• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan Indonesia dalam Menghadapi Mas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Persiapan Indonesia dalam Menghadapi Mas"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Persiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat

Ekonomi ASEAN(MEA) dalam Bidang Industri Sapi Potong

Oleh:

1. Claudia Kristianti (H34130034) 2.Ade Hendra Sentosa (H34130126) 3.M. Carnegie Trihandono (H34130084)

4. Rizki Qadriadi Putra (H34130017) 5.Gita Christi Keliat (H34130111) 6.Rifqy Rusdiansyah (H34130074)

Dosen

Dosen UTS: Ir. Ujang Setiabudi Dosen UAS: Arini Hardjanto, SE

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBER DAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang...1 BAB II Tinjauan Pustaka...4 BAB III Pembahasan

3.1 Gambaran Peternakan Sapi di Indonesia Saat Ini... 5 3.2 Permasalahan dalam industri sapi potong Indonesia

menghadapi MEA 2015... 9 3.3 Langkah pendekatan untuk membangun industri sapi potong yang tangguh menghadapi MEA 2015...10 3.4 Mengatasi Kendala Mewujudkan Swasembada Daging...13

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

AEC adalah bentuk kerjasama ekonomi regional asia yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2015 tepatnya bulan Desember. Tujuan utama AEC adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi diaman terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil yang bebas serta aliran modal yang lebih bebas.

Keterlibatan semua pihak di seluruh negara anggota ASEAN mutlak diperlukan agar dapat mewujudkan ASEAN sebagai kawasan yang kompetitif bagi kegiatan investasi dan perdagangan bebas yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat bagi seluruh negara ASEAN. Bagi Indonesia, dengan jumlah populasi, luas dan letak geografi serta nilai PDB terbesar di ASEAN harus menjadi aset agar Indonesia bisa menjadi pemain besar dalam AEC 2015 nanti.

Pembentukan AEC akan memberikan peluang bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan, serta memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Di samping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik.

Untuk dapat menangkap keuntungan dari AEC 2015 tantangan yang dihadapi Indonesia adalah meningkatkan daya saing. Faktor-faktor untuk meningkatkan daya saing, yang masih menjadi tantangan bagi Indonesia, yakni: Infrastruktur

(4)

1. Investasi asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih dari 25 hektar.

2. Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar.

3. Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura.

Melihat bahwa sektor pertanian masih tertinggal dan dibebani volume impor komoditas pangan dan hortikultura; kegagalan panen akibat kemarau dan gangguan hama; serta petani Indonesia rata-rata berusia 55-60 tahun dan tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang memadai akan menyulitkan memasuki pasar bebas ASEAN. Indonesia dengan populasi luas kawasan dan ekonomi terbesar di ASEAN, dapat menggerakkan pemerintah untuk lebih tanggap terhadap kepentingan nasional, khususnya pertanian.

Langkah-langkah Strategis dalam Menghadapi AEC 2015

1. Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi);

2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun profesional;

3. Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya; 4. Penguatan kemitraan antara sektor publik dan swasta;

5. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi, yang juga merupakan tujuan utama pemerintah dalam program reformasi komprehensif di berbagai bidang seperti perpajakan, kepabeanan, dan birokrasi;

6. Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; 7. Peningkatan partisipasi institusi pemerintah maupun swasta untuk

mengimplementasikan AEC Blueprint;

8. Reformasi kelembagaan dan kepemerintahan. Pada hakikatnya AEC Blueprint juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi reformasi di Negara Anggota ASEAN termasuk Indonesia;

(5)

10. Perbaikan infrastruktur fisik melalui pembangunan atau perbaikan infrastruktur seperti transportasi, telekomunikasi, jalan tol, pelabuhan, revitalisasi, dan restrukturisasi industri.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana keadaan peternakan di Indonesia untuk menghadapi AEC ? 2. Apa saja permasalahan yang dihadapi oleh peternak sapi Indonesia ?

3. Tindakan apa yang harus dilakukan untuk membangun peternakan Indonesia yang memiliki daya saing menghadapi AEC ?

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ilmu ekonomi pertanian dapat didefinisikan sebagai bagian ilmu pertanian yang mempelajari masalah-masalah ekonomi dalam pertanian ( Kaslan Tohir, tanpa tahun), atau bagian dari ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro (Mubyarto,1977).

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar. Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air).

Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.

Menurut Prof. Ujang Sumarwan, AEC adalah sebuah kerjasama yang memungkinkan terjadinya integrasi ekonomi antar negara ASEAN. Dengan diberlakukannya AEC, tiap negara akan terintegrasi dalam bidang produksi untuk meningkatkan efisiensi. Kerjasama pelaku produksi antar negara akan semakin berkembang untuk menciptakan efisiensi dengan nilai tinggi.

(7)

PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Peternakan Sapi di Indonesia Saat Ini

Berbagai produk pertanian impor telah masuk ke negeri ini. Sangat diperlukan sikap dan pandangan pemerintah mengenai produk-produk ini. Sikap dan pandangan ini akan memberi visi yang jelas bagi dunia usaha, peneliti, dan Departemen Pertanian dalam menjalankan kegiatan.

Isu-isu produk impor sangat sensitif bagi petani. Akan tetapi, melarangnya secara total juga akan mempersulit diplomasi perdagangan internasional. Serangan balik akan diterima jika tidak berhati-hati dalam melakukan pelarangan. Di sisi lain harus disadari oleh semua pihak, beberapa produk pertanian untuk sementara memang harus diimpor karena keterbatasan kita. Kajian-kajian yang mendalam untuk sejumlah komoditas, seperti impor sapi, impor gula, impor jagung, impor kedelai, impor buah-buahan, harus dilakukan

Hal ini sempat dinilai oleh Menteri Pertanian (Mentan) 2009-2014, Suswono bahwa peternakan saat ini belum menjadi bidang agrobisnis yang intensif ditekuni oleh peternak di Indonesia. Peternak masih memposisikan bisnis peternakan ini sebagai ‘tabungan’ saja. Padahal, bisnis dan peluang usaha peternakan masih terbuka dan cukup menjanjikan.

Sementara itu, tingkat konsumsi daging, seperti unggas Indonesia juga masih minim. Ia mencontohkan masyarakat di Malaysia yang rata-rata setiap bulannya mengkonsumsi daging ayam sebanyak tiga ekor, sementara Indonesia mengkonsumsi satu ekor ayam dalam tiga bulan.

Kebutuhan daging negara kita baik unggas maupun sapi di Indonesia masih terbatas sehingga perlu ditingkatkan. Jumlah peternak sapi di Indonesia saat ini mencapai 5,6 juta orang sedangkan jumlah ternak sapi yang dihasilkan hanya sekitar 14 juta ekor. Selain itu, dengan jumlah penduduk Indonesia yang hampir mencapai 250 juta orang kondisi tersebut bisa menjadi kerawanan jika tidak diantisipasi.

(8)

ingin selalu Indonesia menjadi pasar. Maka kita tempatkan program swasembada daging ini pada prioritas kelima agar ketahanan pangan Indonesia tetap terjaga,”tambah Suswono.

Beberapa program yang telah digalakkan pemerintah selain swasembada daging, yaitu diversifikasi pangan, memberi nilai tambah pada ekspor daging, serta meningkatkan kesejahteraan para peternak. Peran SDM peternakan, kata Suswono, sangat penting untuk meningkatkan produksi daging ternak di Indonesia. Program-program mengenai peternakan sapi di Indonesia yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir diantaranya :

20 November 2013 "Menteri Perdagangan Republik Indonesia Gita Wirjawan memperkirakan jika hubungan diplomasi Indonesia dan Australia putus total, maka hal itu akan sangat berdampak bagi sektor perdagangan. Pemutusan hubungan kerja sama harus memperhatikan stabilitas harga dan kemampuan produksi lokal. Kebijakan importasi daging sapi Australia akan mengganggu stabilitas harga jika dihentikan karena kurangnya produksi lokal." (Kompas)

21 November 2013" PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Persero telah menghentikan proses negosiasiakuisisi peternakan sapi di Australia, menyusul aksi penyadapan yang dilakukan negara tersebut." (Antara) (Kompas)

22 November 2013"Dalam 2 tahun terakhir produksi susu sapi nasional terus menurun 400 ton per hari. Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menyebut banyaknya sapi perah yang dipotong jadi alasan penurunan produksi tersebut." (Kompas)

25 November 2013"Dirjen Peternakan mengatakan pihaknya tengah mengembangkan sapi unggulan dan mengkategorikan sapi sesuai kelasnya dalam upaya mewujudkan swasembada daging sapi di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi." (Antara).

(9)

Kerja sama international dalam bidang ternak sapi dilakukan guna melindungi pasar domestik untuk komoditas pangan strategis terhadap praktek perdagangan internasional yang tidak adil, dengan kebijakan promosi, sepeti subsidi produksi dan insentif harga, serta kebijakan proteksi seperti pengenaan tarif, pengenaan kuota dan non-tarif.

Pertumbuhan penduduk Indonesia sangat pesat, artinya semakin tinggi juga persaingan bisnis akhir-akhir ini. Apalagi Indonesia pada tahun 2015 memasuki pasar persaingan bebas (AFTA) yang apabila kita tidak bisa berbuat sesuatu maka kita akan di libas oleh negara-negara lain dalam berbisnis.Oleh karena itu, bisnis perdagangan Indonesia harus ditingkatkan terutama dalam bahasan kali ini adalah mengenai sektor ternak sapi.

Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk berarti jumlah permintaan akan kebutuhan daging juga tinggi. Apalagi jumlah produksi daging sapi di dalam negeri masih belum bisa menutupi jumlah kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging, hingga akhirnya terjadi defisit yang kemudian pemerintah melakukan impor daging sapi dari negeri tetangga.

Berdasarkan penelusuran data, harga daging sapi khususnya sapi ternak semakin tinggi, dari beberapa desa, setiap petani hampir memiliki sapi sebagai hewan ternak mereka. Namun kini petani tidak benar-benar mengembangkan lebih lanjut ternak sapi sehingga bisa menjadi mata pencaharian pokok mereka. Para petani kita masih sangat minim informasi tentang cara ternak sapi yang baik dan benar sehingga sapi hasil budidayanya terlihat tidak memiliki postur yang bagus dan lama dalam perkembang biakannya.

(10)

potong, pada saat itu masih terbatas dalam breeding dan dikelola oleh badan usaha milik negara. Dengan perkataan lain, usaha peternakan masih terfokus di segmen hulu dan masih dalam skala yang sangat kecil.

Jenis-jenis sapi potong yang biasa ditemukan di indonesia berasal dari sapi lokal dan sapi impor. Sapi-sapi tersebut masing-masing memiliki sifat genetik yang khas dan bisa dilihat dari bentuk fisiknya maupun dari proses laju pertumbuhannya. Sapi-sapi lokal yang sering dijadikan sumber daging yaitu Sapi-sapi ongole, Sapi-sapi PO (peranakan ongole), sapi bali,dan sapi madura. Ada juga sapi aceh yang sering di ekspor ke Pinang Malaysia. Namun dari beberapa jenis sapi lokal yang ada di indonesia, yang paling populer yaitu sapi PO, sapi bali, sapi madura dan sapi brahman.

Mulai awal tahun 1980-an, mulai ada titik perkembangan bangkitnya industri peternakan sapi potong. Berlokasi di Jawa Barat, meskipun masih di tingkat hulu industri sapi potong dimulai dengan adanya inovasi baru untuk melakukan penggemukan sapi dengan pola pemeliharaan yang sangat intensif, berskala besar, dan dalam waktu tertentu yang relatif singkat (2–3 bulan), dan padat modal. Bibit sapi yang digunakan adalah sapi-sapi muda jantan yang dalam kondisi fase pertumbuhan dengan perhitungan dapat diperoleh pertambahan berat yang maksimum dan efisien. Dengan adanya feedlot seperti ini, bayangan bahwa usaha peternakan sapi potong hanya sebagai usaha tani dan backyard farming mulai dapat dihapus dan beralih sebagai suatu lapangan bisnis yang padat modal. Bertolak dari kesulitan inilah sebagai awal mulai digunakannya sapi bakalan dari Australia dimana dengan mudah dapat diperoleh dalam jumlah yang besar dan dengan

harga yang relatif setara dengan harga

sapi bakalan dari dalam negeri. Booming usaha feedlot telah mampu merangsang para investor untuk terjun di bisnis penggemukan sapi potong. Mulailah tumbuh di Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah serta beberapa propinsi lain. Pada akhir tahun 80-an merupakan era dimana usaha penggemukan sapi tumbuh dan berkembang dengan pesat. Pasar daging di dalam negeri telah yang sebelumnya utamanya dipasok daging yang bersumber dari sapi lokal karya para petani kecil, telah bergeser ditambah sapi hasil penggemukan dengan bakalan impor, dan daging impor.

(11)

1. Sampai saat ini industri hulu yang ada di tanah air sama sekali sangat lemah yang menjadi sumber sapi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri.

2. Kita saat ini tidak memiliki data riil tentang populasi sapi di tanah air kita.

3. Masih belum adanya persepsi yang sama dari para stakeholder dalam industri sapi potong.

4. Ada kekeliruan menafsirkan otonomi daerah untuk menggali potensi ekonomi daerahnya , sementara pihak yang berakibat terjadinya ekonomi biaya tinggi dalam usaha sapi potong.

5. Semakin melemahnya penegakan hukum, disinyalir telah mendorong keberanian beberapa pengusaha memasukkan daging secara illegal dari negara-negara yang secara perundangan tidak diijinkan karena belum bebas dari PMK yang dalam waktu cepat atau lambat akan menghancurkan industri sapi potong dalam negeri.

6. Belum maksimalnya usaha untuk mengambil kesempatan mengambil peluang memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan sapi potong khususnya dalam memproduksi berbagai produk daging baik untuk keperluan dalam negeri ataupunekspor.

7. Jaringan pemasaran produk sapi potong yang belum mantap menyebabkan antara lain belum optimalnya konsumsi daging di masyarakat.

Selain itu ada juga beberapa kendala/permasalahan lain dalam meningkatkan usaha ternak sapi di Indonesia yaitu mutu genetik ternak yang tidak unggul, ketersediaan pakan bermutu yang belum memadai, persoalan penyakit ternak yang belum dapat dikendalikan dengan baik, transportasi ternak yang masih terkendala (teknis maupun biaya), dan industri pengolahan hasil ternak yang belum berkembang. Selain itu, tentu ada pula kendala yang bersifat sosial dan ekonomi.Pusat unggulan riset dan inovasi peternakan harusnya fokus untuk menyelesaikan kendala-kendala teknis yang sudah diketahui tersebut.

3.3 Langkah pendekatan untuk membangun industri sapi potong yang tangguh menghadapi MEA 2015

(12)

dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Syarat tersebut antara lain memperoleh izin menteri teknis, memenuhi syarat teknis kesehatan hewan, bebas dari penyakit menular sesuai syarat otoritas veteriner, dan memenuhi ketentuan perundangan di bidang karantina hewan. Namun haruslah dibarengi dengan kemauan yang besar dari para pelaku bisnis sapi potong baik di segmen hulu maupun hilir.

Berita terakhir seperti dilansir oleh berbagai media massa bahwa pemerintah akan menyediakan dana untuk mensubsidi bunga untuk usaha breeding sapi merupakan langkah yang pantas untuk kita acungi jempol. Namun perlu pula dipertimbangkan bahwa keringanan bukan hanya dari bunga bank, tetapi jangka waktu kredit dan grace period harus diperhitungkan secara cermat agar program breeding sapi dapat berjalan.

Kedua, perlu adanya suatu kesamaan persepsi dari seluruh stakeholder untuk membangun industri sapi potong untuk kepentingan bersama termasuk konsumen daging agar memperoleh daging yang sehat dan harga yang layak dan kompetetif. Efisiensi usaha saja tidaklah cukup.

Ketiga, semua unsur yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi harus dihapuskan baik yang didukung dengan peraturan daerah ataupun yang bersifat tidak resmi. Ekonomi biaya tinggi ini berakibat menurunkan efisiensi usaha dan menurunkan daya saing dan produktivitas peternak sapi.

Keempat, perlu adanya penataan dan peningkatan para usahawan yang bermain di hilir untuk secara serius menggarap pasar dalam negeri ataupun ekspor dengan inovasi-inovasi baru. Selain adanya nilai tambah yang diperoleh, mantapnya segmen di hilir ini akan mempunyai dampak menghela segmen hulu. Berbagai kemudahan usaha dan juga dalam memperoleh kredit merupakan unsur yang penting untuk memacu perkembangan di segmen hilir dalam industri sapi.

(13)

realistis dan mengupayakan agar komoditas yang kita impor tersebut dapat di maksimalisasi nilai tambahnya dan bila mungkin menjadi komoditas ekspor.

Keenam, kita harus dapat menampilkan unggulan di setiap segmen kegiatan. Kita harus menyadari bahwa efisiensi dalam setiap segmen hulu menjadi kunci keberhasilan dan kuatnya daya saing.

Selain itu, untuk menghadapi MEA 2015 , sebaiknya ternak sapi lokal di Indonesia disertifikasi baik produk maupun kualitas sapi lokalnya. Karena dengan disertifikasi, hal tersebut dapat meningkatkan pendapatan peternak sapi lewat harga jual yang dinaikkan. Sehingga dengan harga tersebut, dan kualitas yang baik akan sapi tersebut tidak mengecewakan konsumen

Menteri Pertanian Indonesia 2009-2014, Suswono juga mengatakan bahwa upaya optimalisasi sumber daya lokal tersebut sekaligus sebagai salah satu langkah menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Tantangan ke depan yang harus dihadapi adalah bagaimana kesiapan kita menuju kemandirian pangan dalam menyongsong era MEA 2015. Tantangan lain adalah soal meningkatkan nilai tambah bagi petani dan dapat meningkatkan daya saing komoditas pertanian di sektor hilir.

Untuk itu sejumlah bantuan telah disiapkan beberapa kementerian terkait antara lain Kementerian Pertanian berupa pelayanan inseminasi buatan (IB) sapi sebanyak 50 ribu dosis serta pelayanan kesehatan hewan mengatasi gangguan reproduksi 60 ribu ekor sapi di Sumatera Barat.

3.4 Mengatasi Kendala Mewujudkan Swasembada Daging

(14)

Sistem perdagangan yang belum tertata dengan baik

Sistem perdagangan daging yang belum tertata baik menyebabkan harga daging dalam negeri lebih mahal dibanding harga daging impor. Banyaknya perantara dari RPH ke pedagang di pasaran menyebabkan banyak juga uang fee yang harus dikeluarkan setiap tangan untuk mendistribusikan daging ke pengecer akhir. Biaya yang dikeluarkan apabila dihitung untuk mengirim daging dari wilayah Jawa ke Sumatra lebih besar dibanding dengan mengimpor daging atau sapi untuk penggemukan dari negara luar.

Alasannya dalam melakukan impor, tidak banyak melibatkan banyak pihak sehingga uang ‘jalan” pun tidak banyak dikeluarkan. Setiap pengangkutan daging ke wilayah-wilayah di Indonesia, harus membayar uang keamaan baik di pelabuhan, dijalan kepada preman maupun aparat kepolisian. Sifat tamak ini tidak akan pernah berkurang jika sistem perdagangan dan sistem-sistem terkait belum ditata dengan baik.

Keterbatasan informasi para peternak dan peran penyuluh yang kurang aktif

Kurang pahamnya para peternak tentang program swasembada daging menjadi salah satu faktor yang menyebabkan belum terealisasinya program pemerintah ini. Peternak secara tidak langsung tidak memperhatikan sapi produktif atau tidak produktif, yang mereka jual ketika demand daging sapi di pasaran melonjak. Peternak hanya memikirkan keuntungan yang didapat tanpa berpikir dampaknya bagi ketersediaan populasi sapi yang ada.

Faktor lain yang menjadi akar permasalahan adalah kurang aktifnya penyuluh lapangan dalam menyampaikan informasi kepada para peternak. Penyuluh dalam hal ini bisa para mahasiswa peternakan yang langsung turun ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan. Apabila para penyuluh peternakan pemerintahan aktif untuk terjun ke lapangan dan membina para peternak, dapat dipastikan para peternak akan berpikir ulang untuk menjual sapi betina produktif mereka untuk dipotong.

(15)

Indonesia bisa menjadi produsen daging dan pengekspor ternak dengan syarat memperbarui teknologi pembibitan ternak dikalangan para peternak kecil dan industri.  Akses transportasi yang sulit

Masalah transportasi merupakan masalah massal untuk semua sektor bidang terutama terkait pasokan ke daerah-daerah yang membutuhkan trasnportasi yang memadai dan sarana prasarana yang mendukung. Hal Ini menunjukan buruknya infrastruktur yang mendukung ketahanan pangan Indonesia. Armada laut, darat dan udara memiliki peran yang penting dalam membawa sapi maupun daging dari daerah yang surplus produksi. Hal tersebut dapat menekan biaya distribusi apabila dilakukan pengangkutan melalui tiga jalur. Harga daging di daerah NTT dan sekitarnya cukup murah, tetapi jadi lebih mahal akibat masalah di dalam pendistribusian. Baik dari individunya maupun fasilitas yang kurang memadai.

Pengadaan kapal khusus ternak yang rencananya akan dikeluarkan maret lalu ternyata terhambat akibat masalah yang klasik yaitu “ANGGARAN”. Sistem birokrasi yang berbelit-belit membuat anggaran dan perijinan yang semestinya harus cepat dikeluarkan malah dihambat. Sudah menjadi budaya di Indonesia, proyek tanpa “UANG LELAH” akan dipersulit.

Biaya pakan yang tinggi akibat kartel pakan pabrik

Biaya pakan yang tinggi merupakan salah satu penyebab kelangkaan daging sapi. Peternak-peternak kecil hanya mampu memelihara 2-3 ekor sapi saja akibat harga pakan yang melambung tinggi. Pakan memang menjadi pengeluaran utama dalam peternakan. Asumsi untuk pakan hampir 70 % dari total biaya untuk beternak.

Peternakan skala industri tentu tidak merasakan dampak yang demikian, mereka memproduksi pakan untuk dijual maupun digunakan untuk industri mereka sendiri. Otomatis mereka dapat memainkan harga pakan jika pasokan sapi maupun daging sapi mulai langka dan harga yang rendah. Sehingga mereka dapat memonopoli harga pakan di pasaran.

(16)

hal ini. Mereka harusnya dapat membina para peternak yang kurang memiliki pengetahuan akan kombinasi pakan ternak. Melalui pengetahuan yang mereka miliki tentang formulasi ransum, dapat mengatasi masalah harga pakan yang meroket.  Program pemerintah yang masih menyulitkan dan belum pro peternak kecil

Pemerintah memiliki beberapa program kredit yang bisa dimanfaatkan para peternak, di antaranya Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS), maupun Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Program yang diberikan pemerintah selama ini yang untuk usaha pembibitan dan budidaya ternak seperti pinjaman modal dan kredit hanya menguntungkan pengusaha–pengusaha besar. Pengusaha-pengusaha mampu membayar cicilan dengan tingkat bunga yang besar, sedangkan para peternak kecil, merasa keberatan dengan tingkat bunga yang ditawarkan. Hal ini tentu membuat jurang pemisah antara peternak kecil dan peternak besar semakin lebar.

Tingkat bunga yang besar, akan sangat memberatkan para peternak kecil sebab mereka juga harus memikirkan biaya operasional setiap hari unutuk ternak mereka. Prosedur yang kurang dimengerti peternak kecil untuk mengajukan program tersebut juga menjadi salah satu penyebab hal tersebut. Harusnya perbankan lebih memudahkan dalam hal peminjaman modal kepada peternak-peternak kecil dengan sistem bunga menurun. Apabila dipermudah tentu peminjaman juga akan mengalami kenaikan dan omset dari bank juga akan mengalami kenaikan. Penggalakan kembali KUD harus digalakkan kembali, karena KUD biasanya memberikan pinjaman barang penunjang sarana peternakan.

Langkah pemerintah sekarang untuk membeli lahan di wilayah Australia dinilai cukup efektif. Alasannya, selain lebih efisien, terutama untuk pengembangbiakan sapi atau breeding dimana biayanya jauh lebih murah di Australia ketimbang Indonesia. Sapi-sapi tersebut nantinya setelah dibiakkan akan diboyong kembali ke Indonesia untuk proses penggemukan.

(17)

kepentingan juga diharapkan dapat duduk bersama-sama dan bersinergi dalam mewujudkan program swasembada daging.

3.5 Mengatasi Masalah Ketersediaan Dan Kualitas Pakan Sapi Dengan Teknologi Hi-Fer

Upaya pencapaian program swasembada daging sapi selain memerlukan ketersediaan bibit/bakalan sapi, juga adanya kesiapan penyediaan pakan yang cukup dan berkelanjutan dengan mutu yang memadai serta harga murah.

Ketersediaan pakan yang belum memadai mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam peningkatan populasi ternak sapi. Ketersediaan hijauan pakan di Indonesia merupakan tema utama yang menjadi pembatas perkembangan ternak.

Salah satu komponen pakan yang utama adalah hijauan karena hijauan merupakan bahan pakan utama (lebih dari 80 persen dari total bahan kering).

Jumlah ternak sapi pada tahun 2011 sebanyak 14,8 juta ekor dan meningkat sekitar 0,07 persen pada tahun berikutnya (Ditjennak, 2012).

Jumlah tersebut tergolong sangat banyak diperkirakan untuk mendukung program swasembada daging sehingga perlu adanya program maupun upaya penyediaan pakan hijauan berkelanjutan. Secara perkiraan potensi ketersediaan pakan sangat tinggi, baik yang berasal dari hijauan maupun limbah pertanian. Hal tersebut dimungkinkan karena didukung oleh ketersediaan sumber daya lahan tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan.

Oleh karena itu, diperlukan teknologi tepat guna, yang bersifat terpadu menyangkut teknologi pengolahan, pengemasan, transportasi dan distribusi, dan mampu menangani permasalahan pakan dari hulu sampai hilir (sejak proses produksi, sampai pada penggunaannya di tingkat peternak).

Sebagai bagian dari institusi/perguruan tinggi, Pusat Studi Hewan Tropika/Center for Tropical Animal Studies (Centras) LPPM-IPB telah dan akan terus mengembangkan berbagai inovasi teknologi tepat guna dan terpadu untuk meningkatkan penyediaan pakan bermutu di Indonesia.

(18)

Agar inovasi teknologi tepat guna, perlu model pengembangan produk Hi-fer dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat oleh perguruan tinggi.

Secara ringkas kebutuhan teknologi yang dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah teknologi terpadu meliputi pengolahan pakan, pengawetan, pengemasan, transportasi, dan komersialisasi. Selain itu karena menyangkut inovasi baru dalam teknologi tepat guna, akan dirumuskan model introduksi teknologi tersebut dengan sistem produksi massal oleh masyarakat dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi masyarakat setempat.Inovasi Hi-fer merupakan teknologi tepat guna tentang cara produksi, pemanenan, pengolahan, penyimpanan, dan kiat mudah dalam transportasi dalam bentuk produk kemasan komersial.

Teknologi Hi-fer+ dapat diproduksi oleh masyarakat (petani) secara massal dengan mudah (secara manual dengan peralatan dan bahan tersedia di lokasi setempat) dan biaya murah (maksimum biaya pengolahan dan pengemasan adalah 20 persen dari harga bahan baku/hijauan). Dengan kemudahan pembuatan dan keunggulan produk ini, akan memberikan manfaat baik bagi masyarakat umum, petani/peternak, perguruan tinggi dan pemerintah sebagaimana yang dikemukakan di atas.

Hi-fer merupakan Model Pemberdayaan Masyarakat oleh Perguruan Tinggi Berbasis Inovasi Teknologi.

Model ini meliputi model tentang peran masing-masing pelaku: petani/masyarakat sebagai produsen, mitra kerja sebagai pengumpul dan institusi/perguruan tinggi sebagai inovator dan pendamping pengembangan produk.

Selain itu, model akan menyangkut tentang penyiapan kelembagaan dan komersialisasi produk sehingga dapat berlangsung secara berkelanjutan dan memungkinkan untuk direplikasi di berbagai wilayah.

Hasil uji coba yang dilakukan CENTRAS IPB, bahwa pemberian 100 persen Hi-fer mampu sebagai pengganti hijauan rumput segar.

(19)

tanggapi dengan baik oleh mitra kerja. Penerapan-penerapan teknologi tepat guna Hi-fer dan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat telah direspons oleh masyarakat khususnya CV. Anugrah Farm, Ciampea Bogor.

Usaha sapi potong di peternakam Anugrah Farm dilakukan sistem "community development" ternak peternak-peternak sekitar usaha ternaknya, dengan mendifusikan inovasi Hi-fer.

Peternak-peternak binaan (yang sebagian besar berusia lanjut) tersebut tak perlu "ngarit", mencari rumput. Pakan Hi-fer disediakan pihak Anugrah Farm.

(20)

Kesimpulan

Indonesia saat ini masih perlu mempersiapkan banyak hal untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN(MEA) dalam bidang peternakan, khususnya peternakan sapi. Kurang seriusnya bisnis peternakan di Indonesia menyebabkan produksi peternakan di Indonesia masih belum memadai program swasembada daging Sapi untuk masyarakat Indonesia sendiri. Selain kurang seriusnya lingkungan bisnis peternakan sapi di Indonesia, banyak kendala yang ditemukan dalam pengembangan di bidang tersebut antara lain Biaya Transportasi yang mahal, Petani minim informasi dalam mengembangkan industri sapi, dan biaya pakan tinggi.

Saran

Pemerintah harus mempertegas keseriusan dalam menghadapi masalah dalam perkembangan di bidang industri sapi potong di Indonesia. Hal tersebut dibutuhkan untuk meminimalisir impor daging sapi dan mempersiapkan petani-petani Indonesia untuk menghadapi MEA.

Pemerintah harus mulai meningkatkan standar operasi perindustrian sapi di Indonesia dengan cara pemberian sertifikasi kepada daging lokal, Pemberian informasi terhadap cara mengembangkan industri peternakan sapi yang benar kepada petani-petani, dan pembenahan jalur transportasi untuk memudahkan pendistribusian produk sapi.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

http://www.setneg.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=7911

http://ugm.ac.id/id/berita/8164-bisnis.peternakan.masih.menjanjikan https://www.sipendik.com/untung-besar-dari-usaha-ternak-sapi-potong/ http://beritajalanan.com/2014/08/mea-ternak-lokal-wajib-tersertifikasi/

Penulis adalah Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia

http://www.fmp.sinarindo.co.id/index.php/article/14-sekilas-tentang-peternakan-sapi-potong-di-indonesia

http://m.bisnis.com/industri/read/20141002/99/261957/uu-peternakan-angin-segar-bagi-peternak-sapi-perah

http://simplenewz.com/2014-10-07/mainstream/feed/95108

http://duniasapi.com/…/1854-lamtoro-pakan-hijauan-ternak-sa…

http://www.republika.co.id/…/mx4oif-mari-beternak-tanpa-men…

Referensi

Dokumen terkait

Pertama, Skripsi yang dilakukan oleh Yanik Korniawati memiliki kesamaan dalam meneliti dukungan Sosialnya yang membedakan dengan penelitian ini adalah pada proses

Disimpulkan bahwa secara in vitro ekstrak daun wudani berkhasiat sebagai anthelmintik yang memiliki efek ovisidal sehingga dapat dikembangkan penggunaanya untuk pengendalian

Rancangan konsep/strategi ini akan diwujudkan sebagai rencana tindak (action plan) dalam mengatasi belum optimalnya pelayanan kebersihan dan pengelolaan persampahan

Penelitian pada kelas kontrol kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Talamau Kabupaten Pasaman Barat tanpa menggunakan strategi POINT, berdasarkan

Berdasarkan data dan informasi bencana Indonesia (DIBI) Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah yang paling banyak terjadi bencana.. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa bencana

Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya alam wilayah pesisir yang diarahkan di dalam penataan ruang akan mampu menjamin kegiatan ekonomi secara berkelanjutan yang

Yang ada hanyalah materi, yang lainnya (jiwa dan ruh) tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh itu hanyalah merupakan akibat saja dari proses

Hasil penelitian dengan menggunakan instrumen tes mengenai tingkat pengetahuan tata cara wudhu memberikan output yakni tingkat pengetahuan tata cara wudhu Jamaah Masjid