• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK DEFORESTASI PADA LAJU PENURUNAN KERAGAMAN JENIS KODOK DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALlMUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK DEFORESTASI PADA LAJU PENURUNAN KERAGAMAN JENIS KODOK DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALlMUN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Dampak Deforestasi pada Laju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17

DAMPAK DEFORESTASI PADA LAJU PENURUNAN

KERAGAMAN JENIS KODOK DI TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALlMUN

Hellen Kurniati

Bidang Zoologi, Puslit Biologi-LlPI

Jalan Raya Jakarta Bogor Km 46, Cibinong 16911, Jawa Barat Email: hkurniati@yahoo.com

ABSTRAK

Hellen K. 2010. Dampak Deforestasi pad aLaju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1):

11-17.

Tipe deforestasi seperti konversi habitat hutan primer ke hutan sekunder atau lahan budidaya memberikan dampak negatif terhadap keanekaragaman kodok.

Kegiatan konversi habitat oleh masyarakat lokal masih terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun yang menyebabkan menurunnya kekayaan spesies kodok.

Analisis cluster multivariate menunjukkan bahwa sepuluh lokasi survei (Cikaniki, Citalahab, Cianten, Cigadog, Cibunar, Legok Karang, Cikeris, Gunung Botol, Gunung Bedil dan Gunung Wangun) berkelompok menjadi tiga kelompok besar, yaitu Hutan Primer, Hutan Sekunder dan Hutan Terdegradasi. Penurunan tingkat keragaman jenis kodok di kelompok Hutan Sekunder dan Kelompok Hutan Terdegradasi sangat tinggi; penurunan ini mengikuti derajat kerusakan akibat konversi habitat.

Kata kunci : kodok, deforestasi, Taman Nasional Gunung Halimun.

ABSTRACT

Hellen K. 2010. Deforestation Effect on The Decreasing Rate of Frog Species Diversity. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17. Deforestation type namely habitat conversion of primary forest to secondary forest

or

cultivated land gives negative impact to frog's diversity. The activities of habitat conversion by local people were occured in Gunung Halimun National Park that cause species richness delimitation on frog. Multivariate cluster analyses shows that the ten survey sites (Cikaniki, Citalahab, Cianten, Cigadog, Cibunar, Legok Karang, Cikeris, Gunung Botol, Gunung Wangun and Gunung Bedil) were clustered into three major groups, e.g.Primary Forest, Secondary Forest and Degraded Forest. The decreasing rate of frog species diversity in Secondary Forest Group and Degraded Forest Group were very high following by the degree of conversion habitats.

(2)

Dampak Deforestasi pada Laju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17

PENDAHULUAN

Studi keanekaragaman jenis kodok di Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) telah dilakukan pada bulan September 2001-September 2002 (Kurniati 2004; Kurniati 2005; Kurniati 2006). Hasil dari studi tersebut diperoleh 25 jenis kodok dari 10 lokasi studi (Citalahap, Cikaniki, Cianten, Cigadog, Cibunar, Gunung Botol,Legok Karang, Cikeris, Gunung Wangun dan Gunung Bedil). Dari 10 lokasi tersebut, kondisi habitat, tingkat kerusakan habitat dan ketinggian bervariasi.

Ketinggian tempat pada 10 lokasi berkisar antara 700-1900 meter dari permukaan la ut (dpl), dan tingkat kerusakan hutan mulai dari hutan primer tidak terganggu sampai pada hutan primer terdegradasi.

Konversi habitat dari hutan primer menjadi hutan sekunder atau areal perladangan akan mengakibatkan perubahan pada keanekaragaman jenis kodok (Gardner 2001). Aktivitas

konversi areal hutan menjadi areal perladangan oleh penduduk setempat masih terus berlangsung di TNGH, terutama di 4 lokasi survei, yaitu Cianten, Cigadog, Gunung Wangun dan Gunung Bedil. Aktivitas ini tentu

saja memberi dampak negatif kepada keragamanjenis kodok.

Untuk mengukur bagaimana pengaruh konversi hutan kepada

keragaman jenis kodok, maka

dilakukan analisis statistik dari hasil perolehan jenis yang telah dilakukan Kurniati (2004), Kurniati (2005) dan Kurniati (2006) pada 10 lokasi survei di

:rNGH (Gambar 1), yaitu Citalahab, Cikaniki, Cianten, Cigadog, Cibunar, Gunung Botol, Legok Karang, Cikeris, Gunung Wangun dan Gunung Bedil.

BAHAN DAN CARA KERJA

Jenis kodok yang didapat pada survei bulan September

2001-September 2002 di 10 lokasi

dikelompokkan berdasarkan perilakunya terhadap makrohabitat yang mereka huni menurut Inger

&

Stuebing (1989):

1. Jenis hutan (F): Jenis-jenis kodok yang masuk kategori ini tidak toleran terhadap perubahan habitat hutan menjadi habitat hasil modifikasi manusia, seperti hutan sekunder, ladang dan pemukiman manusia.

Gambar 1.Sepuluh lokasi penelitian keragaman jenis kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. (1) Citalahab; (2) Cikaniki; (3) Cianten; (4) Cigadog; (5) Cibunar; (6) Gunung Botol; (7) Legok Karang; (8) Cikeris; (9) Gunung Wangun; (10) Gunung Bedil.

(3)

Dampak Deforestasi pada Laju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010. 19(1): 11-17

Tabel1. Daftarjenis kodok yang dijumpai

di 10 lokasi penelitian di

Taman Nasional

Gunung Halimun.

Ct=Citalahab; Ck=Cikaniki; Cn=Cianten;

Cg=Cigadog;

Cb=Cibunar;

GB=Gunung

Botol;

LK=Legok

Karang; Ce=Cikeris;

GW=Gunung Wangun;

GD=Gunung Bedil;

(X)=jenis ada;

(-)=jenis tidak

ada;

(*)=jenis endemik Jawa.

(F)= jenis hutan;

(G)=

jenis hutan dan di

luar hutan; (N)= jenis non hutan.

Tabel berdasarkan Kurniati (2005).

Jenis kodok Ct Ck Cn Cg Cb GB LK Ce GW GO Perilaku

ekoloai

LeDtobrachium hasselti X X - -

x

-

x

- - F

Megophrvsmontana X X X X X X X X X - G LeptophlYnetxntsonice X X - -

x

- -

x

- F LeptophlYne cruentata •

-

-

-

- - -

-

x

- - F Bufoasoer X X X X - - - -

x

- G BufobiDorcatus - X X - - - -

x

- N Bufo melanostictus - -

x

x

- - - -

x

X N

Microhyla achatina X X X X - - - -

x

X N

Huia masonii • X X - X X - - - F Rana chalconota X X X X - X X - X X G Rana ervthraea - - - -

-

- -

x

- N Rana hosii X X - X X - X - - - F Rananicobariensis X X X X - X

-

-

x

X N Peierverv« cancrivora - -

x

x

- - - -

x

X N Fe;eNalYa limnocharis X X X X - - -

x

X N Limnonecteskuhlii X X - -

x

-

x

x

- G Limnonectes macrodon X - X X - - - -

x

X N Limnonectes X X

-

-

x

x

x

x

- - F microdiscus Occidozvaa sumatrana - - -

x

- -

-

-

-

- N Nvctixetus margaritifer' -

x

- -

x

- - - - F Philautus aurifasciatus X X - -

x

x

x

x

- - F

Philautus vittioer : X - -

-

-

- - - - F

Polypedates

-

-

x

x

- - - X N

leucomvstax

Rnecoonorus iavanus• X X - -

x

x

x

x

- - G

Rbecooncrus reinwardtii X X X X - - -

-

- X N

Jumlah ienis 17 16 12 15 10 6 8 7 11 9

2.

Jenis non hutan (N): Jenis-jenis

kodok yang masuk kategori

ini

berasosiasi

dekat

dengan

kehidupan manusia.

Habitat hasil

modifikasi

manusia merupakan

habitat yang mereka suka, seperti

sawah, ladang dan kolam.

3.

Generalis (G): Jenis-jenis kodok

yang masuk kategori ini adalahjenis

yang bertoleransi besar terhadap

perubahan habitat; mereka dapat

hidup

di

hutan

primer

atau

terganggu sampai kepada habitat

buatan manusia, seperti sawah,

ladang dan kolam yang dekat

dengan hutan;

tetapi mereka tidak

bisa hidup

jauh dari hutan.

Analisis data dari jenis yang

diperoleh menggunakan data Kurniati

(2005) (Tabel 1),

kemudian dilakukan

analisa

multivariate cluster

dengan

menggunakan perangkat lunak statistik

Minitab 14 versi 14.10. Dendrogram

yang terbentuk

akan membentuk

kelompok-kelompok

berdasarkan

persamaan indeks kesamaan jenis dari

10 lokasi survei

.

Dari kelompok yang

terbentuk,

kemudian

dilakukan

uji

regresi linier pada setiap kelompok

untuk mengetahui tingkat penurunan

keragaman jenis.

Dalam pengujian

regresi linier,

data diurutkan mulai

dari

lokasi dengan keragaman jenis paling

tinggi kepada lokasi dengan tingkat

keragaman jenis paling rendah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hutan hujan tropik merupakan

habitat yang menyimpan kekayaanjenis

(4)

I

Dampak Deforestasi pada Laju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17

kodok paling tinggi dibandingkan habitat alami lainnya (Inger & Tan 1996); perubahan fungsi hutan primer menjadi hutan sekunder atau perladangan akan

jelas berpegaruh negatif pada

kehidupan kodok. Perolehan jenis berdasarkan perilakunya terdadap lingkungan untuk setiap lokasi survei adalah sebagai berikut:

1. Citalahap: Jumlah total jenis yang didapat adalah 17 jenis; yang terdiri dari 7 jenis hutan, 4 jenis generalis dan

(3

jenis non hutan.

2. Cikaniki: Jumlah total jenis yang didapat adalah 16 jenis; yang terdiri dari 7 jenis hutan, 4 jenis generalis dan 5 jenis non hutan.

3. Cianten: Jumlah total jenis yang didapat adalah 12 jenis; yang terdiri dari 0 jenis hutan, 2 jenis generalis dan 10 jenis non hutan.

4. Cigadog: Jumlah total jenis yang didapat adalah 15 jenis; yang terdiri dari 2 jenis hutan, 2 jenis generalis dan 11 jenis non hutan.

5. Cibunar: Jumlah total jenis yang didapat adalah 10 jenis; yang terdiri dari 7 jenis hutan, 2 jenis generalis dan 1 jenis non hutan.

6. Gunung Botol : Jumlah total jenis yarig didapat adalah 6 jenis; yang terdiri dari 2 jenis hutan, 2 jenis generalis dan 2 jenis non hutan. 7. Legok Karang :Jumlah total jenis

yang didapat adalah 8 jenis; yang terdiri dari 4 jenis hutan, 3 jenis -.generalis dan 1 jenis non hutan. 8. Cikeris: Jumlah total jenis yang

didapat adalah 7 jenis; yang terdiri dari 4 jenis hutan, 2 jenis generalis dan 1 jenis non hutan.

9. Gunung Wangun: Jumlah totaljenis yang didapat adalah 11 jenis; yang terdiri dari 0 jenis hutan, 2 jenis generalis dan 9 jenis non hutan. 10. Gunung Bedil : Jumlah total jenis

yang didapat adalah 9 jenis; yang terdiri dari 0 jenis hutan, 1 jenis generalis dan 8 jenis non hutan.

Hasil analisis dengan

menggunakan

Multivariate Cluster with

complete linkage absolute correlation

memperlihatkan 10 lokasi survei terbagi menjadi 3 kelompok; yaitu kelompok Hutan Primer (Ct, Ck, GB), Hutan Sekunder (Cb, LK, Ce) dan Hutan

Terdegradasi (Cn, Cg, GO, GW) (Gambar 2). 2.14

s

.

34.76 i

~

!

67,38 100..00L+--\---+----+--\---+----+-f---+-_+__'

Gambar 2. Oendrogram indeks persamaan dari keragaman jenis kodok pada 10 lokasi di Taman Nasional Gunung Halimun. Analisis menggunakan

Multivariate Cluster with complete linkage absolute correlation

.

Ct=Citalahab; Ck=Cikaniki; Cn=Cianten; Cg=Cigadog; Cb=Cibunar; GB=Gunung Botol; LK=Legok Karang; Ce=Cikeris; GW=Gunung Wangun; GO=Gunung Bedil.

(5)

Dampak Deforestasi pada Laju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17

Pembahasan dampak dari

deforestasi kepada laju penurunan

keragaman kodok di Taman Nasional

Gunung Halimun untuk tiga kelompok

besar lokasi survei adalah sebagai

berikut:

1.

Hutan Terdegradasi

Lokasi Cigadog (Cg), Legok

Karang (LK), Gunung Wangun (GW)

dan Gunung Bedil (GB) terletak pada ketinggian sekitar 1000 meter dari permukaan laut (dpl). Oari keempat

lokasi dalam kelompok hutan

terdegradasi, hanya Cigadog yang

masih dijumpai kodok jenis asli hutan;

sedangkan ketiga lokasi lain hanya

dijumpai kodok-kodok jenis non hutan

dan generalis. Pad a kelompok hutan

terdegradasi, jenis-jenis kodok non

hutan mendominasi keempat lokasi

survei. Laju penurunan keragaman

jenis kodok di empat lokasi ini adalah Y=-1,9x+16,5; dengan korelasi sangat kuat,yaitu R2=O,96 (Gambar 3). Hutan di daerah Cigadog tersisa sekitar 50% dari 2 km2 luas areal survei, dengan

jumlah keragaman kodok 15 jenis;

sedangkan hutan di daerah Gunung

Bedil sudah sangat terdegradasi,

dengan keragaman jenis kodok 9 jenis.

Untuk lokasi Cianten dan Gunung

Wangun, tanaman hutan hanya tersisa sekitar 20%, dengan keragaman kodok

12 jenis di Cianten dan 11 jenis di

Gunung Wangun. Jenis-jenis kodok yang hidup pada hutan terdegradasi sekitar90% adalahjenis bukan asli hutan,

yaitu jenis kodok yang mampu hidup

pada habitat buatan manusia. Menurut Gillespie dkk (2005), habitat terdegradasi dicirikan dengan dominasi dari jenis-jenis yang bersifat generalis dan yang hidup

sebagai komensal pada kehadiran

manusia. Jenis-jenis kodok yang

dijumpai melimpah pada habitat iniadalah

Bufo me/anostictus

,

Rana cha/conota

,

R.

nicobariensis

dan

Fejervarya limnocharis

yang bersifat komensal kepada manusia.

2. Hutan Sekunder

Lokasi Cibunar (Cb), Legok

Karang (LK) dan

Ce

(Cikeris) terletak pada ketinggian sekitar 1300 meter dpl. Pad a ketiga lokasi survei jenis kodok

asli hutan paling banyak dijumpai di

Cibunar; sedangkan di Legok Karang

dan Cikeris jumlah jenis kodok asli

hutan jumlahnya sama. Pad a

kelompok hutan sekunder, jenis-jenis kodok asli hutan masih mendominasi;

sedangkan jenis-jenis kodok non hutan

jumlahnya relatif sedikit. Laju

penurunan keragaman jenis kodok di

tiga lokasi ini adalah Y=-1,5x+11,333; dengan nilai korelasi sangat kuat, yaitu

R2 =0,96 (Gambar 5). Kondisi hutan

pada ketiga lokasi beragam, yaitu:

lokasi Cibunar, kondisi hutan sekunder

20

15 10

Ir.:aJeniS Hutan [JGeneralis 8Non hutan

I

20 15 y=-1.9. +16.5 --- 1•••

_

---

i.

R_'_=o_.9..J62.7 •

•

•

10 5

o+

-

----~----~--

c, ow

--

~----~

CD

Gambar 3. Regresi linier penurunan keragaman jenis di4 lokasi pada kelompok

Hutan Sekunder. Cg: Cigadog; Cn: Cianten; GW: Gunung Wangun;

GO: Gunung Bedil; Garis hitam: garis regresi; Garis merah=garis penghubung antar lokasi.

(6)

Dampak Deforeslasi pada Laju Penurunan KeragamanJeriis Kodok di Taman Nasional Gununq .

Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17 .

15 10

":05

l

L ---Y ..=-.••-I..-S.-+

_

"

_

.

33

_

3

_

R'=

0

.96

4

3

•

•

•

G

am

bar

5.-Regresi

linier penu

r

una

n ker

agam

a

n jeni

s

di 3

l

ok

a

s

i

pa

d

.a

k

~

l

omp

~

k

Hutan

Sekunder.

Cb: C

ibun

ar; LK:

Lego

k

Kar

an

g; Ce:

Clk

eri

s; Gans

hitam: garis

regr

es

i; G

aris me

rah

=

g

a

ris pe

n

gh

ubung

an

tar

lok

as

i

.

I

_

JmisHUlanDGerwn.lis!tNon lIutan

I

y=-5.5. +24

~11

-

_•

_~o::::::::::::::_~

.

~Rl_=O_~_176_~1

Gambar

7. Regresi linier

penuru

n

an ke

r

agaman jenis di 3 lokas

i

pada kelomp~k

Hutan Primer. et:

Cit

al

aha

b

;

Ck: Cikani

k

i;

G

B

: Gunung Botol;

Gans

hitam:

garis

regresi;

G

ar

is merah=garis penghubung antar

lokasi

.

cukup baik,

yang mana pohon kayu

hut

a

n pr

im

e

r

l

an

gsu

n

g b

erb

at

asa

n

uku

r

an besar

sebagian besa

r

sud

a

h

de

n

gan h

ab

i

ta

t

b

uat

a

n m

a

nu

s

ia, yaitu

ditebang; lokasi

Leg

o

k Karang,

k

ond

i

s

i

sa

w

ah,

kol

am

,

k

ebun

t

eh

d

a

n

hut

a

n ma

s

ih baik denga

n

t

u

tu

pa

n hut

a

n

pe

mu

k

i

m

a

n

m

a

nu

s

i

a

.

J

enis-

j

enis

s

e

kit

ar

50

%

;

s

e

d

a

n

g

k

an l

ok

as

i Ci

ker

i

s

kodok n

on

h

utan kerap d

i

jumpai di

kondi

s

i hutan sudah ru

s

ak d

engan

b

a

g

ian

t

epi hu

t

an

.

L

a

j

u penurunan

tutu

pa

n hut

an

y

a

n

g

t

ers

i

sa sekitar 30%

.

keragaman jenis kodok di tiga lokasi ini

P

ada ketiga lokasi belum

t

erl

i

hatadanya

adalah

Y

=-5

,

5x+24;

dengan

nila

i

l

ahan

y

ang

d

ipaka

i

sebagai ladang oleh

korelasi kuat, yaitu R

2

=0,82 (Gambar

p

enduduk

s

ekitar

.

J.

enis-jen

i

s kodok

7)

.

Kondisi hutan d

i

C

i

kaniki

,

Citalahab

ya

n

g

d

ij

umpa

i

cuku

p

b

a

ny

ak

y

ang

d

an

g

unu

ng

B

ot

ol

m

asih

ba

i

k

.

m

e

m

p

u

n

ya

i

t

o

l

er

a

ns

i b

esar

t

e

r

hadap

P

en

u

runan kera

g

aman

j

en

i

s

k

odok

p

e

r

ubahan

h

abi

t

a

t, ya

itu

Megophrys

pad

a graf

i

k

i

n

i

b

u

kan d

i

sebabkan

montana, Limnonectes kuhlii

dan

k

a

r

en

a

kerusakan

h

utan, tetapi

k

arena

Rhacophorus javanus.

bert

ambah tingginya tempat

,

yaitu dar

i

12

00 meter dpl di lokasi Cikaniki

d

an

Cit

ala

h

ab naik kepada ketinggian 2000

met

er

d

pl

di

daer

a

h Gunun

g

Botol

.

Be

r

t

ambahnya

ketingg

i

an

t

empa

t,

k

eragaman

j

enis kodok akan menur

u

n

(

I

nger

&

Lian 1996)

.

Jenis-jenis kodok

as

l

i hutan yang kerap banyak di

j

umpai

adalah

Leptophryne borbonica, Huia

masonii

da

n

Philautus aurifasciatus.

3. Hutan Primer

Lo

k

a

s

i Cit

ala

h

a

b (

C

t), Ci

kaniki

(Ck) d

a

n Gu

n

ung B

o

t

ol

(

GB

)

te

r

letak

p

a

d

a

k

etin

g

gi

an 12

00

m

eter

(

Ct

,

Ck)

d

an

2

000 mete

r

d

p

l (GB

).

Pada ketiga

lokas

i,

j

um

l

ah

j

en

i

s kodok asli hutan dan

jenis non hutan hampir sama

.

Ket

i

ga

(7)

Dampak Deforestasi pad a Laju Penurunan Keragaman Jenis Kodok di Taman Nasional Gunung Halimun. Zoo Indonesia 2010.19(1): 11-17

Hasil kajian dari laju penurunan keragaman jenis kodok di TNGH yang sangat tinggi (R2>0,9) pad a kelompok hutan terdegradasi dan hutan sekunder, memperlihatkan kehidupan kodokjenis asli hutan sangat rentan terhadap perubahan fungsi hutan. Tanpa adanya usaha untuk meminimalkan kerusakan hutan akibat aktivitas manusia, maka keberadaan kodok asli hutan akan cepat punah dari ·TNGH. Hutan terdegradasi dan hutan sekunder mempunyai kemampuan untuk berkembang mendekati habitat hutan primer melalui proses suksesi. Proses ini memerlukan waktu cukup lama untuk pemulihan. Pemulihan habitat umumnya diikuti dengan proses pemulihan keragaman fauna termasuk keragaman jeniskodok. Berudu kodok

mempunyai kemampuan untuk menyebar mengikuti aliran air; mereka akan bertahan hidup pada habitat yang cocok buat mereka; sedangkan berudu

untuk jenis-jenis kodok yang sangat kuat ketergantungannya pada habitat akan tidak toleransi pada perubahan

habitat di mana mereka terbawa air

(Cushman 2006), oleh sebab itu kelompok berudu ini akan memerlukan waktu sangat lama untuk dapat hidup pada habitat baru hasil proses suksesi.

Proses penyebaran jenis kodok pada

regional tertentu juga dipengaruhi oleh

koneksi habitat (Inger & Voris 1993);

hutan dengan keragaman jenis yang

tinggi akan membagi kekayaan jenis

tersebut kepada hutan dalam proses

pemulihan apabila ada koneksi berupa

parit-parit atau sunqai-sunqai yang

menghubungkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Cushman, S.A.2006. Effects ofhabitat

loss and fragmentation on amphibians: A review and

prospectus. Biological Conservation 128 (2): 231 -240.

Gardner, T. 2001. Declining amphibian populations: a global phenomenon in conservation

biology. Animal Biodiversity

and Conservation 24 (2):

25-44.

Gillespie G., S. Howard, D. Lockie, M.

Scroggie & Boeadi. 2005.

herpetofauna richness and community structure of

offshore islands of Sulawesi, Indonesia. Biotropica 37 (2):

279-290.

Inger, R. F & T. F. Lian. 1996. The natural history of amphibians

and reptiles in Sabah. Natural

History Publication (Borneo).

Kota Kinabalu.

Inger, R. F

&

R. B. Stuebing. 1989.

Frogs of Sabah. Sabah Park Publication No. 10. Kota Kinabalu.

Inger, R. F & H. K. Voris. 1993. A

Comparison of Amphibian

Communities throughTime and

From Placeto Placein Bornean

Forests. Journal of Tropical

Ecology,9(4) :409~33.

Kurniati, H.2004. The reptiles species

in Gunung Halimun National

Park, West Java, Indonesia.

Berita Biologi 7 (1): 73-79. Kurniati, H.2005. Species richness and

habitat preferences of

herpetofauna in Gunung

Halimun National Park, West

Java. Berita Biologi 7(5):263

-271.

Kurniati, H. 2006. The amphibians

species in Gunung Halimun

National Park, West Java,

Indonesia. Zoo Indonesia 15

Gambar

Gambar 1 . Sepuluh lokasi penelitian keragaman jenis kodok di Taman Nasional Gunung Halimun
Gambar 2 . Oendrogram indeks persamaan dari keragaman jenis kodok pada 10

Referensi

Dokumen terkait

Sesungguhnya orang-orang yang taat kepada Allah dan bertauhid kelak berada dalam surga-surga dan mata air-mata air..

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruh content, bentuk, dan media komunikasi terhadap kesuksesan proyek IT di Bank ABC

[r]

Peruntukan untuk pembayaran telah ditetapkan dalam tiga kontrak yang diguna pakai dalam industri pembinaan di Malaysia iaitu, JKR 203A (2007), PAM (1998/2006) dan CIDB (2000).Di

kurangnya kelengkapan sarana dan prasrana yang dimiliki SMA 17 Pagelaran dikarenakan minimnya dana yang dimiliki sekolah untuk memenuhi standar kelengkapan sarana

Landasan Teori dan Program Proyek Akhir Arsitektur 72 ini dapat.. terselesaikan

Dengan bukti audit yang cukup dan tepat, auditor sudah menekan risiko audit, namun tidak mungkin samapai ke tingkat nol, karena. adanya kendala bawaaan dalam

Capaian jumlah informasi ramalan serangan OPT yang telah disebarkan selama Tahun 2014 terealisasi 58 informasi atau 107,41% dari target 54 informasi, yang diukur berdasarkan jumlah