• Tidak ada hasil yang ditemukan

SASTRA ISLAM DAN RESOLUSI KONFLIK STUDI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SASTRA ISLAM DAN RESOLUSI KONFLIK STUDI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

SASTRA, ISLAM, DAN RESOLUSI KONFLIK: STUDI HERMENEUTIK TERHADAP PUISI ILA@ T}A@GHA@H AL-‘A@LAM

KARYA ABU AL-QA@SIM AL-SHA@BI@

Hikmatul Luthfi

Dosen STISIP Widyapuri Mandiri Sukabumi luthfi_smi@yahoo.com

Abstrak

Kesimpulan besar dari penelitian ini adalah bahwa sastra seperti puisi dapat menjadi media alternatif pengupayaan perdamaian atau resolusi konflik dengan nilai-nilai perdamaian yang ada di dalamnya. Hal ini terbukti dengan terdapatnya konsep-konsep perdamaian dalam puisi Abu al-Qasim al-Shabi, baik itu perdamaian berbasis tuntutan keadilan, kesucian kehidupan, humanisme, dan keterlibatan melalui tanggung jawab dan pilihan individu.

Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai sumber primer penulis menggunakan karya puisi Abu al-Qasim terutama puisi Ila> T{aghat al-‘A@lam. Sementara, sebagai sumber sekunder penulis menggunakan buku-buku teori sastra Islam, teori perdamaian dan konflik, dokumen-dokumen, kajian tentang sastra, perdamaian dalam Islam. Adapun jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif (library research) dan disajikan dengan deskriptif analitis, sedangkan metode penelitian yang dipakai unuk membacanya adalah hermeneutika Dilthey yang dikenal dengan hermeneutika rekonstruktif atau reproduktif.

Keyword: Puisi, Islam, Perdamaian, dan Resolusi Konflik

I. PENDAHULUAN

A. Diskursus Hermeneutika Sastra, Islam, dan Resolusi Konflik

1. Pengertian Sastra, Perdamaian, dan Hubungannya dengan Islam

Salah satu cabang kesenian yang selalu ada dalam peradaban manusia adalah sastra. Kelahiran sastra di tengah peradaban manusia dianggap sebagai salah satu realitas sosial budaya. Sastra selain dinilai sebagai sebuah karya seni yang memiliki budi, imajinasi dan emosi, juga dianggap sebagai suatu karya kreatif yang dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual di samping sebagai konsumsi emosional.1

Keberadaan sastra tidak dapat dianggap remeh, melalui berbagai bentuk kreatifnya, sastra mampu mendeskripsikan segala sesuatu di luar diri kita secara koheren dan lengkap, misalnya jiwa, karakter, kehidupan, kebudayaan, dan peradaban bangsa lain, merupakan sesuatu yang saling kait-mengait dengan kehidupan yang kita pijaki. Unsur holistik dan universal sastra inilah yang menjembatani perbedaan, seraya menunjukkan persamaan sifat kemanusiaan yang fundamental.

Nabi Muhamad SAW bersabda:

1

(2)

“Sesungguhnya sebagian bayan2 adalah sihir dan sebagian puisi adalah hikmah atau kebijaksanaan.3

Berdasarkan hadits ini dan juga dalam al-Qur‟an,4 „Abdullah al-H}amid berpendapat bahwa sikap Islam dari awal hingga saat ini hanya satu, tidak ada konsep na>sikh da mansu>kh dalam hal ini, yaitu secara umum memandang sastra sebagai suatu karya kemanusiaan yang baik. Yang ditolaknya hanyalah puisi yang buruk secara Islam. Islam tidak menolak puisi secara keseluruhan.5

Yusuf Qardawi dalam bukunya, Al-Isla>m wa al-Fann, mengatakan bahwa Islam sangat memberi perhatian besar kepada keindahan, bahkan Islam memberi perhatian pada bimbingan indra perasaan, karena Dia-lah yang menjadikan manusia dapat menikmati dan menghayati berbagai keindahan di alam ini.6

Syair atau sastra pada umumnya, atau seni secara lebih umum, memiliki sasaran dan fungsi. Ia bukan sesuatu yang liar. Sebaliknya, ia adalah karya yang semestinya sarat kandungan pesan dan komitmen pada kebenaran.7

Jika al-Qur‟a>n dikatakan oleh Yusuf Qardawi dalam bukunya Islam Bicara Seni, sebagai agama dan ilmu pengetahuan, serta sastra dan seni, dan juga pemenuh hajat ruhani, pemuas logika, pembangun jiwa, pemberi kenikmatan rasa, dan pengasah lisan.8 Alangkah indahnya jika sastra kita akui sebagai penyambung lidah al-Qur‟a>n, yang akan membantu menjabarkan isi dari kalam Tuhan yang perlu diperhatikan manusia.

Sastra yang dalam ungkapan arab di sebut al-Adab, pada awalnya merupakan undangan untuk menyantap makanan. Tradisi semacam ini merupakan perbuatan yang terpuji dan menunjukan moralitas yang tinggi.9 Sejalan dengan berjalannya waktu kata adab dipakai sebagai kata yang mencakup pendidikan baik lisan atau budi pekerti sebagaimana dalam hadis : Addabani> Rabbi> fa Ahsana Ta’di>bi>. Pada masa umayyah kata adab berarti pengajaran selanjutnya pengertian adab diringkas menjadi sebuah tulisan yang indah dan mempunyai makna puisi dan syair.10

Dalam mendefinisikan adab (sastra) para Udaba> berbeda-beda : ungkapan puitis tentang pengalaman manusia; ungkapan puitis tentang pengalaman yang indah dengan menggunakan media bahasa; hasil pemikiran manusia yang diungkapkan dengan ungkapan yang mengandung seni dan keindahan atau seni

2Baya>n

(3)

ungkapan yang indah.11 Dari berbagai macam definisi ini dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan seni ungkapan yang indah.

Ada beberapa pendapat dalam membagi periode sastra, mayoritas membagi menjadi 5 periode, di antaranya:

1. al-As}r al-ja>hili>, dimulai 2 abad sebelum islam lahir sampai islam lahir.

2. al-S}adr al-Isla>m, dimulai sejak islam lahir sampai runtuhnya bani umayyah

132 H.

3. al-S}adr al-Abba>si>, sejak berdirinya dinasti abbasiyah samapai runtuhnnya kota

Baghdad tahun 656 H.

4. al-S}adr al-Turki> al-‘Ustma>ni>, sejak runtuhnya Baghdad samapai timbulnya

kebangkitan arab di abad modern.

5. al-S}adr al-H}adi>th (modern), sejak timbulnya nasionalisme bangsa arab.12

Sastra terbagi dua bagian, yaitu puisi dan prosa. Sedangkan puisi di dalam bahasa Arab biasa disebut shi’ir. Puisi merupakan suatu bentuk seni ekspresi estetik. Kekuatan puisi bisa mengobarkan semangat juang di masa perang, tetapi sekaligus dapat menciptakan suasana teduh dalam masyarakat.

Adapun kaitan antara sastra dan perdamaian adalah sastra membantu manusia saling mengerti. Konflik kerap muncul dari kesalahpahaman atau ketidakmengertian. Dalam ketidakmengertian itu kadang terdapat situasi di mana orang dari budaya atau peradaban tertentu merasa orang lain sangat berbeda dan tidak memiliki persamaan dengan mereka.

Sastra dapat membawa dan menyebarkan perdamaian. Terutama saat sastra menjadi jendela untuk melihat dan memahami jiwa dan kehidupan manusia yang berbudaya dan berperadaban lain.13

Sastra dengan berbagai cara kreatif mampu mendeskripsikan kehidupan dan jiwa manusia dari budaya, negara, atau peradaban lain. Kata menjadi jendela untuk dapat mengerti manusia atau komunitas di luar diri seseorang. Sastra juga bisa menunjukkan, dalam diri manusia pada dasarnya terdapat persamaan sifat kemanusiaan yang fundamental.

karya sastra, terutama karya besar, mempengaruhi sikap orang, terutama dalam memilih kebenaran dan perdamaian. Mahabharata, misalnya, membuat orang berpihak pada kebenaran. Karya sastra menjadi tempat orang bercermin dan kontemplasi. Sastra memperkaya jiwa dan membuat jiwa tergetar. Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer membuat jiwa kita bertanya-tanya dan nurani kita akan berpikir. Itu membuat kita peka terhadap kebenaran, cinta, dan keadilan. Teks itu, ketika dipegang pembaca, maka pengarangnya sudah mati. Pengarang tidak perlu memengaruhi daya tangkap dan tafsir pembaca.

Demikian pula dalam kesusasteraan arab, sastra merupakan refleksi lingkungan budaya dan merupakan satu teks dialektis antara pengarang dan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik

11

Judhif al-Hashi>m, al-Mufi>>>d fi al-Adab al-Arabi>(Bairu>t : Maktabah al-Tija>ri>, tt), 14.

12

Ah}mad H{asan Zayya>t, Ta>rikh Adab al-Arabi>(Bairu>t : Da>r al-Ma‟rifah, 1996), 8. Lihat pula Ah}mad al-Iskandari >dan Must}afa „Anna>ni, > al-Wasit} fi al-Adab al-Arabi> wa Ta>ri>khuh (Kairo : Da>r al-Ma‟rifah, 1916), 10.

13

(4)

yang dikembangkan dalam karya sastra. Sehubungan dengan ini sering dikatakan bahwa syair merupakan antologi kehidupan masyarakat Arab (Diwān al-`Arab). Artinya, semua aspek kehidupan yang berkembang pada masa tertentu tercatat dan terekam dalam sebuah karya sastra.

Penyair bukanlah satu-satunya komunitas yang amat peduli kepada pendidikan syair. Secara umum anggota masyarakat juga memiliki kepedulian yang sama. Untaian kata-kata dalam syair bagi masyarakat Arab bukanlah semata-mata bunyi yang disuarakan lisan yang tanpa makna, melainkan sarana yang ampuh untuk membakar semangat, menarik perhatian, dan meredam emosi yang bergejolak di tengah kehidupan masyarakat. Bisa dipahami kalau masyarakat meyakini bahwa para penyair memiliki pengetahuan magis14 yang terekspresikan dalam syair dan keberadaan syair ini sangat diperhatikan dan dipatuhi substansinya karena ia merupakan realitas kehidupan kabilah. Nampaknya inilah alasan yang diyakini masyarakat ketika mereka menempatkan para penyair pada posisinya yang terhormat. Mereka menjadi simbol kejayaan suatu kabilah dan penyambung lidah yang mampu melukiskan kebaikan dan kemenangan kabilah sebagaimana mereka mampu mendeskripsikan kejelekan dan kekalahan perang yang diderita kabilah lain.

Dalam kajian keislaman, pengetahuan tentang sastra mempunyai posisi yang strategis, hal itu karena sumber induk (al-Qur‟a>n) menggunakan bahasa sastrawi yang begitu indah membuat takjub sastrawan di kawasan itu, selain itu pemahaman terhadap sastra juga merupakan salah satu kunci dalam memahami wahyu Allah, baik yang matluw (al-Qur‟a>n) maupun ghair al-matluw (Hadi>th). Untuk memahami tentang sastra tentunya kita harus memahami sejarah serta perkembangnya sehingga kita tidak ahistoris serta menghasilkan pemahaman yang objektif.

2. Transformasi Hermeneutika untuk Perumusan Perdamaian: Yudaisme dan Islam Sebagai Paradigma

Konsep Alkitabiah tentang Tuhan berperang untuk Israel, lembaga Alkitab

herem, analisis halakhic para Rabiterhadap milhemet hova, milhemet mitsvah, dan

milhemet reshut.15 Disamping itu juga, konsep shalom (damai) dan pikuah nefesh

(pelestarian kehidupan) sebagai nilai-nilai tertinggi, berbagai untaian pasifisme

rabbinic, rereading teks kekerasan, semua ini harus dianggap sebagai bagian dari

warisan yang kompleks Yudaisme tentang perang.

Adapun dalam analisis pendekatan Islam, al-Qur‟an menggunakan istilah jihad kepada perang adalah hanya pada level pertama. Ada perbedaan antara status jihad dan religius jihad, seperti halnya pada pengendalian hawa nafsu dan

“menunggu” yang memiliki konsekuensi hukum yang dinyatakan oleh kata-kata

fitnah atau taqiyya. Selain itu, damai dan kekerasan dari versi tradisi Mahdi,

tradisi pasifis dan neopacifist Islam Ahmadi dan Islam sufi, prinsip-prinsip umum dan etika antarpribadi. Semua hal tersebut perlu diperiksa dengan istilah

14

Ah}mad Ami>n, Fajr al-Isla>m (Kairo : Maktabah Nahd}iyyah, 1975), 55.

15

(5)

masing dan dalam konteks yang bervariasi di mana mereka muncul dan kemudian dibandingkan dengan konsep-konsep dari sistem agama lain.16

Yudaisme dan Islam telah mengembangkan sebuah badan ekstensif literatur sekunder menghadapi pertanyaan seputar perang dan pencegahannya, juga promosi dan regulasinya. Di samping itu, dibahas pula isu-isu yang lebih besar dari keadilan sosial yang memiliki dampak langsung pada konflik. Refleksi hukum dan agama ada dalam setiap tradisi, praktek resolusi konflik, dan promosi nilai-nilai etika yang berhubungan dengan coexistence, peacemaking, dan bahkan

pacifism. Seseorang menekankan nilai-nilai moral yang cenderung menyesalkan

konflik dan kekerasan, sementara yang lainnya aktif berusaha untuk melatih orang melalui disiplin moral dalam rangka pencegahan konflik dan ketegangan.

Kecenderungan lainnya adalah mengenai tema suka perang dalam teks kuno. Kecenderungan itu dikerjakan kembali kemudian oleh otoritasnya, namun demikian pembacaan ulang juga mempunyai beberapa implikasi terhadap subyektivitas kita yaitu implikasi yang kadang jelas bersih dan kadang-kadang rancu.

Tentang Tuhan dan Perang dalam Alkitab, yaitu, Tuhan Israel digambarkan sebagai "orang perang" dalam pertempuran besar melawan Firaun dan tentaranya di Laut Merah. "Tuhan adalah orang perang, Tuhan Namanya ."17 "Tuhan adalah orang perang, Tuhan adalah nama-Nya." "Tuhan adalah seorang pria perang ".-bahwa Dia berjuang untuk Mesir" Tuhan adalah nama-Nya "- ".-bahwa Dia memiliki belas kasih pada makhluk-Nya, seperti yang menyatakan, "Tuhan, Tuhan, Tuhan, penyayang dan baik ."18

Yang luar biasa di sini adalah para Rabi melakukan penafsiran ulang gambaran yang kejam dalam Alkitabiah tentang Tuhan sebagai pahlawan perang. Penekanan pada paruh kedua dari ayat ini, berfungsi untuk membatasi gambar kekerasan. Tuhan menghukum keras siapa yang bersalah sekaligus mendengar doa-doa dari semua makhluk, melayani kebutuhan mereka dan memiliki belas kasihan kepada mereka. Belas kasihan Tuhan bersifat universal-bukan hanya untuk orang Yahudi-bahkan saat ia menghukum Mesir. Jadi, dikotomi perilaku ilahi yang ingin ditekankan oleh para Rabi dalam hal ini adalah tidak antara Yahudi dan kafir, tetapi antara orang benar dan orang fasik.19

Menurut analisis konflik, perang tidak terjadi dalam kekosongan tanpa rantai kausal yang mengarah ke sana. Lagipula, perang tidak terpisahkan dari interaksi manusia lainnya. Perang yang pertama kemungkinan sesuatu yang jauh yang kemudian menjadi kenyataan, dan lalu menghilang atau tumbuh, atu juga dilancarkan tapi kemudian tiba-tiba berhenti karena sejumlah faktor sosial ekonomi yang kompleks, psikodinamik, dan faktor politik. Dengan kata lain, apakah perang terjadi, bagaimana hasil, bagaimana, dan mengapa itu berakhir adalah fenomena manusia yang cukup kompleks yang tidak dapat dipisahkan dari berbagai pilihan manusia dan perilaku yang mengarah ke sana atau yang berinteraksi dengannya dengan cara yang kompleks. Tak terhitung faktor-faktor

16

Marc Gopin, Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions, Violence

and Peacemaking (New York: Oxford University Press, 2000), 75.

17

(Exod. 15:3). 18

(Exod. 34: 6). 19

Marc Gopin, Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions, Violence

(6)

yang berkontribusi membawa orang ke keadaan perang, seperti politik, ekonomi, psikologis.

Hal ini jelas bahwa dalam analisis konflik, perang sering ada di sepanjang kontinum. Dari persahabatan tertanam hilangnya komunikasi untuk damai, terjadi perselisihan paham yang serius, kemudian ke skala kecil terisolasi konflik, konflik skala besar terisolasi berubah menjadi konflik kronis, terisolasi pertumpahan darah, pertumpahan darah besar yang terorganisir, dan bahkan genosida.

Terlalu sedikit perhatian yang diberikan, bagaimana cara untuk menghindari konflik yang berubah menjadi perang, nilai-nilai agama mana yang dapat mencegah konflik dan pertumpahan darah, atau apa yang harus dilakukan ketika perang atau tindakan kekerasan telah selesai dalam kaitannya dengan perkabungan, kesembuhan, dan perdamaian/ rekonsiliasi. Hukum moral serta nilai-nilai sebagai tahap penting dari hubungan manusia. Sumber para Rabi diisi dengan saran-saran tentang hal ini, tetapi interpretasi mereka yang entah bagaimana terputus di literatur sekunder dari diskusi perang. Ini adalah penyimpangan-meskipun mungkin tidak sadar-dari panorama kompleks Yudaisme

rabinik.20

Yahudi berpikir bahwa hermeneutika baru penting bagi masa depan dan merupakan analisis baru yang muncul dalam dunia kontemporer tentang sifat konflik, pencegahan, dan resolusi, khususnya karena wawasan ini diterapkan untuk kelompok etnis dan ekspresi budaya mereka yang unik. Kegiatan di masing-masing kebudayaan sering melibatkan ekspresi ritual yang unik, suatu konstelasi unik dari nilai-nilai yang bekerja sama untuk mengurangi ketegangan, memfasilitasi komunikasi, dan akhirnya mendamaikan pihak. Di beberapa tradisi, seni ini adalah sangat berkembang, sedangkan di yang lainnya berkembang baik, sangat tertanam dan tidak diartikulasikan pada saat ini.

Faktanya adalah bahwa semua tradisi monoteistik yang tiga, memiliki sistem

ekstensif etika antarpribadi. Sumber-sumber dalam Yudaisme, misalnya, yang

membahas masalah perang, sebenarnya hanya menempati segelintir halaman dari

Mishnah, Talmud, dan kemudian koleksi halachic. Di sisi lain ada ribuan sumber

para Rabi tentang berbagai nilai-nilai etis, yang secara khusus dirancang untuk mencegah perselisihan ekonomi, kesalahpahaman, tidak hormat, tidak berperasaan, konflik, kebencian, balas dendam, kekerasan, dan pertumpahan darah.

Yang lebih penting untuk tujuan kita daripada perdamaian sebagai nilai metafisik setidaknya tiga puluh delapan referensi ke mitsvah dari perdamaian

(redifat shalom) sebagai praktik, yang memiliki strategi pragmatis untuk

mencegah atau menyelesaikan konflik. Sebagai contoh, Bab Perdamaian dari

Talmud Babilonia, memiliki berbagai wawasan etis yang mencakup teknik

resolusi konflik, diplomasi, empati, dan gerakan unilateral untuk membangkitkan respon dalam pihak lain untuk literatur konflik.21

Alat penting lain dari resolusi konflik adalah membangun kepercayaan. Mungkin ini sangat baik, jauh dalam respon tradisional dan kebudayaan Yahudi

20

Lihat Marc Gopin, Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions,

Violence and Peacemaking (New York: Oxford University Press, 2000); abu Nimer, Nonviolence

and Peace Building in Islam: Theory and Practice (Gainesville: University Press of Florida, 2003).

21

Lihat Marc Gopin, Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions,

(7)

ke seluruh dunia adalah persepsi atau intuisi bahwa tindakan adalah satu-satunya hal yang bisa dipercaya dan oleh karena itu adalah satu-satunya alat nyata dari perdamaian.

Metodologi penyelidikan perdamaian dan konflik yang diusulkan di sini juga bisa menjadi jembatan untuk budaya Islam dan Arab, yang juga sangat nilai etis gerakan simbolis dari satu orang atau kelompok ke kelompok lain, terutama melibatkan gerakan kehormatan dan kemurahan hati dan nilai-nilai moral.

Resolusi konflik gaya Barat tentu memiliki lebih dari satu sumber, termasuk hukum tradisi perdebatan dan negosiasi, yang juga memiliki akar Eropa awal. Kasus ini telah dibuat, bagaimanapun, bahwa ada banyak gaya konflik resolusi di seluruh dunia dan bahwa kita hanya mulai mengungkap sumber-sumber adatnya.

Tantangan utama untuk perdamaian dalam semua tradisi monoteistik adalah kecenderungan mereka untuk membatasi nilai-nilai etika prososial kepada anggota agama, atau ingroup. Hal ini memang benar tapi hanya sampai titik tertentu dan tentu tidak universal. Penyelidikan lebih perlu dilakukan pada bagaimana pihak luar dilihat dari aspek teologis dan historis, baik dalam prinsip maupun praktek.

Abad Pertengahan teori-teori etika Islam mensyaratkan sistem yang sangat maju yaitu moral perilaku interpersonal. Banyak ekspresi awal dari etika ini secara langsung berakar pada apa ayng disebut sebagai moralitas Alkitabiah, moralitas langsung berasal dari pembacaan dekat kitab suci, yaitu Al-Qur'an . Komponen kunci di sini adalah konsep kebaikan (khair) dan kebenaran (birr). Terkait dengan ini, dan sangat penting untuk tradisi Islam adalah nilai-nilai

al-iqsat (ekuitas), al-'adl (keadilan), dan al-haqq (kebenaran dan kanan).

Konsep-konsep ini secara alami memiliki kesamaan dalam tradisi- radisi agama lain, meskipun masing-masing memiliki tradisi unik aplikasi etis dan hermeneutik dari nilai-nilai ini.

Sebagai contoh, Luzzatto membuat (Ganesis 18:19), keadilan dan kebenaran tentang, mandat klasik dari Judaism. Nilai-nilai ini memberikan sebuah jembatan yang menarik etika interpersonal antara Islam dan Yudaisme, bahkan dengan asumsi sejarah yang berbeda penafsiran. Namun, jika analisis Islam adalah terbatas pada teks-teks tentang perang, kita tidak pernah melihat berbagai macam pendekatan tradisional untuk masalah interaksi manusia.22

Yahya ibn 'Adi (w. 974) mengembangkan seperangkat nilai-nilai budaya, yang berasal dari tradisinya, yang mencakup martabat, pengampunan, keramahan, belas kasih, kesetiaan, menjaga kepercayaan, kerendahan hati, kemurnian niat, keluhuran budi kemurahan hati. Termasuk juga yang mencakup kejahatan seperti keserakahan, kekejaman, dan penghianatan.

Dalam kajian mutakhir tentang perdamaian dan nirkekerasan dalam Islam terdapat beberapa sarjana yang focus dalam kerangka kajiannya terhadap perdamaian, teori-teori nirkekerasan, atau pendekatan pembaharuan Islam atas kitab suci dan tradisi.23

Pandangan mereka persisnya dinyatakan dalam hipotesis berikut: “kini tidak ada alas an teologis apapun bahwa masyarakat Islam tidak dapat memainkan

22

Lihat Marc Gopin, Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions,

Violence and Peacemaking (New York: Oxford University Press, 2000); abu Nimer, Nonviolence

and Peace Building in Islam: Theory and Practice (Gainesville: University Press of Florida, 2003).

23

(8)

peran sebagai pelopor dalam pengembangan nirkekerasan, dan terdapat setiap alasan bahwa beberapa di antara mereka memang harus memimpin

pengembangan nirkekerasan”.24

Kelompok ini tidak terlalu menekankan landasan teologis perang-adil atau penggunaan kekerasan dan lebih menyerukan perumusan pendekatan nirkekerasan

dalam Islam. Sebagai contoh, Saiyidain mengatakan: “ Ada keadaan-keadaan di mana Islam mempertimbangkan kemungkinan perang – contohnya untuk mencegah malapetaka seperti pengingkaran atas kebebasan nurani manusia- tapi hal paling esensial dalam hidup adalah kedamaian. Semua usaha manusia harus benar-benar ditujukan ke arah perwujudan kedamaian‟‟.25

Dalam menganjurkan paradigm nirkekerasan Islam, para sarjana bersandar pada beberapa justifikasi berikut:

1) Konteks historis wahyu al-Quran sudah berubah dan penggunaan kekerasan sebagai sarana untuk merukunkan perbedaan seharusnya berubah juga. Karena itu, menyebarkan keyakinan tak lagi diperbolehkan secara teologis. Cara apapun yang digunakan kaum Muslim untuk membentuk, mendirikan, atau menyebarkan keyakinannya 1400 tahun yang lalu tak lagi bias diterapkan atau cocok dengan kenyataan sekarang. Jika budaya dan tradisi Muslim ingin kembali Berjaya maka kaum Muslim (pemimpin dan mayarakatnya) harus menggunakan pendekatan-pendekatan nirkekerasan dalam merukunkan perbedaan, internal maupun eksternal.

2) Perubahan besar-besaran dalam status komunitas Muslim di dalam system global dan komunitas lokal menghilangkan keampuhan dan ketahanan cara-cara penggunaan kekerasan. Alasannya, banyak komunitas Muslim yang hidup sebagai minoritas di seluruh dunia, ada perbedaan tajam terkait keadaan ekonomi, social, dan politik mereka dibanding enam atau tujuh abad lalu, ketika mereka merupakan kekuatan mayoritas atau dominan di dalam dan di luar wilayah mereka.

3) Kesalingtergantungan global – secara sosial, ekonomi, dan politik- membuat penggunaan kekerasan tak bisa dilakukan, terutama dalam bentuk senjata pemusnah missal, untuk menyelesaikan pertikaian.

4) Kenyataan global baru, yang mencakup system persenjataan yang maju dan bentuk peperangan yang kian merusak, mengharuskan kaum Muslim – bahkan semua orang- untuk meninggalkan cara-cara kekerasan karena tak ada lagi batasan pasti tentang muatan perang tersebut.

5) Sebagai bagian kecil dari kehidupan nabi Muhammad dan kitab suci, kekerasan mestinya tak lebih penting bagi kaum Muslim sekarang disbanding dulu. Hadits dan tradisi keislaman merupakan sumber yang kaya untuk nilai-nilai bina damai dan jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Muslim, ia hanya akan mengarah pada nirkekerasan dan perdamaian.26

Kajian-kajian rintisan yang mengesankan oleh Abdul Aziz Sachedina (2000) menjelaskan penggunaan argument di atas untuk menegaskan perlunya paradigm

24

J. Patout, War and its Discontents: Pacifism and Quietism in the Abrahamic Tradition (Washington, D.C.: Georgetown University Press, 1996), 165.

25

Khwaga Ghulam, Islam, the Religion of Peace (New Delhi: Islam and Modern Age of Society, 1994), 175.

26

(9)

Islam pluralis yang baru dalam menghadapi yang lain. Terkait realitas korupsi dan manipulasi agama, dalam mewujudkan tujuan perubahan politik di Negara-negara Muslim, Sachedina menyerukan untuk “menemukan kembali keprihatinan

moral umum Islam pada kedamaian dan keadilan”.27

Jenis wacana hermeneutika yang baru ini, berdasarkan pluralism, nirkekerasan, dan perdamaian, lebih dibutuhkan untuk mebina hubungan

antar-agama. Sachedina menegaskan bahwa “Teologi Islam abad-21 harus

berkomunikasi melampaui bahasa tradisi tertentu”.28

Ini adalah seruan ke arah penemuan pendekatan dan narasi teologis baru, berdasarkan pluralisme, bukan ekslusivitas. Pendekatan tersebut didasarkan pada dua kondisi: pertimbangan sejarah, serta interaksi antara tradisi dan sumber normative dengan realitas social dan politik kaum Muslim. Hanya dengan itulah penafsiran Islam bisa berguna dalam menghadapi masa depan, dan juga bermanfaat untuk memahami masa kini dan masa lalu.29

II. Biografi Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi@

1. Sejarah Kehidupan dan Karya-karyanya

Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi @dijuluki penyair hijau adalah seorang penyair kontemporer Tunisia lahir pada hari Rabu dua puluh empat Februari, 1909, bertepatan dengan bulan Safar 1327 H di kota Tozeur yang terletak disebelah barat Tunisia.30 Ayahnya bernama Muh}ammad al-Qa>sim al-Sha>bi@.

Pada tahun 1328 H/1910 M, ayahnya ditunjuk menjadi hakim di Siliana kemudian di Gafsa pada tahun berikutnya dan kemudian di Qabis tahun 1332 H/1914 M, kemudian di pegunungan Thala tahun 1335 H/1917 M, di Majaz al-Bab tahun 1337 H/1918 M, kemudian di ra‟s al-Jabal Tahun 1343 H/1924 M, dan kemudian ia pindah ke kota Zaghouan 1345 H/1927 M.

Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi lulus dari Universitas Zaitunah pada tahun 1928 M. Lalu ia melanjutkan kuliahnya ke Fakultas Hukum setelah dinasihati oleh Ayahnya. Ayahnya meninggal pada tahun 1929 pada usia 50 Tahun.

Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi masuk ke salah satu rumah sakit di ibukota Tunisia pada hari ketiga bulan Oktober enam hari sebelum ia meninggal dan catatan rumah sakit menunjukkan bahwa Abu al-Qasim al-Sabi menderita penyakit jantung.

Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi meninggal di rumah sakit pada tanggal sembilan Oktober, 1934 pagi pukul empat pagi pada hari Senin hari pertama bulan Rajab 1353 H.

Menurutnya puisi adalah gambaran kehidupan dengan bentuknya yang berbeda-beda, baginya puisi merupakan sesuatu yang lahir dari jiwa. Dan di antara

27

Abd al-Aziz Sachedina, “The Justification for Violence in Islam.” Dalam War and Its

Discontents: Pacifism and Quietism in the Abrahamic traditions, ed. J. Patout Burns (Washington,

D.C.: Georgetown University Press, 2000), 6.

28

Abd al-Aziz Sachedina, “The Justification for Violence in Islam.” Dalam War and Its

Discontents: Pacifism and Quietism in the Abrahamic traditions, ed. J. Patout Burn, 43.

29

Abd al-Aziz Sachedina, “The Justification for Violence in Islam.” Dalam War and Its

Discontents: Pacifism and Quietism in the Abrahamic traditions, ed. J. Patout Burns, 47.

30

(10)

tujuan puisi-puisinya yang paling penting adalah al-Ritsa, al-Ghazal, al-Tabi‟ah, dan puisi tanah air.

Dalam karya-karyanya beliau mendapatkan pengaruh dari berbagai sekolah-sekolah atau aliran-aliran sastra seperti terpengaruh oleh sastra arab klasik, sastra asing dan madrasah diwan, dan terpengaruh oleh para penyair mahjar (imigran).

Beliau termasuk tokoh yang beraliran pembaharu dalam sastra arab (manhaj tajdidi). Sebagian kritikus sastra berpendapat bahwa al-Syabi untuk Tunisia seperti al-Mutanabbi untuk Irak, al-Ma‟ari untuk Suriah, Jibran untuk Libanon, dan Sauqi untuk Mesir. Sebagian yang lain berpendapat bahwa al-Sabi adalah seorang penyair yang sempurna, yang mencintai keindahan, mencintai kehidupan, mencintai tanah air, mencintai alam, cintanya istimewa, penyair dan jiwanya istimewa pula.31

Karya-karyanya banyak sekali terutama yang berbentuk puisi, seperti diwan

again al-hayah yang berisi beberapa puisi seperti nashi>d al-jabba>r, saimt al-h}aya>h

wa ma> fi al-h}aya>h, ala> Inna ah}la>m al-shaba>b d}o>ilah, last abki@ li@ as flail ta’wi@l, dan al-Khaya>l al-Sha’ri ‘ind al-‘Arab, dan lain sebagainya. Di samping itu, banyak karya puisinya yang dinyanyikan seperti: sebagian dari qasi@dah ira>dah al-h}aya>h dalam lagu tanah air Tunisia, ira>dah al-h}aya>h yang dinyanyikan para penyanyi arab, ila thaghat al-alam yang dinyanyikan oleh Latifah, Uskuni ya> jarra>h yang dinyanyikan oleh Aminah Fakht, dan ‘adbah ant yang dinyanyikan oleh Muhammad Abduh.

2. Deskripsi Puisi Ila> T{aghat al-„A@lam dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial

ملاعلا ةاغط ىلإ

اــــهّيأ ّلاأ

ملاــظلا بيبــح دبتـــسلما لماـــظلا

،

ودــع

هاــيلحا

ٍفـيعض ٍبعـش تاــّنأب َترخــس

هاــمد نــم ٌةــبوضمخ كُّفــكو

جولا َرْحــِس هِّوــشُت َترــسو

ْهاـبُر يـف ىـسلأا َكوــش ُرذــبتو ِدوـ

ءاـضفلا ُوـحصو ُعيبرــلا كْنعدــيخ لا !كَدـــيَوُر

،

ْحاـبصلا ُءوـضو

ِدوـعرلا ُفـصقو ملاـظلا ُلوـى ِبـحرلا ِقـُفلأا يـفف

،

ْحاـيرلا ُفـصعو

ْحارـلجا ِنـيج كوـشلا ِرذـبي نـمو ُبـيهللا ِداــمرلا تــحتف !ِراذــح

نى !لمأــت

ىَرَوــلا َسوؤر َتدصـح ىــّنأ ..كلاــ

،

ْلـملأا َروــىزو

ِباترــلا َبــلق ِمدلاــب تــَّيورو

،َعمدــلا وَتبرــْشأو

ْلــِثم تىــح

،ُليــسلا َكُفرجيــس

ْلِعتــشلما ُفصاـــعلا كُلكأـــيو ِءاـمدلا ُليـس

31

(11)

„Kepada Tirani Dunia‟

“Hey kamu, tirani culas/Kamu pecinta kegelapan dan musuh kehidupan”

“Luka orang tak bersalah kamu tertawakan/Darah mereka kamu genggam”

“Lalu kamu berjalan pamerkan pesona/Tumbuhkan bibit derita di tanah mereka”

“Tunggu, jangan biarkan musim semi, langit cerah dan fajar pagi mengelabuimu”

“Karena kegelapan, gelegar guntur, dan hembusan angin menghampirimu dari cakrawala”

“Waspadalah ada bara api di balik debu Siapa tumbuhkan duri akan menuai luka”

“Kamu telah mencopot kepala orang dan bunga-bunga harapan”

“Dan menuangkan luka di pasir dengan darah dan air mata hinga kepayang”

“Sungai darah akan menyapu kamu dan kamu akan dipanggang api bergelombang.”

Gemar bersyair-ria sejak jaman batu orang Arab merasa tak lengkap bila tak mengiringi jerit revolusi 2011 dengan sebuah puisi. Puisi patriotik karya penyair Tunisia bernama Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi yang berjudul Ila> T{aghat al-‘A@lam.. Sebuah puisi bertenaga layaknya karya-karya penyair legendaris Indonesia Chairil Anwar dan WS Rendra. Puisi Ila> T{aghat al-‘A@lam. (Kepada Tirani Dunia) dikumandangkan di jalan-jalan oleh demonstran bersama kobaran api Revolusi Arab 2011 di Tunisia dan Mesir. Berisi sindiran kepada penguasa lalim dan ancaman untuk menenggelamkan mereka.

Puisi karya Abu> al-Qa>sim al-Sha>bi juga diabadikan oleh bangsa Palestina menyertai perjuangan panjang melawan pendudukan Israel. Diselipkan dalam sebuah video clip produksi tahun 2002 guna mengenang bocah 6 tahun bernama Eman Hijjo yang tewas di tangan serdadu Israel. Berisi lantunan suara merdu artis Latifa dari Tunisia yang ditujukan kepada PM Israel Ariel Sharon dan Presiden Amerika George Bush.

II. PEMBAHASAN

A. Etika Agama dalam Puisi Ila> T{aghat al-‘A@lam karya Abu> Qa>sim al-Sha>bi

1. Keadilan

دبتـــسلما لماـــظلا اــــهّيأ ّلاأ

#

هاــيلحا ودــع ملاــظلا بيبــح

Penyebab konflik tidak hanya karena motif agama, namun dapat terjadi karena ketidakadilan dan penghilangan hak ekonomi. Pihak ketiga harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai keadaan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan konflik.32 Dengan mengkaji bait puisi di atas maka kita akan mengetahui bahwa konflik yang terjadi banyak disebabkan karena ketidakadilan.

Bait puisi di atas berarti: “Ingatlah Hai kamu, tirani culas/Kamu pecinta kegelapan dan musuh kehidupan.”

32

Lihat Marc Gopin, Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions,

(12)

Walaupun puisi itu lahir berpuluh-puluh tahun yang lalu namun sejatinya pesannya universal tak lekang oleh waktu. Bahwa keadilan baik itu keadilan sosial, ekonomi dan lain sebagainya dijunjung tinggi dan didambakan oleh setiap orang tanpa memandang ras, suku, golongan dan agama.

Keadilan sosial adalah salah satu dari sekian nilai yang mengaitkan Islam dengan kedamian. Seruan utama agama Islam adalah untuk mewujudkan realitas sosial yang adil. Karena itu, tindakan atau pernyataan Muslikm apa pun harus dinilai dari kontribusi potensialnya terhadap pencapaian tujuan tersebut.dalam islam, bertindak karena Tuhan sama dengan mengupayakan keadilan. Islam menyerukan hal tersebut kepada yang kuat maupun yang lemah. Adalah kewajiban Muslim utnuk mengupayakan keadilan dan melawan penindasan di tingkat interpersonal maupun struktural.

Dalam Islam keadilan ilahiyah diabadikan dalam wahyu dan kebijaksanaan Tuhan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Keadilan yang bersumber dari kebijaksanaan Tuhan bisa diterapkan sepanjang masa dan untuk seluruh manusia. Tetapi peraturan public, hokum, dan pendapat sarjana yang diperoleh lewat penalaran manusia (ijtihad) meniscayakan penyesuaian dan perbaikan seiring dengan perubahan yang terus terjadi di dunia.33

Kaum Muslim karena itu mempertahankan keyakinan utama bahwa suatu ukuran keadilan yang lebih tinggi harus ditetapkan, terdiri dari seperangkat nilai, norma, dan kebaikan yang harus diwijudkan di dunia. Keyakinan ini mendorong para sarjana untuk mancari ukuran dan ungkapan keadilan bagi kehidupan manusia.

Dalam menegaskan kedudukan penting keadilan dalam tradisi Islam, Khadduri

menyatakan, “Dalam al-Quran ada lebih dari 200 teguran terhadap ketidakadilan yang diungkapkan dalam kata-kata seperti Zulm, ithm, dhalal, dan lainnya, serta tak kurang dari hampir 100 ungkapan yang memuat gagasan keadilan, baik secara langsung dalam kata-kata seperti „adl, qist, mizan, dan lain-lain”. Selain keberadaan Tuhan yang esa, tak ada prinsip moral keagamaan yang lebih ditekankan dalam al-Quran dan Sunnah selain prinsip keadilan, kejujuran, kesetaraan, dan kesederhanaan.34

Al-Quran berulang kali mengingatkan kaum Muslim akan nilai keadilan, yang digambarkan bukan semata sebagai suatu pilihan melainkan sebagai suatu perintah Tuhan.35 Keadilan merupakan suatu nilai absolut, bukan relatif, suatu kewajiban yang harus diupayakan kepada sesame orang-orang yang beriman dan kepada musuh.

Tradisi keislaman menyerukan perlawanan terhadap ketidakadilan melalui aktivisme, campur-tangan pihak ketiga, dan campur-tangan Tuhan. Perintah untuk berjuang demi kedamaian lewat keadilan ditujukan secara sama kepada para penguasa maupun warganegara dan merupakan kewajiban alamiah bagi seluruh manusia.

Prinsip keadilan ini secara alami memiliki kesamaan dalam tradisi-tradisi agama lain, meskipun masing-masing memiliki tradisi unik aplikasi etis dan

33

Majid Khadduri, The Islamic Conception of Justice (New York: Jhon Hopkins University Press, 1984), 3.

34

Majid Khadduri, The Islamic Conception of Justice, 10.

35

(13)

hermeneutic dari nilai ini. Sebagai contoh, Luzatto membuat keadilan dan kebenaran tentang mandat klasik Judaisme.

2. Kesucian Kehidupan

ٍفـيعض ٍبعـش تاــّنأب َترخــس

#

هاــمد نــم ٌةــبوضمخ كُّفــكو

Nilai sentral lain di dalam agama, sering menjadi sumber kontroversi, juga bisa menjadi sumber rekonsiliasi atau komitmen bersama. Kesucian hidup adalah nilai inti masyarakat religius. Nilai ini telah ditafsirkan oleh banyak budaya dan dapat menjadi dasar untuk resolusi konflik antar agama.

Kesucian kehidupan merupakan salah-satu nilai agama yang ada di dunia untuk teori resolusi konflik. Seorang mediator, peacemaker, akan lebih mudah mengadakan mediasi, negosiasi setelah mengetahui dan mempelajari nilai agama dan budaya masyarakat setempat. Di samping itu, nilai ini dapat digunakan dalam bina-damai atau peacebuilding dalam rangka menjembatani perdamaian dan resolusi konflik.

Pendekatan bina-damai mengandaikan bahwa hidup manusia berharga dan harus dilindungi, dan bahwa sumber daya harus digunakan untuk memelihara hidup dan mencegah kekerasan. Al-Quran dengan jelas menegaskan kesakralan hidup manusia.36

Islam juga melarang perusakan atau penghamburan sumber daya yang dimaksudkan untuk melayani hidup manusia. Bahkan ketika kaum Muslim melancarkan konflik bersenjata di masa awal, para penguasa memerintahkan mereka untuk menghindari perusakan membabi-buta.

Di bawah tekanan dari pengikutnya untuk berperang, Khalifah Ali mengucapkan kata-kata berikut: “jika aku memerintahkanmu untuk berbaris kea rah mereka (musuh) di hari-hari hangat, kamu berkata, „inilah api musim panas.

Berikan kami waktu sampai panasnya usai.‟ Jika aku memintamu berbaris menuju

mereka di musim dingin, kamu berkata, „inilah sengatan cuaca dingin. Berikan kami waktu sampai dinginnya usai.‟ Kamu melarikan diri dari panas dan dingin, tapi, demi Tuhan, kamu lebih melarikan diri dari pedang”.37

Prakarsa bina-damai dalam Islam meningkatkan perlindungan terhadap hak dan kemuliaan manusia serta memajukan kesetaraan di antara semua manusia, terlepas dari pertalian ras, etnis, atau agama mereka.

3. Universalitas dan Kemuliaan Manusia

ِدوـجولا َرْحــِس هِّوــشُت َترــسو

#

ىـسلأا َكوــش ُرذــبتو

ْهاـبُر يـف

“Lalu kamu berjalan pamerkan pesona/Tumbuhkan bibit derita di tanah mereka”

36

QS. 5:32; 44:38; 37

Khalid Kishtainy, “Violence and Nonviolent Struggle in Arab History.” Dalam Arab

Nonviolent Political Struggle in the Middle East, ed. Ralph Crow, Philip Grant, dan Saad Ibrahim,

(14)

Universalitas kemanusiaan adalah ajaran pokok dalam islam, yang ditegaskan berkali-kali dalam al-Quran dan Hadits serta disampaikan lewat keyakinan pada kesamaan asal dan hak serta solidaritas seluruh manusia.

Ikut campur dalam rangka atau bertindak melindungi kemuliaan dan kehormatan asasi seseorang, sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berhak atas penghormatan dan perlindungan, dianggap sebagai perbuatan mulia. Dalam kaitannya dengan kemuliaan manusia, Islam menyuruh melindungi musuh-musuh, sama seperti anak-anak dan orang-orang usia lanjut. Tuhan memberkati manusia dengan kemuliaan tersebut, sebagai pijakan bagi semua hubungan manusia. Karena itu, ketika membicarakan konflik berdasarkan nilai-nilai Islam, mengagungkan dan menjaga kemuliaan pihak-pihak yang terlibat menjadi dorongan penting dalam menyelesaikan pertikaian.

Gagasan dasar dalam al-Quran bahwa orang-orang merupakan satu himpunan. Ia mencerminkan universalitas dan inklusivitas Islam dalam berurusan dengan semua umat manusia. Mengingat keberagaman budaya dan kepercayaan di dunia, al-Quran menyebutkan bahwa perbedaan manusia juga ditujukan sebagai kehendak Tuhan agar kamu saling mengenal satu sama lain.38 Karena itu kaum Muslim selalu berucap: Tuhan adalah pencipta seluruh manusia.

4. Keterlibatan Melalui Tanggung Jawab dan Pilihan Individu

ُعيبرــلا كْنعدــيخ لا !كَدـــيَوُر

#

ْحاـبصلا ُءوـضو ,ءاـضفلا ُوـحصو

ملاـظلا ُلوـى ِبـحرلا ِقـُفلأا يـفف

#

ْحاـيرلا ُفـصعو ,ِدوـعرلا ُفـصقو

هللا ِداــمرلا تــحتف !ِراذــح

ُبـي

#

ْحارـلجا ِنـيج كوـشلا ِرذـبي نـمو

َتدصـح ىــّنأ ..كلاــنى !لمأــت

#

ْلـملأا َروــىزو ,ىَرَوــلا َسوؤر

Pilihan moral dan ajakan moral merupakan prinsip Islam penting yang menekankan tanggung jawab atas perbuatan diri sendiri. Bahkan Nabi sendiri tidak bertanggung jawab atas keputusan orang lain. Jika orang lain tidak menerima pesan Tuhan, itu adalah pilihan mereka, tanggung jawab mereka. Allah adalah satu-satunya pengadil pilihan manusia.39

Makna pilihan individu dan panggilan pada keterlibatan meluas hingga ke system politik, di mana pemimpin mengharapkan para pengikutnya untuk mengambil tanggung jawab penuh dalam memerangi ketidakadilan.

Ajakan, persuasi, adalah strategi utama al-Quran, menunjukan pentingnya kedudukan istimewa akal dan nalar dalam Islam. Hal itu juga tercermin dalam banyak ayat yang memberikan bantahan kepada mereka yang menentang Nabi, juga sangkalan sistematis terhadap argument mereka dengan bukti dan keterangan rasio.40

38

QS. 49:13.

39

Tanggung jawab individu, pilihan dan pengadilan Tuhan di hari Pembalasan juga tercermin dalam ayat 18:29, 34:28, 88:21-22, dan 109:6.

40

(15)

Karena perbuatan dan tanggung jawab individu begitu penting dalam Islam, keikutsertaan dalam kehidupan masyarakat menjadi saluran yang penting kentara untuk perbuatan yang bermakna. Karena itu, kaum Muslim didorong untuk meningkatkan kehidupan bermasyarakat mereka, untuk mendukung satu sama lain, dan untuik memerangi kemiskinan. Tujuan tersebut dapat dicapai hanya dengan tindakan, melaksanakan atau melalaikan ukuran yang dengannya Tuhan mengadili manusia. Bina-damai dan resolusi konflik dalam Islam karena itu berdasar pada kerangka keyakinan agama yang kuat terkait tanggung jawab individu atas tindakannya dan keterlibatan aktif mereka dalam konteks sosial yang lebih luas.

III.Simpulan

Sastra seperti puisi dapat menjadi media alternatif pengupayaan perdamaian atau resolusi konflik dengan nilai-nilai perdamaian yang ada di dalamnya. Nilai-nilai tersebut dapat digali di antaranya dengan penggunaan teori hermeneutik. Transformasi hermeneutika untuk perumusan perdamaian menjadi penting dilakukan seperti menggunakan agama-agama samawi sebagai paradigma. Hal tersebut berguna untuk pembangunan perdamaian atau juga resolusi konflik khususnya konflik dengan berlatar belakang agama.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, Matthew. Beginning Theory: An Introduction to Literary and Cultural

Theory. New York: Manchester University Press, 2002.

Abdullah, Amin. Falsafah kalam di Era Postmodernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.

Badawi>, Ah}mad. Min Bala>ghat al-Qur’a>n. Kairo: Dar al-Nahdah, 1950.

Badawi>, M. Must}afa>. A Short History of Modern Arabic Literature. Oxford: Clarendon Press, 1993.

al-Badri>, Muh}ammad „Abd al-Mu‟t}i>. Jari>dat al-Lughat al-‘Ara>biyyah. Kairo: al-Maktabah al-Mis}riyyah, t.t.

Burrowes, Robert J. The Strategy of Nonviolent Defense: a Gandhian Approach. Albany: State University of New York Press, 1996.

Darwi>sh, Mah}mu>d. Ka Zahr al-Lawzi aw Ab‘ad. Bairu>t: Riya>d} Rayyis li al-Kutub wa al-Nashr, 2005.

___________. La> Ta’tadhiru> ‘Amma> Fa’alt. Bairu>t: Riya>d} al-Rayyis li al-Kutub wa al-Nashr, 2004.

___________. al-’A‘ma>l al-Jadi>dah. Bairu>t: Riya>d} Rayyis li Kutub wa al-Nashr, 2004.

___________. Lima>dza Tarakta al-His}a>na wahi>dan. Bairu>t: Riya>d} Rayyis li al-Kutub wa al-Nashr, 2004.

D}ayf, Shawqi>. al-Adab wa al-Nus}u>s}. Kairo: Nahd}ah al-Mis}riyyah, 1977.

Djamhari. Agama dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti, 1988.

Engineer, Asghar. “Source of Nonviolence in Islam,” Nonviolence: Contemporary

Issues and Challenges. ed. Mahendra Kumar. New Delhi: Gandhi Peace

Foundation, 1994.

Fisher, Ronald. Interactive Conflict Resolution. Syracuse: Syracuse University Press, 1997.

Gopin, Marc. Between Eden and Armageddon: The Future of World Religions,

Violence and Peacemaking. New York: Oxford University Press, 2000.

H}usayn, T}aha>. Fi al-Adab al-Jahili> >. Kairo: Da>r al-Ma‘a>rif, 1969.

Ibn Fa>ris, Abu al-H}usayn Ah}mad. al-Sa>hibi> Fi Fiqh al-Lughat al-‘Arabiyyah, Ed : Sayyid Ah}mad Shaqr. Mesir: Maktabah „Isa al-Ba>bi al-H}alabi>, t.t.

Ibn Muh}ammad al-Fais}al, „Abd al-„Aziz. al-Adab al-‘Arabi wa Ta> >ri>khuh. Riya>d}: Wiza>rat al-Ta‘li>m al-„A>li> Ja>mi„ah al-Ima>m Muh}ammad Ibn Su„u>d

al-Isla>miyyah, 1982.

Ibn Muh}ammad al-Sakaki>, Abu> Ya‟qu>b Yusuf. > Mifta>h} al-„Ulu>m. Bairu>t : Da>r al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1983.

Kathi>r, Ibn. Tafsi>r al-Qur’a>n al-Az}i>m. Semarang: Taha Putra, t.t.

(17)

Lakey, George. The Sociological Mechanisms of Non-violent Action. Oakville: Peace Research Institute, 1968.

Lexy J, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya, 2000. Mans}ur, Sa‟i>d Husayn. al-Tajdi>d fi al-Shiri Khali>l Mut}ra>n. Kairo: al-Hai‟ah al

-Mis}riyyah al-„Ammah, 1977.

Merton, Thomas. Ghandi on Nonviolence. New York: New Directions, 1965. Muzakki, Ahmad. Kesusastraan Arab. Jogjakarta, Arruz Media, 2006.

Nardin, Terry, Ed. The Ethics of War and Peace: Religious and Secular

Perspective. Princeton: Princeton University Press, 1996.

Nazir, Muhamad. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Nimer, Abu. Nonviolence and Peace Building in Islam: Theory and Practice. Gainesville: University Press of Florida, 2003.

Parker, Dewitt H. The Principles of Aesthetics. New York: Appleton Century Crofts Inc, 1964.

Randle, Michael. Challenge to Nonviolence. Bradford: University of Bradford, 2002.

Read, Herbert. The Meaning of Art. New York: Praeger, 1972.

Roberts, Keith A. Religion in Sociological Perspective. Homewood Illionis: The Dorsey Press, 1984.

al-S}ahifi>, Isma„il. Khali>l Mut}ra>n. Bairu>t: Mansyu>ra>t Da>r al-Adab, 1979. Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya, 1988.

________. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa, 1993.

Sharp, Gene. The Politics of Nonviolent Action: Power and struggle. Boston: P. Sargent, 1973.

Saiyidain, Khwaga Ghulam. Islam, the Religion of Peace. New Delhi: Islam and Modern Age of Society, 1976.

Al-Fāhid, Abd. Iqbal: His Art and Though. London: Murray, 1959.

Wahid, Abdurrahman dan Daisaku, Ikeda. Dialog Peradaban untuk Toleransi dan

Perdamaian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Wellek, Rene dan Warren, Austin. Theory of Literature. London: Penguin Books, 1973.

Referensi

Dokumen terkait

Implikasi dari penelitian ini terbukti menunjukkan bahwa kinerja keuangan memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap nilai perusahaan manufaktur di Bursa Efek

Iin Wardiani, 2018. Dampak Pekerjaan Orang Tua Pengrajin Emas Terhadap Pendidikan Anak di Kelurahan Borong Kecamatan Manggala Kota Makassar, Skripsi ini dibimbing

Hamalik (2001) mengemukakan motivasi merupakan perubahan energi di dalam pribadi seseorang dan ditandai dengan timbulnya efektif (perasaan dan reaksi untuk mencapai

Perbedaan tersebut mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat tentang PJB, di samping edukasi oleh pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu program dari rumah sakit

Hasil penelitian ini senada dengan pendapat beberapa ahli di antaranya adalah berdasarkan kajian teoretik dan hasil sintesis yang dikemukakan sebelumnya, diketahui bahwa desain

Hasil Penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi antara perlakuan pemberian urin kelinci dan tiga varietas stroberi pada dan belum mampu meningkatnya pertumbuhan tanaman

Perkembangan strategi perluasan pasar sasaran yang dijalankan perusahaan yang diimplementasikan dengan pengendalian harga dan pelayanan menurut data perusahaan ialah