• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU TOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU TOK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU

TOKEN ECONOMY

UNTUK MENINGKATAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI

Nyoman Rohmaniah

1

, I Made Tegeh

2

, Mutiara Magta

3

1,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

2

Jurusan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

nyomanrohmaniah@gmil.com

1,

imadetegehderana@yahoo.com

2

,

m_magta@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan disiplin anak melalui penerapan teknik modifikasi perilaku “token economy” pada anak kelompok A3 di Tk ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja tahun pelajaran 2015-2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang di laksanakan dalam dua siklus dan sebjek penelitianya sebanyak 24 orang anak kelompok A3 semester genap di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja tahun pelajaran 2015-2016. Data penelitian tentang kedisiplinan anak dikumpulkan dengan metode observasi dengan instrumen lembar observasi. Data tentang kedisiplinan anak dikumpulkan dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis deskriftif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terhadap kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfha Singaraja setelah diterapkan penerapan teknik modifikasi perilaku “token economy”. Rata-rata persentase kedisiplinan anak pada siklus I sebesar 71% , dan rata-rata presentase hasil kedisiplinan anak pada siklus II sebesar 88,87% yang tergolong pada kategori tinggi. Jadi terdapat peningkatan kedisiplinan anak dari kategori rendah menjadi kategori tinggi sebesar 17,7% pada anak kelompok A3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.

Kata-kata kunci: teknik modifikasi perilaku, token economy, kedisiplinan anak

Abstract

This study aims to determine Increased discipline children through the application of behavior modification techniques "token economy" on a group of children at Tk A3 'Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja in the academic year 2015-2016. This research is a classroom action research that is carried out in two cycles and subject of the study are 24 children in group A3 in the second semester of kindergarten 'Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja In the academic year 2015-2016. The research data on child discipline were collected by the method of observation by observation sheet instruments. Data on child discipline were collected by using descriptive statistical analysis and descriptive analysis methods and quantitative methods. The result showed that there was an increase to discipline children in kindergarten groups A3 'Aisyiyah Bustanul Atfha Singaraja after the applied application of behavior modification techniques "token economy". The average percentage of discipline of children at the first cycle of 71%, and the average percentage of the result of discipline of children at the second cycle of 88.87% were classified in the high category. So there is an increase in child discipline of the categories of low to high category of 17.7% for the group A3 TK 'Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.

(2)

PENDAHULUAN

Disiplin adalah suatu cara untuk

membantu anak agar dapat

mengembangkan pengendalian diri.

Dengan menggunakan disiplin, anak dapat memperoleh suatu batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah

Disiplin merupakan proses yang

diperlukan agar seseorang dapat

menyesuaikan dirinya (Suryadi, 2006: 70). Hal tersebut sependapat dengan Peck (2007: 197), yang menyatakan bahwa disiplin merupakan perangkat mendasar yang kita butuhkan untuk

menyelesaikan permasalahan hidup.

Selain itu, kita selalu berada pada lingkungan masyarakat karena kita tidak bisa hidup sendiri. Untuk itu, kita perlu disiplin agar dapat menyesuaikan diri dan diterima dimasyarakat. Suryadi (2006: 70) menambahkan, dalam proses pendidikan anak diharapkan mampu memahami disiplin agar mereka dapat bekerjasama dengan orang lain.

Disiplin merupakan salah satu

kebutuhan dasar anak dalam rangka

pembentukan dan pengembangan

wataknya secara sehat. Tujuannya ialah agar anak dapat secara kreatif dan

dinamis dalam mengembangkan

hidupnya di kemudian hari. Tentu saja kasih sayang dan disiplin harus berjalan bersama-sama secara seimbang. Dengan kata lain kasih sayang tanpa disiplin mengakibatkan munculnya rasa sentimen dan ketidakpedulian sebaliknya disiplin tanpa kasih sayang merupakan tindakan kejam.

Disiplin merupakan sebuah sikap yang harus dibentuk dan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Penanaman disiplin adalah tepat dilakukan sejak anak usia dini karena pembentukan disiplin

memerlukan sebuah proses atau

pembiasaan yang dilakukan secara

berulang dan konsisten (Rimm, 2003). Konsisten perlu dilakukan dalam hal ini supaya dipercaya anak sehingga anak tahu bahwa disiplin merupakan sikap yang harus dimiliki semua orang jika ingin bahagia.

Orangtua dan guru selalu

memikirkan cara yang tepat dalam menerapkan disiplin bagi anak sejak

balita hingga masa kanak-kanak dan sampai usia remaja. Tujuan disiplin adalah mengarahkan anak agar belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasanya, dimana anak sangat bergantung kepada disiplin

diri dan pembentukkan perilaku

sedemikian rupa hingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan

kelompok budaya tertentu, tempat

individu itu diidentifikasikan. Karena tidak ada pola budaya tunggal, tidak ada pula

satu falsafah pendidikan yang

menyeluruh untuk mempengaruhi cara menanam disiplin.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan pada bulan Januari 2016 di Kelompok A TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal menunjukkan masih saja ada anak yang menunjukkan perilaku kurang disiplin hal ini terlihat dari

ada beberapa anak yang datang

terlambat ke sekolah, dan pada saat proses pembelajaran berlangsung seperti pada saat kegiataan pembukaan yaitu pada saat berdoa masih ada anak yang

bercanda dan berbicara dengan

temannya yang lain, pada saat mencuci tangan ada anak yang tidak mau antri, atau pada saat bermain anak berebut mainan dengan temannya, anak belum

mau ditinggal orangtuanya (masih

ditunggu ketika sekolah) dan anak tidak menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Hal ini berarti bahwa anak belum mematuhi dan memahami adanya aturan yang

berlaku dalam proses pembelajaran

berlangsung.

Guru mendisiplinkan anak dengan cara memberikan nasihat dan teguran. Nasihat diberikan untuk mencegah anak melakukan pelanggaran aturan sekolah, sebagai contoh setiap pulang sekolah guru selalu menasihati anak untuk datang ke sekolah tepat waktu. Ketika anak

melakukan pelanggaran, guru

memberikan teguran kepada anak.

Teguran diberikan dalam bentuk

ancaman kepada anak. Bentuk ancaman

yang diberian kepada anak yang

melanggar aturan yaitu anak akan disuruh berdiri di sudut kelas atau keluar kelas jika anak tidak mau menurut. Bagi

(3)

punishment merupakan hal yang cukup untuk diabaikan. Bahkan hukuman tidak membuat anak jera dan anak kembali melakukan kesalahan yang sama. Hal itu dikarenakan hukuman tidak benar-benar dilakukan dan jika dilakukan justru membuat anak bebas dari tugastugasnya. Anak yang dihukum keluar kelas akan senang karena bisa bermain diluar kelas.

Dengan adanya masalah kurang disiplin yang terjadi di sekolah tersebut, maka ada salah satu metode yang digunakan di sekolah untuk penguatan

perilaku positif pada anak yaitu

pemberian token economy

(penghargaan), yang pertama

penghargaan verbal yang berupa pujian dari guru. Dimana pujian diberikan ketika

siswa dapat mengikuti kegiatan

pembelajaran dengan tertib.

Penghargaan tidak hanya berupa verbal, tetapi ada juga yang berupa non verbal salah satunya yaitu dengan token

economy. Token economy merupakan

suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang untuk meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian token (tanda-tanda). Individu menerima

token dengan cepat setelah

mempertunjukkan perilaku yang

diinginkan.

Disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi kebutuhan tertentu. Anak membutuhkan disiplin bila mereka ingin bahagia dan menjadi orang baik penyesuaiannya. Melalui disiplinlah anak belajar tentang perilaku yang dapat

diterima oleh masyarakat. Dengan

demikian, disiplin memperbesar

kebahagiaan dan penyesuaian pribadi dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).

Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Disiplin

memberikan petunjuk bagi anak

mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diakukan (Maria J. Wantah, 2005: 144). Karena itulah anak dapat merasa tenang karena dia tahu mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu anak mengindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah,

perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang

buruk. Dengan membantu anak

menghindari rasa malu akibat perilaku yang salah, disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial dan dengan demkian memperoleh persetujuan sosial (Hurlock, 1978: 83). Dengan demikian anak tidak

lagi merasa kawatir melakukan

kesalahan.

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Peningkatan disiplin anak melalui penerapan token ekonomi kelompok A3 Tk ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja. Token ekonomi adalah suatu cara untuk penguatan tingkah laku yang ditujukan seorang anak yang sesuai dengan target yang telah disepakati

dengan menggunakan hadiah untuk

penguatan yang simbolik. Dalam token ekonomi tingkah laku yang diharapkan muncul bisa diperkuat dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil perilaku yang diharapkan oleh kita bisa ditukar dengan sesuatu yang diinginkan oleh anak.

Purwanta (2012: 148) menyatakan bahwa Token Economy atau tabungan kepingan merupakan salah satu teknik

modifikasi perilaku dengan cara

pemberian satu kepingan (atau satu tanda, satu isyarat) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku sasaran

muncul. Pendapat-pendapat tersebut

sesuai dengan pendapat Martin dan Pear (2009: 323) yang menyatakan, token economy adalah sebuah program dimana sekelompok individu akan memperoleh tokens ketika mereka melakukan perilaku yang ditargetkan, dan dapat menukar tokens tersebut dengan hadiah. Tokens merupakan pengukuh yang disyaratkan.

Token economy adalah suatu cara untuk penguatan tingkah laku yang ditujukan seorang anak yang sesuai dengan target yang telah disepakati

dengan menggunakan hadiah untuk

(4)

oleh anak. Token ekonomi merupakan

salah satu contoh dari perkuatan

ekstrinsik yang menjadikan seseorang melakukan sesuatu untuk diraihnya yakni bisa meningkatkan perhatiannya baik dari tingkat tenasitas maupun dari tingkat vigilitas, tujuannya adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi

yang instrinsik, dengan cara ini

diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan dapat menjadi ganjaran untuk memelihara tingkah laku yang baru. Token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh (Corey, 2013:222).

Dalam pelaksanaan token economy,

pemerkuat atau pengukuh yang

digunakan yaitu berupa benda-benda

konkret Pemberian penguatan yang

dilakukan diwujudkan secara visual berupa token atau kepingan sebagai tanda-tanda. Beberapa jenis kepingan atau tanda-tanda yang dapat digunakan sebagai simbol pengukuhan, antara lain adalah: bintang, kertas kupon, koin, kertas warna, stiker, kancing plastik, dan sebagainya. Anak menerima kepingan setelah ia melakukan perilaku yang telah ditargetkan dan selanjutnya kepingan tersebut ditukarkan dengan hadiah atau ganjaran sebagai pemerkuat.

Token economy merupakan suatu wujud modifikasi perilaku yang dirancang

untuk meningkatkan perilaku yang

diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan dengan pemakaian token (tanda-tanda). Individu menerima token dengan cepat setelah mempertunjukkan perilaku yang diinginkan. Token itu dikumpulkan dan dapat dipertukarkan dengan suatu obyek atau kehormatan yang penuh arti

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa token economy adalah suatu cara pembentukan perilaku yang memanfaatkan perkuatan berupa simbol yang akan ditukar dengan hadiah agar seseorang mau melakukan suatu perilaku yang telah ditargetkan oleh guru dan bisa meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak dinginkan.

Pada dasarnya terapi tingkah laku

diarahkan pada tujuan-tujuan

memperoleh tingkah laku baru,

penghapusan tingkah laku yang

maladaptif, serta memperkuat dan

mempertahankan tingkah laku yang

diinginkan (Corey, 2013: 216). Sebagai salah satu teknik modifikasi perilaku, Miltenberger (2004: 498) mengemukakan tujuan token economy adalah untuk menguatkan perilaku yang diinginkan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi perilaku yang tidak menyenangkan melalui sebuah

lingkungan terstruktur dengan

memberikan suatu perlakuan.

Token economy bertujuan

mengubah motivasi esktrinsik menjadi motivasi instrinsik. Dengan pelaksanaan

token economy diharapkan bahwa

perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru. Martin dan Pear

(2009: 136) menyatakan bahwa

perkuatan positif bertujuan untuk

meningkatkan frekuensi tingkah laku

ketika mendapatkan peristiwa yang

menyenangkan atau stimulus. Reward

(hadiah) dan positive reinforcer

(penguatan positif) sering digunakan

sebagai pengubah atau peningkat

frekuensi perilaku. Token economy

menggunakan hadiah sebagai penguat

positif yang dapat meningkatkan

frekuensi perilaku.

Dalam memberikan token ada beberapa langkah utama yang harus dipersiapkan, Kurniawati (2010: 90) menyebutkan beberapa langkah tersebut diantaranya: (a) Menentukan perilaku target. (b) Mencari garis basal. (c) Memilih back up reinforcer (d) Memilih tipe token yang akan digunakan. (e) Mengidentifikasikan lokasi yang tepat. Token dapat diberikan dimana saja, asal diberikan setelah perilaku target muncul.

Dalam pemilihan token setidaknya

disesuaikan dengan kondisi anak.

(5)

peraturan tata tertib, aturan, atau norma,

dan lain sebagainya. Sedangkan

pengertian siswa adalah pelajar atau anak (orang) yang melakukan aktifitas belajar (Ibid: 849). Dengan demikian

disiplin siswa adalah ketaatan

(kepatuhan) dari siswa kepada aturan, tata tertib atau norma di sekolah yang

berkaitan dengan kegiatan belajar

mengajar.

Pengertian disiplin sering kali dikacaukan dengan pengertian tertib.

Meskipun keduanya sama-sama

menunjukkan keberaturan, namun

muatan geneologisnya berbeda. Kalau disiplin adalah perilaku manusia yang muncul atas dasar justifikasi moralitas, ini berarti disiplin merupakan hasil proses

kebudayaan (civilas dei), maka

sebaliknya, tertib adalah perilaku manusia yang dibangun atas dasar justifikasi kemasyarakatan.

Dengan demikian ketertiban adalah produk peradaban atau hasil kontrak

sosial dalam kebersamaan. Secara

filosofis, perilaku disiplin muncul karena hasil proses penyadaran dan kesadaran yang hakiki melalui proses perenungan kemanusiaan sehingga mustahil jika dalam komunitas religius muncul perilaku tidak disiplin. Sebaliknya, perilaku tertib adalah hasil proses inteleklualitas manusia melalui proses berpikir tesis, sintesis dan antitesis, untuk mengatur

hubungan kemasyarakatan yang

mengandung dimensi sosiologis bukan humanitis.

Maka dari itu, sanksi yang diberikan pada mereka yang tidak disiplin biasanya merupakan sanksi moral lantaran mereka melanggar kaidah moralitas bukan sanksi hukum. Sebaliknya pada mereka yang tidak tertib diberikan sanksi hukum karena mereka melawan kontrak-kontrak sosial yang telah disepakati bersama sebagai aturan main dalam kemasyarakatan.

Proses kesadaran dan penyadaran

manusia untukmenghasilkan perilaku

disiplin juga dipengaruhi oleh faktor ekologis atau tata ruang kewilayahan di mana mereka tinggal.

Konsep disiplin sekarang ini

cenderung berkembang dan memiliki cakupan yang amat luas, meliputi disiplin

dalam dimensi yang merupakan faktor

penyebab munculnya perilaku tidak

disiplin. Melalui metode eksplanatori yang

serba terbatas rnenemukan bahwa

sekalipun anak-anak tinggal di wilayah

yang kumuh didukung pekerjaan,

pendidikan dan penghasilan orang tuanya yang rendah, tetap saja ini menunjukkan mereka berperilaku disiplin.

Anak berperilaku disiplin pada kenyataannya tidak ditentukan oleh bekerjannya variabel-variabel tersebut, tetapi rnelalui proses internalisasi yang berlangsung dalam keluarga. Sekalipun orang tua rendah dalam pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan yang tidak menentu, tapi ia bersedia memberikan

contoh perilaku yang baik dalam

kesehariannya, maka inilah yang

mempengaruhi proses pembentukan

kesadaran untuk berperilaku disiplin. Hurlock (1980: 124) menyatakan bahwa salah satu unsur penting dalam disiplin adalah hadiah (reward) untuk perilaku yang baik. Skinner (dalam Sugihartono, dkk., 2007: 98) menyatakan

bahwa penghargaan merupakan

penguatan positif sebagai stimulus yang

dapat meningkatkan terjadinya

pengulangan tingkah laku. Dengan

adanya reward dalam mengenalkan

aturan, diharapkan anak akan mengulangi dan meningkatkan tingkah laku mematuhi peraturan. Jika tingkah laku mematuhi peraturan mengalami pengulangan dan peningkatan, maka disiplin anak akan terbentuk.

Rimm (2003: 47) menjabarkan

bahwa tujuan disiplin adalah

mengarahkan anak agar mereka belajar mengenai hal-hal baik yang merupakan persiapan bagi masa dewasa, saat

mereka sangat bergantung kepada

disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin diri mereka akan membuat hidup mereka bahagia, berhasil, dan penuh kasih sayang. Tujuan disiplin adalah membantu

anak membangun pengendalian diri

(6)

Melalui pendisiplinan tanpa paksaan atau dengan kesadaran akan kegunaan dan manfaat disiplin untuk hidup yang lebih baik. Seorang anak atau anggota masyarakat menjadikan disiplin karena adanya kebiasaan dalam kehidupan. Schaefer (Sujiono 2005: 32) membagi tujuan disiplin menjadi dua yaitu, pertama tujuan jangka pendek dari disiplin ialah

membuat anak-anak terlatih dan

terkontrol, dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas dan tidak pantas atau yang masih asing bagi mereka. Sedangkan yang kedua tujuan jangka panjang disiplin ialah perkembangan pengendalian diri sendiri (self control dan self direction) yaitu

dalam hal mana anak-anak dapat

mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh dan pengendalian dari luar.

Disiplin perlu untuk perkembangan anak, karena ia memenuhi kebutuhan tertentu. Anak membutuhkan disiplin bila mereka ingin bahagia dan menjadi orang baik penyesuaiannya. Melalui disiplinlah anak belajar tentang perilaku yang dapat

diterima oleh masyarakat. Dengan

demikian, disiplin memperbesar

kebahagiaan dan penyesuaian pribadi dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).

Disiplin memberi anak rasa aman dengan memberitahukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Disiplin

memberikan petunjuk bagi anak

mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh diakukan (Maria J. Wantah, 2005: 144). Karena itulah anak dapat merasa tenang karena dia tahu mana yang harus dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu anak mengindari perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah, perasaan yang pasti mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang

buruk. Dengan membantu anak

menghindari rasa malu akibat perilaku yang salah, disiplin memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial dan dengan demkian memperoleh persetujuan sosial (Hurlock, 1978: 83). Dengan demikian anak tidak

lagi merasa kawatir melakukan

kesalahan.

Disiplin mengajarkan kepada anak tentang bagaimana berperilaku yang

sesuai dengan aturan dalam

kehidupansosial. Dengan disiplin, anak belajar bersikap menurut cara yang akan

mendatangkan pujian yang akan

ditafsirkan anak sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Anak yang bertingkah laku sesuai moral yang berlaku tentunya akan mendapat respon positif dari lingkungan sosialnya. Respon sosial berupa penerimaan atau pujian memberikan rasa bahagia bagi anak karena ia disayangi dan diterima. Dengan

demikian, disiplin memperbesar

kebahagiaan dan penyesuaian pribadi dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).

Selain itu, disiplin yang sesuai dengan perkembangan berfungsi sebagai motivasi yang mendorong anak mencapai apa yang diharapkan darinya (Nurul Zuriah, 2007: 41). Misalkan seorang anak menyelesaikan tugasnya dengan baik

sehingga mendapatkan bintang dan

pujian dari guru. Disiplin membantu anak

mengembagkan hati nurani dalam

pengambilan keputusan dan

pengendalian perilaku. Anak yang

memiliki disiplin diri akan

mempertimbangkan apa-apa yang

hendak dilakukannya.

Menurut Hurlock (1999: 97) disiplin dapat berpengaruh pada perilaku, sikap dan kepribadian anak, diantaranya: a) Pengaruh terhadap perilaku; Anak yang orang tuanya lemah dalam membimbing disiplin, akan menyebabkan anak menjadi

mementingkan diri sendiri, tidak

menghiraukan hak-hak orang lain, agresif dan tidak sosial. Anak yang mengalami disiplin yang keras atau otoriter, akan sangat patuh dihadapan orang-orang

dewasa, namun agresif dalam

hubungannya dengan teman-teman

sebayanya. Anak yang dibesarkan

dibawah disiplin yang demokratis

(7)

adil, anak yang orang tuanya lemah

merasa bahwa seharusnya

memperingatkan tidak semua orang

dewasa mau menerima perilaku yang tidak disiplin. Disiplin yang demokratis

dapat menyebabkan kemarahan

sementara tapi bukan kebencian. Sikap-sikap yang terbentuk sebagai akibat darimetode pendidikan anak cenderung menetap dan bersifat umum, tertuju kepada semua orang yang berkuasa. c)

Pengaruh terhadap kepribadian;

Penerapan disiplin harus memperhatikan banyak hal semakin banyak hukuman fisik digunakan, dapat membentuk anak

menjadi cemberut. Ini menguatkan

penyesuaian pribadi dan sosial yang buruk, yang juga merupakan ciri khas dari anak yang dibesarkan dengan disiplin yang lemah. Anak yang dibesarkan dibawah disiplin yang demokratis akan mempunyai penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik.

Menurut Gunarsa (2008: 86) dalam usaha menanamkan disiplin pada anak,

ada beberapa faktor yang perlu

diperhatikan.

1. Menyadari adanya perbedaan

tingkat kemampuan kognitif anak. Dengan azas perkembangan aspek kognitif, maka cara yang dilakukan perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan kognitif anak.

2. Menanamkan disiplin anak harus dimulai sejak dini yakni sejak anak mulai mengembangkan

pengertian-pengertian dan mulai bisa

melakukan sendiri.

3. Mempergunakan teknik demokratis sebanyak mungkin dalam usaha menanamkan disiplin. Pendekatan yang berorentasi pada kasih sayang harus dipakai sebagai dasar untuk menciptakan hubungan baik dengan anak.

4. Penggunaan hukuman harus

diartikan sebagai bentuk sikap tegas, konsekwensi dan konsisten

dangan dasar bahwa yang

dilakukan bukan di anak atau

perasaan anak, melainkan

perbuatannya yang melanggar

aturan.

5. Menanamkan sikap disiplin secara berkelanjutan, menanamkan disiplin bukanlah kegiatan “sekali jadi”

melainkan harus bekali-kali,

mendorong anak untuk bersikap

disiplin juga perlu dilakukan

berulang-ulang sampai tercapai

keadaan dimana anak bisa

melakukan sendiri sebagai

kebiasaan.

Hurlock (1999: 84) menyatakan lima unsur pokok mendisiplinkan anak, yaitu:

a)

Peraturan Salah satu unsur pokok disiplin adalah peraturan. Peraturan adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata tingkah laku

seseorang dalam suatu kelompok,

organisasi, institusi atau komunitas.. Tujuanya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu (Hurlock 1999: 85).

b)

Kebiasaan-kebiasaan ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang bersifat modern. Kebiasaan tradisional dapat berupa kebiasaan menghormati dan memberi salam kepada orang tua. Sedangkan yang bersifat modern berupa kebiasaan bangun pagi, menggosok gigi, dan sebagainya.

c)

Hukuman, terjadi

karena kesalahan, perlawanan atau

pelanggaran yang disengaja. Ini berarti bahwa orang itu mengetahui bahwa

perbuatan itu salah namun masih

dilakukan. Dalam hal anak kecil, kita tidak dapat berasumsi bahwa mereka dengan sengaja melakukan tindakan terlarang, kecuali jika terdapat bukti bahwa mereka telah mengerti peraturan kelompok sosial yang diajarkan orang tua atau guru.

Tetapi dengan meningkatnya usia,

wajarlah bila mereka dianggap telah belajar tentang yang benar dan yang salah. Hukuman mempunyai tiga peran penting yakni menghalangi, mendidik, dan

memotivasi. Fungsi yang pertama

menghalangi, hukuman menghalangi

pengulangan tindakan yang tidak

(8)

yang dirasakan di waktu lampau akibat tindakan tersebut.

Fungsi kedua dari hukuman ialah

mendidik. Sebelum anak mengerti

peraturan, mereka dapat belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak

menerima hukuman bila mereka

melakukan tindakan yang diperbolehkan. Dengan meningkatnya usia, mereka belajar mengenai peraturan terutama lewat pengajaran verbal. Tetepai mereka juga belajar dari pengalaman bahwa jika mereka gagal mematuhi peraturan sudah barang tentu mereka akan dihukum. d) Penghargaa.

Penghargaan adalah unsur disiplin

yang sangat penting dalam

pengembangan diri dan tingkah laku. Penghargaan tidak harus berupa materi tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian

atau senyuman. Penghargaan

mempunyai tiga peranan penting dalam mengajar anak berperilaku sesuai dengan

aturan yang berlaku. Pertama,

penghargaan mempunyai nilai mendidik. Bila suatu tindakan disetujui, anak merasa bahwa hal itu baik. Kedua, penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui. Karena anak bereaksi positif terhadap persetujuan yang dinyatakan dengan penghargaan, dimasa mendatang mereka berusaha untuk berperilaku dengan cara

yang akan banyak memberinya

penghargaan. Ketiga, penghargaan

berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui secara sosial. Bila anak harus belajar berperilaku secara sosial, ia harus merasa bahwa berbuat demikian

cukup menguntungkan baginya.

Karenanya penghargaan harus digunakan

untuk membentuk asosiasi yang

menyenangkan dengan perilaku yang diinginkan. e) Konsistensi, unsur kelima dari disiplin adalah konsistensi dalam berbagai aturan dan pelaksanaannya.

Konsistensi menunjukkan kesamaan

dalam isi dan penerapan sebuah aturan. Konsistensi terhadap aturan harus ada diantara semua pihak yang menjalankan aturan tersebut. Konsistensi dalam disiplin mempunyai dua peran penting.

Pertama, mempunyai nilai mendidik yang besar. Bila peraturannya konsisten, maka akan memacu proses belajar yang disebabkan karena nilai pendorongnya. Kedua, konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat. Anak yang menyadari bahwa penghargaan selalu mengikuti perilaku yang disetujui dan hukuman selalu mengikuti perilaku yang dilarang, maka anak akan mempunyai keinginan yang jauh lebih besar untuk menghindari tindakan yang dilarang dan melakukan tindakan yangdisetujui daripada anak yang merasa ragu mengenai bagaimana reaksi terhadap tindakan tertentu.

METODE

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini merupakan PTK karena penelitian ini dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini juga termasuk

penelitian deskriptif, sebab

menggambarkan penerapan suatu

pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Dipilihnya PTK karena penelitian ini akan melakukan perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran dengan melakukan refleksi dan perbaikan pada setiap siklus penelitian. Perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam penelitian ini dilakukan untuk

meningkatkan kedisiplinan anak di

Kelompok A TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2015-2016 dikelompok A3 pada TK ‘Aisyiyah

Bustanul Atfhal Singaraja. Susjek

penelitian ini adalah 24 orang anak TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.

Instrumen pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Observasi dilakukan terhadap kegiatan peneliti dan

siswa dalam menerapkan teknik

modifikasi prilaku token economy untuk medisiplinkan anak. Setiap kegiatan yang diobservasikan dikategorikan ke dalam

kualitas yang sesuai dan dengan

(9)

skor dua (2), anak berkembang. Pedoman observasi adalah alat yang digunakan untuk acuan pengamatan,

untuk mengetahui sejauh mana

peningkatan kedisiplinan anak. Pedoman observasi disusun untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan terhadap

proses pembelajaran dengan”token

ekonomi.

Penelitian ini dilaksanakan secara bersiklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: 1). tahap rencana, 2). tahap tindakan, 3). tahap observasi/evaluasi 4). tahap refleksi. Penelitian ini akan berkolaborasi dengan guru dikelas.

Tabel.1 Kisi-kisi instrument kedisiplin anak

Dimensi Indikator

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap taat terhadap aturan sehari-hari untuk melatih kedisiplinan

Selalu datang tepat waktu

Membuang sampah pada tempatnya

Mengambil dan mengembalikan benda pada tempatnya.

Memiliki perilaku mencerminkan sikap sabar (mau menunggu giliran ,mau

mendengar ketika orang lain

berbicara)unttuk melatih kedisiplinan

Mendengarkan guru dan teman yang sedang berbicara

Sabar menunggu giliran

Mentaati aturan yang berlaku dalam suatu permainan

Berusaha mentaati aturan yang telah

disepakati.(berhenti bermain pada waktunya)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode observasi dan wawancara

Setelah data dalam penelitian ini terkumpul maka selanjutnya dilakukan analisis data. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis statistik deskriptif kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data kedisiplinan anak dengan penerapan teknik moifikasi perilaku Token economy” disajikan dalam bentuk tabel distribusi, menghitung modus (Mo),

median (Me), mean (M), dan

membandingkan rata-rata atau mean dengan model PAP skala lima. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I sebesar

64,67. Untuk menentukan tingkat

kedisiplinan anak apat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan

(PAP) skala lima sebesar 64,67% yang beraa paa criteria renah.

0 2 4 6 8 10

10 9 8 7 6 5

F

F

Gambar 1. Kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal singaraja pada siklus I

M=7,1 Me=7

(10)

Berdasarkan perhitungan dan grafik polygon di atas, terlihat Mo = Me < M (7,00 = 7,00 < 7,1), sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran data-data perkembangan kedisiplinan anak pada siklus I menunjukkan kurve juling positif. Dengan demikian dapat di interpretasikan bahwa skor perkembangan kedisiplinan anak pada kelompok A3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja cenderung rendah.

Sedangkan kedisiplinan anak

kelompok A3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Singaraja pada siklus II

0

Gambar 2. Peningkatan kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja Singaraja pada siklus II

Selanjutnya nilai rata-rata yang didapat pada siklus II sebesar 88,87 untuk menentukan tingkat kedisiplinan

anak dapat dihitung dengan

membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima sebesar 88,87% yang berada paa kriteria tinggi. Penyajian hasil penelitian diatas memberikan gambaran bahwa dengan penerapan teknik moifikasi perilaku “token economy” ternyata apat meningkatkan kedisiplinan anak. Hal ini

apat dilihat dari analisis mengenai kedisiplinan anak dapat diuraikan sebagai berikut.

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif

diperoleh rata-rata persentase

kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal singaraja melalui penerapan teknik modifikasi perilaku “token ekonomi” pada siklus I

sebesar 64,67% , dan rata-rata

presentase hasil kedisiplinan anak pada siklus II sebesar 80,55%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan rata-rata presentase hasil kedisiplinan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 15,88%

Dari paparan diatas dapat

dinyatakan bahwa dengan penerapan teknik modifikasi perilaku “token ekonomi” dapat meningkatkan kedisiplinan anak kelompok A3 semester II tahun pelajaran 2015/2016 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kesimpulan diatas

hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kedisiplinan anak, hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan rata-rata perkembangan kedisiplinan anak pada siklus I adalah 71% yang berada pada kategori rendah dan rata-rata peningkatan perkembangan kedisiplina anak pada siklus II sebesar 88,87%

berada pada kategori tinggi. Ini

menunjukkan adanya peningkatan

presentase peningkatan kedisiplinan anak dari siklus I ke siklus II sebesar 17,7%. Peningkatan kedisiplinan ini dapat terjadi karena kegiatan pembelajaran dengan menggunakan teknik modifikasi perilaku token ekonomi. Pelaksanaan tindakan ini secara keseluruhan dapat dikatakan berhasil karena telah memenuhi kriteria.

Berdasarkan kesimpulan dalam

penelitian ini, dapat di ajukan beberapa saran sebagai berikut. Kepala TK dapat

menjadi motor penggerak dalam

perbaikan terhadap proses pembelajaran, sehingga mampu memberikan pembinaan informasi tentang pembelajaran yang menarik untuk diterapkan dalam proses pembelajaran agar mampu meningkatkan kedisiplinan anak. Bagi guru sebaiknya

M= 8,87

Mo= 9

(11)

pemberian token ekonomi ini dapat diteruskan sesuai dengan kebutuhan dan dikembangkan sebagai sarana untuk meningkatkan kedisiplinan anak usia dini. Bagi Anak dapat lebih menyadari akan pentingnya disiplin sekolah supaya kegiatan pembelajaran dapat terlaksana

dengan tertib. Anak dapat

mengembangkan sikap disiplin melalui motivasi. Bagi peneliti dan penelitian selanjutnya agar memilih tipe token yang akan digunakan lebih menarik dan sesuai dengan karakter anak usia dini agar penelitian lebih menarik.

DAFTAR PUSTAKA

Agung. A.A Gede 2010. “Penelitian Tindakan Kelas (Teori dan Analisis

Data dalam PTK”). Makalah

disajikan Pada Workshop Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar,

FIP Undiksha. Singaraja 27

September 2010.

Boniecki, Kurt dan Stacy Moore. 2003. Breaking the Silence: Using a Token Economy to Reinforce Classroom Participation. Teaching Of Psychology, vol. 30, no. 3. http://apadiv2.org/ebooks/tips2011 /I-12- 03Boniecki2003.pdf. (28 april 2012)

Corey, G. (2013).Teori Praktek Konseling dan Psikoterapi. (Alih bahasa: E.

Koeswara). Bandung: Refika

Aditama

Hurlock, Elizabeth B. (1978).

Perkembangan Anak Jilid 2.

Jakarta: Penerbit Erlangga

Martin, G. & Pear, J. (2009). Behavior

Modification. USA: Pearson

Eduction

Rahmat, firlia. 2004. Token Ekonomi.

http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/076 20004-firlia-rachmat.ps (1 maret 2016)

Rose Mini. (2011). Disiplin pada Anak. Jakarta: Kementerian Pendidikan

Nasional, Direktorat Jenderal

Pendidikan Anak Usia Dini

Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia

Dini. Diakses dari

http://pernasaids5.org/uploads/ck_ uploads/files/200417d77d0b08ab4 f4aa8 79cb312284_70.pdf pada 15 Maret 2016 pukul 11.35 WIB.

Rimm, S. (2003). Mendidik dan

Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah.

Gambar

Gambar 1.  Kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal singaraja  pada siklus I
Gambar 2. Peningkatan kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja Singaraja  pada siklus II

Referensi

Dokumen terkait

Tuhan semesta alam yang berkat rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan laporan akhir yang berjudul “Perhitungan Drop Tegangan Pada Jaringan Distribusi Primer 20 kV

Dalam keberhasilan induksi pembelahan sporofitik ditunjukkan dengan parameter pengamatan yang dilakukan pada induksi pembelahan sporofitik mikrospora dengan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada saat intra operatif adalah resiko defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan tindakan operatif ditandai dengan pasien

Tongkol jagung yang telah disimpan selama 30 hari, menunjukkan bahwa pada tingkat kadar air awal sebesar 11%, penyimpanan dengan cara dihamparkan memberikan nilai

Relasi yang baik juga mendorong kita untuk menjadi lebih baik secara individu atau dalam komunitas, karena kita akan semakin memahami kehendak Tuhan dalam hidup

Menjelaskan Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Tujuan Lain dengan benar 5.21.. Menjelaskan Kewajiban Wajib Pajak dalam Pemeriksaan Kantor untuk

1. Fokus penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Peneliti tidak dapat memanipulasi perilaku mereka yang terlibat dalam

Berdasarkan latar belakang masalah maka yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah pengaruh dari masing – masing faktor tersebut terhadap keputusan tenaga kerja Kabupaten