• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale, color segmentation, ketiga metode yang akan dibandingkan, yaitu Harris Corner Detection, Edge Based Corner Detection dan FAST Corner Detection, dan metode perhitungan akurasi untuk menguji performa sistem.

2.1 Metode Viola Jones untuk Mendeteksi Wajah

Viola dan Jones memperkenalkan metode deteksi wajah yang mampu mendeteksi wajah dalam suatu citra secara cepat dengan tingkat akurasi yang tinggi pada tahun 2001 [1]. Metode yang kemudian lebih dikenal dengan nama Viola Jones

Detector ini menggunakan tiga komponen utama, komponen pertama adalah “Integral Image” yang membuat fitur dari citra mampu dikomputasi secara cepat. Komponen

kedua adalah klasifier yang sederhana dan efisien berdasarkan pada algoritma Ada Boost yang mampu memilih beberapa fitur penting dari sekumpulan fitur yang sangat banyak. Komponen ketiga adalah menggabungkan klasifier dalam bentuk “Cascade

atau bertingkat, hal ini mampu menghilangkan latar belakang citra pada daerah yang memiliki kemiripan sangat besar dengan wajah manusia. Metode ini mampu melakukan deteksi wajah dengan kecepatan 15 frames per detik.

2.2 Konversi Citra RGB ke Grayscale

Citra wajah yang telah yang diambil merupakan citra RGB (red, green, blue). Citra tersebut akan dikonversi menjadi citra grayscale. Konversi citra dari RGB ke

grayscale dapat dilakukan dengan mengeliminasi informasi warna dan saturasi dengan tetap mempertahankan pencahayan (luminance) [6]. Luminance merupakan jumlah energi dari sumber yang ditangkap oleh pengamat, dinyatakan dalam lumen

[7].

Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial sedangkan f(x,y)adalah nilai intensitas citra pada koordinat tersebut [8]. Citra dalam komputer tersusun dari sekumpulan piksel, dimana setiap triplet

(2)

terdiri atas variasi tingkat keterangan (brightness) dari elemen red, green, dan blue. Triplet terdiri dari 3 angka yang mengatur intensitas dari red (R), green (G), dan blue

(B). Angka-angka RGB ini yang seringkali disebut dengan color values.

Citra grayscale adalah citra yang terdiri atas beberapa aras keabuan. Warna abu-abu pada citra jenis ini merupakan variasi dari warna hitam untuk bagian dengan intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat [9]. Citra grayscale

berbeda dengan citra hitam-putih, dimana citra hitam putih hanya terdiri atas 2 warna saja yaitu hitam dan putih saja.

Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sampel piksel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matriks masing-masing R, G, dan B menjadi citra grayscale dengan nilai X, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai R, G, dan B. Persamaan (1) merupakan persamaan untuk merepresentasikan hal tersebut.

𝑋 = 𝑅+𝐺+𝐵 3 (1)

2.3 Color Segmentation

Segmentasi adalah proses mempartisi citra menjadi beberapa daerah atau region [4]. Proses segmentasi citra berwarna dapat dilakukan pada setiap lapisan warna (HSI atau RGB). Segmentasi warna sederhana dilakukan menggunakan metode

thresholding. Pada skripsi ini, color segmentation dilakukan pada lapisan warna RGB dengan batas nilai Red > 80, Blue < 80 dan Green < 100, nilai piksel diluar nilai tersebut akan diubah menjadi 0 (hitam).

2.4 Harris Corner Detection

Harris Corner Detection adalah sistem pendeteksi sudut yang sering digunakan karena mampu menghasilkan nilai yang konsisten pada citra yang mengalami rotasi, penskalaan, variasi pencahayaan maupun memiliki banyak derau pada gambar [4]. Deteksi sudut dengan metode Harris ini didasarkan pada variasi intensitas sinyal. Variasi intensitas yang besar menunjukkan adanya sudut pada citra.

Pada pendeteksian sudut metode Harris, sudut didefinisikan sebagai pertemuan dua tepian [4]. Oleh karena itu, titik sudut tidak bisa didefinisikan pada piksel tunggal, karena disana hanya ada satu gradien setiap titik. Gradien adalah arah perubahan intensitas kecerahan dalam suatu citra seperti yang ditunjukkan pada

(3)

Gambar 2.1. Gradien dari suatu citra dapat dikelompokkan menjadi: a) konstan: jika hanya sedikit atau tidak ada perubahan kecerahan

b)sisi: jika ada perubahan intensitas kecerahan yang kuat pada satu arah c) flow: garis yang paralel

d)tepi: Jika terjadi perubahan kecerahan yang kuat dalam arah saling tegak lurus

(a) (b) (c)

Gambar 2.1. Gradien Garis dari Suatu Piksel

(a) adalah gradien garis horisontal, (b) adalah gradien garis vertikal, (c) adalah gradien garis diagonal

Deteksi sudut metode Harris merupakan metode pendeteksian sudut hasil pengembangan Moravec corner detection. Moravec membuat suatu metode pendeteksian sudut dengan memperhitungan nilai variasi intensitas suatu citra pada suatu jendela biner yang akan digeser ke arah sumbu (x, y) tertentu. Pada persamaan skripsi ini, digunakan jendela biner berukuran 3×3 yang akan digeser ke arah (1,0), (1,1), (0,1), atau (-1,1). Persamaan variasi intensitas Moravec diberikan oleh Persamaan (3).

𝐸𝑥,𝑦 = 𝑢,𝑣𝑤𝑏(𝑢, 𝑣) 𝐼𝑥+𝑢,𝑦+𝑣− 𝐼𝑢,𝑣 2 (2) dengan,

𝐸𝑥,𝑦 = variasi intensitas citra yang tergeser ke arah (x,y)

𝑤𝑏(𝑢, 𝑣) = jendela biner, bernilai 1 di seluruh jendela dan 0 diluar jendela

𝐼𝑥+𝑢,𝑦+𝑣 = intensitas citra yang tergeser ke arah (1,0), (1,1), (0,1), atau (-1,1).

𝐼𝑢,𝑣 = intensitas citra di posisi (u, v)

Deteksi sudut metode Harris mengganti jendela biner yang digunakan oleh Moravec dengan jendela Gaussian yang bersifat menghaluskan hasil kuadrat selisih intensitas yang diperoleh dari Persamaan (2). Secara matematis, pengaplikasian jendela Gaussian pada citra sama halnya dengan mengalikan citra tersebut dengan sebuah fungsi Gaussian 2 dimensi [7].

(4)

𝑤𝑔(𝑢, 𝑣) = 𝑒−𝑢 2+𝑣22𝜎 2 (3)

dengan

𝑤𝑔 = nilai tiap elemen jendela Gaussian di posisi (u, v)

σ = standar deviasi distribusi Gaussian (sigma)

Persamaan (2) menunjukkan adanya proses pengurangan intensitas citra di posisi akhir terhadap intensitas citra di posisi awal. Pergeseran dari jendela Gaussian

ini terjadi ke arah sumbu x dan ke arah sumbu y seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.

Gambar 2.2. Pergeseran Jendela Gaussian ke arah (1,0). Warna biru menunjukkan posisi pergeseran, warna merah menunjukkan posisi awal jendela pada citra.

Gambar 2.3. Pergeseran Jendela Gaussian ke arah (0,1). Warna biru menunjukkan posisi pergeseran, warna merah menunjukkan posisi awal jendela pada

(5)

Dari Gambar 2.2 dan Gambar 2.3, Harris menuliskan persamaan variasi intensitas yang mengalami pergeseran ke arah sumbu x seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (4) berikut 𝐸1,0 = 𝐴𝑖,𝑗 +1 − 𝐴𝑖,𝑗 2 ≈ 𝜕𝐼𝑚 𝜕𝑥 2 9 𝑘=1 3 𝑗 =1 3 𝑖=1 (4) dengan, 𝜕𝐼𝑚 𝜕𝑥 ≡ 𝐼𝑚 ∗ (−1,0,1) ≈ 𝐴𝑖,𝑗 +1− 𝐴𝑖,𝑗

sedangkan persamaan variasi intensitas yang mengalami pergeseran ke arah sumbu y

ditunjukkan pada Persamaan (5)

𝐸0,1 = (𝐴𝑖+1,𝑗 − 𝐴𝑖,𝑗)2 𝜕𝐼𝑚 𝜕𝑦 2 9 𝑚 =1 3 𝑗 =1 3 𝑖=1 (5) dengan, 𝜕𝐼𝑚 𝜕𝑦 ≡ 𝐼𝑚 ∗ (−1,0,1)𝑇 ≈ 𝐴𝑖+1,𝑗 − 𝐴𝑖,𝑗

Pergeseran jendela yang ditunjukkan oleh Persamaan (4) dan (5) menunjukkan bahwa variasi intensitas dapat ditulis ke dalam bentuk fungsi gradien citra di tiap titik. Karena digunakan jendela berukuran 3×3, maka akan diperoleh fungsi gradien di 9 titik yang dilewati oleh jendela, sehingga Persamaan (2) dapat ditulis menjadi

𝐸𝑥,𝑦 = 𝑤𝑢,𝑣 𝑥 𝜕𝑥𝜕𝐼 + 𝑦 𝜕𝑦𝜕𝐼 2 𝑢,𝑣 = 𝑤𝑢,𝑣 𝑥2 𝜕𝐼 𝜕𝑥 2 + 2𝑥𝑦𝜕𝑥𝜕𝐼𝜕𝑦𝜕𝐼 + 𝑦2 𝜕𝐼 𝜕𝑦 2 𝑢,𝑣 (6)

Persamaan (6) menunjukkan adanya proses perkalian antara gradien suatu citra dengan jendela yang tergeser ke seluruh bagian citra. Proses ini sama halnya seperti konvolusi pada citra, sehingga dapat didefinisikan,

A = 𝜕𝑥𝜕𝐼 2∗ 𝑤 D = 𝜕𝑦𝜕𝐼 2∗ 𝑤 C = 𝜕𝑥𝜕𝐼𝜕𝑦𝜕𝐼 ∗ 𝑤

dari permisalan di atas, maka Persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi

𝐸𝑥,𝑦 = 𝐴𝑥2+ 2𝐶𝑥𝑦 + 𝐷𝑦2 (7)

Persamaan (6) inilah yang kemudian dikenal dengan istilah ekspansi analitis yang digunakan pada deteksi sudut metode Harris. Harris menyadari bahwa pada

(6)

pergeseran yang sangat kecil ke arah (x,y), Persamaan (6) dapat ditulis ke dalam bentuk matriks seperti yang ditunjukkan oleh Persamaan (7)

𝐸𝑥,𝑦 = 𝑥 𝑦 𝑀 𝑥𝑦 (8)

dengan nilai

𝑀 = 𝐴 𝐶𝐶 𝐷 (9)

Persamaan (9) ini unik karena mengandung semua persamaan diferensial. Harris menggunakan persamaan ini untuk mencari persamaan tanggapan detektor Harris yang dimanfaatkan untuk menentukan apakah suatu titik merupakan sudut atau bukan. Persamaan tanggapan detektor Harris dapat diperoleh dengan cara mengurangi determinan M dengan suatu konstanta sensitivitas dikalikan kuadrat trace M. seperti yang ditunjukkan pada Persamaan (10)

𝑅𝐻 = det 𝑀 − 𝑘 × 𝑡𝑟𝑎𝑐𝑒2(𝑀) (10)

dengan

𝑅𝐻 = nilai tanggapan detektor Harris citra

k = konstanta sensitivitas dari corner detection metode Harris

Jika nilai 𝑅𝐻>0 menunjukkan bahwa titik pada citra merupakan suatu sudut, nilai 𝑅𝐻<0 menunjukkan bahwa titik pada citra merupakan suatu tepian [10]. Penurunan hubungan persamaan tanggapan detektor Harris terhadap determinan dan

trace nya dapat dilihat pada Lampiran C.

Nilai k pada perhitungan nilai sudut ini merupakan konstanta sensitivitas yang besarnya bisa diubah-ubah. Berdasarkan penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh Neil Bruce dan Pierre Kornprobst, nilai k yang memberikan hasil yang baik berkisar antara 0.04 - 0.15 [11]. Titik biru pada Gambar 2.4 (a) dan (b) menunjukkan sudut dari citra setelah diproses menggunakan Harris corner detection.

(7)

(a) (b) Gambar 2.4. Hasil Harris Corner Detection

(a) adalah hasil Harris Corner Detection pada citra wajah, (b) adalah hasil Harris

Corner Detection pada citra bibir

2.5 Edge Based Corner Detection

Edge detection adalah salah satu proses ekstraksi fitur yang mengidentifikasi tepian citra, yaitu posisi dimana terjadi perubahan intensitas piksel secara tajam. Tepian dari suatu citra mengandung informasi penting dan mampu merepresentasikan objek-objek yang terkandung dalam citra tersebut meliputi bentuk, ukuran serta tekstur [12].

Pada penelitian kali ini digunakan operator Sobel karena mampu menghasilkan hasil ekstraksi paling halus dan memberikan kinerja paling baik dibandingkan operator Prewitt maupun operator Roberts [7][13]. Operator Sobel sensitif terhadap tepian diagonal daripada tepian vertikal dan horisontal, sehingga operator Sobel harus diterapkan secara terpisah untuk mendapatkan gradien horisontal dan gradien vertikalnya [7]. Operator Sobel diberikan oleh Persamaan (11). Untuk mencari gradien gabungan dari operator Sobel digunakan Persamaan (12). Contoh hasil edge detection menggunakan operator Sobel diberikan oleh Gambar 2.5.

(8)

1 0 1 2 0 2 1 0 1 v S            1 2 1 0 0 0 1 2 1 h S               (11) 𝑆 = (𝐼 ∗ 𝑆𝑣)2+ (𝐼 ∗ 𝑆 ℎ)2 (12) dengan

Sv = matriks operator Sobel vertikal Sh = matriks operator Sobel horisontal

S = gradien gabungan dari operator Sobel vertikal dengan Sobel

horisontal

I = citra bibir

Gambar 2.5. Hasil Edge Detection Menggunakan Operator Sobel

Setelah citra masukan dipra proses dengan edge detection operator Sobel, citra akan dideteksi sudutnya menggunakan Harris Corner Detection. Titik sudut hasil Harris Corner Detection nantinya yang akan menentukan ekspresi wajah citra masukan termasuk tersenyum atau bukan.

2.6 FAST Corner Detection

FAST (Features from Accelerated Segment Test) adalah suatu algoritma yang dikembangkan oleh Edward Rosten, Reid Porter, and Tom Drummond. FAST corner detection ini dibuat dengan tujuan mempercepat waktu komputasi secara real-time

dengan konsekuensi menurunkan tingkat akurasi pendeteksian sudut [14].

FAST corner detection dimulai dengan menentukan suatu titik p pada koordinat (xp , yp) pada citra dan membandingkan intensitas titik p dengan 4 titik di

(9)

sekitarnya. Titik pertama terletak pada koordinat (x, yp-3), titik kedua terletak pada

koordinat (xp+3, y), titik ketiga terletak pada koordinat (x, yp+3), dan titik keempat terletak pada koordinat (xp-3, yp).

Jika nilai intensitas di titik p bernilai lebih besar atau lebih kecil daripada intensitas sedikitnya tiga titik disekitarnya ditambah dengan suatu intensitas batas ambang, maka dapat dikatakan bahwa titik p adalah suatu sudut. Setelah itu titik p

akan digeser ke posisi(𝑥𝑝+1, 𝑦𝑝) dan melakukan perbandingan intensitas di keempat titik di sekitarnya lagi. Iterasi ini terus dilakukan sampai semua titik pada citra sudah dibandingkan.

FAST corner detection bekerja pada suatu citra sebagai berikut: 1. Tentukan sebuah titik p pada citra dengan posisi awal (𝑥𝑝, 𝑦𝑝)

2. Tentukan lokasi keempat titik. Titik pertama (n=1) terletak pada koordinat (𝑥𝑝, 𝑦𝑝−3), titik kedua (n=2) terletak pada koordinat 𝑥𝑝+3, 𝑦𝑝 , titik ketiga (n=3) terletak pada koordinat (𝑥𝑝, 𝑦𝑝+3), titik keempat (n=4) terletak pada koordinat (𝑥𝑝−3, 𝑦𝑝)

3. Bandingkan intensitas titik pusat p dengan keempat titik di sekitar. Jika terdapat paling sedikit 3 titik yang memenuhi syarat berikut, maka titik pusat p adalah sudut

𝐶𝑝 = 0, 𝑜𝑡ℎ𝑒𝑟𝑤𝑖𝑠𝑒1, 𝐼𝑛 < 𝐼𝑝 − 𝑡 𝑜𝑟 𝐼𝑛 > 𝐼𝑝 + 𝑡 (13)

dengan

𝐶𝑝 = keputusan titik p sebagai sudut, nilai 1 menunjukkan bahwa titik merupakan suatu sudut, dan nilai 0 menunjukkan bahwa titik bukanlah sudut

𝐼𝑛 = nilai intensitas piksel ke-n 𝐼𝑝 = nilai intensitas titik p

𝑡 = batas ambang nilai intensitas yang ditoleransi 4. Ulangi proses sampai seluruh titik pada citra sudah dibandingkan intensitasnya

(10)

Gambar 2.6. Jendela FAST Corner Detection. Jendela d dengan titik pusat p

yang akan dibandingkan intensitasnya dengan intensitas 4 titik di sekitarnya.

2.7 Deteksi Senyum

Ketiga metode yang digunakan pada skripsi ini menghasilkan beberapa titik sudut pada citra bibir ekspresi tersenyum. Selanjutnya dipilih dua buah titik sudut pada koordinat x terbesar (xmax, y1) dan koordinat x terkecil (xmin, y2) yang diharapkan merupakan tepi bibir sebelah kiri dan tepi bibir sebelah kanan. Selanjutnya kedua koordinat ini dirata-rata untuk mendapatkan koordinat tengah-tengah dari bibir (yrata). Koordinat ini dirata-rata untuk mentoleransi kemiringan bibir yang tidak sama pada tiap obyek foto. Titik koordinat rata-rata ini kemudian disimpan dan dijadikan sebagai batas minimum koordinat bibir ekspresi tersenyum. Proses ini diulang untuk seluruh citra pelatihan yang terdiri dari citra dengan ekspresi tersenyum saja, sehingga dapat diperoleh koordinat rata-rata ekspresi tersenyum.

Untuk proses pengujian dilakukan hal yang sama. Ketiga metode akan menghasilkan beberapa titik sudut pada citra bibir uji. Kemudian dipilih dua buah titik sudut pada koordinat x terbesar (xmax_u, y1_u) dan koordinat x terkecil (xmin_u, y2_u), lalu

nilai koordinat titik sudut citra bibir uji ini akan dirata-rata (yrata_u). Jika nilai

koordinat rata-rata citra uji (yrata_u) lebih besar dari batas minimum yang sudah

disimpan (yrata), maka citra dianggap bukan ekspresi tersenyum, begitu juga

sebaliknya, nilai koordinat titik sudut citra bibir uji (yrata_u) yang lebih kecil atau sama dengan batas minimum yang sudah disimpan (yrata) dianggap ekspresi tersenyum.

2.8 Perhitungan Akurasi

Akurasi untuk klasifikasi dua kelas dan banyak kelas dapat dihitung menggunakan persamaan (14) berikut

(11)

𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 𝑇𝑃+𝐹𝑃+𝑇𝑁+𝐹𝑁𝑇𝑃+𝑇𝑁 (14) dengan,

𝑇𝑃 = True Positive, jumlah citra senyum yang dideteksi tersenyum oleh sistem

𝑇𝑁 = True Negative, jumlah citra bukan tersenyum yang dideteksi bukan tersenyum oleh sistem

𝐹𝑃 = False Positive, jumlah citra tersenyum yang dideteksi bukan tersenyum oleh sistem

𝐹𝑁 = False Negative, jumlah citra bukan tersenyum yang dideteksi tersenyum oleh sistem

Gambar

Gambar 2.1. Gradien dari suatu citra dapat dikelompokkan menjadi:  a) konstan: jika hanya sedikit atau tidak ada perubahan kecerahan  b) sisi: jika ada perubahan intensitas kecerahan yang kuat pada satu arah  c) flow: garis yang paralel
Gambar 2.2. Pergeseran Jendela Gaussian ke arah (1,0). Warna biru menunjukkan  posisi pergeseran, warna merah menunjukkan posisi awal jendela pada citra
Gambar 2.5. Hasil Edge Detection Menggunakan Operator Sobel
Gambar 2.6. Jendela FAST Corner Detection. Jendela d dengan titik pusat p  yang akan dibandingkan intensitasnya dengan intensitas 4 titik di sekitarnya

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Kinerja Lingkungan Terhadap Kinerja Keuangan Dengan Corporate Social Responsibility (Csr) Sebagai Variabel Intervening ( Studi Empiris pada Perusahaan

Perkara gugatan perdata yang masuk tahun 2014 dan tidak dapat diselesaikan pada tahun tersebut merupakan sisa perkara yang harus diselesaikan pada tahun

(3) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) pasal ini ternyata menimbulkan gangguan yang membahayakan lingkungan, kepada perusahaan tersebut

Kegiatan membangun desa merupakan salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa dengan cara memberikan pengalaman belajar kepada

Pada konteks tindakan berdasarkan Hermeneutik Kritis Jurgen Habermas dalam buku The Theory of Communication Action, ada empat tindakan yang dibagi oleh Habermas

Secara yuridis penodaan agama merupakan bagian dari delik agama yang memang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia. Pengaturan

Aturan-aturan telah menjadi landasan bagi KJRI Davao City dalam mengeluarkan kebijakan dan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat keturunan Indonesia di

(1) Bank dapat menerapkan prosedur CDD yang lebih sederhana dari prosedur CDD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18, dan Pasal 19 terhadap