• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bayi yang baru lahir dan pada umur selanjutnya, apabila diberikan dalam jumlah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bayi yang baru lahir dan pada umur selanjutnya, apabila diberikan dalam jumlah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis-jenis Makanan Anak Usia 0-24 Bulan 1. Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah makanan lengkap yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bayi yang baru lahir dan pada umur selanjutnya, apabila diberikan dalam jumlah yang cukup (Maclean, 1998). ASI juga merupakan makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Dinkes Prop SU,2005).

ASI diberikan segera setelah bayi lahir, biasanya 30 menit setelah bayi lahir. Sampai bayi berumur enam bulan, bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lain (Sulistijani, 2001).

Pemberian ASI secara eksklusif berarti bayi hanya diberikan ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin sesuai dengan rekomendasi WHO/UNICEF tahun 1997 yaitu pemberian ASI Eksklusif sejak lahir sampai enam bulan. Pemberian ASI sebaiknya juga tetap dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun (Dinkes Prop SU, 2005).

Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

1. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.

2. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.

(2)

4. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu ideal dan dalam keadaan segar serta bebas dari kuman.

5. Berfungsi menjarangkan kehamilan.

6. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi. Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan. ASI yang diproduksi pada 1 sampai 5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi, karena mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat (As’ad, 2002).

Data UNICEF menunjukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya dan 10 juta kematian balita diseluruh dunia setiap tahunnya, yang sebenarnya dapat dicegah melalui pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran.

Pola asuh juga berkaitan dengan status gizi anak. Pemberian kolostrum pada bayi di hari-hari pertama kehidupan berdampak positif pada keadaan anak di umur-umur selanjutnya. Anak-anak dengan keadaan gizi yang lebih baik berkaitan erat dengan perilaku pemberian ASI. Mereka yang sudah tidak diberikan ASI lagi ternyata keadaan gizinya lebih rendah (Jahari, dkk, 2000).

Sementara, bukti ilmiah yang dikeluarkan oleh jurnal Paediatrics pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi) memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kehidupan 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara eksklusif (Anonim, 2006).

(3)

2. Makanan Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

Walaupun ASI adalah makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua ibu dapat memberikan ASI pada bayinya. Menurut Sulistijani (2001), pemberian PASI dapat dimengerti jika alasannya adalah:

- Bayi sakit seperti kekurangan cairan, radang mulut atau infeksi paru-paru

- Bayi lahir dengan berat badan rendah

- Bayi lahir sumbing (bawaan)

Pemberian PASI juga dapat disebabkan oleh masalah pada pihak ibu :

- Jumlah dan mutu ASI kurang memadai sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi

- Ibu menderita sakit dan karena sakitnya dilarang menyusui oleh dokter baik untuk kepentingan ibu maupun bayinya, seperti ginjal atau penyakit menular

- Ibu menderita infeksi, luka puting (mastitis)

- Ibu mengalami gangguan jiwa atau epilepsi

- Ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi.

Untuk alasan-alasan tersebut, pada umumnya bayi harus diberi makanan pengganti ASI (PASI) berupa susu formula. Pada umumnya susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menimbulkan efek samping. Oleh karena ASI yang paling ideal untuk bayi maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI.

Meskipun para ahli teknologi pangan telah berusaha untuk memperbaiki susunan zat gizi susu sapi agar komposisinya mendekati susunan zat gizi ASI,

(4)

sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang baik (Krisnatuti, 2004).

Dibandingkan dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal kandungan gizinya. Selain itu penggunaan susu formula harus di kontrol dari kemungkinan masuknya organisme-organisme patogen atau terjadinya kontaminasi yang dapat menyebabkan diare.

Pengaturan makanan bayi dengan PASI sama dengan pengaturan makanan dengan ASI. Pemberian PASI dilakukan berdasarkan kebutuhan gizi bayi terutama dalam hal kebutuhan air, energi dan protein (RSCM dan Persagi, 1992).

Untuk mencukupi kebutuhan bayi, susu diberikan sesuai dengan takarannya. Takaran akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur bayi. Jadwal menyusu dengan susu formula tetap seperti pada bayi yang diberi ASI (Nadesul, 2005).

3. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa.

Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001).

(5)

Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Disamping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut. Karena itu jelaslah, bahwa pada saat tersebut bayi siap mengkonsumsi makanan (setengah padat) (Arisman, 2004). Selain itu saat bayi berumur enam bulan ke atas, sistem percernaannya juga sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase dan sebagainya juga telah diproduksi sempurna pada saat ia berumur enam bulan (Anonim, 2005).

Ada dua tujuan pengaturan makanan untuk anak usia 0-24 bulan (As’ad, 2002) :

1. Untuk mendidik kebiasaan makan anak yang baik

2. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor serta melakukan aktivitas fisik.

Makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (As’ad, 2002) :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera makan

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faali anak

(6)

Pemberian makanan padat sebaiknya diberikan pada umur yang tepat. Resiko pemberian makanan padat sebelum umur adalah :

1. Kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas 2. Alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut 3. Mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan 4. Mungkin saja dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau

zat pengawet yang tidak diinginkan

5. Kemungkinan pencemaran dalam penyediaan atau penyimpanannya.

Sebaliknya, penundaan pemberian makanan padat menghambat pertumbuhan jika energi dan zat-zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi lagi kebutuhannya (Pudjiadi, 1990).

Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : nilai energi dan kandungan protein cukup, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah, sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Makanan tambahan pada bayi hendaknya juga bersifat padat gizi dan mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit mungkin. Sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan (Muchtadi,1994).

2.2.Pola Pemberian Makanan Anak Usia 0-24 Bulan 2.2.1. Makanan Bayi Umur 0-6 bulan

Berikan hanya ASI saja sampai berumur enam bulan (ASI Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan

(7)

gizi bayi. Berikan ASI dari kedua payudara. Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong, kemudian pindah ke payudara lainnya (Depkes, 2000).

Kolostrum jangan dibuang tetapi harus segera diberikan pada bayi. Walaupun jumlahnya sedikit, namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama. Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dan frekuensinya tidak perlu dijadwal (diberikan pagi, siang, dan malam hari). Serta sebaiknya jangan memberikan makanan atau minuman (air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui (Dinkes Prop SU, 2005).

2.2.2. Makanan Bayi Umur 6-9 Bulan a. Pemberian ASI diteruskan

b. Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi sudah memiliki refleks mengunyah. Contoh MP-ASI terbentuk halus antara lain bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI dan berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok makan, 1-2 kali sehari. Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru dapat diberikan jenis MP-ASI yang lainnya.

c. Perlu diingat tiap kali berikan ASI lebih dulu baru MP-ASI, agar ASI dimanfaatkan seoptimal mungkin.

d. Memperkenalkan makanan baru pada bayi, jangan dipaksa. Kalau bayi sulit menerima, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut.

(8)

2.2.3.Makanan Bayi Umur 9-12 Bulan a. Pemberian ASI diteruskan

b. Bayi mulai diperkenalkan dengan makanan lembek yaitu berupa nasi tim saring/bubur campur saring dengan frekuensi dua kali dalam sehari

c. Untuk mempertinggi nilai gizi dalam makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi lain yang larut dalam lemak.

d. Kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, lambat laun mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga.

e. Berikan makanan selingan satu kali sehari, dipilih makanan selingan yang bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang ijo, buah dan lain-lain dan diusahakan agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin.

f. Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan. Pengenalan berbagai bahan makanan sejak usia dini akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat dikemudian hari.

2.2.4.Makanan Anak Umur 12-24 bulan a. Pemberian ASI diteruskan.

b. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.

(9)

d. Menyapih anak harus dilakukan secara bertahap dan jangan secara tiba-tiba. Kurangi frekuensi pemberian ASI sedikit demi sedikit.

2.3. Kebutuhan Gizi Anak Usia 0-24 Bulan

Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktifitas, berat badan dan tinggi badan (Uripi,2004).

Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus tersedia pada setiap saat dan tempat dengan jumlah dan mutu yang memadai (Soekirman, 2000).

Kebutuhan energi dan protein bayi dan balita relatif besar jika dibandingkan dengan orang dewasa sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara anak perempuan dan laki-laki dalam hal kebutuhan energi dan protein. Kecukupan akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Namun untuk protein, angka kebutuhannya bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuknya, terutama asam amino essensial. (Sulistijani,2001).

Konsumsi pangan anak bayi dan balita harus cukup dan seimbang karena anak balita sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) bahwa jumlah zat gizi yang dibutuhkan bayi berusia 7-12 bulan adalah sebesar 650 kalori energi dan16 gram

(10)

protein. Demikian juga zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan seperti vitamin, niasin, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut :

Tabel 2.1. Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi

Zat Gizi Kelompok Umur (bulan)

Nama Satuan 0-6 7-12 12-36 Energi Protein Vitamin A Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin B12 Asam Folat Vitamin C Kalsium Fosfor Besi Seng Iodium kkal gr RE mg mg mg mg µg mg mg mg mg mg µg 550 10 375 0,3 0,3 2 0,4 65 40 200 100 5 1,3 90 650 16 400 0,4 0,4 4 0,5 80 40 400 225 7 7,5 90 1000 25 400 0,5 0,5 6 0,9 150 40 500 400 8 8,2 90 Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi (2004)

Air merupakan zat gizi yang penting bagi bayi dan anak karena (As,ad, 2002) :

a. Bagian terbesar dari tubuh adalah air.

b. Kehilangan air melalui kulit dan ginjal pada bayi dan anak lebih besar daripada orang dewasa.

c. Bayi dan anak lebih mudah terserang penyakit yang menyebabkan kehilangan air dalam jumlah banyak (dehidrasi seperti yang terjadi pada muntah-muntah dan diare berat).

Kandungan air bayi pada waktu lahir adalah 75% berat badan, sedangkan pada usia tua menjadi 50%. Kehilangan ini sebagian besar berupa kehilangan

(11)

cairan ekstraselular. Kebutuhan air bagi bayi dan balita dalam sehari akan berfluktasi seiring dengan bertambahnya usia (Sulistijani, 2001).

Tabel 2.2. Kebutuhan Air Bayi dan Balita dalam Sehari

Kelompok Umur Kebutuhan Air (ml/kg BB/hari) 3 hari 10 hari 3 bulan 6 bulan 9 bulan 1 tahun 2-3 tahun 80-100 125-150 140-160 130-155 125-145 120-135 115-125

Sumber: Nelson, Textbook of Pediatrics. Dalam : Penuntun Diit Anak, 1992

2.4.Status Gizi

2.4.1.Pengertian Status Gizi

Menurut Santoso (1999) yang dikutip dari Ellyana, status gizi adalah keadaan kesehatan anak akibat interaksi antara makanan dalam tubuh dengan lingkungan sekitarnya. Nilai keadaan gizi anak sebagai refleksi kecukupan gizi, merupakan salah satu parameter yang penting untuk nilai tumbuh kembang fisik anak dan nilai kesehatan anak tersebut.

Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Sehingga status gizi dapat diartikan sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa dkk, 2001).

(12)

2.4.2.Penilaian Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia (Arisman, 2004).

Menurut Supariasa dkk (2001), penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

1. Penilaian status gizi secara langsung, dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik

2. Penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk menilai status gizi.

Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.

Terdapat beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

(13)

Lengan Atas) adalah pengukuran terhadap otot, lemak, dan tulang pada area yang diukur. Hasil pengukuran tissue mass (dalam hal ini adalah BB dan LLA) dapat berubah relatif cepat, naik atau turun tergantung makanan anak dan status kesehatannya. Tapi diantara keduanya, BB lebih cepat terpengaruh oleh perbedaan konsumsi makanan sehari-hari dibanding LLA. Sebaliknya, TB perubahannya terjadi perlahan-lahan dan perbedaannya dapat diukur setelah beberapa waktu lamanya (Aritonang, 1996).

2.4.2.1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Untuk anak, pada umumnya pengukuran berat badan menurut umur (BB/U) merupakan cara standar yang digunakan untuk pertumbuhan. Berat badan adalah salah satu parameter yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan ang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan, atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil, oleh sebab itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

Kelebihan indeks BB/U antara lain:

a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum b. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis

c. Berat badan dapat berfluktuasi

d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil e. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)

Kelemahan Indeks BB/U antara lain:

a. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites

(14)

b. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun

c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.

2.4.2.2. Panjang Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.

Berdasarkan karakteristik di atas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Menurut Bealon dan Bengoa (1973) yang dikutip dari Ellyana menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi.

Keuntungan Indeks TB/U

a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kelemahan Indeks TB/U

a. Tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak cepat turun.

b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.

(15)

2.4.2.3. Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur.

Keuntungan indeks BB/TB: a. Tidak memerlukan data umur

b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan kurus) Kelemahan indeks BB/TB:

a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut umurnya, karena faktor umur tidak dipertimbangkan

b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang/tinggi badan pada akelompok balita

c. Membutuhkan dua macam alat ukur d. Pengukuran relatif lebih lama.

2.5.Kaitan Pola Makan dan Status Gizi

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kondisi status gizi baik dapat dicapai bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang akan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan terjadinya pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja untuk mencapai tingkat kesehatan optimal (Roesli, 2005). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Munawaroh (2006) di Kabupaten Pekalongan yang menyatakan bahwa balita dengan pola makan yang

(16)

tidak baik mempunyai risiko untuk mengalami status gizi kurang 8,1 kali lebih besar daripada balita dengan pola makan baik.

Pengetahuan ibu tentang makanan yang bergizi akan sangat berperan terhadap baiknya tumbuh kembang anak balita. Pola asuh (meliputi sikap dan perilaku ibu dalam hal memberi makanan, merawat, menjaga kebersihan, memberi kasih sayang, sikap dan tindakan ibu terhadap anak yang tidak mau makan dan sebagainya) yang kurang memadai dapat menyebabkan anak tidak mau makan sehingga konsumsi makan anak kurang. Sikap ketidak pedulian ibu terhadap gizi dan kesehatan anak juga dapat mempengaruhi status gizi anak balita sehingga anak tidak mendapat makanan yang jumlahnya cukup, beragam dan seimbang.

Sementara penelitian Ellyana di Sunggal tahun 2005 menyatakan bahwa praktik pemberian makan yang baik tidak menjamin status gizi anak akan baik pula. Dapat saja terjadi, dengan praktik pemberian makan yang tidak baik status gizi anak akan baik. Praktik pemberian makan yang tidak baik yang dimaksudkan adalah tidak dipenuhinya salah satu syarat praktik pemberian makan yang baik. Hal ini terjadi karena baik tidaknya status gizi anak dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan kesehatan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mastaria di Desa Sipolha Horisan Tahun 1998 diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi energi dan status gizi balita. Hal ini sesuai dengan pendapat Sediaoetama (1991) bahwa keadaan gizi tergantung pada tingkat konsumsi. Bila konsumsi energi cukup, pemecahan jaringan tidak terjadi dan berat badan dapat dipertahankan

(17)

apabila konsumsi energi kurang, tubuh akan membakar energi tubuh dan menyebabkan pertumbuhan terganggu.

Sementara penelitian Arnita di Desa Serapuh Asli Tahun 2007 menyatakan adanya hubungan antara penyapihan dengan status gizi anak, dimana gizi buruk dan gizi kurang terdapat pada anak yang disapih dan mengganti ASInya dengan memberi teh manis dan air tajin. Walaupun terdapat 72,4 % anak yang disapih mendapat susu botol, ada kemungkinan ukuran dari susu tersebut tidak sesuai sehingga tidak mencukupi kebutuhannya. Hal ini sesuai dengan penelitian Gambrio 1976 yang menyebutkan adanya hubungan usia penyapihan dengan tingkat gizi anak dan dalam Khumaidi 1994 disebutkan juga bahwa kurang gizi dapat terjadi bila anak terlalu cepat disapih.

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Harsiki di Padang Luar Tahun 1991 menyatakan bahwa timbulnya masalah KKP dalam umur penyapihan dapat diakibatkan dari usia penyapihan yang terlalu dini, atau usia penyapihan yang teralu lama tanpa diimbangi dengan pemberian makanan tambahan yang memadai.

Menurut penelitian Harsiki jenis makanan tambahan yang diberikan pada anak, 80,0% ibu menggunakan jenis makanan dapur ibu dengan bentuk dan frekuensi pemberian yang baik. Tetapi jika dilihat dari status gizi anak, gizi buruk dan gizi kurang terdapat pada anak yang diberi makanan dapur ibu. Hal ini disebabkan karena makanan dapur ibu yang diberikan kepada anak diolah menjadi makanan lumat hanya terdiri dari tepung beras tanpa campuran lauk pauk dan sayur.

(18)

2.6.Kerangka Konsep

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan Gambar : Pola pemberian makanan pada anak usia 0-24 bulan yang terdiri dari pola pemberian ASI/PASI dan pola pemberian MP-ASI akan menggambarkan status gizi anak usia 0-24 bulan.

Pola Pemberian Makanan pada Anak Usia 0-24 bulan

- Pola Pemberian ASI/PASI

- Pola Pemberian MP-ASI

Status Gizi Anak Usia 0-24 bulan

Gambar

Tabel 2.1. Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi
Tabel 2.2. Kebutuhan Air Bayi dan Balita dalam Sehari

Referensi

Dokumen terkait

Adalah subsistem dari SAI yang terdiri dari serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengelola dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses produksi mana yang menggunakan air lebih efisien secara kuantitatif dan mengetahui serta membandingkan kualitas air yang

Campuran dan kombinasi antara madu dan kayu manis akan menghasilkan efek dan manfaat yang besar dan manfaat tersebut bisa di gunakan untuk menghilangkan jerawat dengan cepat,

makhluk Paradokal. Lebih jauh Louis Leahy memberi arti bahwa mengenai manusia tidak dapat terjadi ilmu pengetahuan yang sesungguhnya, karena manusia melebihi semua

Terkait hal itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang dibelajarkan

Zakat, infak, dan sedekah (ZIS) adalah merupakan sebuah bentuk perwujudan dari suatu aktivitas kedermawanan yang diajarkan oleh agama Islam. ZIS sebagai wujud

Salah satu dampak yang dirasakan oleh pemerintah adalah berkurangnya laporan hoaks, penanganan aduan lebih efektif karena terdapat status laporan yang dapat

Sebagai penutup, permasalahan permukiman penduduk perkotaan, harus dipecahkan dengan melibatkan penduduk setempat, pemerintahan kota, kelompok-kelompok interest,