BAB V PENUTUP
Perkembangan teknologi di antaranya telah menghadirkan berbagai bentuk komunikasi yang berbasis media baru. Kehidupan manusia secara individual dan kehidupannya dalam suatu relasi sosial mau tidak mau kemudian banyak
bersentuhan dengan media baru ini, termasuk melalui media sosial seperti
Facebook, Twiter, Path, Instagram, Line, dan WhatsApp. Bagi manusia dengan indra yang sempurna, kegiatan komunikasi mereka relatif dapat dilakukan dengan
mudah. Gangguan (noise) komunikasi biasanya lebih banyak berkait dengan
faktor eskternal yang secara teknis lebih mudah dikurangi atau dihilangkan. Namun demikian, rintangan komunikasi menjadi salah satu gangguan komunikasi yang sangat menyulitkan bila gangguan ini bersifat permanen dalam bentuk rintangan fisik karena kemampuan indrawi yang kurang sempurna, indra yang tidak sempurna, serta indra sempurna yang berubah menjadi kurang atau tidak sempurna karena faktor kecelakaan serta usia.
Fenomena penting dan menarik terlihat dalam komunitas Dunia Tak Lagi Sunyi (DTLS) yang beranggotakan orang-orang dan anak-anak penyandang keterbatasan dalam mendengar serta sejumlah orang yang memiliki perhatian terhadap orang-orang berkebutuhan khusus untuk mendengar dan berbicara. Komunitas DTLS yang dibuat pada tanggal 14 Februari 2012 kini beranggotakan
2.493 pengguna Facebook dari Sabang sampai Merauke ini berusaha
mengekspresikan kehadirannya dan menjadi wadah penyandang tunarungu atau masyarakat yang memiliki keluarga tunarungu untuk berbagi informasi, pesan, nasihat, tukar menukar pengalaman dan keluhan, serta pemberian bantuan bagi
anak-anak difabel pada umumnya dan bagi anak tunarungu khususnya.
Keterbatasan kemampuan dalam proses produksi pesan sejumlah anggota DTLS mau tidak mau harus dipandang sebagai persoalan krusial dalam aktivitas komunikasi dengan mengingat adanya keterbatasan yang bersifat fisik permanen
di antara anggota komunitas DTLS. Keterbatasan kemampuan atau lebih tepatnya ketidakmerataan kemampuan dalam proses produksi pesan untuk berkomunikasi
melalui Facebook mengantar pada rumusan permasalahan inti dalam penelitian ini
(lihat Bab I), yakni “Bagaimana proses produksi pesan yang dilakukan untuk
kegiatan komunikasi di kalangan pengguna media jejaring sosial Facebook di
dalam komunitas Dunia Tak Lagi Sunyi?” yang kemudian ditelusuri dengan menjawab tiga pertanyaan penelitian tentang:
1. Bagaimana proses produksi pesan dalam kegiatan komunikasi dengan media
sosial Facebook di antara anggota komunitas DTLS yang berkebutuhan
khusus dan yang tidak berkebutuhan khusus?
2. Bagaimana fungsi yang dijalankan media jejaring sosial Facebook di dalam
komunitas DTLS?
3. Bagaimana nilai guna pesan di dalam jejaring sosial Facebook bagi anggota
komunitas DTLS yang berkebutuhan khusus?
Dari hasil pengumpulan dan analisis data (lihat Bab IV) didapati sejumlah hal yang kemudian dapat disimpulkan dan dijadikan rujukan untuk membuat sejumlah saran seperti tersaji di bawah ini:
A. Kesimpulan
Beberapa titik simpul dari hasil penelitian yang disajikan dan didiskusikan pada bab IV menunjukkan bahwa:
1. Secara umum, pesan-pesan yang diproduksi anggota komunitas DTLS dan
ditampilkan di Facebook mencerminkan dinamika komunikasi yang ada di
dalam komunitas ini yang mewujud dalam komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi informasi.
2. Pengamatan secara online terhadap pesan-pesan yang diproduksi
komunikasi yang bersifat transaksional, yang terlihat dari cara mereka membentuk makna tentang peneguhan sikap sebagai orang tua dan lebih dalam lagi sebagai upaya untuk mencapai makna kehidupan yang setara (tidak terdiskriminasi) dengan manusia-manusia lainnya.
3. Isi pesan dalam bentuk informasi yang diproduksi anggota komunitas DTLS
yang tidak berkebutuhan khusus, baik berupa unggahan informasi tertulis ataupun video, pada dasarnya menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Pesan yang diproduksi antaranggota komunitas DTLS sangat diperlukan
dan berguna untuk dapat memperoleh penanganan terbaik bagi orang-orang berkebutuhan khusus, termasuk langkah-langkah yang perlu diambil suatu keluarga dalam menangani anggota keluarganya yang berkebutuhan khusus.
b. Pilihan waktu malam hari malam hari dalam produksi pesan
anggota-anggota komunitas DTLS terkait dengan kesibukan rutin mereka di siang hari.
c. Berbagai macam isi pesan yang diproduksi secara naluriah bersifat
kekeluargaan yang mengantar pada pemunculan istilah “semua anggota DTLS seperti dokter” yang sekaligus mencerminkan dinamika anggota komunitas DTLS dalam memproduksi pesan dengan landasan pada kebebasan berpendapat, motivasi untuk memberi saran, dan berbagi informasi.
d. Keriuhan dalam memproduksi pesan, dengan mengadopsi konsep Louw
(2005) tentang hype making, terlihat saat para anggota komunitas saling
berkomentar. Dari hasil penelusuran secara online yang dilanjutkan
dengan pengonfirmasian secara offline, pesan yang diproduksi secara
tertulis di komunitas DTLS cenderung muncul dalam format dialog atau percakapan. Format dialog ini memunculkan kesan ketidakformalan hubungan dan adanya kedekatan antaranggota komunitas, meskipun pada beberapa kasus melahirkan monoftongisasi, kesalahan penggunaan ejaan,
dan penggunaan singkatan yang dalam panduan komunitas DTLS sudah disarankan untuk tidak digunakan.
e. Wujud pesan berdasar fungsi atau tujuan yang dibuat dapat diketegorikan
menjadi langkah untuk menggabungkan diri atau menyatukan diri dalam komunitas DTLS, mencari dan memberi informasi, memberi motivasi atau penguatan semangat dalam menangani orang-orang berkebutuhan khusus, dan saling berbagi kebahagiaan.
4. Gambaran produksi pesan yang berasal dari anggota-anggota berkebutuhan
khusus di Facebook komunitas DTLS:
a. Memunculkan berbagai jenis pesan yang khas dari mereka yang
diakibatkan oleh keterbatasan yang dimiliki anggota-anggota komunitas berkebutuhan khusus.
b. Bercerita tentang hal-hal yang mereka alami sebagai tuna rungu, termasuk
masa awal gangguan, saat benar-benar kehilangan kemampuan mendengar, dan hal-hal yang mereka lakukan sebagai penderita gangguan pendengaran.
c. Terdapat beberapa isi pesan yang isinya pemberian motivasi dan yang
kemudian dapat dipakai sebagai inspirasi bagi anggota-anggota komunitas
DTLS di Facebook untuk melakukan sesuatu yang sama atau bahkan
lebih.
d. Terdapat informasi tentang pentingnya mereka yang berkebutuhan khusus
untuk menguasai dan menggunakan combination languanges yaitu verbal
languages (untuk berkomunikasi secara terbatas dengan orang-orang yang
berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus) serta sign languages
(bermanfaat saat berkomunikasi dengan sesama tunarungu).
e. Munculnya pengakuan bahwa berkomunikasi di komunitas DTLS di
Facebook jauh lebih efektif karena mereka lebih dapat mengomunikasikan pesannya ke lebih banyak orang yang berarti dapat pula meningkatkan intensitas komunikasi orang-orang berkebutuhan khusus.
5. Perbedaan produksi pesan anggota komunitas DTLS di Facebook antara yang berkebutuhan khusus dan mereka yang tidak berkebutuhan khusus lebih terlihat pada dasar dan tujuan diproduksinya pesan mereka. Bila anggota-anggota komunitas yang berkebutuhan khusus memproduksi pesan berdasar pada hal-hal yang mereka rasakan dan pernah terjadi pada mereka secara langsung, maka anggota-anggota komunitas DTLS yang tidak berkebutuhan khusus lebih berdasar pada hal-hal yang mereka pikirkan sebagai suatu hal yang baik sehingga tujuan yang dilakukan dalam produksi pesan mereka pun menjadi terpilah antara mereka yang berbagi pengalaman langsung dan yang berbagi pemikiran tentang sesuatu yang dianggap baik.
6. Dari lima fungsi media baru seperti yang dijelaskan McQuail, media jejaring
sosial Facebook digunakan komunitas DTLS lebih pada fungsinya sebagai
media partisipasi sosial, walaupun pada dasarnya tidak bisa ditarik garis tunggal yang tegas antarfungsi media baru ini. Fungsi sebagai media partisipasi sosial ini terlihat dari:
a. Komunikasi yang berlangsung di dalam komunitas ini menghadirkan dan
mengumpulkan berbagai pemikiran yang berguna bagi anggota-anggota komunitas DTLS pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
b. Partisipasi yang berkembang di dalam ini berhubungan dengan nilai guna
dari fungsi media jejaring sosial yang dirasakan dalam sikap dan perilaku para anggota komunitas DTLS.
c. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka yang
berkebutuhan khusus pada dasarnya merupakan inti dari potret media
jejaring sosial Facebook dengan komunitas DTLS.
d. Perhatian dan, sesungguhnya, keprihatinan orang tua terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus membuat mayoritas anggota komunitas DTLS berusaha terlibat aktif dan berpartisipasi aktif.
e. Hal yang secara tegas ditunjukkan dari ekspresi tertulis mereka tentang
nilai penting komunitas DTLS di Facebook.
f. Tindakan langsung dalam wujud advokasi bila salah satu anggota
komunitas DTLS menghadapi persoalan atau mendapatkan perlakuan yang kurang benar dari pihak-pihak yang sebenarnya ingin membantu mereka.
7. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, keberadaan media baru,
kehadiran Facebook sebagai media jejaring sosial, serta di Indonesia
munculnya komunitas DTLS di Facebook kemudian dapat dibaca sebagai
upaya mempermudah cara berkomunikasi orang-orang berkebutuhan khusus. Nilai guna yang demikian tergambar dari:
a. Titik berat pertukaran informasi di komunitas DTLS yang digunakan
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi tertulis yang kemudian diupayakan meningkat ke komunikasi oral dan tidak sekadar komunikasi dengan simbol yang selama ini dilakukan oleh orang-orang berkebutuhan khusus.
b. Bertambahnya kesadaran anggota komunitas ini bahwa anak dengan
gangguan pendengaran membutuhkan bimbingan dan pendidikan khusus agar mereka dapat berkomunikasi sebagaimana atau setidaknya mendekati anak atau orang yang normal.
c. Pengayaan pilihan bagi anggota komunitas, termasuk pengayaan metode
pencatatan perkembangan kosa kata contohnya, yang kemudian memungkinkan mereka melakukan pilihan secara rasional serta menggunakan pesan yang dibutuhkan, digunakan, dan memenuhi kepuasan mereka dalam menentukan berbagai penanganan untuk orang-orang berkebutuhan khusus.
d. Ekspresi saling menghargai kontribusi pesan yang diberikan sesama
anggota komunitas, yang kemudian bernilai sebagai penyambung dan penguat produksi pesan yang berkaitan dengan keperluan orang-orang berkebutuhan khusus.
Benang merah yang dapat ditarik dari berbagai titik simpul penelitian ini
adalah pada penciptaan keriuhan dalam dunia cyber di komunitas DTLS di
Facebook, yang sekaligus menjadi antitesis dari kekhawatiran yang selalu melekat pada orang-orang yang memiliki gangguan pendengaran dan bicara. Sesuai nama komunitas ini, komunitas DTLS hadir dan menjadi wadah kebahagiaan dan kegembiraan anggota komunitas, penyatu pengalaman, harapan, dan kekeluargaan anggota-anggotanya, serta menjadi pencetusan posisi atau identitas baru mereka dari yang sebelumnya harus merasa rendah diri, tersisih, disepelekan, bahan gunjingan di belakang punggung, serta dengan kemampuan terbatas ke orang-orang yang dapat berkomunikasi dan mengomunikasikan keberadaan mereka
secara benar, tertib, beretika dalam berbudaya cyber, serta melengkapi riuhnya
komunikasi antarmanusia di dalam masyarakat.
B. Saran
Dengan berdasar pada sejumlah titik simpulan dan benang merah di atas, sejumlah saran dapat diberikan dari hasil kajian produksi pesan komunitas DTLS di Facebook ini. Beberapa saran ini adalah:
1. Pembentukan makna dalam produksi pesan anggota-anggota komunitas
DTLS akan lebih menjangkau banyak anggota komunitas ini, bila komunitas ini dapat memaksimalkan aliran pesan dalam komunikasi antaranggota komunitas DTLS. Inisiatif administrator, pengurus pembantu, serta anggota
aktif DTLS di Facebook perlu memberi ransangan pada anggota-anggota
lainnya untuk lebih banyak memproduksi pesan yang sedikit banyak pasti akan memiliki nilai guna bagi anggota-anggota DTLS secara keseluruhan.
2. Perbanyakan produksi pesan ini menjadi salah satu cara untuk lebih banyak
menciptakan keriuhan di antara anggota-anggota komunitas yang secara fisik dan psikis terkepung oleh kesepian karena gangguan komunikasi permanen pada indra pendengaran mereka, meskipun hal ini tentu berkonsekuensi pada
meningkatnya kesibukan administrator dan pengurus pembantu dalam
mengendalikan arus informasi di komunitas DTLS di Facebook.
3. Dengan menyadari bahwa arus pesan di dalam komunitas DTLS di Facebook
lebih banyak berujud pesan tertulis atau terlihat (dalam bentuk video, misalnya), komunitas DTLS juga perlu untuk menghasilkan pesan dengan kontennya yang dapat membangkitkan kemampuan anggota-anggota ini
untuk berkomunikasi dengan combination languages atau bentuk-bentuk
transaksi informasi lainnya. Bekal ketrampilan berkomunikasi dalam berbagai teknik dan ketrampilan ini akan dapat memperbanyak pilihan bagi anggota-anggota komunitas dalam menentukan metode yang paling tepat, rasional, dan memungkinkan bagi anggota-anggota komunitas ini.
4. Ketidaksunyian atau keriuhan komunikasi di dalam komunitas DTLS
tentunya akan semakin bermakna dan berwarna-warni kalau pesan yang diproduksi dan dikomunikasikan justru lebih banyak dilakukan oleh orang-orang yang berkebutuhan khusus. Produksi pesan mereka tentunya akan menghasilkan pesan-pesan yang memiliki kekhasan tertentu yang justru diharapkan dapat lebih banyak menginspirasi orang-orang yang tidak berkebutuhan khusus dalam menghasilkan terobosan tindakan untuk lebih mengefektifkan dan memperiuh komunikasi mereka.
5. Hal di atas ini pula yang pada dasarnya perlu diperkuat agar komunitas DTLS
di Facebook dapat lebih banyak hadir dalam fungsinya sebagai media partisipasi sosial. Tanpa harus meniadakan fungsi-fungsi media baru lainnya, fungsi sebagai media partisipasi sosial ini harus lebih difokuskan pada anggota-anggota komunitas DTLS yang berkebutuhan khusus.
Sejumlah saran di atas pada dasarnya mengarah pada dorongan untuk melakukan sesuatu yang dapat lebih memudahkan anggota-anggota komunitas DTLS berkebutuhan khusus dalam berkomunikasi dan sekaligus untuk menggemakan keriuhan dunia baru mereka melalui media jejaring sosial. Di masa depan, meskipun Undang-Undang Nomor 4 Tahun 197 tentang Penyandang Cacat sudah diberlakukan, orang-orang yang harus dan bertugas menangani mereka
yang berkebutuhan khusus haruslah dibekali dengan kompetensi yang memadai yang memang sesuai dengan keperluan orang-orang berkebutuhan khusus ini. Selain itu, dengan mencermati isi hasil produksi pesan anggota-anggota
komunitas DTLS di Facebook, yang di antaranya berkait pula dengan persoalan
gangguan komunikasi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah, sudah saatnya bila Pemerintah dan pemerintah daerah, melalui Kementerian atau berbagai Dinas Sosial, memberikan pendukungan atau fasilitasi yang memadai kepada orang-orang berkebutuhan khusus ini, berikut dengan sosialisasi tentang cara bagi mereka untuk mendapatkannya.
Harus diakui, laporan penelitian tentang produksi pesan anggota-anggota komunitas DTLS ini masih memiliki banyak kekurangan baik dikarenakan kekurangcermatan, kesalahan dalam pengambilan dokumen atau literatur pendukung, atau kekurangcermatan dalam penggunaan metode. Untuk lebih dapat menghasilkan laporan penelitian tentang orang-orang berkebutuhan khusus pada umumnya, atau tentang produksi pesan bagi orang-orang berkebutuhan khusus dalam masalah pendengaran, atau tentang dinamika komunitas di media jejaring sosial, penelitian-penelitian sejenis perlu dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang lain, seperti survei kepuasan anggota terhadap komunitas DTLS di Facebook, analisis isi metode pendidikan ketunarunguan di dalam isi pesan
komunitas DTLS di Facebook, dan analisis jaringan komunitas DTLS di luar
komunitas online DTLS di Facebook.
Meskipun laporan penelitian tentang produksi pesan anggota komunitas
DTLS di Facebook ini memiliki sejumlah kekurangcermatan atau keterbatasan
kemampuan eksplorasinya, setidaknya penelitian ini telah menunjukkan dinamika dalam kehidupan manusia dari orang-orang berkebutuhan khusus dalam masalah pendengaran dan yang secara cermat mampu menggunakan kehadiran media
jejaring sosial Facebook untuk mengubah kehidupan dari tanpa keriuhan ke
kehidupan yang tidak lagi sunyi.