MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN PEDOSFER SISWA KELAS X SMAN 1 PULE KABUPATEN
TRENGGALEK Adik Tri Wahyuningsih1
Ach. Amirudin2 I Nyoman Ruja2
ABSTRACT: The purpose of research is to find out student’s study result who use Snowball Throwing model is higher than who does not use it (learning activity that usually be done at school). The type of research is quasi experiment. The research was conducted at SMAN 1 Pule Trenggalek Regency with experiment class X-B and control class X-C. The data is an study result. Data analysis was done by comparing the gain score student’s study result. The results showed that study result of Class X that use Snowball Throwing model is higher than who does not use it.
Keyword: learning models, snowball throwing, study result
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan bertujuan mempersiapkan peserta
didik untuk menghadapi masa yang akan datang. Melalui proses pembelajaran, peserta didik
dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya. Mempersiapkan peserta didik yang mampu menghadapi masa depan,
bukanlah suatu hal yang mudah. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran di
sekolah dituntut untuk memberikan pengalaman kepada peserta didik. Dalam proses belajar
di sekolah tidak lagi hanya mengetahui teori-teori, tetapi mendapat pengalaman nyata.
Peserta didik dituntut untuk aktif dalam proses pembelajaran, mampu mengemukakan
pendapat-pendapatnya, serta mampu memecahkan masalah-masalah yang disajikan dalam
proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif untuk mempersiapkan peserta
didik dalam menghadapi masa depan. Dalam pembelajaran kooperatif, yang ditekankan
adalah interaksi antar peserta didik. Dengan adanya interaksi tersebut diharapkan peserta
didik lebih mudah memahami materi pembelajaran yang disajikan guru, karena melalui
pemahaman dari temannya. Pembelajaran kooperatif tidak lagi seperti pembelajaran
konvensional. Kegiatan pembelajaran tidak berpusat pada guru, tetapi lebih berpusat pada
kegiatan siswa. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai model pembelajaran yang
dapat diterapkan.
Model pembelajaran merupakan salah satu strategi untuk mengoptimalkan proses
belajar mengajar di kelas. ”Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran
1Alumni S1 Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Email: adiktriwahyuningsih@gmail.com
hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan
analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di
kelas” (Suprijono, 2011: 45). Terdapat berbagai model pembelajaran yang dapat diterapkan
untuk menarik perhatian siswa sehingga dapat memaksimalkan hasil belajar. Salah satu
model yang efektif dan cukup menarik perhatian siswa adalah Snowball Throwing.
Model pembelajaran Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran
yang dikemas dalam suatu permainan menarik yaitu saling melemparkan bola dari kertas
yang berisi pertanyaan. Dalam model pembelajaran ini ditekankan pada kemampuan peserta
didik untuk merumuskan suatu pertanyaan tentang materi pembelajaran yang disajikan.
Pembelajaran yang dikemas dalam permainan ini membutuhkan suatu kemampuan
sederhana, sehingga dapat dilakukan oleh seluruh peserta didik. Selain itu, kemampuan
peserta didik dalam bekerja sama dengan teman maupun kemampuan individunya dapat
diukur melalui model pembelajaran ini.
Pelaksanaan model Snowball Throwing melalui beberapa langkah. Menurut Suprijono
(2011: 128) langkah model pembelajaran snowball throwing didahului dengan guru
menyampaikan materi yang akan disajikan. Selanjutnya siswa diminta untuk berkelompok.
Ketua kelompok dipanggil oleh guru untuk diberi penjelasan tentang materi, dan selanjutnya
menjelaskan kepada anggota kelompok. Pada saat menjelaskan ke anggota kelompok inilah
siswa berdiskusi dan dituntut untuk masing-masing anak harus paham dengan hal yang
didiskusikan. Selanjutnya pemahaman masing-masing anak diuji melalui permainan, yaitu
setiap siswa membuat pertanyaan pada selembar kertas tentang apa yang telah dijelaskan
ketua kelompok. Kertas pertanyaan tersebut dibuat menyerupai bola yang akan dilemparkan
kepada temannya untuk mendapatkan jawaban.
Snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang berpengaruh pada
hasil belajar peserta didik. Hal tersebut terlihat dari hasil beberapa penelitian yang
menyimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan penggunaan model pembelajaran Snowball
Throwing terhadap hasil belajar. Salah satu penelitian tersebut adalah oleh Rahayu (2009),
yang menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Snowball Throwing
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS 2 di SMAN 1 Patianrowo.
Hasil belajar merupakan segala sesuatu yang diperoleh siswa setelah proses belajar.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar
mereka. Faktor terpenting adalah faktor intern yang berasal dari dalam diri siswa. Menurut
Dimyati dan Mudjiono (2006: 239), salah satu faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar
penerimaan, penolakan, atau pengabaian kesempatan belajar. Pada kondisi pembelajaran yang
masih menerapkan pembelajaran konvensional, siswa cenderung melakukan pengabaian
terhadap kesempatan untuk belajar. Hal tersebut tentu berpengaruh pada hasil belajarnya.
Sikap penerimaan siswa terhadap kesempatan belajar pada saat diterapkan model
pembelajaran snowball throwing tergambar dalam beberapa hasil penelitianyang
menyimpulkan respon siswa pada penggunan model snowball throwing cukup baik. Dalam
penelitian Mulyadi (2010), respon baik siswa tergambar dari: (1) Siswa menjadi lebih
antusias atau semangat mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) Dengan melakukan
pembelajaran pembelajaran kooperatif model Snowball Throwing, proses pembelajaran
menjadi lebih menarik dan menyenangkan; (3) Dengan belajar berkelompok dapat terjadi
kegiatan diskusi yang bermanfaat, terjadi interaksi sosial, interaksi berpikir antar siswa,
antara siswa dengan guru. Selain itu, respon baik juga terlihat pada hasil penelitian Lestari (2012) dimana rata-rata nilai respon sebesar 75,29, terdapat 1 siswa merespon sangat positif,
27 siswa merespon positif, dan tidak ada siswa yang merespon cukup positif, kurang positif
atau sangat kurang positif.
Pengaruh penggunaan model snowball throwing dengan hasil belajar terlihat dari hasil
beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa model snowball throwing berpengaruh atau
bahkan dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil penelitian Rahayu (2009) menunjukkan
bahwa dengan menerapkan model snowball throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas XI IPS-2 SMA Negeri 1 Patianrowo, dimana hasil tersebut ditunjukkan dengan
peningkatan hasil belajar dari nilai rata-rata Pra-tindakan sebesar 64.98 meningkat pada
Siklus I menjadi 71.93, dan pada Siklus II meningkat menjadi 81.80. Selain itu, hasil tersebut
juga didukung oleh hasil penelitian Yohana (2011) bahwa dengan penerapan model snowball
throwing aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VII mengalami
peningkatan.
Tujuan dalam penelitian ialah untuk mengetahui apakah hasil belajar siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan model snowball throwing lebih tinggi daripada hasil belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah di SMAN 1 Pule Kabupaten
Trenggalek. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, sekolah dan peneliti
selanjutnya. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru untuk
meningkatkan kemampuan mengajar terutama dalam hal inovasi model pembelajaran. Bagi
sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan kualitas
pembelajaran oleh pihak sekolah. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasy experiment) yang
termasuk penelitian kuantitatif. Adapun rancangan penelitian yang dikembangkan adalah
Control Group Pretest-Posttest Design. Dalam penelitian ini sampel dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Kemampuan awal siswa, baik
kelompok kontrol maupun eksperimen dilakukan pengukuran melalui pretest. Selanjutnya,
kedua kelompok mendapat perlakuan yang sama dalam pembelajaran dari segi tujuan, isi dan
materi, serta waktu pembelajaran. Perbedaan perlakuan hanya terletak pada diberikan atau
tidak diberikan model pembelajaran snowball throwing. Kemampuan akhir kedua kelompok
dilakukan pengukuran melalui posttest.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X di SMAN 1 Pule yang
berjumlah tiga kelas. Sampel ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling,
yaitu pengambilan jumlah sampel berdasarkan nilai rata-rata yang hampir sama (setara). Dari
ketiga kelas yang ada semuanya memiliki nilai rata-rata hampir setara. Sampel yang diambil
adalah dua kelas yaitu kelas XB dan XC,dimana keduanya memiliki jumlah siswa yang sama
serta jadwal pelajaran geografi sama-sama pada jam siang. Dari kedua kelas tersebut, satu
kelas sebagai kontrol dan satu kelas sebagai eksperimen. Penentuan kelas kontrol dan kelas
eksperimen dilakukan secara acak menggunakan undian, dimana diperoleh kelas XB sebagai
kelas eksperimen dan kelas XC sebagai kelas kontrol.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen tes hasil belajar aspek kognitif.
Instrumen tersebut berbentuk soal pre-test dan post-test berupa 20 soal objektif (pilihan
ganda). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode tes tertulis. Metode
tersebut digunakan untuk memperoleh data berupa skor pre-test dan post-test siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Skor pre-test, baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
diperoleh sebelum siswa mengikuti pembelajaran. Sedangkan skor post-test diperoleh setelah
siswa mengikuti pembelajaran dengan model ceramah pada kelas kontrol, dan dengan model
snowball throwing pada kelas eksperimen.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu uji
prasyarat yang meliputi uji homogenitas dan normalitas, serta uji hipotesis. Analisis data
dilakukan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows dengan taraf signifikansi 5%. Uji
prasyarat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah syarat analisis data terpenuhi,
sehingga pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui apakah data berasal dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas
megetahui apakah data berasal dari kelompok yang sama atau homogen. Uji homogenitas
dilakukan menggunakan uji Levene’s Test. Uji normalitas menunjukkan data berdistribusi
normal, sehingga pengujian hipotesis menggunakan analisis statistik parametrik. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test.
HASIL
Data Kemampuan Awal
Data kemampuan awal merupakan skor yang diperoleh siswa setelah mengikuti
pretest. Data tersebut meliputi data kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Distribusi frekuensi data kemampuan awal siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal Kelas Eksperimen
Kemampuan Awal
Frekuensi % Nilai Kriteria
≤20 Sangat kurang 0 0
21-59 Kurang 22 85
60-75 Cukup 4 15
76-90 Baik 0 0
91-100 Baik sekali 0 0
Jumlah 26 100
Rata-rata = 49
-Gambar 1 Diagram Kemampuan Awal Kelas Eksperimen
Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa kelas eksperimen sebagian
besar termasuk dalam kriteria kurang. Sebanyak 85 % dari jumlah siswa memiliki
kemampuan awal dengan rentang nilai 21-59. Hanya 15 % siswa yang kemampuan awalnya
termasuk dalam kriteria cukup dengan rentang nilai 60-75. Rata-rata nilai kemampuan kelas
eksperimen juga masih rendah, yaitu 49. Nilai tersebut masih jauh di bawah kriteria
ketuntasan minimum (KKM), yaitu 70. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 1. Dari
diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan awal kelas eksperimen meliputi
kriteria kurang dan cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki
kemampuan awal kurang.
Distribusi frekuensi data kemampuan awal siswa kelas kontrol dapat dilihat pada tabel
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal Kelas Kontrol
Kemampuan Awal
Frekuensi % Nilai Kriteria
≤20 Sangat kurang
2 8
21-59 Kurang 13 52
60-75 Cukup 10 40
76-90 Baik 0 0
91-100 Baik sekali 0 0
Jumlah 25 100
Rata-rata = 50
-Gambar 2 Diagram Kemampuan Awal Kelas Kontrol
Tabel tersebut menunjukkan distribusi frekuensi kemampuan awal kelas
kontrol terbanyak pada rentang nilai 21-59. Sebanyak 52% dari jumlah siswa
memiliki kemampuan awal dengan kriteria kurang. Selain itu, masih terdapat siswa
yang memiliki kemampuan awal sangat kurang, yaitu sebanyak 8% dari jumlah siswa
dengan rentang nilai ≤20. Sisanya, yaitu 40% siswa memiliki kemampuan awal
dengan rentang nilai 60-75 yang termasuk kriteria cukup. Rata-rata nilai kemampuan
awal kelas kontrol adalah 50, dimana nilai tersebut masih di bawah kriteria ketuntasan
minimum (KKM) yaitu 70. Data tersebut dapat diperjelas dengan gambar 2. Dari
diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa kemampuan awal kelas kontrol meliputi
kriteria sangat kurang, kurang, dan cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa
yang memiliki kemampuan awal kurang.
Berdasarkan data kemampuan awal dapat diketahui bahwa frekuensi
kemampuan awal terbanyak baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen adalah
pada rentang nilai 21-59. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan awal siswa
masih termasuk kriteria kurang. Rata-rata nilai kemampuan awal kedua kelas
memiliki selisih 1 (50-49=1), dimana rata-rata kelas kontrol di atas kelas eksperimen.
Ini menunjukkan bahwa kemampuan awal kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan
kelas eksperimen.
Data Kemampuan Akhir
Data kemampuan akhir merupakan skor yang diperoleh siswa setelah
mengikuti posttest. Data tersebut meliputi data kemampuan akhir kelas eksperimen
dan kelas kontrol. Distribusi frekuensi data kemampuan akhir siswa kelas eksperimen
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data
kemampuan akhirnya termasuk kriteria kurang. Sisanya, yaitu 35% siswa memiliki
kemampuan akhir yang baik. Rata-rata nilai kemampuan akhir kelas eksperimen
mendekati kriteria ketuntasan minimum (KKM), yaitu 68. Data tersebut dapat
diperjelas dengan gambar 3. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa
kemampuan akhir kelas eksperimen meliputi kriteria sangat kurang, kurang, dan
cukup, dimana sebagian besar didominasi siswa yang memiliki kemampuan akhir
cukup.
Distribusi frekuensi data kemampuan akhir siswa kelas kontrol dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
memiliki kemampuan akhir yang cukup, yaitu dengan rentang nilai 60-75. Sebanyak
36% dari jumlah siswa masih memiliki kemampuan akhir yang kurang dengan
rentang nilai 21-59. Hanya 4% dari jumlah siswa (1 siswa) yang memiliki
kemampuan akhir baik. Rata-rata nilai kemampuan akhir kelas kontrol masih di
bawah kriteria ketuntasan minimum (KKM), yaitu 60. Data tersebut dapat diperjelas
akhir kelas kontrol meliputi kriteria sangat kurang, kurang, dan cukup, dimana
sebagian besar didominasi siswa yang memiliki kemampuan akhir cukup. Sedangkan
untuk siswa yang memiliki kemampuan akhir sangat kurang hanya sebagian kecil.
Berdasarkan data kemampuan akhir dapat diketahui bahwa setelah mendapat
perlakuan kemampuan siswa mengalami kenaikan. Hal tersebut dapat dilihat dari
kemampuan akhir siswa yang baik pada kelas kotrol maupun eksperimen frekuensi
terbanyak pada rentang nilai 60-75 dengan kriteria cukup. Kelas kontrol memiliki
60% siswa dengan kemampuan akhir yang cukup, sedangkan kelas ekperimen hanya
46% siswa yang kemampuan akhirnya cukup. Meski begitu, rata-rata nilai
kemampuan akhir kedua kelas memiliki selisih 8 (68-60=8), dimana rata-rata kelas
eksperimen di atas kelas kontrol. Ini menunjukkan bahwa kemampuan akhir kelas
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.
Data Hasil Belajar (Gain Score)
Data hasil belajar siswa ditunjukkan melalui gain score yang diperoleh dari
selisih skor posttest dikurangi skor pretest. Data tersebut meliputi data hasil belajar
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Distribusi frekuensi data hasil belajar (gain score)
siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Data Hasil
Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa dari kelas eksperimen mendapat hasil
belajar (gain score) dengan frekuensi terbanyak pada rentang nilai 4-16, yaitu
sebanyak 10 siswa atau 38% dari jumlah keseluruhan siswa. Sebanyak 7 siswa atau
27% siswa mendapat hasil belajar pada rentang nilai 17-29. Dengan jumlah yang
sama siswa mendapat hasil belajar pada rentang tertinggi yaitu 30-45. Sisanya, yaitu 2
siswa atau 8% siswa mendapat hasil belajar pada rentang -9 – 3. Data tersebut dapat
diperjelas dengan gambar 5. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa hasil
belajar kelas eksperimen berada pada rentang -9 – 3 sampai 30-45, dimana sebagian
Distribusi frekuensi data hasil belajar (gain score) siswa kelas kontrol dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Data Hasil Belajar (gain score) Kelas Kontrol
Hasil Belajar (gain score)
Frekuensi %
-35 – (-23) 1 4
-22 – (-10) 1 4
-9 – 3 6 24
4 – 16 9 36
17 – 29 6 24
30 - 45 2 8
Jumlah 25 100
Rata-rata = 10
Tabel tersebut menunjukkan bahwa siswa dari kelas kontrol mendapat hasil belajar
(gain score) dengan frekuensi terbanyak pada rentang nilai 4-16, yaitu sebanyak 9 siswa atau
36% dari jumlah keseluruhan siswa. Pada rentang nilai terendah, yaitu -35 – (-23) dan -22 –
(-10) memiliki frekuensi yang sama yaitu 1 siswa atau 4% dari jumlah keseluruhan siswa.
Sebanyak 6 siswa atau 24% siswa mendapat hasil belajar pada rentang nilai -9 – 3. Dengan
jumlah yang sama siswa mendapat hasil belajar pada rentang tertinggi yaitu 17 – 29. Sisanya,
yaitu 2 siswa atau 8% siswa mendapat hasil belajar pada rentang 30 – 45. Data tersebut dapat
diperjelas dengan gambar 6. Dari diagram pada gambar tersebut terlihat bahwa hasil belajar
kelas control berada pada rentang -35 – (-23) sampai 30-45, dimana sebagian besar
didominasi siswa yang memiliki hasil belajar pada rentang 4-16. Hanya sebagian kecil siswa
yang memiliki hasil belajar pada rentang -35 – (-23) dan -22 – (-10).
Berdasarkan data hasil belajar dapat diketahui bahwa hasil belajar (gain score) kelas
eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen yang lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol, yaitu 19 > 10. Meski demikian,
frekuensi tertinggi dari kedua kelas terletak pada rentang nilai yang sama, yaitu 4-16.
Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis merupakan langkah untuk menentukan apakah hipotesis diterima
atau ditolak. Data yang digunakan untuk uji hipotesis adalah data hasil belajar (gain score).
Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu data di uji prasyarat. Hasil uji prasyarat
analisis untuk hasil belajar siswa (uji normalitas dan uji homogenitas) diketahui bahwa data
hasil belajar kedua kelas terdistribusi secara normal dan kedua sampel berasal dari populasi
yang mempunyai varians yang sama (homogen). Karena data normal dan homogen, maka uji
hipotesis dilakukan dengan menggunakan statistik parametrik yaitu dengan uji-t (independent
sample t-test) dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows.
Berdasarkan hasil independent sample t-test diketahui bahwa nilai sig. (2-tailed) adalah
0,025. Nilai tersebut ≤ α(0,05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti pembelajaran dengan model Snowball
Throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti pembelajaran
dengan model ceramah di SMAN 1 Pule.
PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran snowball
throwing dilaksanakan pada kelas eksperimen. Sedangkan pembelajaran dengan model
ceramah dilaksanakan pada kelas kontrol. Berdasarkan analisis data, disimpulkan bahwa hasil
hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah. Hal tersebut dapat
dilihat dari rata-rata gain score kelas eksperimen yang lebih tinggi dari rata-rata gain score
kelas kontrol.
Pada kelas kontrol, pelaksanaan pembelajaran menggunakan model ceramah
menunjukkan hasil belajar yang lebih rendah daripada kelas eksperimen. Proses pembelajaran
dengan model ceramah didominasi oleh guru. Guru menyampaikan informasi dan siswa
hanya menerima informasi. Guru berperan sebagai penentu jalannya pembelajaran. Siswa
diminta untuk mengamati dan bertanya jika kurang paham, namun semua sesuai petunjuk
guru. Siswa merasa bosan saat pembelajaran dan cenderung mengabaikan proses
pembelajaran yang dilaksanakan. Hal tersebut mengakibatkan siswa kurang memahami
materi pembelajaran yang disajikan. Sehingga siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
model ceramah mendapat hasil belajar lebih rendah dibandingkan siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model snowball throwing.
Pembelajaran dengan model snowball throwing dilaksanakan pada kelas eksperimen
melalui beberapa langkah. Pada awal pembelajaran diawali dengan pembentukan kelompok.
Masing-masing kelompok terdiri dari empat anak. Dari keempat anak tersebut, dipilih satu
perwakilan yang berperan sebagai ketua kelompok. Pembagian kelompok dipilih secara
heterogen, dimana setiap kelompok harus terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, guru menjelaskan materi pembelajaran kepada ketua dari masing-masing
kelompok. Sebelum guru menjelaskan, masing-masing kelompok mendapat lembar kerja
siswa yang di dalamnya terdapat beberapa gambar mewakili materi pembelajaran yang akan
dibahas yaitu, pedosfer. Hal tersebut bertujuan memudahkan siswa dalam memahami
penjelasan yang disampaikan guru. Pada pertemuan pertama, materi yang dibahas meliputi
proses pembentukan tanah, profil tanah, dan jenis-jenis tanah di Indonesia. Selanjutnya pada
pertemuan kedua akan dibahas materi tentang kerusakan tanah dan upaya
penanggulangannya. Pada langkah ini, siswa yang berperan sebagai ketua kelompok dilatih
untuk bertanggung jawab. Materi yang dijelaskan guru harus diserap dengan baik oleh ketua
kelompok agar selanjutnya dapat menjelaskan pada anggotanya.
Setelah mendapat penjelasan dari guru, ketua kelompok kembali ke kelompok dan
menjelaskan kepada anggota yang lain. Melalui langkah ini siswa mendapat penjelasan dari
teman sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru. Penjelasan yang disampaikan
menggunakan bahasa lebih sederhana daripada penjelasan guru, sehingga dapat lebih mudah
dipahami oleh siswa. Meski demikian, pada pertemuan pertama siswa belum terbiasa dan
ketua kelompok. Siswa-siswa tersebut tidak mendengarkan penjelasan ketua kelompok
dengan seksama.
Setelah siswa mendapat penjelasan dari ketua kelompok, maka pembelajaran
dilanjutkan dengan permainan melempar kertas berisi pertanyaan tentang materi yang telah
dibahas. Masing- masing siswa diminta untuk menulis pertanyaan pada selembar kertas dan
kertas tersebut dibentuk menyerupai bola. Pada langkah ini siswa bekerja secara individu. Hal
ini dapat melatih siswa untuk mandiri dan kreatif dalam merumuskan pertanyaan. Siswa
dituntut untuk dapat merumuskan masalah, sehingga terlatih untuk berani mengemukakan
pertanyaan.
Sebagian besar siswa telah dapat merumuskan pertanyaan dengan baik. Meski
demikian, terkadang masih terdapat siswa yang merumuskan pertanyaan di luar lingkup
materi geografi yang dibahas. Sebagai contoh, pada pertemuan pertama terdapat siswa yang
membuat pertanyaan apa definisi dari suhu udara. Padahal materi yag dibahas adalah
megenai pedosfer. Contoh pertanyaan lain, pada pertemuan pertama terdapat siswa yang
membuat pertanyaan tentang erosi tanah, sedangkan materi tersebut dibahas pada pertemuan
selanjutnya pada materi kerusakan tanah. Selain itu masih terdapat siswa yang membuat
pertanyaan dengan ranah kognitif pengetahuan, seperti pertanyaan apa yag dimaksud dengan
hidrasi, sedangkan kompetensi yang diharapkan dapat dicapai pada pembelajaran adalah
ranah kognitif analisis. Namun semua kekurangan tersebut sedikit berkurang pada pertemuan
kedua setelah siswa sudah terlatih membuat pertanyaan.
Kertas yang berisi pertanyaan dan dibentuk bola, selanjutnya dilempar kepada teman
secara acak. Pada langkah ini siswa merasa lebih antusias mengikuti pembelajaran karena
pembelajaran lebih menyenangkan. Seperti yang diungkapkan oleh Safitri (2011) bahwa
salah satu prinsip pembelajaran model snowball throwing adalah pembelajaran yang
menyenangkan (joyfull learning). Siswa merasa senang dan tertarik dengan permainan yang
dilaksanakan, karena menimbulkan rasa penasaran pada diri siswa tentang pertanyaan apa
yang didapat dan siapa yang mendapat. Siswa yang mendapat pertanyaan, selanjutnya
menjawab pertanyaan tersebut. Saat menjawab inilah siswa diukur seberapa paham mengenai
materi yang telah dijelaskan oleh ketua kelompoknya berdasarkan pengetahuan yang didapat
dari penjelasan guru.
Sebagian besar siswa dapat menjawab pertanyaan yang diperoleh dari temannya. Hal
ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa telah memenuhi indikator yang diharapkan.
Indikator yang dimaksud pada pertemuan pertama meliputi menjelaskan proses pembentukan
pertanyaan yang dapat dijawab oleh siswa dengan baik diantaranya adalah tentang proses
pembentukan tanah secara kimia yang meliputi berbagai proses salah satuya hidrolisis,
berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan, penyebab jenis-jenis tanah di Indonesia
yang beragam, serta ciri-ciri beberapa jenis tanah di Indonesia.
Selanjutnya pada pertemuan kedua, indikatornya meliputi mengidentifikasi penyebab
erosi tanah, menganalisis dampak kerusakan tanah terhadap kehidupan, serta menganalisis
usaha untuk mencegah kerusakan tanah. Beberapa contoh pertanyaan yang dapat dijawab
oleh siswa dengan baik diantaranya adalah tentang apa saja penyebab erosi tanah, berbagai
jenis erosi tanah, hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah erosi, serta berbagai upaya
untuk mencegah kerusakan tanah melalui metode mekanik, vegetatif, dan kimia. Semua
langkah-langkah pembelajaran dengan model snowball throwing dilaksanakan berdasarkan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat.
Pelaksanaan pembelajaran dengan model snowball throwing pada akhirnya
mempengaruhi hasil belajar siswa. Berdasarkan analisis yang dilakukan, terbukti bahwa hasil
belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model snowball throwing lebih tinggi bila
dibanding dengan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model ceramah.
Hasil tersebut sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu, salah satunya oleh Rahayu
(2009) yang menunjukkan bahwa dengan menerapkan model snowball throwing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPS-2 SMA Negeri 1 Patianrowo. Hasil tersebut
diperoleh karena kelebihan dari model pembelajaran snowball throwing itu sendiri.
Dari langkah-langkahnya, model pembelajaran snowball throwing memiliki beberapa
kelebihan. Salah satunya adalah melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan
dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta membangkitkan keberanian siswa dalam
mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru (Safitri, 2011). Selain itu, model
pembelajaran snowball throwing dapat membuat siswa lebih memahami dan mengerti secara
mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari. Hal tersebut mengakibatkan pelaksanaan
model pembelajaran snowball throwing dapat menjadikan siswa memperoleh hasil belajar
yang lebih tinggi dibanding dengan pelaksanaan model ceramah.
KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas X yang mengikuti
pembelajaran dengan model Snowball Throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa
kelas X yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional di SMAN 1 Pule,
SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, diajukan beberapa saran sebagai berikut:
(1) Guru geografi di SMAN 1 Pule disarankan untuk menggunakan model pembelajaran
snowball throwing sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa;
(2) Pihak sekolah disarankan untuk mengembangkan kualitas pembelajaran di sekolah dengan
berbagai model pembelajaran yang inovatif, sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil
belajar siswa; (3) Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan model pembelajaran
snowball throwing dalam penelitian dengan materi pembelajaran geografi yang berbeda
ataupun jenjang kelas yang lebih tinggi. Selain itu, disarankan pula dalam penggunaan model
pembelajaran snowball throwing penyampaian materi dan pengelolaan waktu harus dikelola
dengan baik agar mendapatkan hasil yang maksimal.
RUJUKAN
Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Lestari, Ketut Budi. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar TIK Siswa Kelas VIIB6 SMP Negeri 4 Singaraja Tahun Ajaran 2011/2012. Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI), 1 (4). (Online), (
http://www.pti-undiksha.com/karmapati/vol1no4/11.pdf), diakses 13 Desember 2012.
Mulyadi, Agus. 2010. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing dalam Peningkatan Aktivitas Belajar IPA pada Siswa Kelas IV SD Negeri Madyopuro 6 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM.
Rahayu, Puji. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Bidang Studi Geografi Materi Sumber Daya Alam pada Siswa Kelas XI IPS Semester I SMAN Patianrowo Kabupaten Nganjuk. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FMIPA UM.
Safitri, Diyan Tunggal. 2011. Metode Pembelajaran Snowball Throwing untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika, (Online), (http://web.sdikotablitar.sch.id/index.php? option=com_content&view=article&id=77:metode-pembelajaran-snowball-throwing-untuk-meningkatkan-hasil-belajar-matematika-&catid=1:latest-news&Itemid=50), diakses 13 Desember 2012.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Yohana, Ratih. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Snowball Throwing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS Siswa kelas VIIIA SMP