PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS HARDENING, NORMALISING,
DAN TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK
BAJA AAR M201 GRADE E
Sadino
1Rochman Rochiem Fransiskus G.Damanik
1
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia
ABSTRACT
Heat treatment used in this study is
hardening dan tempering., Hardening dan
tempering done third time by temperature variation on tempering. Hardening at
temperature of 910
oC when continue tempering at temperature of 650
oC ,600
oC dan
550
oC. After that material cooled on differently cooling rate, which on hardening,
material cooling by using the oli medium and on tempering, material cooled with normal
cooling rate at room temperature (outside furnace). Holding time is used on two heat
treatments is same 1 inch/jam. Heat treatment results will be compared
with results ofother heat treatment of normalizing heat treatment at temperatures of 9100C and then reheating the material at temperature of 6500C again
dan as-casting material. Holding time is used on
two heat treatments is same 1 inch/jam. After done heat treatments, Continued with some
mechanical testings, consist of tensile test, impact test, hardness test, and metalography
test. According data of testing result, so data obtain on standard steel AAR (
Association ofAmerican Railroads)
M201 Grade E there is on specimen fifth ( (hardening at temperature
of 910
0C and continued tempering at temperature of 600
0C) with Ultimate Tensile
Strength value of 100365 psi, Elongation value of 16.8 %,
impact strength at temperatureof 250C and -400C
each for 70.9 ft.lbf and 21.3 ft.lbf, hardness value of 153 HV100, and
struktur mikro of tempe martensit.
Keywords : Heat treatment, normalizing, Tempering Hardening , mechanical properties, and micro structure.
ABSTRAK
Perlakuan panas yang digunakan dalam penelitian ini adalah hardening dan
tempering, dimana hardening dan tempering dilakukan tiga kali dengan variasi
temperatur pada tempering. Hardening dengan temperatur 910
oC kemudian dilakukan
lagi tempering dengan temperatur 650
oC ,600
oC dan 550
oC. Selanjutnya material
tersebut didinginkan dengan laju pendinginan yang berbeda, dimana pada hardening
material mengalami pendinginan dengan menggunakan media oli sedangkan pada
tempering material tersebut mengalami laju pendinginan normal pada udara diam
(diluar furnace). Waktu tahan yang digunakan untuk kedua perlakuan tersebut adalah
sama yaitu 1 inch/jam. Hasil perlakuan panas tersebut akan dibandingkan dengan hasil
perlakuan panas yang lain yakni perlakuan panas normalising pada temperatur 910
0C
dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 650
0C dan material
as-castingnya. Waktu tahan yang digunakan untuk kedua perlakuan tersebut adalah sama
yaitu 1 inch/jam. Setelah dilakukan proses perlakuan panas, selanjutnya dilakukan
beberapa pengujian, yaitu pengujian mekanik yang terdiri dari pengujian tarik,
pengujian impact, pengujian kekerasan, dan yang terakhir berupa pengujian
metalograpy. Berdasarkan data hasil penelitian, maka data yang sesuai dengan standar
Baja AAR M201 Grade E ada pada spesimen V (hardening pada temperatur 910
0C
dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 600
0C) dengan nilai Ultimate Tensile
Strength sebesar 100365 psi, nilai Elongation sebesar 16,8 %, besarnya Impact Strength
pada temperatur 25
0C dan -40
0C masing-masing sebesar 70,9 ft.lbf dan 21,3 ft.lbf, nilai
kekerasan sebesar 153 HV100, serta struktur mikro yang terbentuk terdiri dari martensit
temper..
Kata kunci :
Perlakuan panas, normalising, tempering, hardening, sifat mekanik, dan
struktur mikro.
1. LATAR BELAKANG
Penggunaan baja secara umum
sangatlah luas. Pada bidang konstruksi
(
baja tulangan, rangka kendaraan, baut,
plat
) maupun dibidang otomotif (
poros
engkol, pegas, dan lain-lain
). Salah satu
produk baja AAR M201 grade E yang
diproduksi oleh PT ‘x’ yaitu
Coupler
Yoke Rotary
yang digunakan sebagai
penyambung gerbong kereta api.
Kegagalan yang sering terjadi adalah
berupa defect pada material tersebut dan
coupler yoke rotary sudah rusak sebelum
waktu yang diperkirakan. Salah satu
penyebab defect dari
Coupler Yoke
Rotary
adalah berupa proses perlakuan
panas yang kurang tepat yang dilakukan
terhadap baja AAR M201 Grade E. Oleh
sebab itu, penelitian ini lebih difokuskan
pada proses perlakuan panas.
Pemberian proses perlakuan
panas terhadap baja memiliki
bermacam-macam tujuan, untuk homogenisasi
struktur mikronya, untuk memperhalus
ukuran butirnya, menaikkan kekerasan,
menambah keuletan, meningkatkan
machinability ataupun untuk tujuan
lainnya. Maka untuk mendapatkan
sifat-sifat tersebut diperlukan proses
perlakuan panas yang berbeda.
Perbedaan tersebut juga mencakup
perbedaan pada tingginya temperatur
pemanasan, lamanya waktu tahan pada
temperatur pemanasan, laju pendinginan
dan media pendinginnya. Semua hal
tersebut harus memperhatikan komposisi
unsur paduan materialnya.
Proses laku panas yang dilakukan
oleh PT ’x’ untuk baja AAR M201 grade
E, seringkali sifat mekanik yang
didapatkan tidak sesuai dengan standar
walaupun ada beberapa yang sesuai
dengan standar. Hal ini disebabkan
kurang uletnya material karena
perlakuan panas yang digunakan kurang
sesuai. Perlakuan panas yang kurang
sesuai akan menyebabkan sifat mekanik
pada benda kerja tidak sesuai yang
diinginkan. Begitu juga dengan
temperatur pemanasan yang terlalu
tinggi dihasilkan butiran yang kasar dan
mengakibatkan kurangnya keuletan
material tersebut. Selain tingginya
temperatur pemanasan hal tersebut juga
dipengaruhi oleh laju pendinginan dan
media pendingin. Oleh karena itu,
digunakan proses perlakuan panas yang
tepat untuk mendapatkan sifat mekanik
yang diinginkan sesuai dengan fungsi
dari material tersebut.
Dalam penelitian ini, proses
perlakuan panas yang dilakukan oleh PT
’x’ yakni perlakuan panas normalising
pada temperatur 910
0C kemudian
dilanjutkan pemanasan kembali pada
temperatur 650
0C akan dibandingkan
dengan proses perlakuan panas
hardening pada temperatur 910
oC yang
dilanjutkan dengan proses tempering
pada temperatur 650
oC, 600
oC, 550
oC.
Sehingga. Dari dua proses dan variasi
temperatur tersebut akan ditentukan
proses perlakuan panas yang paling tepat
untuk diterapkan pada material tersebut.
2.
METODOLOGI PENELITIANPada pengujian ini, spesimen yang digunakan adalah spesimen Baja AAR M201 grade E. Pada spesimen dilakukan proses perlakuan panas normalizing dan pemanasan kembali dengan annealing. Dan dilakukan pengujian mekanik dan metalography.
1) Pengujian Tarik
Pada pengujian tarik benda kerja atau spesimen yang digunakan adalah spesimen yang sesuai dengan standar JIS Z 2201.
Langkah-langkah sebelum pengujian tarik dilakukan yaitu:
1. Disiapkan 1 buah spesimen tanpa perlakuan, 1 buah spesimen hasil dari proses hardening, 1 buah spesimen hasil dari proses normalising dan pemanasan kembali dan 3 buah spesimen hasil dari proses hardening dan tempering dengan temperatur yang berbeda-beda untuk pengujian tarik.
2. Seluruh spesimen dibersihkan dengan kertas gosok grid 250 untuk mengantisipasi adanya pengotor yang menempel pada permukaan spesimen setelah dilakukannya proses treatment.. 3. Selanjutnya dilakukan pengujian tarik
untuk setiap spesimen.
2)
Pengujian Impact
Pada pengujian ini digunakan spesimen impact yang sesuai dengan standard JIS Z 2202.
langkah-langkah sebelum pengujian impact dilakukan yaitu :
1. Seluruh spesimen dibersihkan dengan kertas gosok grid 80, 150 dan 250 untuk mengantisipasi adanya pengotor yang
menempel pada permukaan spesimen serta meratakan permukaan spesimen setelah dilakukannya proses heat treatmetSeluruh spesimen dibersihkan dengan kertas gosok grrid 80 untuk mengantisipasi adanya pengotor yang menempel pada permukaan spesimen setelah dilakukannya proses treatment. Mempersiapkan dua buah spesimen dari masing-masing heat treatment untuk dilakukan uji Impact dengan menggunakan dua temperatur yaitu 250C (temperatur kamar) dan -400C. 2. Selanjutnya dilakukan uji Impact pada
setiap spesimen untuk mengetahui impact strength.
3)
Pengujian Kekerasan VickersPada pengujian ini, spesimen yang digunakan adalah spesimen yang berstandard ASTM Section 3 vol. 03-01 E92-82, dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut :
1. Seluruh spesimen dibersihkan dengan kertas gosok grid 120 untuk mengantisipasi adanya oli atau pengotor lain yang menempel pada permukaan spesimen selama heat treatment.
2.
Polishing dilakukan dengan menggunakan serbuk alumina dan mesin polishing, dengan tujuan untuk menghilangkan bekas-bekasgrinding.
3.
Spesimen ditekan dengan indentor yang diberi gaya tekan tertentu. Indentor dalam pengujian kekerasan menggunakan metode Vickers yaitu indentor intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136º. Beban yang digunakan adalah 10 kpounds dengan temperatur pengujian 27ºC. Dalam pengujian ini digunakan 5 titik indentasi untuk mengukur kekerasan pada permukaan spesimen.4)
Pengujian Mikroskop Optik
Pengujian Mikroskop Optik dilakukan untuk mengetahui struktur mikro yang terdapat pada specimen, dimana hasil dari pengujian metalografi ini digunakan untuk mendukung hasil pengujian kekerasan vickers. Langkah-langkah dalam pengujian ini adalah preparasi spesimen yaitu grinding, polishing dan etching. Grinding dilakukan mulai dari grid 120, 400, 600, 800, 1000 sampai dengan grid 1500 atau grid 2000 sambil dialiri air dan untuk proses polishing digunakan bubuk alumina 0.05 mikron dengan menggunakan kain bludru. Setelah mengkilap seperti kaca dan tidak ada goresan maka dilakukan proses selanjutnya yaitu etching (Nital 5%). Untuk pengujian mikro diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran dari 100x hingga 1000x. Daerah yang diamati adalah bagian permukaan masing-masing spesimen. Kemudian dilakukan pengambilan foto metalografi dengan mikroskop optik.
5)
Pengujian SEM
Pengujian SEM digunakan untuk mengetahui strukturmikro dari material uji. Mengamati permukaan pada perbesaran 10 sampai dengan 100000 kali, resolusi permukaan hingga kedalaman 3-100 nm. Mekanisme pengambilan data SEM adalah berkas elektron yang dipancarkan oleh sumber elektron kemudian berkas elektron ini akan berinterkasi dengan spesimen. Sebagian elektron terobsesi oleh spesimen dan sebagian lainnya lagi akan terpantul oleh detector secondary electron dan yang terhambur balik akan tertangkap oleh Back Scatte Electron (BSE).
dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut :
1. Spesimen uji di etsa terlebih dahulu menggunakan Nital 5%
2. Spesimen uji harus kering, bisa ditempel pada specimen holder, ukuran diameter 8mm, bebas dari kotoran, tidak berminyak.
3. Spesimen uji dibersihkan dengan menggunakan ultra sonic cleaner dengan media aceton, sebelum spesimen uji ditempelkan pada holder
4. Spesimen uji ditempelkan pada holder menggunakan alat perekat. 5. Spesimen uji dimasukkan kedalam
specimen chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan.
3.
PEMBAHASAN
3.1 Pengujian Tarik
Dari gambar 4.1 dapat dilihat harga Yield Strength dan Ultimate Tensile Strength (UTS) dari setiap spesimen. Spesimen I (as casting) masing-masing 66862 psi dan 72086 psi, spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) masing-masing sebesar 56422 psi dan 88476 psi, spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) masing-masing sebesar 91412 psi dan 121569 psi, spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) masing-masing sebesar 85286 psi dan 117328 psi, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) masing-masing sebesar 71621 psi dan 100365 psi dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) masing-masing sebesar 72564 psi dan 99611 psi.
Besarnya Ultimate Tensile Strength dan Elongation yang dimiliki oleh setiap spesimen sangat berhubungan dengan proses heat treatment yang sebelumnya dialami oleh spesimen tersebut. Karena proses heat treatment dapat merubah struktur mikro spesimen tersebut, dimana struktur mikro yang nantinya sangat menentukan sifat mekanik dari spesimen. Spesimen I (as casting) yang sama sekali tidak mengalami heat treatment sehingga tidak mengalami perubahan struktur mikro. Spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C
dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) memiliki struktur mikro yang terdiri dari ferrite (lunak) dan pearlite (sedikit keras), spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) memiliki struktur mikro yang terdiri dari martensit (sangat keras) dan retained austenit (sedikit lunak), spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) memiliki struktur mikro martensit temper, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) memiliki struktur mikro martensit temper dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) memiliki struktur mikro martensit temper.
Selain dipengaruhi oleh struktur mikro, besarnya Ultimate Tensile Strength dan Elongation juga dipengaruhi oleh kondisi spesimen tersebut sebelum mengalami heat treatment dan pengujian mekanik, berupa porositas (sesuai gambar hasil pengujian SEM). Sebagai contoh, jika dibandingkan antara spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) dengan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) nilai Ultimate Tensile Strength spesimen V lebih tinggi dari spesimen VI padahal yang semestinya terjadi adalah sebaliknya. Jadi, besarnya kekuatan yang dimiliki spesimen lebih dipengaruhi oleh porositas daripada heat treatment .
Berdasarkan data hasil pengujian tarik, dapat dilihat bahwa hasil pengujian dari spesimen III (hardening pada temperatur 9100C), spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C), spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) yang Ultimate Tensile Strength dan Elongation nya sesuai dengan standar Baja AAR M 201 Grade E yaitu ada
pada spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) sebesar 100365 psi dan 16,8 % serta spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) sebesar 99611 psi dan 17,8 %.
Nilai elongation dan ultimate tensile strength (UTS) dari setiap spesimen dapat dilihat pada gambar 4.2. Spesimen I tanpa perlakuan (as casting) sebesar 3,9 % dan 72086 psi, spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) sebesar 22,9 % dan 88476 psi, spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) sebesar 13 % dan 121569 psi, spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) sebesar 8,4 % dan 117328 psi, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) sebesar 16,8 % dan 100365 psi, serta spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) sebesar 17,8 % dan 99611 psi 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 As-casting Normalising (910°C) dan Pemanasan kembali (650°C) Hardening (910°C) Hardening (910°C) dan Tempering (650°C) Hardening (910°C) dan Tempering (600°C) Hardening (910°C) dan Tempering (550°C) Jenis Heat Treatment
Tegangan (psi)
Ultimate tensile Strength Yield Strength Diagram yield strength dan ultimate tensile
0 5 10 15 20 25 0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000 Elongation (%) Ultimate T ensile Strength (psi)
Batas ultimate tensile strength (UTS) dan elongation menurut Standar Baja AAR M201 Grade E
3.2 Pengujian Impact
Sebagaimana pada bab sebelumnya, pengujian impact dilakukan terhadap dua belas (12) buah spesimen yang terdiri dari enam (6) spesimen yang dikondisikan pada temperatur kamar (250C) dan enam (6) spesimen yang dikondisikan pada temperatur -400C. Pada enam (6) spesimen yang dikondisikan pada temperatur kamar (250C) terdiri dari spesimen I (as casting), spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C), spesimen III (hardening pada temperatur 9100C), spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C), spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C). Sedangkan enam (6) spesimen dikondisikan pada temperatur -400C yang terdiri dari spesimen I (as casting), spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C), spesimen III (hardening pada temperatur 9100C), spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C),
spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C). Dimana semua spesimen diuji untuk mengetahui ketangguhannya melalui Impact Strength.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 As-casting Normalising (910°C) dan Pemanasan kembali (650°C) Hardening (910°C) Hardening (910°C) dan Tempering (650°C) Hardening (910°C) dan Tempering (600°C) Hardening (910°C) dan Tempering (550°C) Jenis Heat Treatment
Impact Strength (ft.lbf)
Diagram hasil uji impact setiap spesimen pada temperatur 250
Harga Impact Strength dari setiap spesimen yang dikondisikan pada temperatur kamar (250C). Spesimen I (as casting) sebesar 9 ft.lbf, spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) sebesar 38 ft.lbf, spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) sebesar 42 ft.lbf, spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) sebesar 59,8 ft.lbf, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) sebesar 70,9 ft.lbf dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) sebesar 70,2 ft.lbf.
0 5 10 15 20 25 As-casting Normalising (910°C) dan Pemanasan kembali (650°C) Hardening (910°C) Hardening (910°C) dan Tempering (650°C) Hardening (910°C) dan Tempering (600°C) Hardening (910°C) dan Tempering (550°C) Jenis Heat Treatment
Impact Strength (ft.lbf)
Diagram hasil uji impact setiap spesimen pada temperatur -400C
Harga Impact Strength dari setiap spesimen yang dikondisikan pada temperatur -400C. Spesimen I (as casting) sebesar 7 ft.lbf, spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) sebesar 19 ft.lbf, spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) sebesar 2,9 ft.lbf, spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) sebesar 19,9 ft.lbf, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) sebesar 21,3 ft.lbf dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) sebesar 11,6 ft.lbf
Hubungan antara besarnya Impact Strength dengan temperatur spesimen dapat dilihat pada gambar di atas dimana jika temperatur spesimen semakin naik maka Impact Strength juga akan semakin naik dan jika temperatur spesimen semakin turun maka Impact Strength juga akan semakin turun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa antara Impact Strength dengan temperatur spesimen berbanding lurus.
Korelasi antara Impact Strength dengan proses heat treatment yang sebelumnya dialami oleh setiap spesimen sangat berhubungan erat Karena proses heat treatment dapat merubah struktur mikro spesimen tersebut, dimana struktur mikro yang nantinya sangat menentukan sifat mekanik dari spesimen. Spesimen I (as
casting) yang sama sekali tidak mengalami heat treatment sehingga tidak mengalami perubahan struktur mikro. Spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) memiliki struktur mikro yang terdiri dari ferrite (lunak) dan pearlite (sedikit keras), spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) memiliki struktur mikro yang terdiri dari martensit (sangat keras) dan retained austenit (sedikit lunak), spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) memiliki struktur mikro berupa martensit temper, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) memiliki struktur mikro berupa martensit temper dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) memiliki struktur mikro berupa martensit temper. Khusus pada spesimen IV, V, VI, struktur mikro martensit temper yang terbentuk sudah lebih lunak daripada martensit yang dihasilkan dari proses hardening sebelum mengalami tempering.
Demikian juga halnya, hubungan antara Ultimate Tensile Strength dan Elongation dengan Impact Strength sangat erat dan berkaitan satu sama lain. Jika Ultimate Tensile Strength semakin tinggi maka Impact Strength akan semakin rendah atau dengan kata lain berbanding terbalik. Sedangkan jika Elongation semakin tinggi maka Impact Strength juga akan semakin tinggi atau dengan kata lain berbanding lurus.
Berdasarkan data hasil pengujian, maka data hasil pengujian impact yang sesuai dengan standar Baja AAR M201 Grade E ada pada spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) dengan Impact Strengthnya pada temperatur -400C sebesar 21,3 ft.lbf.
3.3 Pengujian Kekerasan
Harga kekerasan untuk setiap spesimen. Spesimen I (as casting) sebesar 106 HV100, spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) sebesar 119 HV100, spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) sebesar 165 HV100, spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) sebesar 145 HV100, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) sebesar 153 HV100 dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) sebesar 156 HV100. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 As casting Normalising (910°C) dan pemanasan kembali (650°C) Hardening (910°C) Hardening (910°C) dan tempering (650°C) Hardening (910°C) dan tempering (600°C) Hardening (910°C) dan tempering (550°C)
Jenis Heat Treatment
Diagram kekerasan setiap spesimen
Ultimate tensile strength, Elongation, Impact strength dan kekerasan sangat berhubungan satu dengan yang lain. Ultimate tensile strength yang berbanding lurus dengan kekerasan. Impact strength berbanding lurus dengan Elongation. Sehingga jika Ultimate tensile strength dan kekerasan semakin tinggi maka Elongation dan Impact strength akan semakin rendah atau dengan kata lain berbanding terbalik.
Besar kecilnya nilai kekerasan sangat dipengaruhi oleh proses heat treatment. Semakin tinggi temperatur tempering yang dialami oleh spesimen maka akan semakin menurunkan kekerasan spesimen tersebut, dimana nilai kekerasannya dapat dilihat dari seberapa besar ketahanan spesimen tersebut terhadap
indentasi, penetrasi, pengikisan, dan juga Semakin tinggi temperatur tempering maka keuletannya akan semakin naik.
Kondisi spesimen sebelum mengalami heat treatment dan pengujian dengan ada tidaknya porositas sangat mempengaruhi hasil pengujian mekanik (dapat dilihat pada hasil pengujian SEM). Sebagai contoh, Ultimate tensile strength spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) lebih tinggi dari spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) sementara nilai kekerasan spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) lebih rendah dari spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C).
3.4 Pengujian Metalography 1) Pengujian Mikroskop Optik
Struktur mikro pada spesimen I (as casting) terdiri atas ferrite dan pearlite. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 500 x.
ferrit
Struktur mikro pada spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) terdiri atas ferrite dan pearlite. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 500 x
Struktur mikro spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) terdiri atas martensit dan retained austenit. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 500 x
Struktur mikro pada spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) terdiri atas
martensit temper. Etsa : Nital 5% dengan
pembesaran 500 x
Struktur mikro pada spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) terdiri martensit temper.. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 500 x
Struktur mikro pada spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) terdiri atas martensit temper. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 500 x
Variasi heat treatment yang dilakukan pada setiap spesimen memberikan gambaran struktur mikro yang berbeda-beda, yaitu ferrite dan pearlite (pada spesimen I,II), martensit temper (pada spesimen IV, V, VI), martensit dan retained austenit (pada spesimen III). Struktur mikro ini akan sangat mempengaruhi sifat mekanik yang ada pada spesimen.
ferrit pearlite martensit temper Retained austenit martensit temper martensit martensit temper
2) Pengujian SEM
Pengujian metalography dengan menggunakan SEM menampilkan gambaran struktur mikro dan adanya porositas dari setiap spesimen yang pada akhirnya akan sangat mempengaruhi sifat mekanik setiap spesimen. Berikut ini merupakan gambar struktur mikro dan porositas setiap spesimen :
Struktur mikro pada spesimen I (as casting) terdiri dari ferrite dan pearlite. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 1000 x
Struktur mikro pada spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) terdiri atas ferrite dan pearlite. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 1000 x
Struktur mikro pada spesimen III (hardening pada temperatur 910 retained austenit porositas martensit pearlite 0
C) terdiri atas martensit dan retained austenit. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 1000 x
Struktur mikro pada spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) terdiri atas
martensit temper. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 1000 x
Struktur mikro pada spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) terdiri atas
martensit temper. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 1000 x porositas ferrite porositas martensit temper ferrite porositas pearlite porositas martensit temper
Struktur mikro pada spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) terdiri atas
martensit temper. Etsa : Nital 5% dengan pembesaran 1000 x
Data hasil pengujian metalography dengan mikroskop optik dan SEM memperlihatkan gambaran struktur mikro dan adanya porositas. Spesimen I (as casting) yang sama sekali tidak mengalami heat treatment sehingga tidak mengalami perubahan struktur mikro, spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) memiliki struktur mikro yang terdiri dari ferrite dan pearlite, spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) memiliki struktur mikro yang terdiri dari martensit dan retained austenit, spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) memiliki struktur mikro berupa martensit temper, spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) memiliki struktur mikro berupa martensit temper, dan spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) memiliki struktur mikro berupa martensit temper.
Korelasi heat treatment dengan struktur mikro yang terbentuk sangat berhubungan erat. Pada spesimen II (normalizing pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan pemanasan kembali pada temperatur 6500C) setelah normalising terbentuk ferrite dan pearlite, selanjutnya
dipanaskan kembali yang menyebabkan ferrite dan pearlite menjadi lebih lunak dan ulet. Spesimen III (hardening pada temperatur 9100C) dipanaskan sampai ke daerah austenit (temperatur austenitisasi) lalu didinginkan cepat sehingga terbentuk martensit dan retained austenit. Pada spesimen IV (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C), spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C), spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) sama-sama memiliki struktur mikro martensit temper, dimana martensit temper yang terbentuk menjadi lebih ulet daripada martensit yang dihasilkan dari proses hardening.
Gambaran hasil pengujian SEM memperlihatkan adanya porositas pada setiap spesimen yang sangat mempengaruhi data hasil pengujian apakah sesuai dengan standar yang diharapkan atau tidak. Sebagai contoh, pada spesimen VI (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 5500C) lebih banyak terdapat porositas daripada spesimen IV (hardening pada temperatur 910 porositas
martensit temper
0
C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6500C) dan spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C), sehingga menyebabkan nilai ultimate tensile strengthnya lebih rendah. Jadi adanya porositas lebih mempengaruhi kekuatan daripada kekerasan spesimen.
4.
KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian mengenai pengaruh proses perlakuan panas hardening, normalising dan tempering terhadap struktur mikro dan sifat mekanik Baja AAR M201 Grade E, maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan data hasil pengujian, maka
data yang sesuai dengan standar BajaAAR M201 Grade E ada pada spesimen V (hardening pada temperatur 9100C dilanjutkan dengan tempering pada temperatur 6000C) dengan Ultimate Tensile Strength sebesar 100365 psi, Elongation sebesar 16,8 %, Impact Strength pada temperatur -400C sebesar 21,3 ft.lbf, nilai kekerasan sebesar 153 HV100, serta memiliki struktur mikro yang terdiri dari martensit temper.
2. Banyaknya data hasil pengujian yang
tidak sesuai dengan standar Baja AAR M201 Grade E disebabkan oleh karena adanya porositas sehingga sangat mempengaruhi data hasil pengujian (sesuai hasil pengujian SEM).
3.
Apabila sebelum dilakukan heat treatment dan pengujian pada spesimen ditemukan porositas baik itu dalam jumlah yang banyak ataupun sedikit, maka tidak akan dapat memaksimalkan hasil pengujian agar memenuhi standar Baja AAR M 201 Grade E.5.
DAFTAR PUSTAKA
Avner, Sidney H, Introduction to Physical Metallurgy, Second Edition, Mc Graw-Hill International Book Company, Tokyo, 1987.
Clark, Donald S, Varney, Wilbur R, Physical Metallurgy for Engineers, Second Edition, American Book Van Nostrand Reinhold, New York, 1969.
Dieter, George E, Metalurgi Mekanik, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta, 1996.
Thelning, Karl-Erik, Steel and Its Heat
Treatment, Second Edition,
Butterworths, London, 1984.
…,”ASM handbook vol 7”
...,”ASM handbook vol 8”
...,”ASTM handbook 1986 Section 3 Metal Test and Methods and
Analytical Procedures, Metals-Mechanical Testing ; Elevated and Low-Temperature Test vol. 03-01 E92-82”