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika yang inovatif, namun perlu dipertimbangkan pada alokasi waktu untuk materi lainnya.

 Perangkat pembelajaran berupa RPP, LAS, buku pegangan guru dan siswa yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan yang lain.

Daftar Pustaka

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Edisi revisi. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Gusti, 2009. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Instruction) Dalam Pembelajaran

Matematika. (Online), (http://one.indoskripsi.com, diakses 10

Oktober 2009).

Hasanah, A. 2004. Mengemangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematika. Tesis. UPI Bandung.

(5)

34

Marpaung,Y.2006.Karakteristik PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia), Jurnal Matematika Mathedu, Volume I Nomor 1, Edisi Januari 2006. Surabaya: PPS UNESA. National Council of Teacher of Mathematics.

(2000). Principles and Standarts for School Mathe matics. USA : NCTM, Inc.

Soedjadi, R. 2004. PMRI dan KBK Dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin PMRI. Edisi III, Januari 2004. KPPMT ITB Bandung. Bandung.

Suryadi, D. 2005. Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi Doktor pada PPS UPI : Tidak Diterbitkan.

Wahyudin. 1999. Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi. PPS UPI: Tidak Dipublikasikan.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang dibutuhkan untuk merancang suatu aplikasi yang dapat digunakan untuk memantau posisi bus lain

memberikan arahan, masukan dalam mengambil mata kuliah serta bimbingan mengenai akademik selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Dari data pada Tabel 2 diperoleh hasil dokumentasi soal yang dibuat guru dapat dideskripsikan bahwa kemampuan guru kelompok mata pelajaran IPA dalam membuat penilaian

Bagian pertama tentang pendekatan dalam kajian etika komunikasi yaitu pendekatan kultural guna menganalisis perilaku pelaku profesi komunikasi dan pendekatan strukrural

Seorang perempuan umur 22 tahun datang untuk berkonsultasi tentang KB klien telah melahirkan seorang bayi laki-laki yang saat ini umurnya 42 hari dan sedang menyusui, ibu

Tidak banyak orang yang mengetahui kemunduran ekonomi mereka juga mempengaruhi sisi sosial dan budaya.. Menurut Claude Guillot seorang peneliti yang pernah mengkaji

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kelekatan adalah kecenderungan perilaku anak atau individu untuk mencari dan berusaha mempertahankan kedekatan

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan pedoman informasi serta mengembangkan pengetahuan perusahaan segi faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen. Penelitian