• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSONAN GEMINAT DIAKRONIS DALAM BAHASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSONAN GEMINAT DIAKRONIS DALAM BAHASA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KONSONAN GEMINAT DIAKRONIS DALAM BAHASA MADURA*

Oleh : Misrita** Abstract

The paper deals with the geminate consonants in Madurese an observation from the diachronic perspektive. The main issues discussed were the geminate consonants in Proto Malayo-Javanic comparatively analyzed by reflecting them toward Madurese. The result of the analysis shows that many geminate consonants in Madurese being inherited directly from Proto Malayo-Javanic. The retention of geminate consonants from PMJ toward the Madurese, is as an evidence that the Madurese is a language which is exlusive among other related language in Malay subgroup.

Penutur dan bahasa Madura sampai saat ini masih cukup menyita perhatian khalayak umum maupun para ahli bahasa. Karakter khas yang dimiliki bahasa Madura terletak pada unsur fonologis, morfologis, leksikon, maupun sintaksisnya. Namun dalam penelitian ini akan coba digali aspek fonologis melalui pendekatan diakronis. Melalui pendekatan diakronis unsur fonologis yang akan dilihat adalah unsur konsonan geminat yang cukup dominan dalam bahasa Madura, sebagai ciri penutur Madura yang unik.

1. Pendahuluan

Pengelompokkan bahasa Madura diantara bahasa-bahasa Austronesia pertama kali dilakukan oleh Salzner (1960). Berdasarkan hanya pada penelitian-penelitian terdahulu Salzner mengelompokkan bahasa Madura sebagai anggota kelompok bahasa Jawa bersama-sama dengan bahasa Sunda1. Selanjutnya,

penelitian yang lebih tinggi dilakukan oleh Dyen (1965:26) dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan 196 kosakata dasar dan berhasil merumuskan salah satu subkelompok penting dalam kelompok bahasa-bahasa Austronesia itu dengan sebutan Javo-Sumatra Hesion (Gugus Jawa-Sumatra). Lebih jelasnya anggota subkelompok Javo-Sumatra Hesion ini adalah : Madura, Aceh, Lampung, Sunda dan Jawa. Sebenarnya Stevens (1966) telah mencoba untuk melihat refleks bahasa Madura dengan Proto yang lebih tinggi yaitu Proto Malayo Polinesia, namun hasil kajian ini tidak terlalu banyak terekspose.

Berdasarkan anjuran Dyen kemudian Nothofer (1975,1985,1988) meneliti subkelompok gugus Jawa-Sumatra secara terinci menggunakan data yang lebih

1 Pengelompokkan Salzner ini dipengaruhi oleh hasil kajian Kiliaan (1911) yang menganggap bahwa sistem gramatikal bahasa Madura merupakan penyimpangan gramatikal bahasa Jawa dan bukan merupakan bahasa yang berdiri sendiri. Hal ini juga diakui oleh Zainudin, dkk.(1978) bahwa bahasa Madura mempunyai persamaan dengan bahasa Jawa. Hal ini didukung pula oleh penjelasan Uhlenbeck (1964) bahwa manuskrif-manuskrif lama Madura merupakan hasil terjemahan atau adaptasi dari kesusastraan Jawa. Sehingga tidak menutup kemungkinan banyak pengaruh Jawa dalam bahasa Madura.

(2)

banyak dan tidak hanya menggunakan metode kuantitatif tetapi juga melakukan kajian kualitatif. Kemudian subkelompok gugus Jawa-Sumatra ini disebut oleh Nothofer sebagai subkelompok Melayu Jawa (Malayo-Javanic). Subkelompok ini meliputi bahasa Jawa, Sunda, Madura yang disebutnya sebagai kelompok “mirip Melayu” (atau Malayic). Hasil kajian Nothofer (1975) ini selanjutnya dijadikan dasar Wurm dan Hattori (1984) dalam mengelompokkan bahasa Madura sebagai salah satu anggota kelompok bahasa Melayu.

Bahasa Madura sebagai salah satu anggota kelompok bahasa Melayu dituturkan oleh kurang lebih 6 juta penutur yang tersebar di sebagian daerah pesisir utara Jawa Timur, pulau Madura, dan di sejumlah pulau-pulau kecil disekelilingnya, seperti Kangean dan Bawean (Nothofer,1975:23-24; Wurm dan Hattori,1984). Wilayah pakai bahasa Madura yang tergolong luas ini menghasilkan dialek-dialek yang berbeda antara wilayah satu dengan lainnya. Menurut Kiliaan (1911) dan Moehnilabib, dkk. (1979) bahasa Madura dikenal memiliki 4 (empat) dialek yaitu Pamekasan, Sumenep, Bangkalan dan Kangean (bandingkan Salzner,1960; Nothofer,1975, dan Wurm dan Hattori,1984)2. Madura yang cukup lengkap. Hasil kajian lebih baru Zainudin,dkk (1978) dan Moehnilabib,dkk (1979) tentang fonologi, morfologi dan sintaksis bahasa Madura menjadi acuan yang sangat penting sebagai sumber data sekunder penelitian ini. Kajian terhadap bahasa Madura dari aspek konsonan geminat 4 diakronis

ini bertujuan untuk menelusuri sejarah perkembangan bahasa itu. Konsonan geminat dipilih karena terlihat bahwa hanya bahasa Madura yang masih mempertahankan unsur konsonan geminat di antara bahasa-bahasa sekerabat lainnya dalam subkelompok Melayu-Jawa. Semua konsonan yang berada di posisi penultima dalam bahasa Madura adalah geminat, kecuali fonem konsonan

2 Dalam kajiannya Nothofer (1975) membagi bahasa Madura dalam 5 dialek yaitu dialek

Bangkalan, dialek Bawean, dialek Kangean, dialek Pamekasan, dan dialek Sumenep. Berbeda dengan Nothofer, Salzner (1960) membagi bahasa Madura berdasarkan daerah yakni 1) bahasa Madura dalam wilayah Barat terdiri dari dialek Bangkalan dan dialek Pamekasan. 2) bahasa Madura dalam wilayah Timur terdiri dari dialek Bawean, dialek Pasuruan-Basuki dan dialek Sapudi Kangean. Adapun Wurm dan Hattori (1984) hanya membagi bahasa Madura atas dialek Barat, dialek Tengah dan dialek Timur tanpa ada penjelasan.

3 Realitas tingkat tutur dalam bahasa Madura ini dilaporkan Stevens (1965) dengan

menggunakan istilah ‘language levels’, sedangkan Nothofer lebih memilih menggunakan istilah berbeda yaitu status style. Walaupun Steven dan Nothofer menggunakan istilah berbeda tetapi dalam pembagiannya keduanya sepaham. Stevens dan Nothofer membagi tingkat tutur bahasa Madura ke dalam 5 tingkatan yaitu : 1) alòs tèghi (sangat halus), 2) alòs (halus), 3) t∂a (tengah), 4) kasar , 5) tanpa nama (sangat kasar).

4 Menurut Crystal (1991) dan Poedjosoedarmo (2003) konsonan geminat adalah konsonan rangkap yang terjadi karena adanya tekanan kata yang kuat pada posisi pra akhir sebuah kata atau morfem.

(3)

q dan h. Ada dua kemungkinan hipotesis untuk menjelaskan tentang konsonan geminat ini pada bahasa Madura, yang pertama adalah bahasa Madura mempertahankan (retensi) konsonan geminat PMJ, sedangkan bahasa-bahasa Melayu Jawa lainnya berinovasi menjadi single consonant (satu konsonan) atau kemungkinan yang kedua adalah terjadi inovasi fonem konsonan geminat sesudah fonem vokal *∂ dalam bahasa Madura. Terdapat bukti pendukung untuk asumsi pertama yaitu adanya manuskrip Melayu yang bertuliskan kata-kata Melayu modern seperti b∂sar, k∂rat, dan t∂lu diucapkan dengan geminat b.ss.r, k.rr.t, dan t.ll.q. Konsonan geminat Ini juga terdapat dalam dokumen Jawa kuno pada abad 10 (Jayapattra), seperti nama Gallam (Jawa Modern G∂lam), pajjah (Jawa modern p∂jah ‘mati’) (Ras,1970:429).

Dalam penelitian ini akan dilihat semua kata-kata kognat yang mengandung unsur konsonan geminat yang muncul dalam bahasa Madura secara umum tanpa memperhitungkan dialek dan tingkat tutur.

Kajian ini dilakukan dengan memanfaatkan metode komparatif yang deduktif kualitatif dengan menerapkan pendekatan top-down dan teknik rekonstruksi. Metode deduktif dilakukan dengan menggunakan hasil rekonstruksi pada level lebih tinggi yaitu Proto Malayo Javanic yang telah disusun oleh linguis diakronis Nothofer (1975) untuk menemukan refleksnya pada bahasa Madura. Prosedur analisis ditempuh melalui penemuan refleks fonem-fonem konsonan geminat PMJ pada bahasa yang diteliti, dengan membandingkan bentuk dan makna etimon protobahasa dengan leksikon bahasa yang bersangkutan. Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa bahasa-bahasa sekerabat biasanya menyimpan (retensi) dan mengubah (inovasi) unsur-unsur warisan serta kaidah melalui bermacam cara (Fernandez,1996). Selanjutnya untuk memudahkan pembicaraan, Proto Malayo Javanic disingkat PMJ, bahasa Madura di singkat Mad.

Data yang diperoleh dalam kerja lapangan melalui penjaringan dari informan penutur bahasa Madura yang digunakan sebagai sumber data primer dan data sekunder bahasa Madura dari penelitian terdahulu merupakan data pelengkap dan pembanding untuk mengamati refleks etimon konsonan geminat PMJ dalam menemukan unsur-unsur inovasi dan retensi fonologis dan leksikal bahasa Madura dan disajikan secara selektif dalam tabel berdasarkan data yang terjaring. Evidensi pembaharuan (inovasi) dan pemertahanan (retensi) jenis fonem-fonem konsonan geminat tersebut berdasarkan parameter hasil rekonstruksi etimon PMJ.

2. Analisis dan Pembahasan

Menurut Moehnilabib,dkk. (1979) sistem fonem bahasa Madura dewasa ini mengenal 6 buah vokal, meliputi vokal /i, , u, , ∂, a/ dan diftong terdiri dari 4 buah yaitu /∂y, ay, uy, y/, sedangkan konsonan sebanyak 26 buah, meliputi /p, t, t, c, k, q, b, d, d, j, g, bh, dh, dh, jh, gh, m, n, ñ,    , l, r, s, h, w, y/. (bandingkan Kiliaan,1904;Stevens,1968;Nothofer,1975 dan Zainudin,dkk,1978)5 . Dari sistem

5 Stevens (1968) mendeskripsikan bahasa Madura memiliki tiga kelompok fonem vokal yakni :

(4)

fonem tersebut tampak bahwa telah terjadi perubahan fonologis dan leksikal yang menarik dalam sejarah perkembangan bahasa Madura.

Melalui penelusuran refleks fonem-fonem khususnya konsonan geminat PMJ pada bahasa Madura dalam kajian ini dapat dijelaskan fakta historis tentang perubahan tersebut. Konsonan geminat hanya terdapat dalam posisi penultima, seperti dapat dilihat pada hasil analisis berikut :

Berdasarkan data bahasa Madura yang dijaring tampak sejumlah konsonan geminat yang tidak mengalami inovasi tetapi mengalami retensi

Sebagai contoh misalnya, PMJ*l∂bbih>Mad.lbbi ‘lebih’;

PMJ*Labbuh>Mad.labbhu ‘menceburkan orang lain’;PMJ*rubbuh>Mad.rbbhu ‘jatuh’. Dalam contoh tersebut perubahan fonologis PMJ*bb > Mad./bb/ merupakan retensi fonem PMJ yang dipelihara pada bahasa Mad. Sama halnya seperti retensi fonem geminat :

PMJ*kk>Mad./kk/ misalnya PMJ*c∂kkur>Mad.ckkur ‘cukur’; PMJ*mm>Mad./mm/ misalnya PMJ*t∂mmuq>Mad.t∂mmh ‘bertemu’; PMJ*pp>Mad/pp/ misalnya PMJ*D∂ppaq>Mad.d∂ppa(h) ‘depa’; PMJ*tt>Mad.  /tt/  misalnya PMJ*k∂ttus>Mad.   k∂tt s ‘ketus’; PMJ*ññ>Mad./ññ/ misalnya PMJ*Baññak>Mad. b∂ññaq ‘banyak’; PMJ*>Mad.// misalny

Pada bahasa Madura refleks konsonan geminat PMJ dapat menghasilkan kaidah-kaidah primer yang dapat dijelaskan sebagai kaidah perubahan konsonan geminat yang teratur (kaidah primer) di samping kaidah perubahan konsonan geminat yang sporadis (kaidah sekunder). Dalam tabel-tabel (terlampir) dapat diamati berbagai kaidah perubahan konsonan geminat primer dan sekunder yang dialami bahasa Madura seperti tampak dalam kemiripan leksikal etimon PMJ dengan kosa kata bahasa Madura, sebagai cerminan (refleks) dari bentuk awalnya, PMJ.

Perubahan fonologis tampak dalam, PMJ*k∂bbaw>Mad.k∂-r-bhuy‘kerbau’. Pada contoh tersebut perubahan fonem konsonan geminat PMJ*bb>Mad.rbh merupakan inovasi konsonan pada bahasa Madura berupa gejala perubahan berupa disimilasi pada konsonan geminat PMJ *bb tampak bahwa fonem b pertama dirubah dari hambat bilabial menjadi r yang merupakan getar apiko

pinjaman. Adapun kelompok vokal utama memiliki alofon sebagai berikut /i/ : [i], [è] ; /u/ :[u], [ò]; /a/: [á], [a] ; dan /∂/ : [∂], [əˆ]. Adapun Kiliaan (1904) dan Nothofer (1975) mendeskripsikan bahwa sistem fonem bahasa Madura mengenal 9 buah vokal, meliputi vokal /i, è, é, u, ò, ó, ∂, á, a/ dan diftong terdiri dari 4 buah yaitu /áy, ay, uy, òy/, sedangkan konsonan sebanyak 26 buah, meliputi /p, t, t, c, k, q, b, d,d, j, g, bh, dh, dh, jh, gh, m, n, ñ,    , l, r, s, h, w, y/. Sedangkan Zainudin,dkk (1978) mendeskripsikan bahasa Madura memiliki 7 vokal, 25 konsonan dan 4 diftong.

(5)

dental supaya berbeda dengan b yang kedua. Gejala perubahan ini juga tampak pada PMJ*b∂nn∂r>Mad.b∂ndh∂r ‘benar’ yaitu konsonan geminat PMJ*nn, fonem n kedua dirubah dari sengau apiko dental menjadi hambat apiko dental supaya berbeda dengan n yang pertama.

Secara leksikal data seperti PMJ*qallih>Mad.all ‘pindah’; PMJ*h∂lla>Mad.la ‘elang’ memperlihatkan inovasi leksikal karena konsonan geminat PMJ*ll mengalami proses pembelahan (split) fonem konsonan geminat karena direfleksikan sebagai Mad. ll yang merupakan retensi dan Mad. l merupakan penghilangan urutan bunyi yang sama dengan urutan bunyi berikutnya (haplologi). Gejala yang sama juga terjadi pada data PMJ*B∂ssiq>Mad.b∂ss(h) ‘besi’ ; PMJ*Bass∂h>Mad.b∂cca ‘basah’, konsonan geminat dari PMJ*ss mengalami inovasi berupa split karena tidak hanya direfleksikan sebagai Mad.ss tetapi juga sebagai Mad.cc.

Inovasi konsonan geminat berupa merger antara konsonan geminat PMJ*jj dan *zz > Mad.jjh (hanya pada posisi penultima) seperti PMJ*tujj∂w>Mad.tjjhu(h) ‘tujuan’; *h∂zz∂n>Mad.(∂j)jh∂n ‘memeras’. Pada posisi pra akhir, konsonan geminat PMJ*RR merger dengan PMJ*rr>Mad.rr, seperti PMJ*B∂RRat>Mad.b∂rr∂ ‘berat’ ; PMJ*B∂rras>Mad.b∂rr∂s ‘beras’. Selain itu, konsonan geminat *BB merger dengan konsonan geminat *bb> Mad.bbh seperti PMJ*t∂BBas>Mad.t∂bbh∂s ‘tebas’ ; PMJ*labbuh>Mad.labbhu ‘menceburkan orang lain agar tenggelam’

Perubahan fonologis tampak dalam inovasi konsonan geminat seperti substitusi konsonan geminat PMJ*DD>Mad.dd yang terjadi pada posisi pra akhir.  Berdasarkan data bahasa Madura, tampak sejumlah data yang memperlihatkan gejala perubahan (inovasi) berupa asimilasi regresif (regresive assimilation), misalnya PMJ *t∂st∂s dan *taptap yaitu bunyi /s/ pada *t∂st∂s dipengaruhi oleh bunyi /t/ sesudahnya sehingga /s/ berubah artikulasinya dari frikatif avikodental menjadi hambat avikodental dalam bahasa Madura. Hal yang sama juga berlaku pada bunyi /p/ dalam *taptap karena pengaruh bunyi /t/ berubah artikulasinya dari hambat bilabial menjadi hambat apiko-dental dalam bahasa Madura.

Sebaliknya, PMJ*h>Mad. misalnya dalam kata PMJ*tahiq>Mad.ta(h) ’bangun’ yang menunjukkan gejala perubahan sekunder yang disebut asimilasi progresif karena bunyi /h/ yang merupakan bunyi frikatif glotis tak bersuara dipengaruhi oleh bunyi sebelumnya yaitu // sehingga menjadi sengau dorso velar bersuara.

Asimilasi ini terjadi secara teratur pada bahasa Madura dialek Bawean dan Pamekasan. Contoh-contoh dalam analisis di atas, hanya disajikan masing-masing sebuah contoh, contoh lain dapat dilihat pada tabel 1.

Pada beberapa data berikut terlihat kemungkinan adanya perkembangan konsonan geminat bahasa Madura karena adanya perubahan analogis6.

Contohnya PMJ*pituq>Mad. pttq, ptt(h) ‘tujuh’ ; PMJ*waluq>Mad.b∂llu(h), b∂lluq ‘delapan’. Hal ini merupakan perubahan analogis dari konsonan geminat

6 Menurut Nothofer (1976) analogi adalah satu proses dimana phonesss dan /atau morphs berubah atau phoness dan /atau morphs yang baru dikembangkan, didasarkan pola phoness dan /atau morphs yang ada dalam satu bahasa.

(6)

pada kata-kata yang menunjukkan bilangan sebelumnya seperti contoh berikut : PMJ*t∂lluq>Mad. t∂llq, t∂ll(h) ‘tiga’ ; PMJ *q∂nn∂m > Mad. ∂nn∂m ‘enam’.

Dari hasil analisis konsonan geminat secara diakronis terhadap bahasa Madura dalam makalah ini sesuai dengan data yang diperoleh, tampak bahwa retensi fonologis dan leksikal secara signifikan lebih lebih dominan daripada retensi. Bahasa Madura ternyata memiliki kekhasan sejarah perkembangan fonologi yang unik, karena sistem fonem yang tergolong sederhana. Sebagaimana tampak pada tabel 1, daftar refleks konsonan geminat PMJ pada bahasa Madura yang disusun secara alphabetis merupakan inventarisasi leksikon protobahasa dan fonem-fonem konsonan geminat PMJ untuk menetapkan kaidah perubahan bahasa yang berlaku dan terandalkan sesuai dengan hasil temuan dari pakar di bidang kajian linguistik diakronis Austronesia khususnya Melayu Javanic. Acuan itu lazimnya terpaut dengan kesepadanan perangkat kognat yang ditemukan pada bahasa Madura dan dapat menjelaskan antarhubungan bahasa Madura dan PMJ. Tabel 2 menjelaskan refleks konsonan geminat PMJ pada bahasa Madura (lihat lampiran).

3. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas, beberapa hal menarik yang berkaitan dengan kajian bahasa Madura dari dimensi konsonan geminat diakronis dapat dikemukakan sebagai berikut.

Bahasa Madura menunjukkan evidensi yang cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam rumpun bahasa Austronesia atau lebih khusus lagi sebagai anggota subkelompok Melayu. Hal itu tampak dari kaidah perubahan primer dan sekunder yang dapat menjelaskan berbagai masalah perubahan yang terkait dengan perubahan konsonan geminat. Konsonan geminat ini pula yang menjadi salah satu evidensi yang menunjukkan bukti bahwa bahasa Madura adalah bahasa yang eksklusif 7.

Secara signifikan bahasa Madura banyak mengalami retensi yang tercermin pada konsonan geminatnya. Hanya sedikit konsonan geminat yang mengalami perubahan (inovasi) jika dikaitkan dengan refleks konsonan geminat PMJ-nya. Perubahan yang terjadi pada bahasa Madura itu adalah split, disimilasi, asimilasi, dan haplologi. Dalam leksikon bahasa Madura semua konsonan geminat berada pada posisi penultima.

Adapun kaidah perubahan sekunder seperti asimilasi misalnya, karena rekurensinya dapat menyebabkan kaidah perubahan sekunder cenderung beralih menjadi kaidah perubahan primer.

Sebagai kesimpulan akhir yang tercermin dari pemertahanan konsonan geminat bahasa Madura, bahwa hal ini juga dapat dikaitkan dengan sikap suku Madura sebagai mana bahasanya yang sulit dipengaruhi oleh aspek luar.

Daftar Pustaka

7 Yang dimaksud eksklusif di sini adalah hanya terjadi pada bahasa Madura dalam lingkungan

bahasa sekerabat lainnya.

(7)

Crystal, David.1991.A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Third edition. Basil Blackwell.

Dyen, Isidore.1965. A Lexicostatistical Classification of the Austronesian Languages. Indiana University Publication in Anthropology and Linguistic, Memoir 19, supplement to the International Journal of American Linguistics.

Fernandez, Inyo Yos.1996. Relasi Historis Kekerabatan Bahasa Flores. Ende : Nusa Indah.

Kiliaan, H.N.1911. Madoereesch spraakkunst. 2 vol. Batavia

Kiliaan, H.N.1904. Madoereesch-Nederlandsch woordenboek. I,II. Leiden.

Moehnilabib,M.,A.Wahab.,S. Prijambada.,N.Huda.,A.S.Ghazali.1979.Morfologi dan Sintaksis Bahasa Madura.Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud.

Nothofer, Bernd.1975. The Reconstruction of Proto-Malayo-Javanic. Verhandelingen van het KITLV 73’s-Gravenhage : Martinus Nijhoff.

Nothofer, Bernd.1976.Perubahan Analogis” . dalam catatan tentang Linguistik Komparatif Genetik. Penataran Dialektologi Tahap ! Juli-Agustus 1976. Proyek Pengembangan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah dengan bantuan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Nothofer, Bernd.1985. The subgrouping of the Languages of the Javo-Sumatra Hesion : a Reconstruction. BTLV 141

Nothofer, Bernd.1988. “A Discussion of two Austronesian subgroups : Proto-Malay and Proto Proto-Malayic. Dalam M.T Ahmad dan Z.M.Zaim (ed) Rekonstruksi dan cabang-cabang bahasa Melayu Induk. Kuala Lumpur : Dewan bahasa dan Pustaka.

Poedjosoedarmo, Soepomo.2003. Filsafat Bahasa. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Ras,J.J.1970. Lange consonanten in enige Indonesische talen II. Bijd. 126.429-47.

Salzner, Richard. 1960. Sprachatlas des Indopazifischen Raumes. Wiesbaden Stevens, Alan.M.1965. Language Levels in Madurese. Lg.41.294-302.

Stevens, Alan.M.1966. The Madurese Reflexes of Proto Malayo Polynesian. Journal of the American Oriental Society.86.147-56.

Stevens, Alan.M.1968. Madurese Phonology and Morphology. New Haven. Uhlenbeck,E.M.1964. A Critical Survey of Studies on the Languages of Java and

Madura.The Hague: Martinus Nijhoff

Wurm, SA and Hattori, Shiro. 1984. Languange Atlas of the Pacific Area.Canbera: Australian Academy of the Humanities.

(8)

Zainudin,S.,Soegianto.,A.Kusuma.,Barijati.1978. Bahasa Madura.Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud.

(9)

Lampiran Tabel :

6. *hass∂m ‘asam’ acc∂m *-ss-> -cc- split

7. *qassin ‘asin’ accn *-ss-> -cc- split

8. *qattah ‘mentah’ m-∂tta *-tt-

>-tt-9. *qattas ‘atas’ attas * >

-tt-10. *Baññak ‘banyak’ b∂ññaq *-ññ- > -ññ

11. *Bass∂h 'basah’ b∂ssa,b∂cca *-ss-> -cc- split

12. *Bassuh ‘basuh’ b∂cc *-ss- > -cc- split

13. *B∂ddak ‘bedak’  b∂ddh∂q  *-dd- > -ddh-   

18. *B∂llit‘to wind around’ b∂llit * >

-ll-19. *B∂llut ‘belut’ b∂lluq * >

-ll-20. *B∂nna‘menang’ m∂nna * >

-nn-21. *[Bb]∂nna ‘benang’ b∂nna * >

-nn-22. *B∂is ‘jahat’ bh∂s *-- > -

-23. *B∂rras ‘beras’ b∂rr∂s * >

-rr-24. *B∂RRat ‘berat’ b∂rr∂ *-RR- > -rr- substitusi

25. *B∂RR∂y ‘beri’ b∂rriq *-RR- > -rr- substitusi

26. *B∂ssiq ‘besi’ b∂ss(h) * >

-ss-27. *B∂ttis ‘betis’ b∂tts * >

-tt-28. *B∂ttuq ‘muncul’ b∂tt(h) * >

-tt-29. *[Bb]ukkaq ‘buka’ bukkaq * >

-kk-30. *b∂nn∂r ‘benar’ bh∂ndh∂r *-nn- > -ndh- disim. Konsonan

31. *c∂kkur ‘cukur’ ckkr * >

-kk-32. *cahcah

‘memotong-motong’

cacca *-hc- > -cc- asim.kons. regresif

33. *cipcip ‘cicip’ cccp *-pc- > -cc- asim.kons. regresif

34. *cupcup ‘menyedot’ cccp *-pc- > -cc- asim.kons. regresif

35. *D∂ppaq ‘depa’ d∂ppa(h) * >

-pp-36. *h∂bbun ‘embun’ (∂b)bhun *-bb->

-bbh-37. *h∂lla ‘elang’ la *-ll- > -l- haplologi

38. *h∂ll∂t ‘jarak’ (∂l)laq * >

-ll-39. *q∂nn∂m ‘enam’ (∂n)n∂m * >

-nn-40. *h∂zz∂n ‘memeras’ (∂j)jh∂n *-zz- > -jjh substitusi

41. *gaddi  ‘gading’ gh∂ddhi   *-dd- > -ddh-   

(10)

42. *gaddu   ‘jenis buah’ gh∂ddhu   *-dd- > -ddh-   

43. *gargar ‘jatuh’ gh∂ggh∂r *-rg- > -ggh- asim.kons. regresif

44. *gattu ‘gantung’ gh∂tt * >

-tt-45. *g∂llut ‘gelut’ gh∂lluq * >

-ll-46. *kaddut ‘karung goni’ kaddhuq *-dd- >

-ddh-47. *kaddal ‘kadal’  kaddh∂l  *-dd- > -ddh-   

48. *k∂bbas ‘menyapu

debu dengan kain’

S: k∂bbhus *-bb- >

-bbh-49. *k∂bbaw ‘kerbau’ k∂-r-bhuy *-bb- > -rbh- disim.konsonan

50. *k∂pp∂l ‘sekepal’ k∂pp∂l * >

-pp-67. *p∂lluh ‘keringat’ p∂ll * >

-ll-68. *p∂ll∂s ‘sakit ’ p∂ll∂s * >

-ll-69. *p∂RR∂h ‘mengobati

mata’

p∂rra *-RR- > -rr- substitusi

70. *r∂bbut ‘rebut’ r∂bbhuq *-bb- >

-bbh-71. *rubbuh ‘roboh/jatuh’ rbbhu *-bb- >

-bbh-72. *R∂bbu ‘rebung’ r∂bbhu *-bb- >

-bbh-73. *s∂dd∂   ‘sedang’ s∂ddh∂   *-dd- > -ddh-   

74. *s∂dd∂p ‘sedap’   s∂dd∂p  *-dd- > -dd-   

75. *s∂ddih ‘sedih’  s∂ddhi  *-dd- > -ddh-   

76. *s∂ppah ‘menginang’ s∂ppa * >

-pp-77. *s∂ss∂h ‘mencuci’ sassa * >

-ss-78. *siksik ‘sisik’ sssq *-ks- > -ss- assim.kons.regresif

79. *s-ul-upsup

‘merangkak’

s-al-ssq *-ps- > -ss- assim.kons.regresif

80. *taptap ‘tempeleng’ B : tattap *-pt- > -tt- assim.kons.regresif

81. *tahiq ‘bangun’ ta(h) *-h- > -- assim.konsonan

progresif

82. *t∂BBas ‘tebas’ t∂bbh∂s *-BB- > -bbh- substitusi

(11)

83. *t∂BBuq ‘tebu’ t∂bbhuq *-BB- > -bbh- substitusi

84. *t∂bbah ‘hantam’ S.P:t∂bbh∂ *-bb- >

-bbh-85. *t∂lluq ‘tiga’ t∂ll(h),t∂llq * >

-ll-86. *t∂lluR ‘telur’ t∂llr * >

-ll-87. *t∂mmuq ‘bertemu’ t∂mm(h) * >

-mm-88. *t∂nnun ‘menenun’ t∂nnn * >

-nn-89. *t∂ppu ‘tepung’ t∂pp * >

-pp-90. *t∂RRab ‘sendawa’ d∂rr∂p *-RR- > -rr- substitusi

91. *t∂st∂s ‘tetas’ B.P:t∂tt∂s *-st- > -tt- asim.kons. regresif

92. *tuhtuh ‘memotong

Tabel 1 : Refleks etimon protobahasa Malayo Javanic dan fonem-fonemnya pada bahasa Madura.

(12)

30. *pt tt

31. *st tt

32. *h 

Tabel 2 : Refleks konsonan geminat protobahasa Malayo Javanic pada bahasa Madura.

Singkatan pada tabel :

B = bahasa Madura dialek Bawean P = bahasa Madura dialek Pamekasan S = bahasa Madura dialek Sumenep

Gambar

Tabel 1 : Refleks etimon protobahasa Malayo Javanic dan fonem-fonemnya pada bahasa Madura.
Tabel 2 : Refleks konsonan geminat protobahasa Malayo Javanic pada bahasa Madura.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui energi listrik yang dihasilkan oleh generator termoelektrik dengan menggunakan berbagai jenis limbah organik (tatal kayu akasia, tatal

1) agregat ringan dipilih berdasarkan kuat tekan atau berat isi beton ringan yang disyaratkan, sehingga hasil perhitungan jumlah frasi agregat kasar menurut ayat 3.3.1 Butir

Peninggalan masa lalu yang paling awal diperhatikan dalam membantu kajian geografi sejarah adalah yang berupa monumen, dalam bentuk struktur bangunan utuh atau

Pearson (1983) menjelaskan bahwa terdapat beberapa keuntungan yang didapat secara langsung dari keterbukaan diri, keuntungan tersebut antara lain adalah seseorang

Melalui metode CPM mengasumsikan bahwa kegiatan pelaksanaan proyek dapat dipersingkat atau diperpendek (crashed) dengan menambah sumberdaya, tenaga kerja,peralatan,

4< ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan Ekstrak Daun Gamal dengan berbagai konsentrasi memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tanaman nilam,

Beberapa mahasiswa mulai mengangkat tema anatomi dengan melihat serta membandingkan an- tara jenis satu dengan yang lain sebagai data pen- dukung untuk