• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 PRODUKSI JAGUNG ORGANIK MELALUI APLIKASI BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI PADA MUSIM TANAM II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 PRODUKSI JAGUNG ORGANIK MELALUI APLIKASI BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI PADA MUSIM TANAM II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

4 PRODUKSI JAGUNG ORGANIK MELALUI APLIKASI

BEBERAPA DOSIS PUPUK KANDANG SAPI

PADA MUSIM TANAM II

Organic Corn Production with Different Rates of Cow Manure Application in the Second Cropping Season

ABSTRACT

The study addressed to investigate the effect of application rates of cow manure on organic corn growth and yield. The study was conducted from May to September 2012 in Blora, Central Java, Indonesia. The experiment was arranged in Randomized Complete Block Design with single factor i.e. cow manure rates consisted of four treatments and four replications. Two organic fertilizers as control treatments were used in the experiment and were compared to the best cow manure treatment with t test. A conventional corn plot was also used as control (not statistically analyzed). The cow manure treatments were 0, 11.25, 15,

and 22.5 tons cow manure ha-1 with spacing 80 cm x 40 cm. The two organic

control treatments were (1) sheep manure (11.25 tons ha-1) with spacing 80 cm x

40 cm and (2) cow manure (11.25 tons ha-1) with spacing 65 cm x 45 cm. All

treatments used one seed per hole. All organic plots were added with 2 tons ha-1

of rice-hull ash. Due to drought and low pollen numbers, corn seed filling process was disturbed and produced not fully-filled corn-cob. The experiment showed that

the application of cow manure (11.25 tons ha-1) or sheep manure (11.25 tons ha-1)

were more efficient in producing organic corn than other treatments.

Keywords: dry season, grumosol, organic farming, rice-hull ash, sheep manure

ABSTRAK

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produktivitas jagung organik. Percobaan dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2012 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Rancangan acak kelompok (RAK) dengan faktor tunggal yaitu dosis pupuk kandang sapi dengan empat perlakuan dan empat ulangan digunakan dalam percobaan ini. Dua perlakuan pupuk kandang sebagai pembanding dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang sapi terbaik dengan menggunakan uji t. Satu petak jagung konvensional juga digunakan sebagai pembanding (tidak dianalisis secara statistik). Perlakuan pupuk kandang sapi yang digunakan yaitu 0, 11.25, 15, 22.25 ton pupuk kandang sapi ha-1 dengan jarak tanam 80 cm x 40 cm. Dua perlakuan pembanding organik yaitu (1) pupuk kandang kambing (11.25 ton ha-1) dengan jarak tanam 80 cm x 40 cm dan (2) pupuk kandang sapi (11.25 ton ha-1) dengan jarak tanam 65 cm x 45 cm. Benih yang ditanam pada semua perlakuan berjumlah satu benih per lubang tanam. Semua petak percobaan organik mendapatkan tambahan 2 ton abu sekam ha-1. Akibat kekeringan dan rendahnya jumlah polen, proses pengisian biji jagung terganggu sehingga tongkol tidak terisi penuh. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi (11.25 ton ha-1) atau pupuk kandang kambing (11.25 ton ha-1) lebih efisien diaplikasikan dalam produksi jagung organik daripada perlakuan lainnya.

Kata kunci: abu sekam, grumosol, musim kemarau, pertanian organik, pupuk kandang kambing

(2)

PENDAHULUAN

Jagung merupakan salah satu tanaman palawija yang paling banyak ditanam oleh petani di Blora, Jawa Tengah. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman C4 yang tahan terhadap cekaman kekeringan saat musim kemarau. Walaupun demikian, tanaman jagung tetap membutuhkan kondisi yang optimum untuk mendukung pertumbuhan dan menghasilkan produktivitas lebih tinggi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan pupuk organik ke dalam tanah. Sekitar 56% jenis tanah di Blora merupakan tanah grumosol (Pemerintah Kabupaten Blora 2011) yang memiliki struktur kering dan retak ketika musim kemarau sehingga memiliki kemampuan menahan air yang rendah. Penambahan pupuk organik diharapkan mampu memperbaiki struktur tanah grumosol ini sehingga mampu mendukung pertumbuhan tanaman jagung lebih optimal. Menurut Nurhastuti (1997) pemberian pupuk organik meningkatkan kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman karena mampu memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar, memperbaiki kapasitas menahan air, dan menurunkan Al-dd dalam tanah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan pupuk organik mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung. Penelitian On (2003) menunjukkan bahwa penambahan 10 ton pupuk kandang ha-1 + 50% dosis pupuk kimia sintetis mampu meningkatkan produktivitas jagung manis. Penelitian lain oleh Dewi (2004) menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang ayam dan pupuk kandang kambing mampu meningkatkan produktivitas jagung manis jika dibandingkan tanpa penambahan pupuk kandang; dengan pupuk kandang ayam menghasilkan produksi tongkol berkelobot terbesar. Penelitian Farida (2011) menunjukkan bahwa dosis 20 ton pupuk kandang ayam ha-1 menghasilkan pengaruh tertinggi bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Jenis pupuk kandang yang digunakan dalam percobaan merupakan jenis yang banyak tersedia di lokasi percobaan terutama pupuk kandang sapi. Oleh karena itu, percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dosis pupuk kandang sapi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman jagung organik pada musim tanam (MT) II yang ditanam setelah padi organik pada MT I.

METODE Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan pada MT II yaitu bulan Mei hingga September 2012. Lokasi penelitian yaitu di Desa Nglebur, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah pada ketinggian ± 31 m dpl. Analisis tanah, pupuk kandang, dan abu sekam dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam percobaan antara lain benih jagung hibrida varietas Bima 5, pupuk kandang sapi, pupuk kandang kambing, abu sekam, pestisida organik (Beauveria sp., ekstrak bawang putih, daun Glyricidia, daun sambiloto), sereh wangi (tanaman penolak OPT), dan bahan-bahan kimia untuk analisis. Alat yang digunakan antara lain peralatan analisis laboratorium, alat budidaya, neraca analitik, dan oven.

(3)

Metode Pelaksanaan

Rancangan acak kelompok (RAK) dengan faktor tunggal yaitu dosis pupuk kandang sapi dengan empat perlakuan dan empat ulangan digunakan dalam percobaan ini. Dua perlakuan pupuk organik dengan empat ulangan sebagai pembanding dibandingkan dengan perlakuan pupuk kandang sapi terbaik dengan menggunakan uji t. Satu petak tanaman jagung konvensional juga digunakan sebagai pembanding (tidak dianalisis secara statistik) sehingga petak percobaan berjumlah 25 unit. Masing-masing petak percobaan jagung organik berukuran 4 m x 8 m. Petak percobaan yang digunakan dalam percobaan ini disesuaikan dengan perlakuan pupuk organik pada percobaan padi organik pada MT I (Januari hingga April 2012). Tanaman contoh diambil sebanyak 10 tanaman untuk setiap petak percobaan. Perlakuan pupuk organik pada percobaan jagung organik ditunjukkan pada Tabel 15. Pupuk yang diberikan pada tanaman jagung konvensional adalah 400 kg pupuk NPK 15:15:15 ha-1 dan 200 kg urea ha-1.

Tabel 15. Perlakuan pupuk organik pada percobaan jagung organik (MT II)

No. Perlakuan Kode

1 tanpa pupuk kandang (kontrol) P0

2 pupuk kandang sapi (11.25 ton ha-1) PS 11.25 3 pupuk kandang sapi (15 ton ha-1) PS 15 4 pupuk kandang sapi (22.5 ton ha-1) PS 22.5 5* pupuk kandang sapi (11.25 ton ha-1) bekas padi

dengan jarak tanam jajar legowo

PS 11.25 + L 6* pupuk kandang kambing (11.25 ton ha-1) PK 11.25 Keterangan:

- *: perlakuan pembanding organik

- semua perlakuan mendapatkan tambahan 2 ton abu sekam ha-1

- dosis pupuk organik yang diberikan pada tanaman jagung lebih besar 150% daripada dosis pupuk pada tanaman kedelai

- penentuan dosis pupuk organik disesuaikan dengan dosis rekomendasi pemupukan jagung yaitu 300 kg urea ha-1 (138 kg N ha-1), 100 kg SP-36 ha-1 (36 kg P2O5 ha-1), dan 100 kg KCl ha-1 (60 kg K2O ha-1)

- perlakuan 5 menggunakan jarak tanam 65 cm x 45 cm, sedangkan perlakuan lainnya menggunakan jarak tanam 80 cm x 40 cm. Masing-masing perlakuan menggunakan satu benih per lubang tanam

Percobaan jagung organik menggunakan setengah bagian lahan bekas percobaan padi organik pada MT I, sementara sisanya digunakan untuk percobaan kedelai organik (Denah percobaan MT II ditunjukkan pada Lampiran 2). Sistem pengolahan tanah yang diaplikasikan adalah sistem tanpa olah tanah (TOT) sehingga sisa rumpun padi digunakan sebagai penanda lubang tanam. Pemberian pupuk organik dilakukan bersamaan dengan persiapan lahan (2/3 dosis) dan pada saat 4 MST (1/3 dosis) yakni bersamaan dengan pembumbunan dan pemberian abu sekam pada pucuk jagung untuk mencegah serangan penggerek batang. Pupuk kandang dan abu sekam ditaburkan di atas tanah sesuai dengan perlakuan dan ditutup dengan jerami padi organik pada MT sebelumnya. Pupuk yang telah ditaburkan didiamkan selama dua minggu agar terdekomposisi di dalam tanah. Penggunaan sistem TOT dan jerami padi dimaksudkan untuk mempertahankan kelembaban tanah dan ketersediaan air terutama pada musim kemarau.

(4)

Satu benih jagung ditanam pada setiap lubang tanam dengan jarak tanam 65 cm x 45 cm (populasi 34 188 tanaman ha-1) pada perlakuan 5 dan menggunakan jarak tanam 80 cm x 40 cm (populasi 31 250 tanaman ha-1) pada perlakuan lainnya. Pengendalian OPT dilakukan melalui aplikasi pestisida nabati dan penanaman tanaman penolak serangan OPT (repellent) sereh wangi di setiap sudut petak percobaan seperti pada percobaan Kusheryani dan Aziz (2006). Jagung dipanen jika biji telah terbentuk lapisan hitam (black layer) yaitu pada 80-90 hari setelah tanam (HST).

Peubah pertumbuhan vegetatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, serangan OPT (4, 5, dan 7 MST), bobot tanaman, luas daun (7 MST), dan bobot brangkasan panen per tanaman (14 MST). Diameter batang jagung diukur 5 cm dari permukaan tanah. Peubah komponen produksi yang diamati meliputi umur tasseling, umur silking, panjang tongkol, tinggi letak tongkol, bobot kering tongkol dan pipilan per tanaman, bobot 100 biji, dan dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar (14 MST). Dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar dihitung berdasarkan bobot kering pipilan jagung per tanaman, jumlah tanaman ha-1, dan bobot 100 butir biji dengan koreksi bahwa asumsi populasi maksimum sebesar 75%.

Analisis Data

Data percobaan pupuk kandang sapi (perlakuan 1-4) dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F). Hasil uji F yang berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Perlakuan pupuk kandang sapi terbaik kemudian dibandingkan dengan perlakuan pembanding dengan menggunakan uji t pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Pupuk organik yang diaplikasikan memberikan sumbangan hara yang berbeda (Tabel 16). Sumbangan hara pada tanaman jagung konvensional adalah 152 kg N ha-1, 60 kg P2O5 ha-1, dan 60 kg K2O ha-1.

Tabel 16. Sumbangan hara pupuk organik pada percobaan jagung organik (MT II)

No. Perlakuan Sumbangan hara (kg ha

-1

) N P K 1 tanpa pupuk kandang (kontrol) 3.20 7.20 8.20 2 pupuk kandang sapi (11.25 ton ha-1) 186.58 36.45 323.20 3 pupuk kandang sapi (15 ton ha-1) 247.70 46.20 428.20 4 pupuk kandang sapi (22.5 ton ha-1) 369.95 65.70 638.20 5* pupuk kandang sapi (11.25 ton ha-1) bekas padi

dengan jarak tanam jajar legowo 186.58 36.45 323.20 6* pupuk kandang kambing (11.25 ton ha-1) 107.83 26.33 377.20 Keterangan: *: perlakuan pembanding organik; sumbangan hara termasuk akibat

penambahan 2 ton abu sekam ha-1

Hama yang dominan menyerang tanaman jagung antara lain belalang dan penggerek tongkol jagung (Helicoperva armigera). Penggerek tongkol menyerang

(5)

biji yang sedang berkembang sehingga menyebabkan biji menjadi rusak. Penyakit yang dominan menyerang adalah bulai jagung atau downey mildew (oleh

Peronosclerospora maydis) dan bercak daun. Serangan bulai jagung yang

menyerang tanaman jagung percobaan cukup tinggi sehingga penanaman jagung diulang sebanyak dua kali. Hal ini mengakibatkan waktu tanam jagung organik lebih lambat dibandingkan kedelai organik. Penyakit bulai jagung ini menyebabkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh bagian tanaman yang ditandai dengan berubahnya warna daun jagung menjadi putih secara menyeluruh. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, percobaan jagung organik dilaksanakan pada bulan kering dengan curah hujan <100 mm per bulan (Gambar 22). Rata-rata curah hujan yang turun sebesar 5.86 mm per minggu dengan jumlah minggu tanpa hujan sebanyak 12 minggu. Curah hujan yang rendah ini turut menyebabkan pengisian tongkol jagung menjadi tidak maksimum. Oleh karena itu, irigasi menggunakan pompa air dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.

Gambar 22. Curah hujan selama percobaan jagung organik (MT II)

Hasil

Pertumbuhan Vegetatif

Berdasarkan hasil analisis, penambahan pupuk kandang sapi 15 ton ha-1 secara umum menyebabkan pertumbuhan vegetatif dan komponen produksi jagung lebih baik daripada perlakuan lainnya, meskipun tidak semuanya nyata secara statistik. Selanjutnya nilai peubah akibat penambahan pupuk kandang sapi 15 ton ha-1 ini dibandingkan dengan nilai peubah perlakuan pembanding dengan menggunakan uji t.

Penambahan 22.5 ton pupuk kandang sapi ha-1 meningkatkan tinggi tanaman jagung saat 4 MST (P>0.05), 5 MST (P<0.05), dan 7 MST (P<0.01) masing-masing 22.6, 21.8, dan 16.9% lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan pupuk (Tabel 17). Penambahan dosis pupuk kandang sapi ini juga menghasilkan tanaman dengan luas daun, bobot kering akar, bobot kering batang per tanaman lebih besar saat 7 MST (P>0.05) dan mendapatkan serangan OPT lebih rendah saat 4, 5, dan 7 MST (P>0.05) dibandingkan akibat penambahan dosis pupuk kandang sapi lainnya. Penambahan 22.5 ton pupuk kandang sapi ha-1 juga menghasilkan bobot kering total dan bobot kering tajuk per tanaman jagung lebih besar saat 7 MST (P>0.05) dibandingkan akibat penambahan pupuk kandang sapi lainnya dengan nilai berturut-turut 68.77 dan 58.47 g per tanaman (Gambar 23). 0 20 40 60 80 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Cur a h h uj a n (m m pe r m in ggu) 70 12 MST Mei Juni Juli Agustus Sept 2012

(6)

Tabel 17. Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung

Peubah MST Pupuk kandang sapi Pembanding

P0 PS 11.25 PS 15 PS 22.5 PS 11.25 + L PK 11.25 Konvensional

Tinggi tanaman (cm) 4 89.06 99.81 105.8 109.24 105.35 103.31 td

5 113.16b 127.78ab 133.78ab 137.81a 133.20 130.83 138.25 7 152.26b 171.25a 171.54a 178.04a 167.80 172.35 160.00

Jumlah daun (helai) 4 6.9b 8.0a 8.4a 8.2a 8.3 7.9 7.4

5 8.6b 9.3a 9.8a 9.4a 9.3 9.5 9.9

7 9.8 10.7 11.0 10.6 10.2 10.9 13.4

Diameter batang (mm) 4 7.23b 8.95ab 11.10a 10.76a 9.19 11.86 15.62

5 16.95 17.55 21.07 19.92 18.15 20.95 24.54

7 19.39 20.11 22.73 23.78 19.82 23.98 26.08

Serangan OPT (%) 4 54.4 51.3 49.4 43.1 45.0 52.5 25.0

5 47.5 47.5 41.3 39.3 42.5 52.5 30.0

7 34.4 31.9 30.6 30.0 31.9 33.1 27.5

Luas daun per tanaman (cm2) 7 4591.06 5537.04 6463.51 6969.59 5914.50 7183.70 8063.57

Bobot kering akar (g) 7 5.80 6.55 8.67 10.29 9.19 12.00 19.84

Bobot kering batang (g) 7 24.40 24.94 30.14 32.26 35.64 37.78 67.93

Bobot kering daun (g) 7 19.22 22.21 26.98 26.21 24.55 30.43 37.63

Keterangan:

1) Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama pada perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT taraf 5%

2) P0: tanpa pupuk, PS: pupuk kandang sapi, PK: pupuk kandang kambing, L:bekas padi dengan jarak tanam jajar legowo; angka dibelakang huruf perlakuan menunjukkan dosis pupuk (ton ha-1); td: tidak diamati

(7)

\

Gambar 23. Bobot kering total dan tajuk per tanaman jagung saat 7 MST Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 menghasilkan diameter batang lebih besar saat 4 MST (P<0.05) dan 5 MST (P>0.05) masing-masing dengan nilai 11.10 dan 21.07 mm (diameter batang diukur 5 cm dari permukaan tanah). Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 juga meningkatkan jumlah daun saat 4 MST (P<0.05), 5 MST (P<0.01), dan 7 MST (P>0.05) masing-masing 21.7, 13.9, dan 12.2% lebih banyak daripada tanpa penambahan pupuk. Jumlah daun saat 7 MST yang lebih banyak pada perlakuan ini menyebabkan bobot kering daun yang dihasilkan lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya (P>0.05). Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 juga meningkatkan secara nyata (P<0.05) bobot kering brangkasan panen per tanaman hingga 30% daripada tanpa pupuk dan secara nyata lebih besar (P<0.05) jika dibandingkan dengan perlakuan pembanding yakni penambahan 11.25 pupuk kandang sapi ha-1 dengan jarak tanam bekas padi legowo (65 cm x 45 cm) (Gambar 24).

Gambar 24. Bobot kering brangkasan panen per tanaman jagung

Jika dibandingkan dengan perlakuan pembanding yakni penambahan 11.25 pupuk kandang sapi ha-1 dengan jarak tanam 65 cm x 45 cm, tanaman akibat penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 menghasilkan bobot kering akar, batang, tajuk, dan bobot kering total tanaman yang lebih rendah, meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Sementara itu, perlakuan pembanding yakni penambahan 11.25 pupuk kandang kambing ha-1 menghasilkan tanaman dengan diameter batang saat 4 dan 7 MST, luas daun, bobot kering akar, batang, daun, tajuk, dan bobot kering total per tanaman saat 7 MST yang lebih tinggi (P>0.05) daripada akibat penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1.

Secara umum tanaman jagung konvensional menghasilkan keragaan vegetatif tanaman yang lebih baik jika dibandingkan dengan keragaan tanaman jagung organik. Tanaman jagung konvensional menghasilkan bobot kering tajuk dan akar per tanaman sebesar 105.56 dan 19.84 g atau dua kali lebih besar daripada tanaman jagung organik. Tanaman jagung konvensional lebih pendek

30 50 70 90 110 130 Total Tajuk B o b o t ke ri n g (g) P0 PS 11.25 PS 15 PS 22.5 PS 11.25 + L PK 11.25 Konvensional 90 110 130 150 B o b o t ke ri n g (g) Perlakuan P0 PS 11.25 PS 15 PS 22.5 PS 11.25 + L PK 11.25 b a ax) a

(8)

(160 cm pada 7 MST) dan memiliki diameter batang lebih besar dibandingkan tanaman jagung organik sehingga tanaman jagung konvensional menjadi lebih kompak dan tidak mudah rebah.

Komponen Produksi

Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 menghasilkan bobot kering tongkol, bobot kering pipilan, dan dugaan produktivitas pipilan kering per hektar berturut-turut 14.8, 23.4, dan 23.4% lebih besar dibandingkan tanpa pupuk, meskipun tidak berbeda nyata secara statistik (Gambar 25 dan 26). Nilai ketiga peubah yang dihasilkan oleh penambahan dosis pupuk kandang sapi tersebut juga tidak berbeda nyata dengan nilai peubah perlakuan pembanding organik. Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 menghasilkan bobot 100 biji lebih tinggi (36.32 g) dan berbeda nyata secara statistik (P<0.05) jika dibandingkan dengan perlakuan pembanding organik yakni penambahan 11.25 pupuk kandang sapi ha-1 dengan jarak tanam 65 cm x 45 cm atau penambahan 11.25 pupuk kandang kambing ha-1 (Tabel 18). Namun, nilai bobot 100 biji pada perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan bobot 100 biji tanaman jagung konvensional (39.18 g). Tanaman jagung konvensional menghasilkan bobot kering pipilan per tanaman lebih besar yaitu 160.5 g dengan dugaan produktivitas pipilan kering mencapai 3.76 ton ha-1 (75% dari total populasi maksimum), lebih tinggi daripada dugaan produktivitas pipilan kering jagung organik yang hanya mencapai 2.26-2.45 ton ha-1 (75% dari total populasi maksimum).

Penambahan pupuk kandang sapi meningkatkan tinggi letak tongkol (P<0.05) dan panjang tongkol (P>0.05) hingga 20.2 dan 4.9% lebih besar daripada tanpa pupuk. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman lebih besar daripada tanpa pupuk. Tanaman jagung memiliki umur berbunga (tasseling) dan umur keluarnya rambut tongkol (silking) yang hampir seragam. Tanaman jagung berbunga pada saat 54-56 hari setelah tanam (HST) dan mengeluarkan rambut tongkol saat 51-54 HST.

Gambar 25. Bobot kering tongkol dan pipilan jagung per tanaman

Gambar 26. Dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar

80 120 160 200 240 Tongkol Pipilan B o b o t ke ri n g (g) P0 PS 11.25 PS 15 PS 22.5 PS 11.25 + L PK 11.25 Konvensional 0 1 2 3 4 Pupuk organik D uga a n pr o dukt iv it a s (t o n h a -1) P0 PS 11.25 PS 15 PS 22.5 PS 11.25 + L PK 11.25 Konvensional

(9)

Tabel 18. Komponen produksi tanaman jagung

Peubah Pupuk kandang sapi Pembanding

P0 PS 11.25 PS 15 PS 22.5 PS 11.25 + L PK 11.25 Konvensional

Umur silking (hari) 55.5 55.0 54.8 54.5 53.8 56.0 td

Umur tasseling (hari) 53.5 51.8 51.0 51.0 50.8 54.0 td

Tinggi letak tongkol (cm) 59.00c 63.63bc 67.75ab 70.95a 63.02 68.38 85.38

Panjang tongkol (cm) 17.69 17.84 18.52 18.55 17.65 18.81 18.98

Bobot 100 biji (g) 32.66 34.18 36.32(x)(y) 35.05 33.19 34.09 39.18

Keterangan:

1) Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama pada perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT taraf 5% 2) (x): perlakuan berbeda nyata dengan pembanding PS 11.25 + L, (y): perlakuan berbeda nyata dengan pembanding PK 11.25 pada uji t taraf 5% 3) P0: tanpa pupuk, PS: pupuk kandang sapi, PK: pupuk kandang kambing, L: bekas padi dengan jarak tanam jajar legowo; angka dibelakang

(10)

Peningkatan dosis pupuk kandang sapi (X) meningkatkan dugaan produktivitas pipilan jagung per hektar (Y) berdasarkan persamaan kuadratik Y= -0.863x2 + 39.26x + 2025 dengan R2= 0.89 dan dosis pupuk optimum sebesar 22.7 ton ha-1 (Gambar 27a). Dosis pupuk optimum yang hampir sama juga dihasilkan oleh hubungan antara dosis pupuk kandang sapi (X) dengan bobot kering pipilan per tanaman (Y) berdasarkan persamaan kuadratik Y= -0.036x2 + 1.676x + 86.42 dengan R2= 0.89 (Gambar 27b). Hal ini menunjukkan bahwa dosis 22.5 ton ha-1 (dosis maksimum dalam percobaan) mendekati dosis optimum, artinya jika dosis pupuk kandang sapi ditambah maka kemungkinan dugaan produktivitas per hektar yang dihasilkan tidak akan meningkat, namun menurun akibat pengaruh penutupan daun. Hal ini terjadi karena luas daun per tanaman jagung (Y) semakin meningkat seiring dengan bertambahnya dosis pupuk kandang sapi (X) yang diaplikasikan berdasarkan persamaan linier Y= 110.7x + 4547 dengan R2= 0.96* (Gambar 28a). Bobot kering pipilan jagung per tanaman (Y) menurun ketika luas daun (X) lebih besar dari 8 000 cm2 berdasarkan persamaan kuadratik Y=-3.10-6x2 + 0.048x – 62.11 dengan R2= 0.96* (Gambar 28b). Hal ini menunjukkan bahwa luas daun maksimum yang dihasilkan akibat penambahan pupuk kandang sapi (6 969.59 cm2) lebih kecil daripada luas daun optimum (8 000 cm2) sehingga belum cukup untuk menghasilkan bobot kering pipilan per tanaman maksimum.

Gambar 27 a). Hubungan antara dosis pupuk kandang sapi dengan dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar

b). hubungan antara dosis pupuk kandang sapi dengan bobot kering pipilan jagung per tanaman

Gambar 28 a). Hubungan antara dosis pupuk kandang sapi dengan luas daun per tanaman

b). hubungan antara luas daun per tanaman dengan bobot kering pipilan jagung per tanaman

Y = -0.863x2+ 39.26x + 2025 R² = 0.89 x=22.7 0 1000 2000 3000 0 5 10 15 20 25 D uga a n pr o dukt iv it a s (t o n h a -1)

Dosis pupuk kandang sapi (ton ha-1)

Y = -0.036x2+ 1.676x + 86.42 R² = 0.89 x= 23.3 0 30 60 90 120 0 5 10 15 20 25 B o b o t ke ri n g pi pi la n pe r ta n a m a n (g)

Dosis pupuk kandang sapi (ton ha-1)

Y= 110.7x + 4547 R² = 0.96 0 2000 4000 6000 8000 0 5 10 15 20 25 L ua s da un pe r ta n a m a n (c m 2)

Dosis pupuk kandang sapi (ton ha-1)

Y= -3. 10-6x2+ 0.048x - 62.11 R² = 0.96 x= 8 000 0 40 80 120 4000 5000 6000 7000 B o b o t ke ri n g pi pi la n pe r ta n a m a n (g)

Luas daun per tanaman (cm2)

a) b)

(11)

Pembahasan

Penambahan pupuk kandang sapi menghasilkan pertumbuhan dan dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar yang lebih besar dibandingkan tanpa penambahan pupuk, meskipun tidak semua peubah berbeda nyata secara statistik. Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 menghasilkan nilai komponen produksi tanaman jagung yang lebih tinggi, meskipun dosis perlakuan ini memberikan sumbangan hara yang lebih rendah daripada penambahan 22.5 ton pupuk kandang sapi ha-1. Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 menghasilkan bobot kering brangkasan panen per tanaman, bobot kering tongkol per tanaman, dan bobot kering pipilan per tanaman lebih tinggi dibandingkan penambahan dosis pupuk kandang sapi lainnya. Lebih tingginya bobot kering pipilan per tanaman pada perlakuan ini menyebabkan dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar tertinggi yaitu 2.51 ton ha-1 atau 23.4% lebih tinggi daripada tanpa pupuk.

Dugaan produktivitas jagung yang lebih tinggi melalui aplikasi dosis pupuk kandang sapi yang lebih rendah tersebut (15 ton pupuk kandang sapi ha-1) menunjukkan bahwa produktivitas tanaman jagung pada MT II dipengaruhi oleh proses dekomposisi pupuk organik yang diberikan pada MT sebelumnya. Petak percobaan yang digunakan oleh perlakuan penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 ini mendapat sumbangan hara terbesar pada MT I (Tabel 3) yang pengaruhnya belum banyak terlihat terhadap pertumbuhan tanaman padi. Hara pupuk organik pada MT I terutama brangkasan jagung (rasio C/N= 49.37) diduga baru terdekomposisi dan tersedia pada MT II sehingga tambahan residu hara ini turut menyebabkan produktivitas jagung akibat penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha-1 ini lebih besar dibandingkan penambahan dosis pupuk kandang sapi lainnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Melati et al. (2008) bahwa ketersediaan hara pupuk organik lebih lambat karena membutuhkan proses dekomposisi sehingga 80% kandungan hara pupuk organik baru tersedia bagi tanaman pada MT berikutnya dengan asumsi tidak ada kehilangan melalui pencucian dan denitrifikasi. Meskipun demikian, dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar yang dihasilkan antar penambahan dosis pupuk kandang sapi tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Oleh karena itu, dosis 11.25 ton pupuk kandang sapi ha-1 lebih efisien diaplikasikan dalam produksi jagung organik dibandingkan dosis 15 ton pupuk kandang sapi ha-1.

Baru tersedianya hara pupuk organik pada MT II dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi seperti jenis organisme yang hidup, jenis bahan organik tanah (BOT), ketersediaan C bagi mikrob tanah, dan kondisi fisik lingkungan seperti posisi lanskap dan horizon tanah (Kennedy et al. 2004). Lebih lanjut, sifat pupuk organik adalah ketersediaan hara di dalamnya cukup rendah karena bentuk N, P, dan unsur lain terdapat dalam bentuk kompleks organo protein atau senyawa humat atau lignin yang sulit terdekomposisi (Hartatik dan Widowati 2006). Hal ini berbeda dengan penggunaan pupuk anorganik yang haranya segera tersedia bagi tanaman.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan pupuk kandang sapi meningkatkan dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar dan bobot kering pipilan per tanaman secara kuadratik. Dugaan produktivitas jagung per hektar menurun pada penggunaan dosis pupuk lebih dari 22.7 ton ha-1 akibat meningkatnya luas daun tanaman yang menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih (LAB) tanaman sehingga berpotensi menurunkan produksi biji jagung.

(12)

Luas daun tanaman meningkat secara linier seiring dengan penambahan dosis pupuk kandang sapi berdasarkan persamaan fungsi linier Y= 110.7x + 4547 dengan R2= 0.96*. Luas daun optimum untuk menghasilkan bobot kering pipilan per tanaman tertinggi adalah 8 000 cm2. Hal ini sejalan dengan pernyataan Marschner (1995) bahwa produktivitas tanaman dipengaruhi oleh aktivitas tanaman seperti peningkatan luas daun dan fotosintesis bersih per unit luas daun (pengaruh terhadap source) dan peningkatan produksi jumlah biji (pengaruh terhadap sink).

Populasi tanaman yang rendah (31 250 dan 34 188 tanaman ha-1) akibat penggunaan jarak tanam yang lebar (80 cm x 40 cm dan 65 cm x 45 cm) dengan jumlah benih satu butir per lubang tanam dan akibat serangan penyakit bulai jagung saat fase vegetatif (populasi tanaman menjadi lebih rendah dibandingkan populasi awal saat penanaman) menyebabkan bobot 100 biji jagung lebih tinggi (32.66-36.32 g) daripada rata-rata bobot 100 biji jagung varietas Bima 5 menurut Balitsereal (2010) yaitu sebesar 27 g per 100 biji. Ukuran biji yang lebih besar ini terjadi akibat kompetisi antar tanaman dalam memperebutkan hara lebih rendah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan generatif masing-masing individu tanaman. Meskipun demikian, besarnya bobot 100 biji jagung yang dihasilkan tidak mampu menghasilkan dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar lebih besar. Dugaan produktivitas tertinggi jagung organik yang dihasilkan dalam percobaan hanya sebesar 2.51 ton ha-1, lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas jagung nasional (4.56 ton ha-1) (BPS 2011) dan produktivitas jagung di Kabupaten Blora (4.39 ton ha-1) (BPS Jateng 2011c).

Selain pengaruh populasi tanaman yang rendah, faktor lain yang menyebabkan rendahnya dugaan produktivitas per hektar jagung organik percobaan adalah serangan OPT, faktor iklim, dan penyerbukan tanaman. Serangan OPT penggerek tongkol (Helicoperva armigera) menyebabkan biji jagung menjadi rusak dan berkualitas buruk. Said et al. (2008) menyatakan bahwa meskipun persentase kehilangan hasil jagung akibat serangan penggerek tongkol hanya 10%, serangan hama ini sangat mempengaruhi kualitas tongkol jagung. Faktor iklim yang mempengaruhi rendahnya produktivitas jagung percobaan adalah rendahnya curah hujan saat musim kemarau. Rendahnya curah hujan menyebabkan pertumbuhan tanaman terutama saat fase generatif terganggu sehingga menghambat proses pembentukan biji jagung.

Hambatan pembentukan biji jagung juga diakibatkan oleh rendahnya tingkat penyerbukan tanaman. Jagung merupakan tanaman yang menyerbuk silang (

open-pollinated) yang memanfaatkan angin dalam penyerbukannya. Populasi tanaman

jagung yang rendah (akibat penggunaan jarak tanam yang lebar dan akibat serangan penyakit bulai jagung pada fase vegetatif) menghasilkan serbuk sari

(pollen) yang lebih sedikit sehingga penyerbukan antar tanaman jagung menjadi

tidak maksimal. Selain itu, cuaca yang panas saat musim kemarau juga dapat merontokkan serbuk sari tanaman sehingga tidak dapat digunakan dalam proses penyerbukan. Menurut Gardner (1991) kegagalan pembentukan biji tanaman diakibatkan oleh kurangnya penyerbukan akibat gugurnya benang sari dan serbuk sari (blasting), kurangnya fertilisasi karena serbuk sari lemah atau tidak cocok, dan gugurnya bunga dan buah tanaman. Rendahnya penyerbukan ini menyebabkan biji jagung percobaan tidak terbentuk sempurna pada seluruh bagian tongkol. Jika dibandingkan, tongkol jagung konvensional terisi lebih penuh daripada jagung organik.

(13)

Sebagai bentuk adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan, daun tanaman jagung menggulung untuk mengurangi kehilangan air akibat transpirasi. Keterbatasan air menyebabkan kerusakan tanaman secara fisiologis melalui terbentuknya konsentrasi garam dalam sel tanaman yang merusak enzim pengontrol metabolisme tanaman sehingga untuk beradaptasi tanaman mengakumulasi senyawa organik seperti sukrosa dan asam amino prolin (Salisbury dan Ross 1985). Hall dan Twidwell (2002) menuliskan bahwa pengaruh cekaman kekeringan dan panas pada tanaman jagung terjadi pada saat polinasi dan fertilisasi yakni beberapa hari setelah munculnya tassel (bunga jantan). Periode tasseling merupakan saat yang paling kritis bagi produktivitas jagung. Jika cekaman kekeringan terjadi saat periode tasseling, maka produktivitas tanaman tidak dapat ditingkatkan walaupun hujan kembali turun setelah tasseling. Menurut Gardner et al.(1991) penurunan pertumbuhan dan produktivitas tanaman akibat keterbatasan air dipengaruhi oleh genotipe tanaman, tingkat kekurangan air, dan tingkat perkembangan tanaman.

SIMPULAN

Penambahan pupuk kandang sapi menghasilkan pertumbuhan tanaman jagung yang lebih baik daripada tanpa penambahan pupuk, meskipun tidak semua peubah berbeda nyata secara statistik. Dosis pupuk kandang sapi yang diaplikasikan tidak berpengaruh nyata terhadap dugaan produktivitas pipilan jagung kering per hektar, namun terdapat kecenderungan bahwa penambahan 11.25 ton pupuk kandang sapi ha-1 atau 11.25 ton pupuk kandang kambing ha-1 lebih efisien diaplikasikan dalam produksi jagung organik dibandingkan perlakuan lainnya.

Gambar

Tabel 17. Pertumbuhan vegetatif tanaman jagung
Gambar 23. Bobot kering total dan tajuk per tanaman jagung saat 7 MST  Penambahan 15 ton pupuk kandang sapi ha -1  menghasilkan diameter batang  lebih besar saat 4 MST (P&lt;0.05) dan 5 MST (P&gt;0.05) masing-masing dengan nilai  11.10  dan  21.07  mm  (di
Gambar 25. Bobot kering tongkol dan pipilan jagung per tanaman
Tabel 18. Komponen produksi tanaman jagung
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penulis berharap sistem absensi dan penggajian yang akan di ajukan sebagai Tugas Akhir ini dapat membentuk kedisiplinan yang tinggi terhadap guru dan karyawan

Untuk merencanakan proses pembelajaran agar meningkatkan motivasi dan prestasi belajar, perlu dilakukan hal-hal berikut: berdiskusi dengan kolaborator mengenai metode

Studi Literatur dari buku – buku tentang fasilitas perawatan kecantikan dan kebugaran tubuh untuk mencari data tentang pengertian, karakteristik, bentuk kegiatan

2014.„Pengaruh Macam Dan Kombinasi Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Stevia (Stevia rebaudiana B.).‟ Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,

Dengan dibuatnya laporan biaya kualitas secara khusus dan berkala diharapkan pihak manajemen perusahaan dapat melakukan pengendalian atas kualitas produk serta

Dalam menumbuhkan rasa loyalitas nasabah terhadap jasa pada Bank Mandiri Syariah, pihak bank harus menanamkan rasa empati kepada para calon nasabah dari berbagai macam kalangan

Suatu bakteri digolongkan bakteri resisten merkuri apabila bakteri tersebut dapat bertahan pada konsentrasi merkuri 10 ppm atau lebih (Anne, 2006), sehingga dari

Puja dan puji syukur Peneliti panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata‟ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala limpahan nikmat rahmat dan karunia-Nya