.,
..
..
1.1. Latar BelakangBABl
PENDAHULUAN
Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif semakin meningkat, baik di sektor privat maupun di sektor publik. Untuk itu penyajian laporan keuangan yang andal diperlukan agar laporan keuangan bermanfaat bagi pengguna. Akuntansi adalah sistem informasi yang memberi informasi melalui angka-angka kuantitatif. Informasi ini dapat menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan akan semakin tepat jika informasi yang disajikan akurat dan juga relevan. Tanpa akurasi dan relevansi, dikhawatirkan keputusan yang diambil akan meleset (Harahap,
2007).
Di sektor publik, salah sat1 masalah krusial yang dihadapi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dalam menyajikan Laporan Keuangan andal adalah berkaitan dengan penyajian akun Aset Tetap di Neraca Daerah. Neraca Daerah merupakan salah satu laporan pertanggungjawaban kepala daerah, terdiri atas: (a) Aset Lancar, (b) Aset tetap, (c) Kewajiban Lancar, (d) Kewajiban Jangka Panjang, dan (e) Ekuitas (Bastian,
2001 :331).
Oleh karena itu, sebagai bagian dari aset, aset tetap harus dikelola dengan baik agar menghasilkan informasi yang andal dalam laporan keuangan daerah. Untuk mengetahui bagaimana cara menentukan nilai aset tetap maka harus diketahui pula bagaimana tata cara administrasi aset tetap, selanjutnya menentukan bagaimana sistem dan prosedur..
I
.,
I
'•
pengelolaan aset tetap yang dapat digunakan untuk menilai aset tetap dalam rangka menyusun neraca daerah. Permasalahan yang terjadi di daerah adalah pencatatan aset tetap belum tertib dan teratur, hal ini akan mengakibatkan penyajian aset tetap di neraca tidak akurat dan pada akhimya akan mempengaruhi keandalan informasi laporan keuangan daerah.
Pelaksana Tug as (Pit.) Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor dalam acara Sosialisasi Sistem dan Prosedur Pengelolaan Barang Daerah menyatakan bahwa:
"temuan pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hampir di seluruh kabupaten/kota di Indonesia dari tahun ke tahun adalah belum tertibnya penatausahaan barang daerah. "
Hal yang sama juga diungkap oleh Kepala Seksi Wilayah 2 Sub Direktorat Pengelolaan Kekayaan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI yang menyatakan bahwa aset merupakan hal penting dalam laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena pada umumnya permasalahan aset menjadi salah satu penyebab hasil pemeriksaan yang kurang baik.
Barang milik daerah (BMD)/aset daerah sebagai salah satu unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik dan benar. Oleh karena itu penyajian barang milik daerah dalam laporan keuangan harus transparan dan akuntabel, sehingga pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat untuk mewujudkan prinsip good governance di sektor publik.
Tetapi dalam kenyataannya, selama ini barang milik daerah belum dikelola dengan baik sehingga belum mampu memberi kontribusi signifikan terhadap kebermanfaatan bagi publik secara maksimal. Hal ini
'•
I
'•
'•
dimungkinkan karena pengelola barang milik daerah belum mampu menciptakan petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah secara aplikatif di lingkungan organisasi perangkat daerahnya (Zulpikar et al., 2008).
Secara umum pengelolaan barang milik daerah mengacu pada Undang-Undang Nomor
17
tahun2007
tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara!Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor17
tahun2007
tentang Pedoman Teknis
Pen~elolaanBaran
0
Milik Daerah.
Pengelolaan barang milik daerah merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan secara terpisah dari pengelolaan barang milik negara. Barang milik daerah meliputi barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, dan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan barang milik daerah dilaksanaka:tl berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparan dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai. Kepala Daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah berwenang dan bertanggungjawab atas pembinaan dan pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah. Sedangkan, penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah serta pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah. Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
'• J
..
I.
, I.
,Selama penerapan SAP berbasis Kas menUJU Akrual berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005, sebagian besar Pemerintah Kota/Kabupaten di Indonesia belum mampu melakukan pengelolaan Aset Tetap Daerah dengan baik. Dari 499 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2009 yang diaudit oleh BPK pada tahun 2010, hanya 15 Pemerintah Daerah (atau 3%) yang mampu memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini Tidak Memberikan Pendapat dan Tidak Wajar diberikan oleh BPK sebagian besar disebabkan kelemahan sistem pengendalian intern
(SPI)
atas laporan keuangan pemerintah daerah. Kelemahan SPI yang umum terjadi terutama dalam pengendalian aset tetap seperti nilai aset tetap tidak dikapitalisasi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, perbedaan pencatatan antara saldo aset tetap pada neraca dengan dokumen sumber dan penyajian aset tetap tidak didasarkan hasil inventarisasi dan penilaian. Hal-hal tersebut berpengaruh terhadap saldo aset tetap sehingga mempengaruhi kewajaran laporan keuangan (Akram, 2011) .Hal yang sama juga terjadi pada pemerintah daerah di Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK Rl) Perwakilan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2007 s.d 2010, dari 39 entitas pemeriksaan hanya terdapat 6 entitas yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian atas Laporan Keuangan Daerah. Rincian perkembangan opini atas Laporan Keuangan Daerah di Jawa Timur dapat dilihat pada tabel 1 .
Tabell. Perkembangan opini atas Laporan Keuangan Daerah di Jawa Timur No LKPD WTP WDP TMP TW Jumlah I. TA 2007 2 37 39 2. TA 2008 28 6 5 39 3. TA 2009 36 2 39 4. TA 2010 6 31 I 38
Sumber : LHP BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Timur
Terlepas dari berbagai macam penyebab yang menjadi pengecualian dalam
pengelolaan keuangan daerah masing-masing pemerintah daerah, dari tabel
)
di atas diketahui bahwa di Jawa Timur masih terdapat kekurangan dalam
pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah.
Sebagaimana dengan daerah lain di Jawa Timur, Pemerintah
Kabupaten Sampang bel urn mengelola aset tetap yang dimiliki dengan baik .
.
,Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan
Daerah pada Kabupaten Sampang oleh BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa
Timur antara Tahun Anggc:.ran 2007 - 2010, diketahui bahwa kelemahan
penyajian aset tetap menjadi salah satu penyebab pengecualian dalam
pemberian opini atas penyajian laporan keuangan daerah. Temuan BPK RI
Perwakilan Propinsi Jawa Timur yang menjadi pengecualian dalam
pemeriksaan atas LKPD Kabupaten Sam pang berkaitan dengan pengelolaan
aset tetap dapat dilihat pada tabel2 .
..
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa sampai dengan Tahun Anggaran
2010, permasalahan pengelolaan aset tetap di Kabupaten Sam pang terjadi
sejak proses perencanaan sampai dengan pelaporan di Neraca Daerah.
Keandalan penyajian aset tetap di Neraca Daerah Pemerintah Kabupaten
)
Sampang masih perlu dipertanyakan mengingat bahwa sampai saat ini
Bidang Akuntansi. Meskipun besamya selisih pencatatan tersebut setiap
tahun telah tereduksi, tetapi sampai dengan pelaporan Tahun Anggaran
2011, perbedaan penyajian nilai aset tetap tersebut masih terjadi. Hal ini
akan mengurangi kualitas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten
Sampang. Kondisi tersebut dapat membawa permasalahan tersendiri apabila
dikaitkan dengan persiapan penerapan akuntansi pemerintahan berbasis
akrual.
Tabel2. Temuan BPK RI yang menjadi pengecualian dalam pemberian opini
atas LKPD Kabupaten Sam pang berkaitan dengan pengelolaan aset tetap Tahun No. A nggaran I. 2007 2. 2008 3. 2009 4. 2010
Pengecualian Berkaitan Dengan Pengelolaan Aset
- Terdapat Belanja Modal sebesar Rp 1.502.244.900,00 yang dicatat dalam Belanja Barang dan Jasa dalam Laporan Realisasi Anggaran. - Terdapat kesalahan penganggaran dan realisasi belanja modal pada
belanja bahan bangunan sebesar Rp817 .436.000,00
- Terdapat kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp107.000.379,'13 pada lima Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
- Terdapat aset pemda berupa tanah dengan nilai perolehan
Rp3.543.562.072,0(1 tidak ada !:mkti kepemilikan dan dikuasai oleh penduduk
- Belanja Modal Tanah untuk Pembangunan Stadion Olahraga Sebesar Rp3.675.000.000,00 Tidak Didukung Dokumen yang Memadai - Terdapat item pekerjaan yang tidak dilaksanakan dan kekurangan
volume pekerjaan senilai minimal Rp2.454.703.379,16 pada
pembangunan pasar Srimangunan Tahap III
- Pacta akun Aset Tetap dengan nilai total sebesar
Rp2.565.540.628.944,46 diketahui terdapat perbedaan nilai antara Bidang Aset dengan Bidang Akuntansi dan Pembukuan
- Pada Akun Belanja Modal sebesar Rp257.821.922.964,00 diketahui terdapat pengeluaran sebesar Rpll.602.036.000,00 yang dihibahkan kepada kelompok masyarakat
- Terdapat perbedaan antara saldo neraca dengan hasil klarifikasi data pendukung pada SKPD untuk aset tetap tanah sebesar Rp25,48 miliar, peralatan dan mesin sebesar Rpl32,92 miliar, gedung dan bangunan sebesar Rp263,90 miliar, dan jalan irigasi dan jaringan sebesar Rp406,46 miliar.
Sumber : LHP BPK RI Perwakilan Propinsi Jawa Timur
Sebagaimana diketahui bersama, usaha peningkatan kualitas laporan
dengan dilaksanakannya reformasi bidang akuntansi. Salah satu reformasi yang dilakukan adalah keharusan penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, yang dimulai tahun anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut.
"Ketentuan mengenai
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16
undang-undang ini dilaksanakan se/ambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan be/anja her basis akrual belum
dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran her basis kas. "
Basis akuntansi akrual mengakui kejadian atau transaksi ekonomik yang berakibat atau akan berakibat keuangan, di samping tetap mengakui transaksi pembayaran dan penerimaan tunai. Maka muncullah masalah kapitalisasi belanja modal dan beban penyediaan-penggunaan aset tetap lintas waktu akuntansi atau penyusutan aset tetap, pemeliharaan, renovasi atau penggantian aset tetap dengan aset tetap baru.
Akuntansi akrual diperlukan oleh organisasi untuk memelihara catatan yang lengkap mengenai aset dan utang, sehingga memfasilitasi pengelolaan aset yang lebih baik, meliputi pemeliharaan, kebijakan penggantian aset, identifikasi dan pengurangan aset yang berlebih, dan manajemen risiko yang lebih baik seperti kehilangan aset karena dicuri atau rusak. Indentifikasi aset dan pengakuan penyusutan membantu manajer untuk memahami pengaruh dari penggunaan aset tetap dalam memberikan pelayanan dan mendorong
manajer untuk mempertimbangan altematif-altematif cara untuk mengelola
biaya dan pemberian pelayanan (Mulyana, 2012).
Perkembangan terakhir, telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 71
tahun 2010 tentang SAP berbasis Akrual sebagai pengganti PP 24 tahun
2005. Dengan diberlakukannya SAP Berbasis Akrual, peraturan
pelaksanaan dan sistem akuntansi akan berubah, rlemikian pula dengan
kapasitas dan kemampuan SDM harus ditingkatkan, karena SAP Berbasis
Akrual dapat memberi informasi keuangan yang lebih baik, meskipun
irnplernentasinya lebih rurnit dibanding SAP Berbasis Kas Menuju Akrual.
Menurut Pratama (2007) dalam Analisis Faktor-Faktor Yang
Menyulitkan Penerapan Akuntansi Akrual dan Pengaruhnya Terhadap
Kualitas Informasi Akuntansi Di Pemerintahan Indonesia, reformasi
pengelolaan keuangan negara telah memunculkan konsep akuntansi akrual
di pemerintahan, dimana fa.l(tor kesulitan penerapan di pemerintahan adalah
Kesiapan SDM, Praktek Keuangan, dan Peraturan Perundang-Undangan.
Ketiga faktor ini mempengaruhi kualitas informasi dari akuntansi
pemerintahan. Dengan memverifikasi Kesiapan SDM, Praktek Keuangan,
dan Peraturan Perundang-undangan sebagai faktor yang menyebabkan
kesulitan penerapan akuntansi akrual, dan menguji apakah faktor tersebut
berpengaruh terhadap kualitas informasi akuntansi yang disajikan oleh
akuntansi pemerintah, diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1)
Kesiapan SDM, Praktik Keuangan, dan Peraturan Perundang-undangan
menyebabkan kesulitan penerapan akuntansi akrual penuh di Pemerintah
..
'•
Kesiapan SDM, Praktik Keuangan, dan Peraturan Perundang-undangan berpengaruh terhadap kualitas infonnasi akuntansi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi pemerintahan Indonesia.
Oleh karena itu, dalam rangka menguji kualitas informasi keuangan, khususnya dalam penyajian aset tetap dalam laporan keuangan daerah, maka penelitian ini akan mencoba memahami keandalan informasi laporan keuangan daerah berbasis akrual: kajian pengelolaan aset tetap daerah pada Pemerintah Kabupaten Sampang
1.2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian mt adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana Pengelolaan Aset Tetap Daerah oleh Pemerintah Kabupaten Sampang pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan?
b. Bagaimana keandalan penyajian aset tetap pemerintah daerah saat ini? c. Permasalahan apa yang akan dihadapi pemerintah daerah dalam
pelaksanaan SAP berbasis akrual berkaitan dengan aset tetap daerah dan bagaimana solusinya?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
a. Pengelolaan Aset Tetap Daerah oleh Pemerintah Kabupaten Sampang; b. Keandalan penyajian aset tetap dalam laporan keuangan Pemerintah
Kabupaten Sampang saat ini; dan
c. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Sampang dalam pengelolaan aset tetap daerah.
1.4. Motivasi Penelitian
Penelitian ini termotivasi oleh adanya perubahan peraturan dalam penyelenggaraan akuntansi sektor publik di Indonesia dengan akan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005. Dengan peraturan yang baru tersebut penyelenggara Keuangan Negara dituntut untn!: dapat menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual secara penuh. Penerapan akuntansi berbasis akrual diharapkan .dapat meningkatkan kualitas informasi Laporan Keuangan Daerah, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian penyelenggaraan Keuangan Daerah, khususnya akuntansi aset tetap daerah, dalam masa transisi dari pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 2005 ke PP Nomor 71 Tahun 2010.
1.5. Kontribusi Penelitian
Peneliti berharap hasil penelitian 1m dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoretis: mengembangkan khasanah pengetahuan mengenai penyajian aset tetap da1am laporan keuangan pemerintah daerah dengan adanya penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual.
b. Manfaat Praktis: membantu pemerintah daerah dalam pers1apar1 menghadapi penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual yang terkait dengan pengelolaan aset tetap daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010.