• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KASUS Congestive Heart Failure d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN KASUS Congestive Heart Failure d"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS

Congestive Heart Failure dan Cardiorenal Syndrome

pada Wanita 27 tahun dengan Tuberculosis Paru dan Pericardial Effusion

Disusun Oleh: Steven Okta Chandra

I11111050

Pembimbing:

Letkol (CKM) dr. Prihati Pujowaskito, Sp. JP (K), MMRS

SMF ILMU PENYAKIT JANTUNG

RUMAH SAKIT TINGKAT II DUSTIRA CIMAHI

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:

Congestive Heart Failure dan Cardiorenal Syndrome pada Wanita 27 tahun dengan Tuberculosis Paru dan Pericardial Effusion

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Kardiologi

Telah disetujui, Cimahi, 14 Maret 2017

Pembimbing Penulis

(3)

BAB I

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : KP. Dungus Lembu RT. 02/14 Tanggal MRS : 07/03/2017

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama: Sesak napas Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan pertama kali sekitar 4 bulan yang lalu. Mula-mula sesak dirasakan saat beraktivitas berat, kemudian belakangan semakin memberat dan hampir setiap saat sesak. Sesak bertambah berat jika pasien berbaring atau beraktivitas seperti naik tangga atau mencuci pakaian. Pasien tidur menggunakan lebih dari dua bantal untuk menyanggah kepala. Saat tidur, pasien terbangun karna sesak napas. Sesak berkurang pada posisi duduk. Sesak disertai dengan bengkak pada kedua tungkai.

Nyeri dada juga dirasakan oleh pasien. Nyeri dada sebelah kiri dirasakan kurang dari 20 menit. Nyeri terutama saat posisi berbaring. Nyeri digambarkan seperti dada dililit dan kesulitan menarik napas. Nyeri tidak dirasakan menjalar. Nyeri dada sebelumnya tidak pernah dirasakan.

(4)

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat hipertensi sebelumnya tidak ada, dengan tekanan darah tertinggi adalah 120/80. Tidak ada gejala dan tanda diabetes maupun stroke. Riwayat batuk lama tidak ada, riwayat sakit ginjal atau penyakit kronis lainnya disangkal. Pernah dirawat dengan keluhan serupa sebelumnya di RS pada bulan Januari dan didiagnosis sakit jantung oleh karena bekas kehamilan.

Riwauat Penyakit Keluarga:

Ibu mertua yang tinggal serumah dengan pasien menderita TB paru, didiagnosa tahun 2016 oleh dokter spesialis paru dan telah selesai pengobatan selama 6 bulan. Riwayat hipertensi pada keluarga yaitu ayah kandung, tidak ada riwayat diabetes, stroke, maupun penyakit ginjal dan jantung pada keluarga. Riwayat Sosial:

Pasien memiliki seorang anak yang lahir pada tahun 2011, lahir aterm, dengan berat badan 3000 gram dan panjang 54 cm, partus normal di rumah sakit ditolong bidan. Saat hamil tidak ada keluhan nyeri dada maupun sesak napas. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, diet sehari-hari cukup karbohidrat dan protein.

1.3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit Berat

Kesadaran : Compos Mentis (E4M6V5) Berat Badan : 46 kg

Tinggi Badan : 156 cm

Status Gizi : Ideal (BMI 18,6) Tekanan Darah : 150/90

Denyut Nadi : 116 x/m Frekuensi Napas : 27 x/m Temperatur : 36,7 x/m

(5)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor diameter 3 mm/ 3 mm, reflex cahaya langsung dan tak langsung (+/+)

Telinga : Sekret (-), aurikula hiperemis (-/-)

Mulut : Bibir sianosis (-),mukosa bibir kering (-), atrofi papil lidah (-) Hidung : Sekret (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-/-), tonsil T1/T1hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), hepatojugular reflex (-), JVP 5+2 cmH2O

Paru

Inspeksi : Simetris kanan dan kiri baik statis maupun dinamis,retraksi (-) Palpasi : Fremitus taktil paru kanan dan kiri sama, massa (-), nyeri tekan (-) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Bunyi napas dasar vesikuler (+/+), rhonki (+/+) 1/3 dari basal paru, wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis ICS V linea axilaris anterior, trhill (-)

Perkusi : Batas jantung atas pada ICS II linea parasternalis sinistra, batas jantung kanan pada ICS V linea parasternalis dextra, batas jantung kiri pada ICS VI linea axillaris anterior

Auskultasi : SI/SII regular, murmur (-), S3 gallop (+), ekstrasistol (-) Abdomen

Inspeksi : Datar, sikatrik (-)

Auskultasi : Bising usus normal, 8 kali per menit

Palpasi : Soepel, massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak teraba Perkusi : Timpani

(6)

1.4. Pemeriksaan Penunjang Troponin I : 0.12 ng/dl

HBsAg : Non Reaktif

Morfologi Darah Tepi: Anemia normokrom normositer suspect anemia penyakit kronis

(7)

Urinalisis (10/03/2017) Warna : Kuning Keruh Berat Jenis : >= 1.030

pH : 6.5

(8)

Electrocardiography (07/03/2017 pukul 12.00)

Irama : Sinus

Frekuensi : 116 bpm

Axis : Normoaxis

(9)

Electrocardiography (07/03/2017 pukul 15.00)

(10)
(11)
(12)

Axis : Normoaxis

Kelainan gelombang : ST Depresi Lead II, aVF, V4-V6 Kesimpulan : NSTEMI Anterolateral dan Inferior

(13)
(14)

Hasil Foto Thorax:

Cor membesar ke lateral kiri dan kanan, kranialisasi (-)

Sinus dan diafragma kiri dalam batas normal, kanan berselubung

Tampak infiltrate di kedua paru dan perselubungan homogen di hemothorax dekstra Kesan: Suspek TB paru aktif dengan efusi pleura dextra dan kardiomegali

(15)
(16)
(17)

1.5. Saran

a. Pemeriksaan BTA S-P-S

b. Dilakukan diagnostik pericardiocentesis untuk analisa cairan efusi c. Pemeriksaan protein total dan albumin serum

d. Pemeriksaan USG ginjal e. Pemeriksaan profil besi tubuh

1.6. Resume Medis

Wanita, 27 tahun, datang dengan keluhan dypsnea onset 4 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai tanda-tanda gagal jantung kongestif yaitu paroksismal nokturnal dyspnea, S3 gallop, kardiomegali, rhonki basal paru, takikardia, edema tungkai bilateral, dyspnea on effort, dan effusi pleura. Terdapat keluhan angina tidak khas tanpa riwayat serupa sebelumnya. Tidak ada faktor resiko berupa hipertensi maupun diabetes. Riwayat ibu mertua TB paru aktif, namun pasien tidak mengeluhkan gejala klasik TB paru. Hasil rekaman EKG menunjukkan NSTEMI anterolateral dan inferior, dengan marker Trop I meningkat, Foto Thorax menunjukkan kecurigaan TB paru, efusi pleura, dan kardiomegali. Darah rutin dan apusan darah tepi menunjukkan kondisi anemia normokrom normositer, urinalisis menunjukkan hematuria dan proteinuria, fungsi ginjal menurun. Echocardiografi menggambarkan adanya efusi pericard dengan kalsifikasi dan EF 40% serta kolaps RA.

1.7. Diagnosa

Diagnosis klinis : Congestive Heart Failure NYHA Fc IV Diagnosis anatomis : Pericardium

Diagnosis etiologi : Infective Pericarditis Diagnosis sekuder :

(18)

1.8. Penatalaksanaan Non medikamentosa:

a. Pasien posisi setengah duduk/ duduk b. O2 2-4 lpm via nasal kanul

c. Restriksi garam dan cairan maksimal 1 liter/hari d. Diet protein 0,8 gram/kgBB

e. Edukasi etiket batuk Medikamentosa:

a. Akses intravena

b. Pasang Folley Catheter c. Inj. Furosemide 40 mg/8 jam d. Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam e. Inj. Ciprofloxacin 400 mg/12 jam f. Pro Transfusi PRC 1 unit

g. PO Bisoprolol 2,5 mg/24 jam h. PO Irbesartan 300 mg/24 jam

i. PO FDC Kategori 1 (R/H/Z/E) 3 tab/hari (bila hasil BTA positif) j. PO Amino Acids Supplement (Aminefron) 1 cap/8 jam

k. PO CPG 75 mg/24 jam

l. PO Atorvastatin 40 mg/24 jam

1.9. Prognosis

(19)

BAB II PEMBAHASAN

Diagnosis gagal jantung kongestif pada pasien ini ditegakkan karena telah memenuhi kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung yaitu dengan gejala mayor berupa paroxysmal nocturnal dyspnea, S3 gallop, kardiomegali dan gejala minor berupa pitting edema tungkai bilateral, dypsnea on effort, takikardia, dan efusi pleura. Proses gagal jantung pada kasus ini kecil kemungkinan karena suatu penyakit jantung koroner, karena faktor protektif jauh lebih besar dibandingkan faktor precipitatus. Perubahan EKG dan peningkatan Troponin I menunjukkan ada kematian myosit-myosit oleh faktor lain selain sumbatan koroner. Penjelasan yang paling mungkin adalah akibat suatu proses inflamasi pada pericard dan jaringan sekitarnya termasuk pembuluh darah epicardial menyebabkan gangguan perfusi pada otot jantung. Hasil echocardiografi menunjukan adanya penumpukan cairan di selaput pericardium yang disertai dengan kalsifikasi. Suatu chronic pericardial effusion yang paling sering adalah akibat infeksi kuman tuberculosis, dilanjutkan dengan infeksi virus-virus kardiotropik/ penyakit autoimun yang lebih jarang insidensinya. Dari amnanesis diketahui adanya riwayat anggota keluarga yang didiagnosa dengan TB paru. Diagnosa definitif adalah dari analisis cairan pericard, diharapkan jika ini adalah pericarditis TB maka akan ditemukan cairan eksudasi dengan BTA positif.

Gangguan ginjal pada pasien ini dicurigai sebagai akibat jantung. cardiorenal syndrome tipe 1 atau 2 adalah yang dihipotesiskan paling sesuai dengan gambaran klinis pasien ini. Klasifikasi ini berdasarkan urutan organ yang mengalami gangguan terlebih dahulu dan onset nya (akut atau kronis). Gangguan ginjal dengan creatinin 2,0 mg/dl, dengan BB 46 kg memiliki GFR <60, untuk menentukan apakah ini adalah acute kidney injury atau proses kronis diperlukan modalitas sonorafi renal.

Anemia yang terjadi pada kasus ini dapat berasal dari penyakit kronis ataupun acute bleeding dari hematuria. Anemia akan memperburuk pompa jantung sehingga hal ini harus dikoreksi setelah tanda-tanda kongesti telah berkurang. Target Hb adalah diatas 10 g/dl, dengan kadar Hb pasien 7,9 -8,4 gr/dl dibutuhkan 1 unit PRC untuk mendekati target Hb. Kondisi ini pun harus dibarengi dengan pengobatan gangguan ginjal dan kecurigaan infeksi TB paru.

(20)

dan pengobatan untuk mengendalikan faktor resiko. Antibiotik sebagai terapi definitive diberikan regimen sefalosporin dan quinolon. Bila kecurigaan adalah efusi akibat TB, maka terapi definitifnya adalah OAT.

Pasien dengan gagal jantung yang mendapatkan terapi, 80% akan mengalami perbaikan gejala, dan jika underlying cause diterapi maka diharapkan kondisi ini merupakan kondisi yang reversible.

Efusi perikardium adalah penumpukan cairan abnormal dalam ruang perikardium. Cairan dapat berupa transudat, eksudat, pioperikardium, atau hemoperikardium. Efusi perikardium merupakan hasil perjalanan klinis dari suatu penyakit. Gejalanya tidak spesifik dan berkaitan dengan penyakit yang mendasarinya.1

Efusi perikardium kronik masif jarang ditemui, prevalensinya 2 - 3,5% dari semua efusi perikardium besar.1 Efusi perikardium yang berlanjut menjadi tamponade jantung dan

perikarditis konstriktif merupakan 2 penyebab kematian tersering.2 Penyebab efusi perikardium

antara lain infl amasi perikardium (perikarditis), sebagai respons penyakit, trauma, atau gangguan infl amasi lain di perikardium.1 Salah satu reaksi radang pada pericarditis akut adalah

penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek hemodinamik efusi perikard ditentukan oleh jumlah dan kecepatan pembentukan cairan perikard. Efusi yang banyak atau timbul cepat akan menghambat pengisian ventrikel, penurunan volume akhir diastolic sehingga curah jantung sekuncup dan semenit berkurang. Kompensasinya adalah takikardia, tetapi pada tahap berat atau kritis akan menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta gangguan perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai tamponade jantung. Bila reaksi radang ini berlanjut terus, perikard mengalami fibrosis, jaringan parut luas, penebalan, kalsifikasi dan juga terisi eksudat, yang akan menghambat isi sekuncup dan semenit serta mengakibatkan kongesti sistemik.3

(21)
(22)

BAB III KESIMPULAN

Wanita, 27 tahun, datang dengan keluhan dypsnea onset 4 bulan yang lalu. Keluhan ini disertai tanda-tanda gagal jantung kongestif yaitu paroksismal nokturnal dyspnea, S3 gallop, kardiomegali, rhonki basal paru, takikardia, edema tungkai bilateral, dyspnea on effort, dan effusi pleura. Terdapat keluhan angina tidak khas tanpa riwayat serupa sebelumnya. Tidak ada faktor resiko berupa hipertensi maupun diabetes. Riwayat ibu mertua TB paru aktif, namun pasien tidak mengeluhkan gejala klasik TB paru. Hasil rekaman EKG menunjukkan NSTEMI anterolateral dan inferior, dengan marker Trop I meningkat, Foto Thorax menunjukkan kecurigaan TB paru, efusi pleura, dan kardiomegali. Darah rutin dan apusan darah tepi menunjukkan kondisi anemia normokrom normositer, urinalisis menunjukkan hematuria dan proteinuria, fungsi ginjal menurun. Echocardiografi menggambarkan adanya efusi pericard dengan kalsifikasi dan EF 40% serta kolaps RA.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

1. Safri Z, Roswati E. Perikardiosentesis pada Efusi Perikardium Masif. 2013;CDK-202;40:3.

2. Nagawidjaya B. Efusi Perikadium Tuberkulosis. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2007:28:454-459.

3. Panggabean, MM. Perkarditis. In: Setiati, S., Alwi, I., Sudaya, A.W., Simadibarata, M.K., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keenam. Jilid III. Jakarta : Interna Publishing. 2014;1238-40.

Referensi

Dokumen terkait

harzianum setelah diuji bersifat kompatibel satu sama lain, maka penelitian selanjutnya pada ketiga mikrob antagonis tersebut digabungkan dalam satu formulasi bentuk

dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana

 Untuk pelaksanaan pengecoran balok dan pelat lantai, digunakan concrete pump yang menyalurkan beton dari beton molen ke lokasi pengecoran, dengan menggunakan

Adalah auditor-auditor khusus dari Direktorat Jendral Pajak yang melalui Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak bertanggung jawab melakukan audit

Apabila berakhirnya Masa Jabatan, maka kendaraan tersebut dikembalikan ke Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui Kantor Pelayanan Perizinan dan selanjutnya akan

Kegiatan produksi obat steril yang dilakukan Sub Instalasi Produksi Farmasi adalah pembuatan nutrisi parenteral, IV admixture atau pencampuran obat-obat suntik, dan

TANGGAL PEMBANTU KODE DOKUMEN URAIAN AKUN DB AKUN KR DEBIT KAS..

Hasil dari penelitian ini adalah (1) tari Baris Katekok Jago adalah warisan budaya lokal yang sudah ada sejak tahun 1927, bertempat di Pura Dalem Gegelang atas prakarsa”