• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hidro ponik Tanaman Padi .docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hidro ponik Tanaman Padi .docx"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya Khusus (UPSUS) Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai pada Tahun 2017, dengan target produksi Tahun 2015 untuk Padi sebesar 73,4 juta ton, Jagung sebesar 20 juta ton dan Kedelai sebesar 1,2 juta ton. Program Upaya Khusus diharapkan mampu untuk meningkatkan IP (Indeks Pertanaman), dan melakukan intensifikasi lahan secara maksimal untuk meningkatkan produksi Padi, Jagung dan Kedelai.

Target produksi Padi nasional sebesar 73,4 juta ton di Tahun 2015, dengan pencapaian produksi di Tahun 2014 sebesar 69,87 juta ton, kekurangan produksi Padi nasional sebesar 3,53 juta ton dari target Tahun 2015. Untuk mencapai target produksi Padi nasional Tahun 2015, Propinsi Jawa Timur yang merupakan sentra lumbung pangan nasional diharapkan dapat menyumbang produksi Padi sebanyak 2 juta ton dengan melakukan gerakan peningkatan produksi pangan, mendukung pencapaian produksi tanaman pangan strategis, mengamankan pertanaman/eksisting dari gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan dampak perubahan iklim (banjir dan kekeringan) serta mengintensifkan luas panen optimal dengan upaya meningkatkan penyuluhan dan pendampingan kepada petani agar mau menerapkan teknologi sesuai kondisi spesifik lokasi, meningkatkan koordinasi dengan stakeholder guna untuk ketersediaan sarana produksi (benih, pupuk, dan pestisida) yang cukup dan memenuhi 6 tepat (jenis, waktu, jumlah, kualitas, lokasi, dan harga).

(2)

Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu wilayah integral Propinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah 118 ha, dengan luas wilayah pertanian 113 ha, dalam meningkatkan produksi Padi Desa Tambak Rejo memiliki banyak permasalahan yang dihadapi diantaranya letak geografis desa yang berada antara 5 – 8 meter diatas permukaan laut (dpl) sehingga wilayah pertanian Desa Tambak Rejo sering terendam oleh banjir pada musim penghujan, perubahan iklim yang tidak menentu, hama dan penyakit yang selalu menghantui petani serta perilaku dan sikap petani sendiri yang sulit untuk menerapkan paket-paket teknologi terbarukan dalam sistem tanam budidaya padi.

Kondisi lingkungan dan kondisi iklim yang kurang menunjang membuat para petani yang ada di Desa Tambak Rejo tidak memanfaatkan lahan pertaniannya khususnya pada musim penghujan yang mengakibatkan indeks petanaman menurun sehingga berdampak pada produktifitas padi setiap tahunnya.

Melihat kenyataan tersebut, maka Desa Tambak Rejo perlu menerapkan paket-paket teknologi yang telah berkembang luas diseluruh Indonesia diantaranya paket teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu) yang merupakan perpaduan dari berbagai komponen teknologi yang dirakit dan disesuaikan dengan kondisi lokasi tertentu guna menghasilkan produksi yang tinggi dan paket teknologi

SRI (Sistem Rice Of Intensification),

merupakan teknik budidaya Padi yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan.

(3)

sebuah kajian tentang “Rancangan Penyuluhan tentang Sistem Tanam Hidroponik Tanaman Padi di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton

Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur” untuk menambah pengetahuan dan wawasan petani dalam melakukan usaha budidaya pertanian.

(4)

1.2. Rumusan Masalah

- Bagaimana perbedaan pertumbuhan tanaman Padi budidaya sistem tanam Hidroponik dengan budidaya sistem tanam Konvensional.

- Bagaimana membuat rancangan penyuluhan yang tepat untuk menerapkan teknologi budidaya sistem tanam Hidroponik di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan

- Bagaimana peningkatan pengetahuan petani tentang teknologi budidaya padi dengan pola tanam Hidroponik.

1.3. Tujuan

- Dapat mengetahui perbedaan pertumbuhan budidaya Padi sistem tanam Hidroponik dengan budidaya sistem tanam Konvensional .

- Dapat Menyusun rancangan penyuluhan tentang teknik budidaya Padi dengan sistem tanam Hidroponik untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi petani.

- Dapat mengetahui peningkatan pengetahuan petani tentang teknik budidaya Padi dengan sistem tanam Hidroponik.

1.4. Manfaat

Hasil kajian ini bermanfaat bagi:

- Petani, penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam berusaha tani budidaya tanaman Padi yang menyehatkan dan menguntungkan.

- Pemerintah Daerah, hasil penelitian ini sebagai sumbangan pemikiran dalam penerapan sistem budidaya Padi dengan menggunakan sistem tanam Hidroponik dalam memecahkan masalah budidaya Padi

- Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang, penelitian ini akan berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang penerapan sistem tanam budidaya Padi dengan sistem tanam Hidroponik dalam meningkatkan produktifitas Gabah Kering Panen (GKP).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Teknis

(5)

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae atau Glumiflorae). Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophytae dengan subdivisio Angiospermae, digolongkan ke dalam kelas Monocotyledonae, termasuk ordo Poales dengan famili Poaceae serta genus Oryza Linn dan dengan nama spesies Oryza sativa L.

Gambar 1. Morfologi Tanaman Padi Klasifikasi ilmiah tanaman Padi :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta (tidak termasuk) Monocots

(tidak termasuk) Commelinids

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : O. Sativa Nama binomial : Oryza Sativa

2.1.2. Paket Teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)

(6)

Menurut Kartaatmadja dan Fagi (1999) pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) merupakan suatu upaya untuk melumintukan (melestarikan) produksi tanaman Padi. Selain menjaga kelestarian tingkat produksi, pendekatan PTT juga mampu meningkatkan produktivitas tanaman dengan biaya produksi yang lebih efisien, sehingga berpeluang untuk meningkatkan pendapatan petani.

Terjadinya peningkatan jumlah anakan maksimum pada perlakuan Model PTT antara lain disebabkan persaingan sesama tanaman Padi (inter spesies) dalam mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya, dan ruang untuk tumbuh (Gani, 2003; Abdullah, 2004). Pada Model PTT yang ditanam dengan sistem tanam jajar legowo 4:1 menyebabkan terdapatnya banyak lorong dibanding sistem tegel pada perlakuan Paket/Cara Petani. Hal ini menyebabkan intensitas cahaya matahari yang sampai ke permukaan daun lebih banyak terutama pada pinggir lorong sehingga meningkatkan efisiensi fotosintesa (Abdullah. 2000).

Menurut Fagi dan De Datta (1981) dan Darwis (1982), laju serapan hara oleh akar tanaman cenderung meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya.

Sistem tanam Jajar Legowo merupakan sistem tanam yang menerapkan semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir tanaman yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir). Dengan adanya barisan kosong (legowo), penyerapan nutrisi oleh akar menjadi lebih sempurna sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Setyanto dan Kartikawati, 2008). Sistem tanam jajar legowo lebih menguntungkan karena tanaman tidak saling berebut makanan, sehingga akar dalam setiap rumpun padi memperoleh nutrisi yang optimal yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan juga produksi serta mudah dalam pemberian pupuk dengan adanya lorong dan mudah dalam penanggulangan gulma.

(7)

System Rice of Intensification (SRI) adalah teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktivitas Padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktivitas Padi sebesar 50% bahkan dibeberapa tempat mencapai lebih dari 100% (Mutakin, 2007).

Hasil metode SRI sangat memuaskan. Di Madagaskar pada beberapa tanah tak subur yang produksi normalnya 2 ton/ha, petani yang menggunakan SRI memperoleh hasil panen lebih dari 8 ton/ha, beberapa petani memperoleh 10-15 ton/ha, bahkan ada yang mencapai 20 ton/ha (Mutakin, 2005).

2.1.4. Sistem Tanaman Hidroponik

Hidroponik berasal dari bahasa Latin hydros yang berarti air dan phonos yang berarti kerja.hidroponik arti harfiahnya adalah kerja air. Bertanam secara Hidroponik kemudian dikenal dengan bertanam tanpa medium tanah (soilless cultivation, soilless culture). Pada awalnya bertanam secara Hidroponik menggunakan wadah yang hanya berisi air yang telah dicampur dengan pupuk, baik pupuk mikro maupun pupuk makro. Pada perkembangannya, bertanam Hidroponik meliputi berbagai cara yaitu bertanam tanpa medium tanah.

Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada budidaya dengan tanah. hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas.

(8)

dapat dikontrol dengan baik, dapat diusahakan di tempat yang tidak terlalu luas ataupun dipergunakan sebagai bisnis dengan luasan yang cukup, dapat mengurangi jumlah tenaga kerja, kenyamanan kerja dapat ditingkatkan secara ergonomis, dan diferensiasi produk dapat dilakukan (Suejusoh, 2006 dalam Yusuf Bahtiar)

Beberapa kelebihan bertanam secara hidroponik dibandingkan penanaman dengan menggunakan media tanah adalah masalah hama dan penyakit yang dapat dikurangi, produk yang dihasilkan umumnya berkualitas lebih baik sehingga harga jualnya lebih tinggi (Mardiyah Hayati, 2009).

2.1.5. Pupuk Kompos

Pupuk kompos adalah hasil penguraian tidak lengkap (parsial) dari campuran bahan-bahan organik. Proses pengomposan dapat dipercepat secara artifisial dengan menambahkan macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab dan aerobik atau anaerobik. (Isroi & Nurheti Yuliarti, 2009).

Kompos merupakan material organik yang sudah didekomposisi dan digunakan sebagai pupuk untuk penyubur tanah. Kebutuhan pupuk anorganik yang sangat tinggi mengakibatkan produksi pertanian kurang hiegenis dikonsumsi, juga harga pupuk anorganik yang sangat tinggi sehingga tidak jarang petani mengalami kerugian pada saat budidaya.

(9)

Tabel 1. Kandungan Unsurhara Kompos

Bahan Kandungan Persentase Kandungan

Nitrogen (N) 1.33%

Fosfor (P2O5) 0.85%

Kalium (K2O) 0.36%

Kalsium (Ca) 5.61%

Zat Besi (Fe) 2.1%

Seng (Zn) 285 ppm

Timah (Sn) 575 ppm

Tembaga (Cu) 65 ppm

Kadmium (Cd) 5 ppm

Humus 53.7%

pH 7.2

Sumber: Nan Djuarni dan Budi. Tahun 2005. 2.1.6. Biourine

Biourin merupakan urin yang diambil dari ternak, terutama ruminansia yang terlebih dahulu di fermentasi sebelum digunakan. hasil percobaan lapangan menujukkan peningkatan produktifitas pertanian yang mencapai sampai 25% terhadap tanaman Jagung, Bawang Merah, Kopi dan Kakao jika dibandingkan dengan kontrol. Berdasarkan proses dan hasil tersebut, dapat disimpulkan (sementara) bahwa biourin diperoleh dari fermentasi anaerobik dari urine dengan nutrisi tambahan menggunakan mikroba pengikat nitrogen dan mikroba dekomposer lainnya. Dengan demikian kandungan unsur nitrogen dalam biourin akan lebih tinggi dibandingkan dengan pada urine. (anynomous. 2008).

(10)

Menurut Lingga, 1991 dalam Hannayuri, 2011 melaporkan bahwa jenis dan kandungan hara yang terdapat pada kotoran ternak sapi padat dan cair dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Jenis dan Kandungan Zat Hara Kotoran Sapi Padat dan Cair Sapi Nitrogen (%) Fosfor (%) Kalium (%) Air (%)

Padat 0.40 0.20 0.10 85

Cair 1.00 0.50 1.50 92

Sumber: Nan Djuarni dan Budi. Tahun 2005

Berbeda dengan pupuk buatan yang hanya mengandung satu nutrisi saja, pupuk organik yang dibuat dari urine sapi mengandung nutrisi yang beragam dan seimbang seperti yang dijelaskan dari hasil penelitian S.C.Hsieh dan C.F.Hsieh, 1987 (dalam Hannayuri, 2011)

Tabel 3. Jumlah Unsur Hara pada Kotoran Sapi

N P K Ca Hg Na Fe Mn Zn Cu Ni Cr

1,1 0,5 0,9 1,1 0,8 0,2 5726 344 122 20 - 6 Sumber: Hsieh S.C 0dan C F. Hsieh. 1987 dalam Hannayuri. Tahun 2011

Tabel 3 menunjukkan unsur hara yang tekandung dalam kotoran sapi adalah unsur hara Fe (besi) yang memiliki kandungan tertinggi, sedangkan kandungan terendah adalah P (posfor), dari beragamnya kandungan unsur hara yang ada pada kotoran sapi, sehingga kotoran sapi sangat cocok untuk digunakan sebagai bahan campuran media tanam.

Tabel 4. Beberapa Sifat Urine Sapi Sebelum dan Sesudah Difermentasi.

Unsur pH N P K Ca Na Fe Mn Zn Cu Warna Bau

Pra fermen.

7,2 1,1 0,5 0,9 1,1 0,2 3726 300 101 18 Kuning Menyengat

Pasca

fermen. 8,7 2,7 2,4 3,8 5,8 7,2 7692 507 624 510 hitam kurang

(11)

Pada Tabel 4 menunjukkan tingkat kandungan hara dan sifat urine sapi setelah melakukan fermentasi mengalami peningkatan yang sangat tinggi dibanding sebelum malakukan fermentasi sehingga urine sapi yang difermentasi sangat cocok untuk digunakan sebagai unsur hara dalam pertumbuhan tanaman. 2.2. Aspek Sosial

2.2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil ‘’tahu’’ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. (anonymous. 2015)

Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003) mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (Know)

(12)

rangsangan yang telah diterima. Contoh, dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan menggunakan rumus statistik dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

(13)

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

2.2.2. Pengertian Penyuluhan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K), bahwa penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Penyuluhan dapat diartikan sebagai proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memberdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif, agar terjadi perubahan perilku pada diri semua stakeholders (individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan, demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif yang semakin sejahtera secara berkelanjutan (Mardikanto, 2009).

Penyuluhan pertanian adalah pemberdayaan petani beserta keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka (Daniel, Darmawati, dan Nieldalina, 2006).

(14)

Tujuan penyuluhan pertanian jangka panjang adalah terjadi peningkatan taraf hidup masyarakat, maka hal ini hanya dapat dicapai apabila petani dalam masyarakat telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya dengan cara-cara yang lebih baik

b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, mau dan mampu menjauhi para pengijon, lintah darat, dan melakukan teknik pemasaran yang benar

c. Better living, hidup baik dengan mampu menghemat, tidak berfoya-foya dan setelah berlangsungnya masa panenan, bisa menabung, bekerja sama memperbaiki hiegenis lingkungan, dan mampu mencari alternatif lain dalam hal usaha, misal mendirikan industri rumah tangga yang lain dengan mengikutsertakan keluarganya guna mengisi kekosongan waktu selama menunggu panenan berikutnya.

Tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah terjadinya dinamika dan perubahan-perubahan pada diri petani yang mencakup prilaku yaitu ; (Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap), dan kepribadian yaitu (Kemandirian, ketidaktergantungan, keterbukaan, kemampuan kerjasama, kepemimpinan, daya saing dan sensitive gender) sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri dalam mengatasi masalah (Wahjuti, 2007).

2.2.4. Kegiatan Penyuluhan

(15)

2.2.5. Unsur-unsur Penyuluhan

Ibrahim, Jabal Tarik. Arman Sudiyono. dan Harpowo, (2003), menyebutkan bahwa unsur-unsur penyuluhan pertanian merupakan semua faktor yang terdapat pada kegiatan penyuluhan pertanian meliputi:

1. Sumber

Dapat berupa penyuluh pertanian dan lembaga penelitian pemerintah/ swasta yang melakukan penelitian pertanian guna menghasilkan teknologi pertanian.

2. Materi

(16)

manarik perhatian para petani adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha perbaikan produksi, pendapatan dan tingkat kehidupannya.

Mengenai materi penyuluhan, Millikan dan Hapgood dalam Kartasapoetra (1987) berpendapat: “materi penyuluhan agar dapat diterima dan diyakini petani maka harus memiliki sifat: (1) menguntungkan secara nyata, (2) dapat melengkapi kegiatan dan mengimbangi keadaan yang berkembang sekarang, (3) sederhana dan mudah dilaksanakan, (4) sesuai dan tidak bertentangan dengan adat dan norma, (5) mampu dikuasai dan terjangkau, (6) dapat dimanfaatkan dengan hasil yang nyata dan cepat, (7) tidak mahal biayanya, (8) memiliki resiko yang rendah, (9) pengaruhnya harus mengagumkan dan (10) dapat dikembangkan sendiri oleh petani”.

3. Metode dan Teknik

Metode penyuluhan dapat diartikan sebagai cara penyampaian materi penyuluhan, melalui media komunikasi oleh penyuluh kepada petani beserta keluarganya agar bisa dan membiasakan diri menggunakan teknologi (Suriaatmadja, 1988). Sedangkan pendapat lain mengartikan bahwa metode penyuluhan pertanian adalah cara penyampaian materi (isi pesan) penyuluhan pertanian oleh penyuluh kepada petani dan keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung agar mereka tahu, mau dan mampu menggunakan inovasi baru (Anonymous, 1995).

(17)

banyak metode yang digunakan semakin baik dan pesan semakin cepat dapat dipahami. Penerapan metode akan lebih baik jika didukung dengan penggunaan materi fisual dan tertulis”. Ditambahkan oleh Soedarmanto (2001), yang penting metode penyuluhan yang digunakan harus sesuai dengan sasaran, cukup dalam kualitas dan kuantitas, tepat mengenai sasaran, tapat waktu, materi lebih mudah diterima dan dimengerti serta murah pembiayaannya.

Metode dan teknik merupakan cara-cara penyampaian materi penyuluhan secara sistematis hingga materi penyuluhan dapat dimengerti dan diterima petani sasaran. Soedarmanto (1996) dalam Ibrahim, dkk, (2003), metode penyuluhan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) sesuai dengan keadaan sasaran, (2) cukup kualitas dan kuantitas, (3) tepat mengenai sasaran dan waktu, (4) mudah diterima dan dimengerti, (5) murah pembiayaannya. Sedangkan dengan pertimbangan banyaknya sasaran yang disuluh, maka metode penyuluhan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu: (1) metode perorangan, (2) metode kelompok, (3) metode massal.

Menurut Wahjuti (2005) dalam dunia pendidikan metode diartikan sebagai “cara”, sedangkan teknik adalah “prosedur”. Dalam dunia penyuluhan pertanian metode dan teknik penyuluhan pertanian merupakan cara dan prosedur yang harus ditempuh oleh seorang penyuluh atau komunikator dalam menyampaikan pesan kepada sasaran agar terjadi perubahan baik perilaku maupun kepribadian sasaran sebagaimana yang diharapkan.

(18)

Pelaksanaan penyuluhan akan efektif jika dilengkapi dengan media. Media merupakan salah satu unsur dari saluran dalam sistem komunikasi. Media penyuluhan berfungsi untuk: memusatkan perhatian sasaran, meringkas isi pembicaraan, mempermudah daya tangkap pesan karena lebih banyak panca indera yang aktif, mengurangi penafsiran yang keliru serta pesan dapat disusun secara sistematis (Van dan Ban, A.W. 1999).

Kartasapoetra (1987) menyatakan bahwa pada dasarnya untuk setiap keadaaan dan waktu setiap metode penyuluhan dapat digunakan tetapi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: (1) pendekatan massal untuk menarik perhatian, minat dan keinginan serta memberikan informasi selanjutnya, (2) pendekatan kelompok biasanya untuk memberikan informasi yang lebih rinci tentang inovasi baru, (3) pendekatan perorangan sangat berguna dalam tahap mencoba hingga tahap menerapkan.

Menurut Swasono (1992), bahwa teknik penyuluhan pertanian merupakan salah satu pendukung kuat dalam keberhasilan penyuluhan pertanian, sehingga teknik penyuluhan pertanian jika dihubungkan dengan perilaku sasaran yang akan dicapai adalah: (1) teknik penyuluhan caramah, sasaran dapat mudah memahami, (2) teknik penyuluhan demonstrasi, sasaran dapat mudah mengerti, (3) teknik penyuluhan simulasi, sasaran menjadi yakin, (4) dengan berlatih, sasaran menjadi dapat mengerjakan dan trampil.

4. Sasaran penyuluhan

Sasaran Penyuluhan adalah petani dan nelayan beserta para angota keluarganya dengan tujuan bertani lebih produktif, berusahatani lebih menguntungkan dan dapat hidup sejahtera.

(19)

dan keluarganya agar pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya meningkat, sehingga bersedia mamanfaatkan peluang-peluang yang ada. Adanya perbaikan-perbaikan ini diharapkan petani sanggup bertani lebih produktif, berusahatani lebih menguntungkan dan hidup lebih sejahtera.

Sasaran penyuluhan sebagian besar adalah orang dewasa, oleh karena itu pelaksanaannya harus fleksibel sesuai dengan prinsip pendidikan orang dewasa, yaitu belajar yang didasarkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Lebih lanjut Gibbs dalam Mardikanto (1991) menyebutkan prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) memusatkan perhatian pada permasalahan yang dihadapi, (2) memusatkan pelajaran pada pengalaman yang dimiliki, (3) pengalaman yang diperoleh harus dapat dipahami dan punya arti bagi peserta, (4) peserta diberi kebebasan untuk menelaah pengalaman yang diperoleh, (5) tujuan dan cara pencapaiannya harus dirumuskan sendiri oleh peserta dan (6) peserta harus mampu memberikan umpan balik.

2.2.6. Media Penyuluhan

Menurut Samsudin (1987) media penyuluhan dapat digambarkan sebagai perantara yang menghubungkan penyuluh dengan petani sebagai sasaran. Media penyuluhan sebagai alat komunikasi yang berfungsi untuk memindahkan fakta, gagasan, pendapat dan perasaan dari penyuluh kepada petani. Selanjutnya Kartasapoetra (1994) mengatakan, pada dasarnya media penyuluhan hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: dinamis, sederhana, bersifat hal-hal yang praktis yang dapat dilaksanakan petani, murah pembiayaannya dan dapat menimbulkan pengaruh positif.

2.2.7. Proses Adopsi

(20)

pengambilan keputusan dimana banyak faktor yang mempengaruhinya. Ibrahim, dkk (2003) mengatakan suatu inovasi akan memudahkan atau sulit diterima tergantung dari karakteristik yang mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi oleh patani sasaran, yaitu menguntungkan, tidak bertentangan dengan adat setempat, mudah dipahami, bisa dilaksanakan dalam skala kecil dan memberi hasil nyata.

Selanjutnya inovasi teknologi yang telah disuluhkan kepada individu atau kelompok akan menyebar kepada individu atau kelompok lain melalui proses difusi dalam suatu sistem sosial tertentu (Soekartawi, 1988). Terdapat empat elemen penting dalam proses difusi yang saling terkait yaitu: inovasi, komunikasi, sistem sosial dan kesenjangan waktu (Rogers dalam Soekartawi, 1988).

2.2.8. Evaluasi Penyuluhan

Hornby dan Parnwell dalam Mardikanto (2009), mangatakan bahwa kata evaluasi dalam kehidupan sehari-hari sering diartikan sebagai padanan istilah dari penilaian yaitu suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai sesuatu obyek, keadaan, peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati.

(21)

berdasarkan indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang ditetapkan Indikator kinerja/kegiatan mencakup indikator.

1. Masukan (input), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan/dipergunakan agar pelaksanaan kegiatan/program dapat berjalan dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana material, waktu, teknologi dan lahan.

2. Proses (proces), adalah bagaimana berjalannya suatu program/kegiatan itu terselenggara seperti manajemen, partisipasi sasaran, peran dan fungsi masing-masing personil dan tingkat kehadiran.

3. Keluaran (output) adalah segala sesuatu berupa produk atau jasa (fisik atau non fisik seperti peningkatan pengetahuan) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan/program berdasarkan masukan yang digunakan. 4. Hasil (outcome), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

keluaran kegiatan pada jangka menengah. Hasil merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

5. Manfaat (benefit), adalah kegunaan suatu keluaran (output) yang dirasakan langsung oleh masyarakat, misalnya peningkatan pendapatan, dan sebagainya. Dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh public.

Dampak (impac), adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan, misalnya kekesejahteraan masyarakat dan penurunan tingkat pengangguran.

(22)

-BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1. Lokasi dan Waktu 3.1.1. Lokasi

Lokasi pelaksanaan, penelitian dilaksanakan di wilayah pertanian Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur. 3.1.2. Waktu

Waktu pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilakukan pada Tanggal 18 Mei Tahun 2015.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Identifikasi Potensi Wilayah (IPW)

Identifikasi potensi wilayah dilakukan Di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur dengan menggunakan metoda RRA (Rural Rapid Apraisal). Identifikasi Potensi Wilayah dilakukan dengan pertimbangan masalah yang dihadapi oleh petani menyangkut dengan pengetahuan petani, perilaku budidaya petani dalam berusaha padi, kebutuhan tanaman padi akan unsur hara yang selalu tercuci oleh banjir, tingkat efektifitas dan efisiensi modal baik biaya, tenaga dan Sumber Daya Alam (SDA), teknologi dan hama penyakit yang terus menurunkan produktifitas padi. Berdasarkan hasil identifikasi potensi wilayah maka direncanakan sebuah rencana pemecahan masalah dengan pola tanam Hidroponik yang telah dimodifikasi.

3.2.2. Pendekatan Penelitian

(23)

pendekatan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 13 kali ulangan, kajian dilakukan di Green House Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Malang.

3.2.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan di awali dengan melakukan identifikasi potensi wilayah dari karateristik wilayah, karateristik sosial masyarakat, potensi sumber daya alam sampai pada permasalahan yang terjadi di tingkat petani. Setelah mendapatkan data lalu dianalisis dan dilakukan sebuah penyuluhan sementara pelaksanaan kajian membandingkan 2 sistem tanam yaitu sistem tanam hidroponik dan sistem tanam konvensional untuk langkah kerja pelaksanaan kajian meliputi:

Persiapan

a. Persiapan Benih

Benih yang digunakan adalah benih berlabel dengan jenis varietas IR (International Rice) 64, lalu benih diseleksi, direndam 1 malam dan diperam selama 1-2 malam.

b. Persiapan Tempat Tanam

Tempat tanam menggunakan pot plastic berbentuk persegi empat dengan volume 225 cm3 sebanyak 26 buah, dan bak plastic berbentuk persegi empat

dengan volume 10 liter air sebanyak 7 buah, sebagian jumlah pot yaitu 13 buah pot dilubangi bagian bawah agar akar dapat menyerap unsur hara pada sistem tanam hidroponik sedangkan 13 pot sisanya tidak dilubangi untuk sistem tanam konvensional.

c. Persiapan Media Tanam

(24)

konvensional menggunakan tanah sawah, agar kondisi lingkungan tanaman dalam kajian mendekati kondisi sesungguhnya.

d. Penanaman

Penanaman dilakukan pada sore hari menghindari dehidrasi benih sehingga benih dapat tumbuh dengan sempurna, dalam tiap pot benih di tanam sebanyak 2 benih untuk dan ditanam secara Tabela (Tanam Benih Langsung).

e. Pemiliharaan

Pemiliharaan diantaranya penyiangan dilakukan bila terdapat tanaman pengganggu, pengairan dilakukan bila sistem tanam konvensional terlihat tanda-tanda kekurangan air, pemupukan dilakukan mengikuti pola pemupukan petani pada umumnya sementara pada sistem tanam hidroponik tidak ada perlakuan khusus karena unsur hara telah tersedia di media tanam kompos dan biourine.

Pelaksanaan

a. Sistem Tanam Konvensional

- Masukan tanah sawah kedalam pot sampai pada batas atas mulut pot - Tanam benih Padi sebanyak 2 benih dalam satu pot

- Tutup benih setebal 0,3 cm dengan tanah sawah

- Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali dengan melihat kondisi pertumbuhan tanaman lain/tanaman pengganggu dalam pot.

- Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali selama masa vegetative tanaman Padi dengan menggunakan pupuk anorganik berupa UREA.

- Pengairan dilakukan dalam waktu 5-7 hari dengan melihat kondisi media tanam dengan tanda-tanda media tanam kekurangan air.

b. Sistem Tanam Hidroponik

(25)

- Masukan kompos kedalam pot yang telah dilubangi bagian bawahnya sampai kompos memenuhi mulut pot bagian atas.

- Tanam benih padi sebanyak 2 benih dalam 1 pot - Tutup benih dengan kompos setebal 0,3 cm

- Tempatkan pot yang berisi kompos kedalam bak plastic dengan posisi menggantung diatas mulut bak plastic.

- Masukan biourine yang telah dicampur air dengan konsentrasi 1 : 10 kedalam bak plastic sebanyak 6-7 liter.

- Penyiangan dilakukan bila ada tanaman pengganggu yang tumbuh didalam pot

- Pengairan dilakukan jika air dalam bak plastic telah berkurang melewati batas bagian bawah pot media tanam dengan menambahkan biourine yang telah dicampur air dengan konsentrasi 1 : 10.

- Pemupukan tidak perlu dilakukan karena unsur hara telah disuplay lewat biourine dan kompos.

c. Pengamatan (Parameter yang Diukur dalam kajian)

Pengamatan dilakukan sejak tanaman padi mulai ditanam sampai pada akhir masa vegetative tanaman Padi, durasi pengamatan dilakukan 1 minggu sekali dengan parameter yang diukur untuk membandingkan sistem tanam hidroponik dengan sistem tanam konvensional diantaranya:

(26)

3.2.4. Definisi Operasional

Sistem tanam yang dikaji dalam kajian adalah sistem tanam hidroponik dengan menggunakan pot plastik dan bak plastik sebagai tempat menanam sedangkan media menggunakan kompos untuk peneguh tanaman serta biourine sebagai bahan unsur hara lalu dibandingkan dengan sistem tanam konvensional menggunakan tempat tanam pot plastik.

Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian adalah:

Tempat Tanam : Wadah sebagai tempat tumbuhnya tanaman Padi berupa pot plastik dan bak plastik yang biasa terdapat dipasaran. Media Tanam : unsur yang digunakan sebagai tempat tumbuh, peneguh

tanaman serta tempat tersedianya unsur hara untuk pertumbuhan tanaman, diantaranya untuk sistem tanam konvensional menggunakan tanah sawah sementara sistem tanam hidroponik menggunakan kompos dan biourine.

Benih : Benih yang digunakan adalah varitas IR (International Rice) 64 yang merupakan bakal bibit tanaman Padi. Tabela : Proses kegiatan penanaman benih Padi yang ditanam

secara langsung tanpa penyemaian benih terlebih dahulu. Kompos : Material organik yang sudah didekomposisi dan digunakan sebagai pupuk untuk penyubur tanah serta digunakan untuk peneguh tanaman.

Biourine : Cairan dari proses pembuangan sisa metabolisme oleh ginjal kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi melalui proses urinasi, lalu difermentasikan.

(27)

pada tanaman mulai memasuki masa pembungaan, (± 55 hari).

Tinggi Tanaman : Panjang keseluruhan tanaman padi yang diukur mulai dari permukaan tanah sampai kepada ujung atas tanaman padi yang dinyatakan dalam centi meter.

Jumlah Anakan : Banyaknya jumlah anakan tanaman padi yang berada dalam 1 pot tanaman yang dinyatakan dalam pohon. Jumlah Daun : Banyaknya jumlah daun dari ujung bawah tanaman

sampai pada ujung tunas tanaman padi yang dinyatakan dalam helai daun.

Warna Daun : Corak warna pada helai daun tanaman padi yang diambil pada helai daun yang dinyatakan dalam Bagan Warna Daun (BWD)

Pengetahuan : Knowledge sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman berdasarkan panca indra, dan diolah oleh akal budi secara spontan tentang sistem tanam hidroponik.

(28)

Gambar 2. Wadah yang Digunakan dalam Kajian dan Rancangan Media

3.2.5. Sampel

Teknik penarikan sampel yang dilakukan dalam penelitian di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan adalah dengan menggunakan rumus Slovin untuk menentukan besaran jumlah sampel dengan mewakilkan sebagian responden pada anggota Kelompoktani Rukun Jaya karena jumlah anggota pada kelompoktani terlalu banyak. Menurut (Sevilla 1993) jika jumlah populasi terlalu luas untuk mempermudah penelitian maka gunakan rumus Slovin, sedangkan metoda yang digunakan adalah metoda survei. Rumus teknik penarikan sampel sebagai berikut:

n

=

N

1

+

N

(

e

)

2

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi

(29)

3.2.6. Pengumpulan, Penyajian dan Analisis Data a. Pengumpulan Data

Nawawi (1991) menyatakan, dalam penentuan sampel dan pengambilan dari populasi dilakukan secara bertingkat/berjenjang, tidak langsung pada unit sampling yang menjadi unsur populasi. Dikuatkan oleh Mantra (2004), penentuan sampel secara area sampling dimana pengambilan sampel populasi diambil sesuai dengan wilayah.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, interview mendalam dengan responden kunci dan petani serta observasi pengamatan di sawah petani untuk memperoleh data primer di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan terhadap sistem budidaya padi konvensional yang diterapkan oleh petani. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara mengambil dari Kantor Desa Tambak Rejo dan Balai Penyuluhan Pertanian yang meliputi data: penyuluh, kelompoktani, luas tanam, luas panen, produksi, potensi wilayah, dan monografi/keadaan wilayah.

b. Penyajian Data

(30)

c. Analisa Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya menganalisis data yaitu dengan menjumlah nilai dari masing-masing pertanyaan kemudian dibuat tabel dan dipersentase untuk memperoleh hasil kesimpulan dan di evaluasi. Data diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau kode. Data kualitatif disisihkan sementara, karena akan berguna untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif. Data yang didapat disajikan dalam bentuk analisis deskriptif, yaitu dengan mendiskripsikan data yang telah terkumpul, kemudian ditarik kesimpulan mengenai pelaksanaan penyuluhan tentang sistem tanam hidroponik padi. Data-data kuantitatif di analisa dengan bantuan program Exel for Microsoff Office 2010 dan program Statitical Product and Service Solution (SPSS) for Windows Release untuk mendapatkan hasil yang lebih valid.

Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan uji t karena membandingkan antara sistem tanam hidroponik dengan sistem tanam Konvensional, dengan menggunakan rumus :

x

2

´

x

1

−´

¿

¿

¿

t

=

¿

Dimana:

(31)

Jika kelompok yang dibandingkan hanya 2 saja, teknik analisis statistic dapat menggunakan uji t atau Chi-square (Muhammad Idrus, 2009).

Variabel yang diukur pada tingkat pengetahuan sistem tanam hidroponik di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton, menggunakan instrument kuisioner dengan jenis pertanyaan tertutup dan skala likert sementara variabelnya adalah: Variable bebas X : Tingkat pengetahuan petani.

Variable terikat Y : Penyuluhan Sistem tanam Hidroponik.

Rumus yang dipergunakan untuk menghitung Korelasi (Pearson Product Moment) antara Tingkat Pengetahuan Petani (X) dan Sistem Tanam Hidroponik yang disuluhkan (Y) adalah sebagai berikut:

r= n ∑ XY

(

∑ X

)

(∑Y)

{

n ∑ X❑2−

(

∑ X

)

2

}

{n ∑Y2

(

∑Y

)

2}

Dimana :

n = Banyaknya Pasangan data X dan Y Σx = Total Jumlah dari Variabel X

Σy = Total Jumlah dari Variabel Y

Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X

Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y

Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y.

(32)

Nilai skor tertinggi 5 (lima) sehingga jika jawaban benar semua nilainya adalah: 5 x 20 = 100, sedangkan skor nilai terendah 1 (satu), sehingga jika jawaban salah semua nilainya adalah: 1 x 20 = 20, dengan demikian akan diperoleh empat kategori yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel. 5. Kategori Nilai Peningkatan Pengetahuan

No Kategori Nilai

1 Kurang 20 – 39

2 Cukup 40 – 59

3 Baik 60 – 79

4 Sangat Baik 80 -100

Sumber: Data Analisis Statistik Diolah. Tahun 2015

Untuk mengukur pelaksanaan kegiatan menggunakan rumus efektifitas peningkatan pengetahuan sebagai berikut:

1. Target : skor maksimal x jumlah responden 2. Pengetahuan sebelum penyuluhan (nilai tes awal) 3. Kesenjangan (target – nilai tes awal)

4. Tingkat pengetahuan setelah penyuluhan (tes akhir) 5. Peningkatan pengetahuan (tes akhir – tes awal) 6. Efektifitan peningkatan pengetahuan :

Efektifitas

=

Peningkatan Pengetahuan

Kesenjangan

x

100

Kriteria penentuan efektifitas peningkatan pengetahuan, dan efektifitas program adalah sebagai berikut:

1. Efektif = > 65 %

(33)

3.3. Rancangan Penyuluhan 3.3.1. Kerangka Pikir

(34)

Gambar 3, Penyuluhan Tentang Sistem Tanam Hidroponik

- Lahan dapat di tanami padi

- Hama Penyakit dapat dikendalikan

MASALAH

Pengetahuan petani rendah terhadap paket teknolgi terbarukan

PENELITIAN SistemTanam Hidroponik

UPAYA

Penyuluhan tentang Sistem Tanam Hidroponik

Media

Petani Menerapkan Sistem Tanam Hidroponik HASIL

Peningkatan Pengetahuan Petani

- Preetest dan

(35)

3.3.2. Penetapan Materi Penyuluhan

Keadaan budidaya tanaman Padi di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan masih tergolong sangat rendah (tergolong budidaya konvensional), diindikasikan dari cara menyemai benih, mengelola lahan, cara tanam, jarak tanam, pemberian pupuk dan penanggulangan hama penyakit tanaman Padi. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan petani yang masih sangat rendah terhadap sistem budidaya tanaman Padi yang akhirnya akan mempengaruhi produktifitas padi, sesuai dengan tingkat pengetahuan yang masih rendah dan didukung oleh keadaan iklim maka ditetapkan materi penyuluhan tentang sistem tanam hidroponik tanaman Padi.

3.3.3. Teknik, Metoda dan Media Penyuluhan

Teknik, Metoda dan Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan tentang sistem tanam hidroponik di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan, dengan menggunakan teknik pendekatan kelompok dan pendekatan individu, pendekatan kelompok dengan metoda ceramah sedangkan pendekatan individu dengan metoda diskusi melalui pertanyaan-pertanyaan, sementara media yang digunakan adalah pembagian folder dan pemutaran film. Teknik, Metoda dan Media Penyuluhan yang digunakan sudah sesuai dan tepat dengan melihat karateristik petani Desa Tambak Rejo yang sebagian besar tingkat pendidikan, sikap dan perilakunya masih rendah dari hasil identifikasi potensi wilayah.

3.3.4. Pelaksanaan Penyuluhan

(36)

Setelah pelaksanaan penyuluhan diharapkan petani dapat melaksanakan hasil kajian, agar petani dapat memecahkan permasahan yang dihadapi terhadap budidaya tanaman padi, dengan tujuan akhir peningkatan produktifitas padi dan pendapatan petani.

3.3.5. Evaluasi Penyuluhan

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1.Hasil Identifikasi Wilayah A. Sejarah Desa

Desa Tambak Rejo sebagaimana cerita dulu/dongeng dulu berupa tambak-tambak yang cukup luas dan tidak berpenghuni. Kemudian ada seorang ulama, yang bernama Syech Abdul Wahid Jailani atau yang lebih terkenal dengan sebutan Mbah Poetro Sobo yang merombak sebagian tambak wilayah selatan menjadi hunian rumah, dan beliau bersama–sama pengikutnya menetap dikawasan tersebut dengan mennghimpun anggotanya untuk mendiaminya, guna memenuhi kebutuhan hidupnya lahan tambak dirubah menjadi lahan-lahan bercocok tanam padi dan palawijo serta tanaman polo pendem. Desa Tambak Rejo diambil dari kata Tambak yang pada waktu itu masih berupa empang kolam ikan cukup luas dan Rejo karena penduduk pada waktu itu bercocok tanam menjadi makmur dari pengalihan lahan yang dulunya tambak menjadi lahan sawah. Saat ini masyarakat Desa Tambak Rejo semakin berkembang baik dari segi jumlah penduduk maupun dari segi perekonomian serta di segala bidang yang ada di Desa Tambak Rejo sampai sekarang.

B. Batas Wilayah

(38)

dengan Desa Asam Kandang Kecamatan Kraton dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bendungan Kecamatan Kraton.

C. Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Tambak Rejo seluas, 118 Ha yang terbagi dalam tiga klasifikasi lahan yaitu. 1) Tanah Darat seluas 26 Ha. 2) Tanah Sawah seluas 87 Ha dan. 3) Tanah Lain-lain seluas 5 Ha.

D. Aspek Alamiah 1. Keadaan Tanah

Keadaan tanah Desa Tambak Rejo berdasarkan monogrgrafi desa Tahun 2014 yaitu:

a. Tekstur : Lempung Berdebu

b. Struktur : Remah dan konsistensinya gembur

c. Jenis tanah : Aluvial kelabu dan Aluvial hidromorf d. pH tanah : 5, 5 sampai dengan 7,5

e. Ketinggian tempat : 5-8 M di atas permukaan laut (dpl) f. Topografi : Dataran rendah

Adapun keadaan tanah di Desa Tambak Rejo pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Keadaan Tanah Desa Tambak Rejo No Keadaan Tanah Luas Tanah

Sumber: Data Monografi Desa. Tahun 2014.

(39)

22.03%

73.73% 4.24%

Keadaan Tanah

Tanah Darat Tanah Sawah Lain-lain

Gambar 4. Keadaan Tanah Desa Tambak Rejo 2. Keadaan Agroklimat

Pola penggunaan lahan di Desa Tambak Rejo lebih didominasi oleh kegiatan Pertanian Tanaman Pangan yaitu sebagian besar padi dan polowijo (jagung, kedelai) dengan mamanfaatkan pengairan yang rata-rata menggunakan sistem irigasi teknis.

Letak Desa Tambak Rejo pada Peta adalah terletak pada koordinat Latitude -7 40` 00`` dan Longitude 112 50` 00``. Secara fisik Desa Tambak Rejo memiliki kesamaan dengan Desa di sekitarnya. Desa Tambak Rejo adalah dataran rendah dengan suhu rata-rata 32O C.

3. Tipe Iklim

Desa Tambak Rejo memiliki intensitas curah hujan yang tinggi, dengan hari hujan rata – rata 3 tahun terakhir menunjukkan intensitas 100 hari hujan serta memiliki intensitas curah hujan rata – rata 1.470 mm/hari sementara suhu rata–rata Desa Tambak Rejo dan sekitarnya memiliki tingkat suhu 320C, data

(40)

Tabel 7. Data Curah Hujan 3 Tahun Terakhir

No Bulan

Jumlah hari hujan Jumlah hujan

2012 2013 2014 2012 2013 2014

1. Sumber: Data Kebun Percontohan BPP Kraton. Tahun 2014

Tabel 7 menunjukkan 3 tahun terakhir bulan hujan tidak mengalami perubahan yang berarti yaitu bulan hujan dimulai pada awal Bulan November sampai pada Bulan Mei, sementara intensitas hujan paling tinggi terjadi pada Bulan Januari sampai Bulan Maret.

4. Keadaan Penduduk Desa.

Berdasarkan data Administrasi Pemerintahan Desa Tahun 2014, data Penduduk Desa Tambak Rejo seluruhnya berjumlah 4.064 jiwa, yang terdiri dari Laki-laki sebanyak 1.625 jiwa dan Perempuan sebanyak 2.439 jiwa. Adapun keadaan mata pencaharian panduduk Desa Tambak Rejo untuk menunjang kebutuhan hidupnya sehari-hari, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Keadaan Mata Pencaharian Penduduk Desa

No Jenis Pekerjaan

Jumlah Persentase

(41)

1 Petani 247 39

2 Buruh Tani 97 15

3 PNS/Pensiunan 38 6

4 Tukang Batu/Kayu 22 4

5 Angkutan (sopir) 8 1

6 TNI/Polri 12 2

7 Pedagang 21 3

8 Karyawan Swasta 63 10

9 Lain-Lain 120 19

Jumlah 628 100

Sumber: Data Monografi Desa. Tahun 2014

Tabel 8 menunjukkan bahwa jenis pekerjaan yang banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Tambak Rejo ialah bekerja sebagai petani sebanyak 247 orang atau 39% lalu diikuti oleh pekerjaan lain-lain sebanyak 120 orang atau sekitar 19%, sementara jenis pekerjaan yang paling sedikit dilakoni oleh masyarakat adalah jenis pekerjaan di sektor angkutan (sopir) yaitu hanya 8 orang dengan nilai persentase adalah 1%, dari jumlah seluruh masyarakat desa yang telah memiliki pekerjaan sebanyak 628 orang.

Desa Tambak Rejo jika dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat, maka tingkat pendidikan dapat digolongkan dalam dua golongan yaitu golongan yang masih duduk dibangku pendidikan dan golongan yang pernah duduk dibangku pendidikan.

Pendidikan masyarakat desa yang masih duduk dibangku pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Masyarakat yang Masih Duduk Dibangku Pendidikan

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 SD/ Madrasah Ibtidaiyah 609 59

2 SLTP/Madrasah Tsyanawiah 203 20

3 SLTA/Madrasah Aliyah 182 18

(42)

Jumlah 1.034 100 Sumber: Data Monografi Desa Tambak Rejo. Tahun 2014

Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa penduduk Desa Tambak Rejo yang masih duduk di bangku pendidikan didominasi oleh anak-anak di tingkat pendidikan Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 609 orang atau 59%, lalu diikuti oleh tingkat pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama sebanyak 203 orang atau 20%, sedangkan jumlah masyarakat yang tingkat pendidikannya paling kecil adalah masyarakat yang masih duduk di bangku perkuliahan yaitu sebanyak 40 orang atau sekitar 4%. Sedangkan tingkat pendidikan masyarakat desa yang pernah mengenyam pendidikan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Masyarakat Desa yang Pernah Duduk Dibangku Pendidikan

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 SD/ Madrasah Ibtidaiyah 1.239 70

2 SLTP/Madrasah Tsyanawiah 227 13

3 SLTA/Madrasah Aliyah 266 15

4 PT/Akademi 32 2

Jumlah 1.764 100

Sumber: Data Monografi Desa Tambak Rejo. Tahun 2014

Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa masyarakat Desa Tambak Rejo yang pernah duduk di bangku pendidikan didominasi oleh masyarakat yang pernah duduk di tingkat pendidikan Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 1.239 orang atau sekitar 70%, diikuti oleh tingkat pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas sebanyak 227 orang atau sebanyak 15%, sedangkan masyarakat yang pernah duduk dibangku perkuliahan berada pada jumlah terkecil yaitu sebanyak 32 orang atau sekitar 2%.

(43)

sampai pada tingkat pendidikan Akademis, yang akan mendorong proses perubahan sosial masyarakat kedepan.

Keadaan jumlah penduduk Desa Tambak Rejo berdasarkan usia menunjukkan tingkat usia penduduk dengan jumlah persentase yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat Usia Penduduk Desa Tambak Rejo

No. Usia

(tahun)

Pria Wanita Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 0 - 19 410 609 1.019 25.13

2 20 - 39 611 914 1.525 37.56

3 40 - 59 549 820 1.369 33.71

4 >59 61 90 151 3,74

Jumlah Total 1.631 2.433 4.064 100

Sumber: Data Sekunder Diolah. Tahun 2015

Tabel 11 dapat dilihat kriteria usia 20-39 Tahun memiliki jumlah tertinggi yaitu sebanyak 1.525 orang atau 37,56%, lalu diikuti oleh tingkat usia 40-59 Tahun dengan jumlah 1.369 orang atau 33,71%, sedangkan jumlah masyarakat terendah adalah jumlah masyarakat yang berada pada tingkat usia diatas 59 Tahun atau berada pada 3,74%, kriteria usia ini menunjukkan bahwa Desa Tambak Rejo memiliki potensi sumberdaya manusia yang cukup untuk menggerakkan pembangunan desanya.

Menurut Soedarmanto (1992), bahwa umur antara 25–40 Tahun biasanya aktif dalam masyarakat, memiliki prakarsa yang besar, suka membantu pejabat-pejabat yang bergerak dalam bidang pembangunan, kelompok ini sangat baik untuk membantu dalam menyebarluaskan inovasi, hingga membantu dalam proses adopsi dikelompok sosialnya.

E. Kelembagaan Petani

Jumlah kelas Kelompoktani Nelayan di Wilayah Binaan (WIBI) Kraton II Tahun 2014 secara terinci disajikan pada Tabel 12.

(44)

WIBI Sumber. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Krarton. Tahun 2014

Tabel 12 Desa Tambak Rejo berada pada Wilayah Binaan (WIBI) Kraton II dengan jumlah desa sebanyak dua desa yaitu Desa Tambak Rejo dan Desa Bendungan yang jumlah kelompoktani masing-masing berjumlah tiga kelompoktani dengan kelas semua kelompok berada pada kelas Pemula.

F. Kelompoktani Sampel

(45)

sampel dalam penelitian sistim tanam Hidroponik tanaman padi di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Jawa Timur.

Dari jumlah populasi seluruh anggota Kelompoktani Rukun Jaya sebanyak 91 petani yang diambil sebagai sampel menurut rumus Slovin sebanyak 20 responden dengan dasar penentuan sampel dengan nilai presisi 80% tingkat kesalahan 20% adalah sebagai berikut:

n

=

N

1

+

N

(

e

)

2

n

=

91

1

+

91

(

0,2

)

2

n

=

91

4,64

=

19,62

ataudibulatkan

20

orang responden

Keterangan:

n = Jumlah Responden N = Jumlah Populasi

e = Nilai presisi 80% dengan tingkat kesalahan 20%

Pada kegiatan penyuluhan yang dilakukan, 20 responden diklasifikasikan menurut umur. Adapun tingkat umur responden dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Tingkat Umur Responden yang Hadir Dalam Penyuluhan

No Umur

(tahun) Jumlah (orang) Persentase(%)

1 30 – 39 2 10

2 40 – 49 11 55

3 50 – 59 7 35

Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Diolah. Tahun 2015

(46)

Tingkat pendidikan merupakan suatu jenjang proses pembelajaran formal yang pernah dilakukan oleh responden, dimana tingkat pendidikan merupakan salah satu unsur penunjang dalam proses penyerapan dan penerapan sebuah informasi maupun sebuah teknologi yang didapat dari pengindraan panca indra.

Adapun tingkat pendidikan responden yang hadir dalam kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Tingkat Pendidikan Responden yang Hadir Dalam Penyuluhan

No Tingkat Pendidikan Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Tidak Tamat SD 6 30

2 SD 5 25

3 SLTP 5 25

4 SLTA 4 20

Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer Diolah. Tahun 2015

Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terbagi dalam empat kategori yaitu kategori Tidak Tamat Sekolah Dasar sebanyak 6 orang responden atau sebesar 30%, kategori Sekolah Dasar (SD) berjumlah 5 orang responden atau 25%, kategori Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) berjumlah 5 orang responden atau 25% dan kategori Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 4 orang responden atau 20% dari total seluruh jumlah responden.

Lama usaha merupakan sebuah pengalaman petani responden untuk merubah pola kegiatan budidaya pertanian yang didapat langsung lewat kegiatan sesungguhnya dilapangan sehingga lama usaha merupakan salah satu faktor dalam menunjang kegiatan proses belajar, lama usaha dapat menjadi tolak ukur dalam penyerapan sebuah informasi dan teknologi. Pada kajian Hidroponik tanaman padi di Desa Tambak Rejo, lama berusaha dinyatakan dalam hitungan Tahun. Adapun lama usaha responden dapat dilihat pada Tabel 15.

(47)

No Lama Usaha

Sumber: Data Primer Diolah. Tahun 2015

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa lama usaha responden dibagi dalam tiga kategori yaitu kategori 5-9 Tahun, kategori 10-14 Tahun, dan kategori 15 tahun keatas. Pada Tabel 15, menunjukkan bahwa lama usaha responden pada kategori 10-14 Tahun memiliki jumlah responden tertinggi yaitu sebanyak 9 responden atau sebesar 45%, dan jumlah responden terendah berada pada kategori 15 Tahun keatas yaitu sebanyak 3 responden atau jika dipersetasekan sebesar 15%.

Luas lahan merupakan sebidang tanah yang dimiliki oleh responden dalam melakukan kegiatan budidaya pertanian, luas lahan pada kajian dinyatakan dalam ukuran m2 (meter persegi), dimana luas lahan merupakan

faktor pendukung dalam menunjang kemauan responden untuk melakukan sebuah kegiatan baru dalam dalam kegiatan budidaya pertanian. Luasan lahan yang dimiliki oleh petani akan meningkatkan motivasi dan kinerja petani dalam menunjang kegiatan usaha budidayanya. Luas lahan yang dimiliki oleh responden dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Luas Lahan Responden yang Hadir Pada Kegiatan Penyuluhan

No Luas Lahan

(48)
(49)

4.1.2. Hasil Kaji Widya

Dari hasil analisis uji t antara sistem tanam hidroponik dan sistem tanam konvensional terdapat perbedaan yang nyata untuk indikator tinggi tanaman pada pengamatan minggu pertama dan perbedaan yang sangat nyata pada pengamatan minggu ke dua sampai pada minggu ke tujuh. Hasil analisis uji t untuk indikator tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Hasil Analisis Uji t untuk Indikator Tinggi Tanaman.

No Perlakuan Pengamatan Indikator Tinggi Tanaman (Minggu)

I II III IV V VI VII

1 Hidroponik 13,57 36,03 49,07 65,76 76,61 80,69 85,38

2 Konvensional 11,88 32,23 40,8 56,07 65,38 69,53 75,76

3 t Hitung 1,947

4 t Tabel 2,179 2,179 2,179 2,179 2,179 2,179 2,179 Sumber: Data Primer diolah. Tahun 2015.

Keterangan. ** Berbeda Sangat Nyata * Berbeda Nyata

(50)

perakaran. Untuk melihat lebih jelasnya peningkatan indikator tinggi tanaman

Gambar 5. Peningkatan Indikator Tinggi Tanaman

Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa peningkatan tinggi tanaman pada sistem tanam hidroponik menunjukkan nilai yang terus meningkat dibanding sistem tanam konvensional dari tinggi 13,57 cm pada pengamatan minggu pertama, menjadi 85,38 pada pengamatan minggu ketujuh.

Dari hasil analisis uji t sistem tanam konvensional memliki jumlah anakan yang lebih banyak pada pengamatan minggu pertama, namun pada pengamatan minggu kedua sampai pada pengamatan minggu ketujuh terjadi perbedaan yang sangat nyata. Hasil analisis uji t untuk indikator tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Indikator Jumlah Anakan Dalam Kajian.

No Perlakuan Pengamatan Indikator Jumlah Anakan (Minggu)

I II III IV V VI VII

1 Hidroponik 2 5,07 7 9,23 11,76 15,38 18

2 Konvensional 2,53 4 5,38 6,46 10,61 13,07 15,23

3 t Hitung 4 t Tabel 2,179 2,179 2,179 2,179 2,179 2,179 2,179 Sumber: Data Primer Diolah. Tahun 2015

(51)

Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa sistem tanam konvensional pada pengamatan minggu pertama memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan sistem tanam hidroponik, namun pada pengamatan minggu kedua sampai pengamatan minggu ketujuh terjadi perbedaan yang sangat nyata, hanya saja pada pengamatan minggu kelima menunjukkan hanya berbeda nyata, keadaan ini disebabkan oleh pemberian UREA pada sistem tanam konvensional yang dilakukan pada pengamatan minggu keempat yang memacu pertumbuhan tunas baru. Peningkatan pertumbuhan tunas baru pada perlakuan sistem tanam hidroponik disebabkan oleh unsur hara dalam media kompos dan biourine seperti phospat cukup tersedia yang berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda (Lingga 1989 dalam Sastrahidayat 2011).

Untuk melihat lebih jelas peningkatan indikator jumlah anakan dari hasil pengamatan minggu pertama sampai pada pengamatan minggu ketujuh

Gambar 6. Grafik Peningkatan Jumlah Anakan

(52)

dengan besaran selisih mencapai 2 jumlah anakan baru sedangkan selisih terkecil terjadi pada pengamatan kelima yang dikarenakan pemberian UREA pada pengamatan keempat sehingga peningkatan jumlah anakan sistem tanam konvensional tidak berbeda nyata pada pengamatan kelima.

Dari hasil analisis uji t sistem tanam konvensional memiliki jumlah helai daun yang lebih banyak pada pengamatan minggu pertama namun pada pengamatan minggu kedua, pengamatan minggu keempat, keenam dan pengamatan minggu ketujuh terjadi perbedaan yang sangat nyata sedangkan pengamatan ketiga dan pengamatan minggu kelima hanya berbeda nyata. Hasil analisis uji t untuk indikator tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Indikator Jumlah Daun antara Dua Perlakuan.

No Perlakuan Pengamatan Indikator Jumlah Daun (Minggu)

I II III IV V VI VII Sumber: Data Primer Diolah. Tahun 2015

Keterangan. ** Berbeda Sangat Nyata * Berbeda Nyata

(53)

memiliki nilai yang lebih kecil α 0,05. Gambar 7 dapat dilihat secara jelas peningkatan jumlah daun dari pengamatan pertama sampai pada pengamatan ketujuh.

Gambar 7. Peningkatan Indikator Jumlah Daun

Gambar 7 menunjukkan peningkatan jumlah daun yang terjadi pada sistem tanam hidroponik terus mengalami peningkatan dengan memberikan selisih yang besar pada sistem tanam konvensional, selisih terbesar antara dua perlakuan terjadi pada pengamatan ketujuh, keadaan ini disebabkan oleh karena unsur Nitrogen (N) yang tersedia dalam media sistem tanam hidroponik mencukupi atau sangat tersedia. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarief 1986 dalam Sastrahidayat 2011 yang menjelaskan bahwa unsur Nitrogen (N) di perlukan dalam pembentukan serta pertumbuhan bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar.

(54)

minggu keempat hanya berbeda pada rata-rata warna daun. Hasil analisis uji t untuk indikator tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Indikator Warna Daun Dalam Kajian

No Perlakuan Pengamatan Indikator Warna Daun (Minggu)

I II III IV V VI VII

1 Hidroponik 3,46 3,69 3,92 4 4 3,3 3,53

2 Konvensional 3,61 3,53 3,76 4 4,61 3,38 3,61

3 t Hitung Sumber: Data Primer Diolah. Tahun 2015

Keterangan. ** Berbeda Sangat Nyata * Berbeda Nyata

(55)

1 2 3 4 5 6 7

Gambar 8. Grafik Keadaan Indikator Warna Daun

Gambar 8 menunjukkan bahwa perlakuan sistem tanam hidroponik kurang mampu menyediakan unsur hara sulfur (s) pembentuk warna hijau daun dibanding sistem tanam konvensional. Pada grafik jelas peningkatan warna hijau daun terhijau terjadi pada pengamatan kelima setelah dilakukan pemberian UREA pada pengamatan keempat.

(56)

4.1.3.Hasil Rancangan Penyuluhan

Berdasarkan hasil kajian dan analisa data Kelompoktani Rukun Jaya maka ditetapkan Rancangan Penyuluhan dengan:

Judul : Penyuluhan Tentang Sistem Tanam Hidroponik Tanaman Padi di Desa Tambak Rejo Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan Propinsi Jawa Timur.

Materi : Sistem Tanam Hidroponik

Sasaran : Kelompoktani Rukun Jaya dengan Jumlah sampel disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

Metode : Diskusi

Teknik : Pendekatan kelompok dan pendekatan Individu Media : Folder

Alat Bantu : LPM, Petlap dan Kuisioner

Evaluasi : Mengukur peningkatan pengetahuan pada tataran memahami menurut teori Bloom

4.1.4. Hasil Penyuluhan

(57)

Peningkatan pengetahuan petani merupakan umpan balik dari adanya penyuluhan yang dilaksanakan serta media folder yang dibagikan kepada petani. Peningkatan pengetahuan yang terjadi dapat dilihat melalui perbandingan antara nilai pretest dan nilai posttest.

Hasil pre test tingkat pengetahuan petani sebelum penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Kategori Tingkat Pengetahuan Petani berdasarkan Nilai Pre test.

No Kategori Nilai

Jumlah Petani (orang)

Persentase (%)

1 Kurang 20 – 39 -

-2 Cukup 40 – 59 6 30

3 Baik 60 – 79 14 70

4 Sangat Baik 80 -100 -

-Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer diolah. Tahun 2015

Pada data yang disajikan Tabel 18 kategori tingkat pengetahuan petani berdasarkan nilai hasil pretest dengan jumlah 6 orang responden (30%) termasuk dalam kategori cukup sedangkan jumlah 14 orang responden (70%) termasuk dalam kategori baik, menunjukkan pemahaman petani tentang sistem tanam hidroponik telah memiliki banyak pengetahuan tentang budidaya dikarenakan responden memiliki pengalaman yang cukup lama juga disebabkan kelompoktani sering melakukan pelatihan budidaya pertanian sehingga responden sudah sangat mengenal dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Sedangkan hasil postest, tingkat pengetahuan petani setelah melakukan kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Kategori Tingkat Pengetahuan Petani berdasarkan Nilai Postest.

No Kategori Nilai

(58)

(orang) (%)

1 Kurang 20 – 39 -

-2 Cukup 40 – 59 1 0.5

3 Baik 60 – 79 6 30

4 Sangat Baik 80 -100 13 65.5

Jumlah 20 100

Sumber: Data Primer diolah. Tahun 2015

Data yang disajikan pada Tabel 22 kategori tingkat pengetahuan petani berdasarkan nilai hasil postest dengan jumlah 1 orang responden (0.5%) termasuk dalam kategori cukup, 6 orang responden (30%) termasuk dalam kategori baik dan jumlah 13 orang responden (65.5%) termasuk dalam kategori sangat baik. Dari Tabel 22 dapat dijabarkan bahwa jumlah responden sebelum dilakukan penyuluhan berada pada dua kategori yaitu kategori cukup sebanyak 6 responden dan kategori baik sebanyak 14 responden. Setelah melakukan penyuluhan hanya satu orang yang tetap berada pada kategori cukup, 6 orang responden berada pada kategori baik dan 13 orang responden berada pada kategori sangat baik.

Sedangkan peningkatan nilai komulatif hasil pretest dan posttest, tingkat pengetahuan petani setelah melakukan kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Peningkatan Pengetahuan Petani Sebelum dan Setelah Melakukan Penyuluhan Berdasarkan Komulatif Nilai Pretest dan Postest.

Jenis Tes MaksimalSkor Total Nilai Perolehan NilaiRata-rata Kategori TingkatPengetahuan

Pre Test 2.000 1.281 64,05 Baik

Post Test 2.000 1.634 84,70 Sangat Baik

Beda Peningkatan 353 20,65

Sumber: Data Primer diolah. Tahun 2015

(59)

Sementara Efektifitas Peningkatan Pengetahuan (ETP) petani berdasarkan hasil nilai pretest dan hasil nilai postes dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Efektifitas Peningkatan Pengetahuan Petani.

Nilai

1.281 1.634 2.000 353 719 49,09 CE

Sumber: Data Primer diolah. Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 24 efektifitas peningkatan pengetahuan petani sebesar 49,09% (Cukup Efektif), dikarenakan terjadinya peningkatan pengetahuan sebesar 353 point dari hasil pengurangan hasil nilai pretest sebesar 1.281 point dan hasil nilai postest sebesar 1.634 point dengan kesenjangan nilai maksimum dikurangi hasil nilai pretest sebesar 1.281 point. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan yang dilakukan di Kelompoktani Rukun Jaya dengan materi sistem tanam hidroponik tanaman padi yang jumlah respondent sebanyak 20 orang dengan media folder dikatakan cukup efektif karena terjadi peningkatan porsentase nilai sebesar 49,09%.

Untuk melihat hubungan antara tingkat pengetahuan petani dengan penyuluhan tentang sistem tanam hidroponik tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 25. Perhitungan hubungan dilakukan dengan analisis korelasi pearson produck moment dengan bantuan program SPSS for windows realeas.

Tabel 25. Hasil Analisis Korelasi dengan Bantuan Program SPSS

No Hasil

Sebelum Penyuluhan

Sesudah Penyuluhan

1 Pearson Correlation 1 0.637**

2 Signifikan 0.003

3 Jumlah Responden 20 20

4 Standart Error 0 0.146

Gambar

Gambar 1. Morfologi Tanaman Padi
Table 2. Jenis dan Kandungan Zat Hara Kotoran Sapi Padat dan Cair
Gambar 2. Wadah yang Digunakan dalam Kajian dan Rancangan Media
Tabel. 5. Kategori Nilai Peningkatan Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam penelitian adalah seluruh lansia yang berada di Panti Wredha Darma Bakti Surakarta sejumlah 60 dengan teknik purposive sampling lansia yang

(2) Kerjasama dengan industri swasta nasional pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila industri pendukung tidak dapat memenuhi kebutuhan pengguna Alat

Pembelajaran tematik merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dasar pertimbangan pelaksanaan.. pembelajaran tematik ini merujuk pada tiga

Dalam hal Manajer Investasi menerima atau menyimpan permohonan penjualan kembali Unit Penyertaan pada Tanggal Penjualan Kembali lebih dari 5% (lima persen) dari total Nilai

Komoditas perkebunan (termasuk perkebunan rakyat) dituntut semakin bersaing di pasar dunia dan akan berhadapan dengan komoditas sejenis asal.. Persaingan tersebut

Apalagi dengan mengingat pernyataan Al-Ghazâlî sendiri bahwa dia mempelajari filsafat pada waktu- waktu luangnya dari kegiatan menulis dan mengajarkan ilmu-ilmu agama (

Dukungan kelompok dalam meningkatkan kapasitas pengolah enbal melalui fasilitasi usaha dilakukan dengan mengembangkan kerjasama antar sesama anggota kelompok, berbagi informasi,

Pengembangan Ekonomi Syariah dan sistem ekonomi syariah bukan untuk menyaingi Sistem ekonomi kapitalis ataupun sosialis, tetapi lebih diperuntukkan untuk mencari suatu sistem