• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN MODEL dan PEMBELAJARAN KOOPERAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERBANDINGAN MODEL dan PEMBELAJARAN KOOPERAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Nur Wulan Puji Permari

Dr. Mimin Nurjhani K., M.Pd., Any Aryani, M.Si. Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI, Jalan Dr. Setiabudhi No. 229 Bandung Email : nurwulanpp@gmail.com

ABSTRACT

Cooperative learning model was the easy and effective way for teachers to developed their teaching method which accommodate concept mastery. The aim of this study was to get information about the comparison of concept mastery between students who used Jigsaw II model and students with Think-Pair-Share (TPS) model in the excretory system subjects. the Two cooperative learning models then would be compared as one of the alternatives that could be used in teaching the excretion system subjects. This study is a quasi experiment with Non Equivalent Pretest-Posttest study design in which the sample was purposely selected based on the character’s similarities. The population of this study was all of XI IPA students’ concept mastery in SMA Laboratorium-Percontohan UPI and the sample were students’ concept mastery of XI IPA 1 and XI IPA 3. The data of the study were taken by using students’ concept mastery test, students’ responses in the form of questionnaires, as well as students and teachers interview sheets. The results of the study could be concluded that there was no significant differences between students who used both Jigsaw II and

Think-Pair-Share cooperative learning models. But the results of the questionnaire and the interview

provided a positive response with various arguments, such as increasing students' social interaction and communication skills, and also increasing students' concept mastery.

Model pembelajaran kooperatif merupakan salah satu cara mudah dan efektif untuk guru mengembangkan pembelajaran yang mengakomodasi penguasaan konsep siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai perbandingan penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi sistem ekskresi. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe Jigsaw II dan

Think-Pair-Share yang kemudian akan dibandingkan sebagai salah satu alternatif yang dapat

digunakan dalam mengajarakan materi sistem ekskresi. Penelitian ini merupakan quasi

experiment dengan desain penelitian Non equivalent Pretest-Posttest Design dimana sampel

dipilih secara purposive berdasarkan kesamaan karakter. Populasi dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep seluruh siswa kelas XI IPA di SMA Laboratorium-Percontohan UPI dan sampelnya adalah penguasaan konsep siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3. Pengumpulan data dilakukan menggunakan tes penguasaan konsep siswa, respon siswa dalam bentuk angket, serta lembar wawancara siswa dan guru. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan Think-Pair-Share. Namun hasil angket dan wawancara memberikan respon positif dengan berbagai argumen, seperti meningkatkan interaksi sosial siswa, kemampuan berkomunikasi, dan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa.

Kata kunci: Model pembelajaran kooperatif, Jigsaw II, Think-Pair-Share, Penguasaan Konsep

(2)

PENDAHULUAN

Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan model yang efektif digunakan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif menggunakan pendekatan

student centered sangat efektif dan inovatif dalam membantu siswa memperoleh

keterampilan belajar, komunikasi, meningkatkan pemahaman, dan penguasaan konsep (Johnson & Johnson, 2008 dalam Tran & Lewis, 2012). Model pembelajaran kooperatif memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi karena proses pembelajaran dilakukan secara berkelompok. Pembelajaran kooperatif ini mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya karena dalam kelompok tersebut terjadi pola diskusi dan saling bertukar pikiran antar anggota kelompok. Dalam pembelajaran biologi diperlukan berbagai macam kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa, seperti penguasaan konsep, keterampilan proses sains, dan berpikir kritis, sedangkan pembelajaran biologi yang dilakukan di sekolah belum bisa mencapai kompetensi-kompetensi tersebut (Rustaman, et al., 2005). Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif dapat membantu siswa untuk mengembangkan kompetensi tersebut melalui proses kerjasama kelompok.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, guru cenderung memberikan materi dengan metode tradisional, seperti ceramah. Motivasi guru untuk lebih inovatif dalam mengajar merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurang baiknya pembelajaran di sekolah. Model pembelajaran kooperatif ini merupakan salah satu cara mudah dan efektif untuk guru mengembangkan pembelajaran di sekolah. Beberapa penelitian mengenai

pembelajaran kooperatif telah dilakukan dan hasilnya sangat efektif. Sickle (1983) dalam

Solihatin & Raharjo (2009) melakukan penelitian mengenai pembelajaran kooperatif dan implikasinya terhadap penguasaan konsep menyimpulkan bahwa belajar kelompok dan individual mendorong tumbuhnya tanggung jawab kelompok dan individu, sehingga dapat meningkatkan belajar siswa. Penelitian lain dilakukan oleh Talebi & Sobhani (2012) dengan hasil bahwa pembelajaran kooperatif efektif dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Namun perlu ditekankan bahwa model pembelajaran kooperatif bukan satu-satunya model yang paling efektif yang digunakan guru karena setiap model yang digunakan harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan (Ali, 2011).

Model pembelajaran tipe Jigsaw II dan Think-Pair-Share (TPS) merupakan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran tipe Jigsaw II merupakan modifikasi dari

Jigsaw I yang dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1989 (Huda, 2011). Model pembelajaran tipe Jigsaw I sendiri dikembangkan oleh Aronson pada tahun 1975. Model pembelajaran ini membagi siswa ke dalam kelompok heterogen untuk mempelajari materi yang diberikan guru (Home I). Setiap anggota akan mendapatkan topik yang berbeda. Walaupun demikian, mereka harus tetap mempelajari terlebih dahulu materi yang diberikan kepada kelompoknya. Anggota dari semua kelompok yang memperoleh topik yang sama akan membentuk expert group. Setelah selesai dipelajari, anggota kelompok tersebut kembali ke kelompok awal (Home II) untuk menginformasikan hasil diskusi kepada kelompoknya. Kelebihan dari model pembelajaran tipe Jigsaw II ini mendorong siswa untuk melaksanakan tanggung jawab mempelajari topik yang mereka peroleh dengan baik dan dapat memperdalam materi karena adanya kelompok ahli. Namun pada model Jigsaw II ini siswa terkadang merasa kurang percaya diri mengemban tugas tersebut karena keterbatasan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga enggan untuk mengemukakan pendapatnya. Terlebih siswa akan berada dalam tiga kelompok yang berbeda.

(3)

tersebut dibentuk anggota secara berpasangan untuk mendiskusikan hasil pemikiran individu mereka (Pair). Setelah itu, anggota kelompok yang berpasangan tersebut kembali pada kelompoknya untuk memberikan hasil pemikiran dari diskusi berpasangan (Share). Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe TPS ini mendorong siswa untuk bekerja secara professional karena bekerja dalam individu, berpasangan dan berkelompok, sehingga tugasnya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik serta lebih leluasa bekerja sama karena berdiskusi hanya dalam kelompoknya. Kelemahan dari model TPS ini adalah yang hasil diskusi kurang mendalam karena hanya dilakukan secara berpasangan, terlebih jika keduanya merupakan siswa yang memiliki kemampuan kurang bagus. Pertimbangan dilakukannya perbandingan antara Jigsaw II dan TPS adalah untuk mengetahui alternatif tipe model pembelajaran kooperatif yang sesuai untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi sistem ekskresi, dilihat berdasarkan signifikansi hasil penelitian.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah perbandingan penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan Think-Pair-Share (TPS) pada materi sistem ekskresi. Tujuan penelitian ini sendiri adalah untuk memperoleh informasi mengenai perbandingan penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) pada materi sistem ekskresi.

METODE PENELITIAN

Populasi dalam penelitian ini adalah penguasaan konsep seluruh siswa kelas XI IPA di SMA Laboratorium-Percontohan UPI Bandung, sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah penguasaan konsep siswa kelas XI IPA 1 dan kelas XI IPA 3 di SMA Laboratorium-Percontohan UPI. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa kelas yang dipilh memiliki jumlah dan karakteristik yang sama. Jumlah siswa kelas XI IPA 1 adalah 25 orang yang diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran Jigsaw II, sedangkan jumlah siswa kelas XI IPA 3 adalah 26 orang yang diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS), dengan syarat siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3 memiliki karakteristik yang sama.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasi experiment. Penelitian quasi experiment adalah penelitian dengan penentuan sampel secara purposive yang tidak memerlukan kelompok kontrol serta tidak adanya pengontrolan ketat variabel yang mungkin berpengaruh terhadap hasil (Sugiyono, 2013). Desain penelitian yang digunakan adalah Non equivalent Pretest-Posttest Design.

(4)

1. Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw II

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II diterapkan di kelas XI IPA 1. Berikut ini langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II (Slavin, 2011):

a. Membaca (Home 1)

Pada awal pembelajaran guru akan memberikan tugas atau materi yang harus dipelajari oleh kelompok. Semua anggota kelompok akan diberi tanggung jawab untuk mempelajari salah satu topik saja. Namun, sebelumnya setiap anggota kelompok membaca terlebih dahulu semua topik secara singkat (scan read). Setelah itu, mereka baru bisa mempelajari satu topik khusus yang mereka peroleh dari kelompoknya.

b. Diskusi Kelompok Ahli (Expert Group)

Setelah scan read dilakukan, setiap anggota kelompok yang memiliki tugas dengan topik yang sama akan berkumpul menjadi kelompok baru. Kelompok ini dinamakan expert group. Pada kegiatan ini setiap anggota akan mengemukakan setiap pendapatnya dan berdiskusi untuk mendapatkan bahasan paling tepat.

c. Laporan Tim (Home 2)

Laporan tim dilakukan oleh setiap anggota expert group yang kembali pada kelompok awalnya. Mereka mengemukakan informasi yang diperoleh dari hasil diskusi expert group. d. Tes atau Kuis

Pada akhir pembelajaran, guru akan memberikan tes yang berkaitan dengan materi yang diberikan kepada setiap kelompok di awal pembelajaran. Tes dilakukan secara individu. e. Rekognisi tim

Rekognisi tim disebut pula sebagai bagian dari reward. Hasil tes yang diberikan guru secara individual akan memberikan skor bagi masing-masing anggota dan skor tersebut akan diakumulasikan dengan skor anggota lainnya untuk dijadikan skor bagi kelompok mereka. Skor kelompok sesungguhnya merupakan jumlah poin kemajuan dari setiap anggota kelompok. Skor tim tersebut kemudian dibagi jumlah anggota yang hadir dan selanjutnya akan diberikan reward berdasarkan kriteria yang ditentukan (Slavin, 2011).

2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS)

Model pembelajaran kooperatif tipe TPS diterapkan di kelas XI IPA 3. Berikut ini langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Azlina, 2010):

a. Think (Individually)

Setiap anggota kelompok memikirkan atau mengerjakan terlebih dahulu tugas yang mereka dapatkan sebelum mereka berdiskusi dengan pasangannya. Setelah itu, ide atau jawaban yang mereka dapatkan disampaikan kepada guru sebelum menyampaikan ide tersebut kepada pasangannya.

b. Pair (With Partner)

Hasil pemikiran dari tugas yang telah dikerjakan secara individu didiskusikan dengan pasangannya. Mereka saling bertukar ide hingga kemudian mendapatkan kesimpulan ide dari tugas mereka.

c. Share (To the whole class/ collaborators)

Pada bagian ini, hasil diskusi berpasangan disampaikan kepada anggota kelompok lainnya atau di depan kelas untuk mendapatkan perbedaan atau kesamaan pendapat dari pasangan lainnya.

(5)

dikaitkan dengan hasil tes penguasaan konsep dan hasil angket.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tes penguasaan konsep dilakukan dua kali yaitu pada pretest dan posttest. Hasil dari

pretest dan posttest pada kedua kelas eksperimen tertera pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Data Pretest dan Posttest Siswa Kelas Jigsaw II dan Think-Pair-Share (TPS) Kelas Jigsaw II Kelas TPS

Berdasarkan hasil di atas, pada kedua kelas terdapat peningkatan pada rata-rata skor

posttest siswa dari rata-rata skor pretest. Hal tersebut wajar karena siswa telah mendapatkan pembelajran. Namun jika dibandingkan, rata-rata skor posttest siswa kelas Jigsaw II lebih besar daripada rata-rata skor posttest kelas TPS. Hal tersebut berarti bahwa terdapat pendalaman penguasaan konsep siswa pada materi sistem ekskresi.

Deskripsi hasil penelitian di atas merupakan gambaran umum hasil penelitian dan belum menyatakan kesimpulan berdasarkan tujuan penelitian. Untuk menganalisis data

pretest dan posttest, maka dilakukan pengujian statistika parametrik yaitu melalui uji kesamaan dua rata-rata. Pengujian ini dilakukan dengan rumus uji Z jika data pretest atau

posttest berdistribusi normal dan homogen. Uji normalitas dilakukan dengan uji Chi Kuadrat

dan uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji F.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest Setiap Kelas Eksperimen

Kelas χhitung2 Pretest Posttest

Pada uji Chi Kuadrat, data dikatakan berdistribusi normal jika χhitung2 <χtabel2 (Sudjana,

2005). Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa baik data pretest atau posttest kelas Jigsaw II maupun data kelas TPS, diperoleh hasil χhitung2 <χtabel2 dengan taraf signifikansi α = 0,05 atau

interval kepercayaan 95%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua data pretes atau

posttest baik pada kelas Jigsaw II maupun pada kelas TPS berdistribusi normal.

(6)

Kelas Jigsaw II Kelas TPS Kesimpulan

FTabel (0,05) 5,19

Data dikatakan homogen jika Fhitung < FTabel (Sudjana, 2005). Berdasarkan Tabel 6, diperoleh skor Fhitung < FTabel dengan taraf signifikansi atau α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua data pretes atau posttest baik pada kelas Jigsaw II maupun pada kelas TPS berasal dari populasi dengan varians yang sama (homogen).

Tabel 7. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretest

Kelas n Rata-rata SD Zhitung ZTabel (0,05) Kesimpulan

Jigsaw

II 26 38,15 12,53 1,51 2,06 H0 diterima

TPS 25 33,6 8,6

Kriteria pengujian kesamaan dua rata-rata adalah terima H0 jika –ZTabel < Zhitung < ZTabel (Sudjana, 2005). Berdasarkan Tabel 7, diperoleh bahwa Zhitung < ZTabel pada taraf signifikansi atau α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest siswa kelas Jigsaw II dan kelas TPS. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kemampuan awal siswa pada kedua kelas tersebut adalah sama.

Tabel 8. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Posttest

Kelas n Rata-rata SD Zhitung ZTabel (0,05) Kesimpulan

Jigsaw

II 26 62,15 12,12 0,98 2,06 H0 diterima TPS 25 58,72 12,82

Kriteria pengujian kesamaan dua rata-rata adalah terima H0 jika –ZTabel < Zhitung < ZTabel (Sudjana, 2005). Berdasarkan Tabel 8, diperoleh bahwa Zhitung < ZTabel pada taraf signifikansi atau α = 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima yang berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil posttest siswa kelas Jigsaw II dan kelas TPS. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kemampuan akhir siswa pada kedua kelas tersebut adalah tidak berbeda.

Berdasarkan hasil uji kesamaan du rata-rata, hipotesis penelitian ditolak, sedangkan H0 diterima bahwa “tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan antara siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan siswa

yang belajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS”.

(7)

kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerjasama dalam kelompok hingga mencapai tujuan bersama. Tahapan terakhir pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan TPS juga memiliki kesamaan. Keduanya memberikan informasi yang diperoleh dari hasil diskusi dan kerjasama. Pada tipe Jigsaw II, siswa kembali ke kelompok awalnya untuk memberikan hasil dan informasi yang diperoleh dari kelompok ahli, sedangkan pada tipe TPS siswa kembali berkumpul dengan anggota lainnya dalam satu kelompok untuk menginformasikan hasil diskusi berpasangan (share) lalu menyampaikan di depan kelas.

Berdasarkan analisis yang terjadi di lapangan, terdapat beberapa poin yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusnanto (2010) yaitu penyebab tidak terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dengan TPS adalah siswa pada kedua kelas kurang terbiasa melakukan pembelajaran kooperatif. Berdasarkan informasi dari siswa, mereka belum pernah menggunakan model pembelajaran kooperatif. Ketika siswa dihadapkan pada pembelajaran kelompok, ada beberapa siswa yang dapat berinteraksi sedikit demi sedikit dengan siswa lain dan ada pula yang mengobrol tentang hal-hal di luar materi pembelajaran. Selain itu, banyaknya tahapan dalam kerjasama kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan TPS membuat siswa cukup bingung dan kurang optimal dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut mengurangi fokus siswa dalam belajar. Terlihat ketika pembelajaran berlangsung, siswa mengeluh karena terlalu banyak tahapan kelompok.

Ada beberapa hal yang menyebabkan rata-rata skor siswa kelas Jigsaw II lebih besar dari rata-rata skor kelas TPS. Pada pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II, siswa dituntut bertanggung jawab terhadap topik yang mereka dapatkan dan membaca terlebih dahulu semua topik yang diberikan guru. Selain itu, tahapan kerjasama dalam Jigsaw II terutama

expert group membantu siswa terus melengkapi dan memantapkan semua informasi tentang

topik yang mereka dapatkan, sehingga ketika di akhir diskusi (Home II), setiap anggota kelompok dapat lebih memperdalam penguasaan konsep tentang materi sistem ekskresi pada manusia (Slavin, 2011). Seperti halnya yang dikemukakan oleh Hänze dan Berger (2007), bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan akademik dan penguasaan konsep siswa. Penyebab rata-rata skor siswa pada kelas TPS lebih kecil daripada Jigsaw II diantaranya siswa tidak membaca terlebih dahulu semua topik yang diberikan guru, hanya topik yang masing-masing siswa dapatkan saja. Selain itu, kerjasama yang dilakukan oleh setiap anggota kelompok hanya sebatas di dalam kelompoknya dengan cara berpasangan, sehingga informasi yang diperoleh juga terbatas dan ketika kembali bertemu dengan semua anggota kelompoknya, informasi yang diperoleh tidak selengkap informasi yang diperoleh pada kelompok Jigsaw II (Huda, 2011).

(8)

dan TPS dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa jika dilihat dari skor ulangan harian sebelumnya dengan skor posttest, membantu pencapaian akademik siswa dan meningkatkan interaksi siswa (KOÇ, et al., 2010; Ibe, 2009; Huda, 2011).

Secara umum, hasil angket siswa terhadap model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan Think-Pair-Share (TPS) menunjukkan respon positif. Secara umum hasilnya menunjukkan respon sangat setuju terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan respon setuju terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Hasil wawancara siswa terhadap penerapan kedua tipe model pembelajaran kooperatif cukup variatif dibandingkan dengan respon siswa dari hasil angket. Namun dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa menyukai pembelajaran secara berkelompok karena dapat saling bertukar informasi dan saling membantu. Akan tetapi dalam hal ini perlu pengawasan guru yang lebih baik lagi karena siswa cukup mengeluh ketika ada beberapa anggota kelompoknya yang mengobrol ketika proses diskusi berlangsung. Pendapat dari guru mata pelajaran pun mendapat respon yang baik dan secara umum, model pembelajaran kooperatif baik digunakan karena melatih interaksi siswa dan dapat meningkatkan keaktifan siswa. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Huda (2011) yang menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif berpengaruh signifikan terhadap kepribadian sosial dan akademik siswa.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata skor penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II sebesar 62,15, sedangkan rata-rata skor penguasaan konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) sebesar 58,72. Setelah skor posttest diuji dengan menggunakan uji kesamaaan dua rata-rata, hasilnya adalah H0 diterima yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan TPS. Secara umum respon siswa dan guru terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dan TPS yang diperoleh dari angket dan wawancara memberikan respon positif dengan berbagai argumen, seperti meningkatkan interaksi sosial siswa, kemampuan berkomunikasi, dan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa.

Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan, terdapat saran-saran yang dapat menunjang pembelajaran dan penelitian selanjutnya, diantaranya:

1. Model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan alternatif model pembelajaran yang diterapkan di kelas oleh guru. Namun tentu saja guru harus benar-benar memahami sintaks dalam setiap tipe pembelajaran kooperatif agar dalam pelaksanaannya berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan.

2. Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif, alangkah lebih baik tidak hanya memperhatikan aspek kognitif, namun memperhatikan pula aspek afektif dan psikomotor agar hasil belajar yang dicapai siswa dapat terukur dengan jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. (2011). “A Comparison of Cooperative Learning and Traditional Lecture Methods in The Project Management Department of a Tertiary Level Institution in Trinidad and Tobago”. Educational Reaserch Association [Online], 1, (1), 49-64. Tersedia: journals.sta.uwi.edu/cts/index [18 Desember 2012]

(9)

18-29.pdf [18 Desember 2012]

Huda, M. (2011). Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ibe, H.N. (2009). “Metacognitive Strategies on Classroom Participation and Student Achievement in Senior Secondary School Science Classrooms”. International Council of Association for Science Education [Online], 20, (½), 25-31. Tersedia: http://www.icaseonline.net/sei/files/p2.pdf [19 Desember 2012]

Kazemi, M. & Khalili-Sabet, M. (2012). “ Exploring the Iranian EFL Learners’ Reading Performance: The Effect of Teaching Method”. International Journal of Applied Linguistics & English Literature [Online], 1, (6), 256-263. Tersedia: http://www.ijalel.org/pdf/167.pdf [3 Agustus 2013]

KOÇ, Y. et al. (2010). “The Effects of Two Cooperative Learning Strategies on the Teaching and Learning of the Topics of Chemical Kinetics”. Journal of Turkish Science

Education [Online], 7, (2), 52-65. Tersedia: http://www.pegem.net/dosyalar/dokuman/

124768-2011090212498-4.pdf [3 Desember 2012]

Lie, A. (2008). Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Rusnanto. (2011). Perbandingan Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw dan Tipe STAD Pada Sub Konsep Sistem

Pencernaan Manusia. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rustaman, et al. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Slavin, R.E. (2011). Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktek. Bandung: Nusa Media. Solihatin, E. & Raharjo. (2009). Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2013). Metode Peneltian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Talebi, F & Sobhani, A. (2012). “The Impacts of Cooperative Learning on Oral Proficiency”.

Mediterranean Journal of Social Sciences [Online], 3 (3), 75-79. Tersedia: http://www.mcser.org/images/stories/2_journal/mjss_september_2012/farima

%20talebi.pdf [18 Desember 2012]

Tran, V.D. & Lewis, R. (2012). “The Effects of Jigsaw Learning on Students’ Attitudes in a Vietnamese Higher Education Classroom”. International Journal of Higher Education

[Online], 1 (2), 9-20. Tersedia:

http://www.sciedu.ca/journal/index.php/ijhe/article/download/1115/613 [29 November 2012]

Hänze, M. & Berger, R. (2007). “Cooperative Learning, Motivational Effects, and Student Characteristics: An Experimental Study Comparing Cooperative Learning and Direct Instruction in 12th Grade Physics Classes”. Learning and Instruction [Online], 17, 29– 41. Tersedia: http://www.elsevier.com/authored_subject_sections/S05/S05_357/top/ li.pdf [3 Desember 2012]

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL

(10)

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW II DAN THINK-PAIR-SHARE TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA

MATERI SISTEM EKSKRESI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr.

Mimin Nurjhani K., M.Pd. NIP. 196509291991012001

Pembimbing II

Any Aryani, M.Si. NIP. 197105302001122001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

Gambar

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest Setiap Kelas Eksperimen
Tabel 7. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Pretest

Referensi

Dokumen terkait

Jurang dan sampai sekarang, Desa Tanjungsari terdiri dari 6 Dusun yang mempunyai sejarah tersendiri... Sekelumit sejarah dusun-dusun di

Single Presence Policy (SPP) berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia, tinjauan mengenai bank BUMN dan opsi-opsi

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan pemahaman konsep matematika yang signifikan antara siswa yang belajar dengan gaya belajar auditorial

penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif secara statistik dengan menggunakan rumus.. 39 analisi korelasi

Nilai perusahaan mencerminkan perusahaan di mata investor, nilai perusahaan yang diukur dengan Price Book Value (PBV) merupakan nilai perusahaan yang tercermin

Since grammar also plays a very important role in the English Language Teaching and Learning, the students of English Department who are trained to be high school

Sasaran 7 : Terwujudnya Sumber Penerimaan Baru bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur..

Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Pemilihan Jurusan Siswa dengan Menggunakan Metode Weighted Product (Studi Kasus:.. SMA Swasta HKBP