• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding S N If 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Prosiding S N If 2015"

Copied!
724
0
0

Teks penuh

(1)

PERANCANGAN GAME DESIGN DOCUMENT SERIOUS GAME

PERMAINAN TRADISIONAL ANGKLEK SLEMAN YOGYAKARTA

Puji Handayani Putri1, M. Suyanto2, Hanif Al Fatta3

Teknik Informatika, Magister Teknik Informatika, STMIK Amikom Yogyakarta JL. Ring Road Utara, Condong Catur, Depok, Sleman

1pujihandayanip@yahoo.com , 2 yanto@amikom.ac.id, 2 hanif.a@amikom.ac.id

Abstrak

Berdasarkan BPS DIY Dalam Angka 2013, persebaran penduduk DIY terbanyak berada di Kabupaten Sleman yaitu sebanyak 1.114.833 jiwa atau sebesar 31,71 %. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah perkotaan ini berdampak pada penyempitan lahan yang mengakibatkan anak-anak tidak bisa bermain permainan tradisional. Permainan tradisional yang memerlukan lahan luas terancam punah, salah satunya adalah permainan tradisional angklek. Penulis berupaya melestarikan permainan tradisional angklek ke dalam digital game dengan konsep serious game. Diharapkan digital game ini dapat memotivasi generasi muda untuk mengenal aturan permainan dan mempraktekan permainan secara manual di lapangan. Adapun langkah dimulai dari pencarian data, pengolahan data, pra-produksi, produksi, dan pasca-produksi dengan menggunakan metode pengembangan Digital Game Based Learning (DGBL-ID). Dalam metode pengembangan DGBL-ID, terdiri atas lima fase yang harus diselesaikan secara berurutan yaitu analysis phase, design phase, development phase, quality assurance, implementation and evaluation. Pengujian difokuskan ke dalam tiga hal utama yaitu verifikasi, validasi, dan eksplorasi. Kelima fase tersebut telah dijabarkan, diimplementasikan dan diuji. Hasil yang diperoleh berupa game design document dan prototipe game, belum game jadi keseluruhan karena terbatasnya waktu penulis dalam menyelesaikan game. Diharapkan ada peneliti lain yang dapat melakukan implementasi game design document secara keseluruhan sehingga hasil akhir yang didapat berupa serious game permainan tradisional angklek sempurna.

Kata kunci : digital game, serious game, permainan tradisional angklek, game design document, prototipe game

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Permainan tradisional merupakan salah satu budaya lokal, yang memiliki banyak makna dan nilai yang terkandung didalamnya. Permainan tradisional dapat menjadi sarana dalam mendidik anak-anak dan remaja untuk bergaul, bersosialisasi dengan teman sebayanya, mengajarkan kebersamaan, kerjasama dan gotong royong serta mencari teman bahkan melatih anak untuk berdemokrasi.

Popularitas permainan anak-anak tradisional umumnya memudar di daerah perkotaan, dan ini tidak hanya disebabkan oleh beberapa kondisi seperti masuknya permainan anak dari luar negeri, meningkatnya tontonan untuk anak-anak ditelevisi, tetapi juga oleh kondisi yang lain yakni semakin sedikitnya dan sempitnya lahan bermain bagi anak-anak (cf. Abdulrahman, 1983). Ketiadaan lahan yang cukup luas untuk bermain, membuat beberapa jenis permainan anak tradisional juga tidak lagi dapat dimainkan. Hanya permainan anak jenis tertentu yang masih dapat bertahan, terutama yang tidak memerlukan

lahan yang luas. Keberadaan permainan tradisional yang memerlukan lahan luas yaitu permainan tradisional angklek terancam punah.

Berdasarkan fenomena tersebut diatas, penulis berupaya melestarikan permainan tradisional yang sudah jarang dimainkan atau hampir punah karena keterbatasan lahan tersebut dalam digital game berunsur budaya dan edukasi di dalamnya dengan konsep Serious Game. Serious Game adalah suatu konsep game dengan tujuan untuk kepentingan training, advertising, simulasi, edukasi. Salah satu contoh Serious Game ialah Game Edukasi. Game Edukasi merupakan game yang tidak hanya bersifat menghibur tetapi di dalamnya mengandung pengetahuan yang disampaikan kepada penggunanya. Diharapkan media game ini dapat memotivasi generasi muda untuk mengenal aturan permainan dan mempraktekan permainan secara manual di lapangan.

(2)

proses ini mengubah ide yang tadinya abstrak menjadi rencana tertulis.

Metodologi penelitian yang dilaksanakan yaitu deskriptif kualitatif, Adapun langkah dimulai dari pencarian data, pengolahan data, perancangan game(pra-produksi), pengembangan game (produksi), dan pengujian game (pasca-produksi). Dalam perancangan serious game ini, penulis menggunakan metode Digital Game Based Learning (DGBL-ID) terdiri dari 5 fase yang harus diselesaikan sebelum dilanjutkan ke fase berikutnya, fase-fase tersebut yaitu analysis phase, design phase, development phase, quality assurance, kemudian implementation and evaluation. Kerangka kerja analysis phase meliputi problem analysis, menentukan karakteristik user, tujuan pembelajaran, ide game, target platform. Design phase meliputi desain instuksional, game design. Development phase meliputi art development, coding, implementasi art dan code, test. Pengujian difokuskan ke dalam tiga hal utama yaitu verifikasi, validasi, eksplorasi.

1.2 Rumusan Masalah

Dari masalah serta fenomena yang ada, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : a. Apakah penerapan perancangan GDD

berbasis permainan tradisional tersebut dapat melestarikan permainan tradisional dengan nilai-nilai budaya lokal interaksi sosial, gotong royong, kedisiplinan ? b. Bagaimana mengimplementasikan DGBL

(Digital Game Based Learning) ke dalam permainan tradisional angklek ?

c. Bagaimana merancang GDD (Game Design Document) ?

1.3 Batasan Variabel Penelitian Batasan variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Game Design Document yang dirancang adalah game permainan tradisional angklek. b. Pembuatan game permainan tradisional

angklek hanya sebatas pada prototipe game angklek, dimana game yang dibuat tidak diuji langsung kepada pengguna, tetapi sebatas pada pengujian fungsionalitas game dengan metode pengujian verifikasi, validasi,eksplorasi.

c. Game dimainkan dengan mode single player atau dimainkan secara individual atau perseorangan pada platform personal computer (PC), dengan menggunakan sistem operasi Windows.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : a. Melestarikan kebudayaan permainan

tradisional.

b. Merancang GDD (Game Design Document) permainan tradisional angklek.

c. Merancang game permainan tradisional angklek.

d. Sebagai salah satu syarat kelulusan Magister Teknik Informatika STMIK Amikom Yogyakarta.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Menjaga kebudayaan permainan tradisional angklek tetap lestari.

b. Sebagai media edukasi melalui permainan game secara fun.

c. Mengenalkan permainan tradisional angklek dalam bentuk modern berbasis PC.

2. Landasan Teori

2.1 Data Tentang Kepadatan Penduduk Tabel 2.1. Jumlah penduduk DIY Hasil

Sensus Penduduk 2010

Sumber: DIY Dalam Angka 2013, BPS DIY

(3)

Yogyakarta dan Kabupaten Kulon Progo dengan jumlah penduduk masing-masing sebanyak 394.012 jiwa dan 393.221 jiwa atau sebesar 11,21 % dan 11,18 %.

2.2 Permainan Tradisional Angklek

Permainan tradisional angklek adalah permainan dengan melompat pada bidang-bidang datar yang digambar diatas tanah dengan melempar gacu. Permainan ini dilaksanakan menurut keinginan para pemainnya. (Dharmamulya,2005:145). Hal ini merujuk pada pendapat Achroni (2012 : 53) yang menyebutkan bahwa permainan tradisional angklek memiliki manfaat memberikan kegembiraan pada anak, menyehatkan fisik anak, melatih keseimbangan tubuh (motorik kasar) anak, mengajarkan kedisiplinan untuk mematuhi aturan permainan, mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak karena dimainkan secara bersama-sama, dan mengembangkan kecerdasan logika anak.

2.3 Serious game

Menurut buku Learning Online with Games, Simulations and Virtual Worlds" karya Clark Aldrich. Terdapat beberapa jenis game yang dapat dimanfaatkan dalam pendidikan. Salah satunya yaitu Serious Games : Serious game adalah suatu konsep game dengan tujuan untuk kepentingan trainning, advertising, simulasi, edukasi.

2.4 Game Design Document

Menurut Adams, ernest (2010), game desain dokumen adalah kumpulan dokumen-dokumen yang digunakan game designer untuk menginformasikan mengenai game yang didesain, proses ini mengubah ide yang tadinya abstrak menjadi rencana tertulis.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Obyek penelitian berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Instansi pengumpulan data kebudayaan antara lain Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Balai Pelestarian Nilai Budaya,

Komunitas Pojok Budaya Kampoeng Dolanan Dusun Pandes.

3.2 Analisis dan Rancangan Sistem 3.2.1 Analysis Phase

3.2.1.1 Analisa Permasalahan

Pada penyempitan lahan kemudian berdampak pada keberadaan permainan tradisional yang hampir punah.

3.2.1.2 Analisa Karakteristik User

Karakteristik user berdasarkan pemaparan yang dikemukakan oleh Dra. Sumintarsih tentang melalui permainan anak disiapkan untuk menjadi orang dewasa yang kreatif. Permainan tradisional dapat menjadi sarana dalam mendidik anak-anak dan remaja untuk mengembangkan ketrampilan dan mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan kognitif, motorik, emosi, bahasa, dan sosial.

3.2.1.3 Tujuan Pembelajaran

Melestarikan kebudayaan permainan tradisional dalam bentuk modern berbasis digital serious game.Mempertahankan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam permainan tradisional angklek seperti interaksi sosial, gotong royong, kedisiplinan.

3.2.1.4 Ide Game

Ide game ini adalah merancang game design document serious game permainan tradisional angklek Kabupaten Sleman Yogyakarta.

3.2.1.5 Platform Game

Platform game yang akan digunakan untuk menjalankan game ini dibatasi pada hardware platform PC/Laptop dan sistem operasi windows.

3.2.2 Design Phase

3.2.2.1 Design Instruksional

(4)

game angklek secara fun dan mengetahui aturan permainan, sehingga termotivasi untuk mempraktekan secara manual di lapangan. Soft skill yang diharapkan yaitu dapat mengoptimalkan aspek-aspek perkembangan kognitif, emosi, kedisiplinan, ketelitian, kesabaran, ketangkasan on mouse klik.

3.2.2.2 Game Design Document

Game design Document terdiri atas game overview, gameplay and mechanics, screen flow, physical character, level, design artificial intelligence (AI).

a. Game overview, melestarikan permainan tradisional angklek ke dalam media digital game bersifat fun.

b. Genre, seperti yang dijelaskan pada game konsep maka Game Permainan Tradisional Angklek ini bergenre serious game.

c. Target Audience, Target utama dari game Permainan Tradisional Angklek ini adalah anak-anak hingga remaja.

d. Look and Feel , agar lebih mudah memainkannya game ini menggunakan sudut pandang isomatrik dengan menempatkan kamera pada bagian atas tampilan game,

e. Feature Set, fitur Game Permainan Tradisional Angklek diantaranya : Scoring board, tampilan pemilihan karakter, tampilan pemilihan gacuk, pause (II), close (X) game auto save dan cukup memulai kembali pada lokasi terakhir dimainkan, setting, grafik, setting, audio, point, load game pada lokasi terakhir dimainkan, button pemilihan karakter, button pemilihan gacuk. f. Game Play and Mechanic,

- NPC (Non Playing Character)

Gambar 3.1. Non Playing Character Tabel 3.2. Non Playing Character

- PC (Playing Character)

Gambar 3.2. Playing Character Tabel 3.3. Playing Character

g. Mission/challenge/tantangan, karakter melompat, pemain diminta untuk menekan tombol spasi keyboard tepat dengan akurasi lemparan gacu permainan.

h. Reward, Bintang, reward permainan tradisional angklek berupa sawah/omah. Sawah/omah didapatkan ketika pemain berhasil menyelesaikan lempar gacu di seluruh kotak yang tersedia dipermainan tradisional angklek.

i. Play flow , play flow atau cara bermain sudah tercantum informasi di menu help. Pemain dapat mengetahui cara bermain untuk menyelesaikan permainan.

j. Screen Flow,

Gambar 3.3. Screen Flow

k. Artificial Intelligence (AI) Enemy AI 1) Waktu. Pada difficulty tertentu dengan

(5)

2) Akurasi lemparan. Pengaturan jarak dan sudut lempar gacu menggunakan on mouse klik.

3) Keseimbangan karakter. Pemain diminta menjaga keseimbangan karakter baik dalam keseimbangan badan dalam berdiri satu kaki dan pada saat melompat.

4) Karakter cerdas AI. Karakter cerdas merupakan karakter yang dibuat otomatis dalam bermain untuk mengalahkan karakter pemain.

5) Kerumitan setiap level. Dalam permainan tradisional angklek ini terdapat 3 level yang masing-masing level memiliki tingkat kerumitan, semakin tinggi level permainan maka semakin tinggi tingkat kerumitan yang ada.

l. Friendly Character (NPC+Character Tutorial)

Friendly Character dalam game permainan tradisional angklek ini terdiri dari 2 character :

1) Bu Guru. Memberikan semangat kepada anak didiknya yang sedang bermain angklek. Bu Guru juga memberikan penjelasan tentang tata cara bermain/tutorial. 2) Ayu. Menyemangati pemain dan memperingatkan pemain akan kesalahan bermain.

3.2.3 Development Phase

3.2.3.1 Implementasi Art dan Code

Gambar3.4.Splash Screen

Gambar 3.5. Main Menu

Gambar 3.6. Help

Gambar 3.7. Setting Audio

Gambar 3.8. Sub Menu

Gambar 3.9. Pilih Karakter

Gambar 3.10. Pilih Gacu

Gambar 3.11. GamePlay

(6)

Tabel 3.4. Pengujian Unit

Tabel 3.5. Pengujian Modul

Tabel 3.6. Pengujian Fungsional

4. Penutup 4.1 Kesimpulan

a. Penerapan perancangan GDD berbasis permainan tradisional tersebut dapat melestarikan permainan tradisional dengan nilai-nilai budaya interaksi sosial, gotong royong, kedisiplinan.

b. Perancangan game yang dibuat telah memenuhi lima tahapan model pengembangan game Digital Game Based Learning (DGBL-ID) yaitu analysis phase, design phase, development phase, quality assurance, implementation and evaluation. c. Pengujian prototipe meliputi tiga fokus

utama verifikasi, validasi dan eksplorasi. Dari hasil pengujian unit, semua unit yang ada sesuai dengan apa yang direncanakan dalam GDD hanya saja penulis kesulitan dalam membangun karakter cerdas AI. Semua sub sistem yang ada pada pengujian Modul berhasil sesuai apa yang direncanakan dan output yang dihasilkan sesuai. Dari hasil Pengujian Fungsional, kebutuhan akan user interface ada yang tidak sesuai dengan rencana GDD yaitu Map area dan membangun karakter cerdas AI dikarenakan penulis memiliki keterbatasan skill dan waktu dalam menyelesaikan permainan game angklek.

4.2 Saran

a. Melakukan implementasi langsung dari prototipe game design document ini menjadi game jadi atau sempurna.

b. Permainan dikembangkan lebih dalam meliputi kombinasi bentuk angklek, tampilan dibuat lebih menarik lagi, karakter dibuat lebih sempurna.

c. Ada suatu upaya mengembangkan permainan tradisional yang lainnya selain permainan tradisional angklek.

Daftar Pustaka : [1] Abdulrahman

1983 Transformasi Nilai Budaya Melalui Permainan Anak-Anak Betawi di Jakarta.

Makalah Diskusi “Pameran dan Peragaan Nilai Budaya”. Balai Kajian Sejarah dan

Nilai Tradisional.

[2] Adam, Ernest, Fundamentals of Game Design, 2010. .ISBN 0321643372. [3] Badan Pusat Statistik., 15 Desember 2014,

“Kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta”. Tersedia dalam

http://portal.jogjaprov.go.id/index.php?optio n=com_content&view=article&id=2186&Ite mid=519.

(7)

1981/1982 Permainan Anak-Anak Daerah Istimewa Yogyakarta.

[5] Dharmamulya, Sukirman.dkk.2005. Permainan Tradisional Jawa. Yogyakarta: KEPEL PRESS

[6] Mubashiroh (2013)., 05 Juli 2015 “Gadget, Penggunaan dan Dampak pada Anak-Anak”. [pdf]. Tersedia dalam :

http://jurnalilmiahtp.blogspot.com/2013/11/ gadget-penggunaan-dan-dampak-pada-anak.html

[7] Nafi’ah, afidatun (2013)., 05 Juli 2015

“Budaya, Globalisasi dan Kaitannya dengan Masyarakat”. [pdf]. Tersedia dalam :

http://jurnalilmiahtp.blogspot.com/2013/11/

budaya-globalisasi-dan-kaitannya-dengan.html

[8] Soeheri and Lendy Rahmadi (2014), Making of Game Design Document Education Game “Bank Sampah”, International Conference on Computer System 2014.

[9] Sulistiyanto, fajar (2010)., 05 Juli 2015 “Pengaruh Dampak Globalisasi Terhadap

Kebudayaan Indonesia”. [pdf]. Tersedia dalam

:http://www.academia.edu/5637105/PENGA RUH_DAMPAK_GLOBALISASI_TERHA DAP_KEBUDAYAAN

[10] Wahyuningrum, Tenia (2013)., 05 Desember 2014 “Perancangan permainan dakon menggunakan C++ dan GLUT (OpenGL Utility Toolkit) Designing dakon game using C++ and GLUT (OpenGL Utility Toolkit”. [pdf]. Tersedia dalam:

http://jurnal.ump.ac.id/index.php/juita/article /view/467/442 JUITA ISSN: 2086-9398 Vol. II Nomor 3, Mei 2013

[11] Widiastuti N.I dan Setiawan Irawan. (2012)., 05 Desember 2014“Membangun Game Edukasi Sejarah Walisongo”. [pdf]. Tersedia dalam:

http://komputa.if.unikom.ac.id/jurnal/memb angun-game-edukasi.o

(8)

IMPLEMENTASI

VECTOR SPACE MODEL

UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS PADA SISTEM PENCARIAN BUKU PERPUSTAKAAN

Dedi Leman 1, Khusaeri Andesa2

Teknik Informasi, Magister Komputer, Universitas Putra Indonesia”YPTK” Padang

Universitas Potensi Utama

Jl. K.L.Yos Sudarso Km 6.5 No. 3A - Medan Lemhan28@yahoo.com

Abstrak

Buku merupakan media informasi yang berguna di dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dengan membaca buku akan banyak ilmu yang kita dapat serta informasi yang beragam. Pada perkembangan era informasi saat ini segala jenis buku sangatlah mudah didapat dan beragam jenisnya tanpa membatasi usia. Pada saat ini perpustakaan STMIK-AMIK Riau telah menyediakan beragam buku yang tersedia khususnya bagi mahasiswa. Semakin banyak dan beragamnya buku yang tersedia, mahasiswa STMIK-AMIK Riau yang ingin membaca ataupun meminjam buku memiliki kesulitan di dalam menemukan buku yang sesuai karana harus mencari pada tumpukan rak-rak yang begitu banyak sehingga buku yang mereka butuhkan tidak ditemukan. Atas dasar permasalahan tersebut timbul sebuah gagasan untuk membangun sebuah sistem mesin pencari yang dapat memberikan pembobotan dari masing masing judul buku yang sesuai dengan kata kunci yang dicari, sehingga akan dapat memilih yang mana buku yang menjadi paling diprioritaskan. Metode Vector Space Model merupakan salah satu alternatif yang dapat diimplementasikan untuk memecahkan masalah ini. Dengan metode Vector Space Model dapat dilihat tingkat kedekatan atau kesamaan dengan cara pembobotan term. Ini adalah suatu metode pembobotan data dengan menghitung jarak antar dokumen. Hasil yang diberikan dari pengujian sistem dengan metode Vector Space Model memberikan pembobotan pada judul buku, memberikan rekomendasi atau buku yang paling diprioritaskan sehingga sesuai dengan kebutuhan.

Kata Kunci : Vector Space Model, Mesin pencari, Perpustakaan 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Buku merupakan kumpulan kertas yang merupakan media informasi yang berguna di dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dengan membaca buku akan banyak ilmu yang kita dapat serta informasi yang beragam, baik pengetahuan maupun hiburan. Hal inilah yang membuat buku memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan baik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Pada perkembangan era informasi saat ini segala jenis buku-buku sangatlah mudah didapat dan beragam jenisnya tanpa membatasi usia. Buku tidak hanya untuk orang dewasa, buku juga tersedia untuk anak-anak bahkan untuk orang lanjut usia. Segala keanekaragaman buku-buku dengan beragam jenis dan kategori umumnya tersedia di perpustakaan atau di toko buku.

Dengan berkembangnya era informasi pada saat ini perpustakaan STMIK-AMIK Riau telah menyediakan beragam buku-buku yang semakin banyak, yang tersedia khususnya bagi mahasiswa. Biasanya mereka berada di perpustakaan untuk mencari referensi untuk membuat tugas akhir atau mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen

mereka masing-masing. Semakin banyak dan beragamnya buku yang tersedia, mahasiswa STMIK-AMIK Riau yang ingin membaca ataupun meminjam buku memiliki kesulitan di dalam menemukan buku yang sesuai karana harus mencari pada tumpukan rak-rak yang begitu banyak sehingga buku yang mereka butuhkan tidak ditemukan.

Dari kendala diatas, secara langung maupun tidak langsung ikut berpengaruh terhadap minat baca mahasiswa STMIK-AMIK Riau. Berdasarkan hal diatas, timbul sebuah gagasan untuk membangun sebuah sistem mesin pencari yang dapat memberikan pembobotan dari masing masing judul buku yang sesuai dengan kata kunci yang dicari, sehingga akan dapat memilih yang mana buku yang menjadi paling diprioritaskan.

(9)

Space Model dapat dilihat tingkat kedekatan atau kesamaan dengan cara pembobotan term.

Pada proses stemming atau mencari kata dasar pada kata, sistem akan menggunakan algoritma tala. Menurut hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh (Mardi Siswo Utomo, 2013) menyatakan bahwa Stemmer tala merupakan adopsi dari algoritma stemmer bahasa inggris terkenal porterstemmer. Stemmer ini menggunakan rule base analisis untuk mencari root sebuah kata. Pada sistem pencarian buku akan menggunakan stemming algoritma tala karna algoritma tala merupanya pengembangan dari algoritma porter.

Sistem pencarian buku dengan menggunakan Vector space model ini akan menerima masukan query pengguna yang akan dicocokkan dengan judul buku yang dimiliki sistem. Sehingga sistem dapat mengurutkan yang nama buku yang diprioritaskan yang sesuai dengan keinginan mereka dan sistem juga akan menunjukkan dimana posisi rak dari masing-masing buku tersebut. Salah satunya seperti penggunaan sistem rekomendasi pencarian yang mulai dimanfaatkan oleh banyak perpustakaan. Selain itu juga sangat membantu mahasiswa yang sedang melakukan penelitian atau untuk membuat tugas. Dari latar belakang di atas maka diajukan judul tesis dengan

judul “IMPLEMENTASI VECTOR SPACE

MODEL UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS PADA SISTEM PENCARIAN BUKU PERPUSTAKAAN (STUDI KASUS PERPUSTAKAAN STMIK-AMIK RIAU )”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalahnya yaitu :

1. Bagaimana metode Vector Space Model dapat diterapkan dalam sebuah sistem atau aplikasi pencarian buku perpustakaan berdasarkan judul buku ?

2. Bagaimana sistem atau aplikasi pencarian buku dengan metode Vector Space Model dapat memberikan pembobotan pada judul buku, memberikan rekomendasi atau buku yang paling diprioritaskan yang sesuai dengan kata kunci yang dicari ?

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan permasalahan yang dihadapi tidak terlalu luas serta sesuai dengan tujuan penulis, maka ditetapkan batasan-batasan terhadap masalah yang sedang diteliti, hal ini dimaksudkan agar langkah-langkah keseluruhan masalah tersebut tidak terjadi

penyimpangan. Adapun batasan masalahnya yaitu :

1. Metode Vector Space Model digunakan hanya untuk proses pembobotan buku yang sesuai dengan kata kunci yang dicari.

2. Untuk pembobotan buku, Metode Vector Space Model membandingkan antara judul buku dengan kata kunci yang dicari pada sistem.

3. Pada proses stemming, sistem menggunakan algoritma tala.

4. Pengujian sistem akan dilakukan dengan dengan beberapa sampel judul buku.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1.

Memahami metode Vector Space Model didalam proses pencarian buku berdasarkan kata kunci.

2.

Menerapkan motode Vector Space Model dalam pencarian buku perpustakaan.

3.

Membuat sebuah model pencarian buku yang memanfaatkan motode Vector Space Model dengan bahasa pemograman PHP.

4.

Menguji hasil rancangan sistem yang telah dibangun.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Dengan adanya sistem ini staf perpustakaan STMIK AMIK Riau akan sangat terbantu dalam pengolahan data buku.

2. Mahasiswa juga terbantu dengan pencarian buku yang sesuai keinginan mereka.

3. Memudahkan mahasiswa menemukan buku yang paling prioritas atau relevan dengan pencarian yang dilakukan oleh sistem.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Temu Kembali Informasi Sistem temu kembali informasi (information retrieval system) adalah bagian dari ilmu komputer yang berkaitan dengan pengambilan informasi dari dokumen-dokumen berdasarkan isi dari dokumen-dokumen itu sendiri. Sistem Temu Kembali Informasi merupakan sistem yang berfungsi untuk menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan pengguna. Informasi yang diproses terkandung dalam sebuah dokumen yang bersifat tekstual. Dokumen yang diambil merupakan dokumen yang relevan dan membuang documen yang tidak relevan.

(10)

temu kembali informasi jika ada sebuah kumpulan dokumen dan seorang user yang memformulasikan sebuah pertanyaan request atau query (Fatkhul Amin, 2012).

Sistem Temu Kembali Informasi bertujuan untuk menjawab kebutuhan informasi user dengan sumber informasi yang tersedia dalam kondisi seperti sebagai berikut (Fatkhul Amin, 2012) :

1. Mempresentasikan sekumpulan ide dalam sebuah dokumen menggunakan sekumpulan konsep.

2. Terdapat beberapa pengguna yang memerlukan ide, tapi tidak dapat mengidentifikasikan dan menemukannya dengan baik.

3. Sistem temu kembali informasi bertujuan untuk mempertemukan ide yang dikemukakan oleh penulis dalam dokumen dengan kebutuhan informasi pengguna yang dinyatakan dalam bentuk key word query/istilah penelusuran.

2.2. Arsitektur Sistem Temu Kembali Informasi

Sistem memiliki dua pekerjaan yaitu, yaitu melakukan pre-processing terhadap database dan kemudian menerapkan metode tertentu untuk menghitung kedekatan relevansi atau similarity antara dokumen di dalam database yang telah dipreprocess dengan query pengguna. Query yang dimasukkan pengguna dikonversi sesuai aturan tertentu untuk mengekstrak term-term penting yang sejalan dengan term-term yang sebelumnya telah diekstrak dari dokumen dan menghitung relevansi antara query dan dokumen berdasarkan pada term-term tersebut. Sebagai hasilnya, sistem mengembalikan suatu daftar dokumen terurut sesuai nilai kemiripannya dengan query pengguna (Giat Karyono, Fandy Setyo Utomo, 2012).

Gambar 2.1 Proses Temu Kembali Informasi 2.3. Text Mining

Text mining adalah proses mengolah data yang berupa teks yang didapatkan dari dokumen untuk mencari kata-kata yang dapat mewakili isi dari dokumen sehingga dapat dilakukan analisa hubungan antar dokumen. Proses penganalisisan teks guna menyarikan informasi yang bermanfaat untuk tujuan tertentu.

Text mining dapat didefinisikan sebagai suatu proses menggali informasi dimana seorang user berinteraksi dengan sekumpulan dokumen menggunakan tools analisis yang merupakan komponen-komponen dalam data mining yang salah satunya adalah kategorisasi (Fatkhul Amin, 2011).

2.4. Case Folding

Adalah proses yang digunakan untuk mengubah huruf besar menjadi huruf kecil. Case-folding adalah proses penyamaan case dalam sebuah dokumen. Ini dilakukan untuk mempermudah pencarian dokumen.

2.5. Cleaning Data

Adalah proses yang digunakan untuk melakukan pembersihan text dari karakter-karakter selain huruf, tanda baca dan tag yang tidak digunakan nantinya didalam proses information retrieval.

2.6. Tokenizing

Tokenisasi secara garis besar dapat diartikan sebagai peoses pememecah sekumpulan karakter dalam suatu teks ke dalam satuan kata. Proses untuk membagi teks yang dapat berupa kalimat, paragraf atau dokumen, menjadi token-token atau bagian-bagian tertentu.

Tokenisasi merupakan proses pemisahan suatu rangkaian karakter berdasarkan karakter spasi, dan mungkin pada waktu yang bersamaan dilakukan juga proses penghapusan karakter tertentu, seperti tanda baca. Token seringkali disebut sebagai istilah term atau kata, sebagai contoh sebuah token merupakan suatu urutan karakter dari dokumen tertentu yang dikelompokkan sebagai unit semantik yang berguna untuk diproses (Fatkhul Amin, 2012). 2.7. Filtering

Filtering adalah proses membuang kata-kata yang dianggap sebagai nois atau kata yang dianggap tidak penting dan tidak berpengaruh terhadap makna kata.

(11)

kunci dalam pencarian dokumen sehingga kata-kata tersebut dapat dihilangkan dari dokumen. Sedangkan wordlist adalah daftar kata yang mungkin digunakan sebagai kata kunci dalam pencarian dokumen, dengan demikian maka tentu jumlah kata yang termasuk dalam wordlist akan lebih banyak daripada stoplist (Hervilorra Eldira, 2010).

2.8. Stemming

Stemming merupakan suatu proses untuk menemukan kata dasar dari sebuah kata dengan menghilangkan semua imbuhan. Stemming digunakan

untuk mengganti bentuk dari suatu kata menjadi kata dasar dari kata tersebut yang sesuai dengan struktur morfologi bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Stemming adalah salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan performa Information Retrieval dengan cara mentransformasi katakata dalam sebuah dokumen teks ke kata dasarnya. Algoritma Stemming untuk bahasa yang satu berbeda dengan algoritma stemming untuk bahasa lainnya. Sebagai contoh Bahasa Inggris memiliki morfologi yang berbeda dengan Bahasa Indonesia sehingga algoritma stemming untuk kedua bahasa tersebut juga berbeda. Proses stemming pada teks berbahasa Indonesia lebih rumit/kompleks karena terdapat variasi imbuhan yang harus dibuang untuk mendapatkan root word dari sebuah kata (Ledy Agusta, 2009).

2.9. Indexing

Proses Indexing adalah tahap pengindeksan kata dari koleksi teks yang digunakan untuk mempercepat proses pencarian. Seluruh dokumen dalam koleksi disimpan dalam satu file dengan format tertentu sehingga antara dokumen satu dengan dokumen yang lain bisa dibedakan. Setelah kata telah dikembalikan dalam bentuk kata dasar, kemudian disimpan dalam tabel. Proses indexing menghasilkan database index .(Fatkhul Amin, 2012).

2.10. Vector Space Model

Vector Space Model (VSM) adalah metode untuk melihat tingkat kedekatan atau kesamaan similarity term dengan cara pembobotan term. Dokumen dipandang sebagi sebuah vektor yang memiliki magnitude (jarak) dan direction (arah). Pada Vector Space Model, sebuah istilah direpresentasikan dengan sebuah dimensi dari ruang vektor. Relevansi sebuah dokumen ke sebuah query didasarkan pada similaritas diantara vektor dokumen dan vektor query (Fatkhul Amin, 2012).

Vector space model digunakan untuk mengukur kemiripan antara suatu dokumen dengan suatu query. Konsep dasar dari Vector Space Model adalah menghitung jarak antar dokumen kemudian mengurutkan berdasarkan tingkat kedekatannya. Cara kerja Vector Space Model dimulai dengan case folding , cleaning data, indexing, filtering, stemming, dan tokenisasi yaitu tahap pemotongan string input berdasarkan tiap kata yang meyusunnya dan memecah dokumen ke dalam tabel frekuensi kata. Seluruh kata dalam dokumen dibentuk menjadi satu yang disebut sebagai term. Tiap dokumen ditampilkan sebagai vektor yang akan dibandingkan dengan term yang telah dibentuk. Similarity Analysis untuk mengukur kemiripan dokumen dilakukan dengan menghitung cosinus jarak antara dokumen tersebut.

Sebuah dokumen dj dan sebuah query q direpresentasikan sebagai vektor dimensi seperti pada gambar 2.7.

Gambar 2.2 Representasi Dokumen dan Query pada Ruang Vektor

Proses perhitungan Vector space model melalui tahapan perhitungan term frequency (tf) menggunakan persamaan (1) (Fatkhul Amin, 2012).

tf = tfij

(1) Dengan tf adalah term frequency, dan tfij adalah banyaknya kemunculan term ti dalam dokumen dj, Term frequency (tf) dihitung dengan menghitung banyaknya kemunculan term tidalam dokumen dj.

Perhitungan Inverse Document Frequency (idf), menggunakan persamaan (2)

idfi = log

(2) Dengan idfi adalah inverse document frequency, N adalah jumlah dokumen yang terambil oleh sistem, dan dfi adalah banyaknya dokumen dalam koleksi dimana term ti muncul di dalamnya, maka Perhitungan idfi digunakan untuk mengetahui banyaknya term yang dicari (dfi) yang muncul dalam dokumen lain yang ada pada database.

(12)

Wij = tfij .log

(3) Dengan Wij adalah bobot dokumen, N adalah Jumlah dokumen yang terambil oleh sistem, tfij adalah banyaknya kemunculan term ti pada dokumen dj, dan dfi adalah banyaknya dokumen dalam koleksi dimana term ti muncul di dalamnya. Bobot dokumen (Wij) dihitung untuk didapatkannya suatu bobot hasil perkalian atau kombinasi antara term frequency(tfij) dan Inverse Document Frequency(idf).

Perhitungan Jarak query, menggunakan persamaan (4)

|q| = (4)

Dengan |q| adalah Jarak query, dan Wiq adalah bobot query dokumen ke-i, maka Jarak query(|q|) dihitung untuk didapatkan jarak query dari bobot query dokumen (Wiq) yang terambil oleh sistem. Jarak query bisa dihitung dengan persamaan akar jumlah kuadrat dari query.

Perhitungan Jarak Dokumen, menggunakan persamaan (5)

|dj| = (5)

Dengan |dj| adalah jarak dokumen, dan Wij adalah bobot dokumen ke-i, maka Jarak dokumen (|dj |) dihitung untuk didapatkan jarak dokumen dari bobot dokumen dokumen (Wij) yang terambil oleh sistem. Jarak dokumen bisa dihitung dengan persamaan akar jumlah kuadrat dari dokumen.

Menghitung index terms dari dokumen dan query (q,dj). menggunakan persamaan (6)

q,dj =

(6) Dengan Wijadalah bobot term dalam dokumen, Wiq adalah bobot query.

Pengukuran Cosine Similarity menghitung nilai kosinus sudut antara dua vector menggunakan persamaan (7)

(7) Similaritas antara query dan dokumen atau Sim(q,dj) berbanding lurus terhadap jumlah bobot query (q) dikali bobot dokumen (dj) dan berbanding terbalik terhadap akar jumlah kuadrat

q (|q|) dikali akar jumlah kuadrat dokumen (|dj|). Perhitungan similaritas menghasilkan bobot dokumen yang mendekati nilai 1 atau menghasilkan bobot dokumen yang lebih besar dibandingkan dengan nilai yang dihasilkan dari perhitungan inner product.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Vector Space Model

Untuk kepentingan analisis data di dalam melakukan penelitian ini dibutuhkan beberapa sampel data yang diambil dari tiga buah judul buku yaitu :

D1 : Membuat Website Canggih dengan jQuery untuk Pemula.

D2 : Panduan Praktis Belajar Internet Untuk Pemula.

D3 : Panduan Membuat Aplikasi Inventory Barang Dengan Visual Basic.

Jadi total dokumen ada 3. Apabila dilakukan pencarian dokumen dengan kata kunci :

Q : cara membuat web untuk pemula dokumen manakah yang paling relevan ? Untuk menjawab pertanyaan di atas perlu dilakukan suatu proses perhitungan pembobotan atau perankingan dari masing-masing judul buku tersebut sehingga dari hasil pembobotan atau perangkingan tersebut akan terlihat judul buku yang mana yang relevan atau yang paling diprioritaskan. Di dalam penerapan metode Vector Space Model ada beberapa tahapan proses pengolahan data terlebih dahulu antara lain :

Dari tahapan pembobotan atau perangkingan dengan Vector Space Model agar mempermudah di dalam proses perhitungan dengan tahapan-tahapan persamaan yang telah dijelaskan sebelumnya pada Sub Bab 2.10, dibuat sebuah tabel ilustrasi perhitungan Vector Space Model seperti pada tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 3.1 Ilustrasi Perhitungan Vector Space Model

Jumlah tf = tfij

Trems Q D1 D2 D3 dfi

buat 1 1 0 1 2

website 0 1 0 0 1 canggih 0 1 0 0 1

jquery 0 1 0 0 1

pla 1 1 1 0 2

pandu 0 0 1 1 2

praktis 0 0 1 0 1

ajar 0 0 1 0 1

(13)

Jumlah

Tabel 3.2 Ilustrasi Perhitungan Vector Space Mode (Lanjutan)

Tabel 3.3 Ilustrasi Perhitungan Vector Space Model adalah banyaknya dokumen dalam koleksi di mana term ti muncul di dalamnya, N/dfi total dokumen dibagi banyaknya dokumen dalam koleksi di mana term ti muncul di dalamnya, idfi adalah nilai dari log dan ( Q, D1,D2 dan D3) kolom terakhir adalah bobot dokumen dan bobot query.

Dari tabel di atas persamaan (1), persamaan (2) dan persamaan (3):

Similarity Analysis :

Perhitungan Jarak Dokumen dengan menggunakan persamaan (5):

Perhitungan Jarak Query dengan menggunakan persamaan (4):

| Q | =

= = 0,249

Menghitung index terms dari dokumen dan query menggunakan persamaan (6).

Q * D1 = 0,1761 * 0,1761 + 0,1761 * 0,1761 = 0,0620

Q * D2 = 0,1761 * 0,1761 = 0,0310 Q * D3 = 0,1761 * 0,1761 = 0,0310

Menghitung similaritas dokumen dan meranking menggunakan persamaan (7) pada Sub Bab 2.10.

=

= 0,2885

(14)

=

= 0,1136

Dari proses similaritas di atas dapat diambil ranking dari setiap dokumen yaitu :

Rank 1 : Dokumen 1 = 0,2885 Rank 2 : Dokumen 2 = 0,1442 Rank 3 : Dokumen 3 = 0,1136

Jadi dokumen yang paling relevan dengan kata kunci adalah dokumen 1.

3.2 Skema Pencarian Data Buku Skema rancangan pencarian data buku menjelaskan bagaimana alur pemrosesan sistem pencarian data buku yang nantinya akan dibangun. Dari gambar tersebut dapat dilihat proses diawali dari memasukkan judul buku atau query pada sistem oleh Pengunjung, kemudian query tersebut dilakukan beberapa proses yaitu case folding, cleaning data, tokenizing, filtering, stemming dan indexing sehingga akan dapat menghasilakan bobot atau ranking dari judul buku yang relevan. Pengunjung akan mendapatkan informasi berupa sejumlah buku yang relevan dan dapat dilihat berapa bobot untuk masing masing buku yang direkomendasikan oleh sistem.

D

ata

Buku

Case Folding

Cleaning Data

Tokenizing

Filtering

Stemming

Indexing Masukan Judul Buku / Query

Case Folding

Cleaning Data

Tokenizing

Filtering

Stemming

Indexing

Pembobotan / Ranking dengan Vector

Space Model 1. Judul Buku 1 2. Judul Buku 2 3. Judul Buku 3

...

Pengunjung

Gambar 3.1 Skema Pencarian Data Buku

3.3 Hasil

3.1 Halaman Utama

Halaman utama pada sistem merupakan halaman yang akan diakses oleh pengunjung perpustakaan untuk mulai melakukan pencarian buku sesuai dengan kebutuhan mereka. Halaman ini berisi informasi tentang semua buku yang ada pada perpustakaan STMIK-AMIK Riau.

Gambar 3.2 Tampilan Halaman Utama Di halaman utama pada sistem pencarian terdiri dari No, Judul buku, Pengarang, Penerbit, Tahun buku, Jumlah Halaman, Rak dan bobot. Pada

bagian bobot awalnya bernilai “0”, nilai untuk

masing-masing bobot akan muncul apabila mulai dilakukan proses pencarian buku.

3.2 Pengujian Pembobotan Dengan Vector Space Model

Prose pembobotan dilakukan Setelah proses case folding, proses cleaning data, proses tokenizing, proses filtering, proses stemming dan indexing selesai dilakukan. Tahap pembobotan dilakukan dengan mengambil hasi indexing menjadi term di dalam tabel ilustrasi perhitungan Vector Space Model kemudian dilakukan perhitungan-perhitungan dengan persaman-persaman yang telah ditentukan sebelumnya.

Gambar 3.3 Pengujian Proses Pembobotan dengan Vector Space Model

(15)

Gambar 3.4 Hasil Pembobotan Judul Buku Pada gambar 3.4 hasil pencarian buku dengan

kata kunci “Cara membuat web untuk pemula”

menghasilkan bobot judul buku yang tertingi

bernilai “0,2885” dengan judul buku “Membuat website canggih dengan jquery untuk pemula”,

selanjutnya untuk bobot tertinggi kedua bernilai

“0,1442” dengan judul buku “Panduan Praktis Belajar Internet Untuk Pemula” dan yang terakhir bernilai bobot “0.1136” dengan judul buku “Panduan Membuat Aplikasi Inventory Barang Dengan Visual Basic”.

4. KESIMPULAN

Dari analisa dan pembahasan yang penulis lakukan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil suatu kesimpulan yaitu:

1. Penerapan Vector Space Model pada sistem pencarian buku perpustakaan dapat mempermudah pengunjung dalam melakukan pencarian informasi buku yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan pengunjung.

2. Metode Vector Space Model dapat diterapkan pada sistem pencarian buku yang dinamis. 3. Dengan sistem pencarian buku perpustakaan

ini dapat dilihat nilai bobot dari masing-masing buku yang relevan.

DAFTAR PUSTAKA

Mohammed Said Abual-Rub, Rosni Abdullah dan Nur Aini Abdul Rashid “ A Modified Vector Space Model for Protein Retrieval.” IJCSNS

Vol.7 No.9, Penang, 2007.

Jitendra Nath Singh dan Sanjay Kumar Dwivedi “

Analysis of Vector Space Model in

Information Retrieval.” CTNGC , Lucknow,

2012.

Giat Karyono dan Fandy Setyo Utomo “ Temu

Balik Informasi pada Dokumen Teks Berbahasa Indonesia dengan Metode Vector

Space Retrieval Model.” Semantik, Semarang,

2012.

Fatkhul Amin “ Sistem Temu Kembali Informasi dengan Metode Vector Space Model.” JSIB,

Semarang, 2012.

Suciadi Ciptono Rahayu, Ema Rachmawati dan

Ade Romadhony “ Implementasi Generalized

Vector Space Model pada Pencarian Produk

Berbasis Opini Produk.” 2012

Fatkhul Amin“ Implemantasi Search Engine (

Mesin Pencarian ) Menggunakan Metode

Vector Space Model.” Dinamika Teknik Vol.5

No.1, Semarang, 2011.

Ledy Agusta “ Perbandingan Algoritma

Stemming Porter dengan Algoritma Nazief dan Adriani Untuk Stemming Dokumen Teks

Berbahasa Indonesia.” IJCSNS Vol.7 No.9,

Penang, 2007.

Mardi Siswo Utomo “Implementasi Stemmer

Tala pada Aplikasi Berbasis Web.” ISSN

Vol.18 No.1, Stikubank, 2013.

Sugiarti Yuni (2013). “Analisis dan Perancangan

UML [ Unified Modeling Language ]

Generated VB.6.” 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

(16)

EVALUASI TINGKAT KEMATANGAN TATA KELOLA

E-SELLING APPLICATION SYSTEM

SANDY KOSASI

Jurusan Sistem Informasi, STMIK Pontianak Jalan Merdeka No. 372 Pontianak, Kalimantan Barat

sandykosasi@yahoo.co.id dan sandykosasi@stmikpontianak.ac.id

Abstrak

Kecenderungan pihak manajemen yang hanya memfokuskan aspek strategi dan resiko bisnis tanpa memahami dan memiliki perencanaan dan organisasi strategi tata kelola teknologi informasi menyebabkan pengelolaan aplikasi E-SAS menjadi tidak terpusat sehingga menurunkan produktivitas kerja. Kesenjangan ini menyebabkan dalam proses perencanaan dan organisasi menjadi kurang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan sasaran bisnis perusahaan. Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai kesenjangan dari tingkat kematangan yang ada dengan yang diharapkan dari sisi domain PO (Plan and Organize) dan merekomendasikan model tata kelola teknologi informasi menggunakan kerangka kerja COBIT 4.1. Tingkat kematangan tata kelola teknologi informasi penerapan E-SAS sisi domain PO menunjukkan rata-rata 2,782 dan berada dalam skala 2,51-3,50 pada tingkat ke 3 (defined process). Nilai paling rendah pada proses PO8 (mengelola kualitas) dengan nilai 2,600. Tata kelola teknologi informasi PO8 memiliki hubungan dan keterkaitannya dari control objective input berupa PO1, PO10, ME1 dan sebagai control objective output meliputi AI1, AI2, AI3, AI5, dan DS2; PO10, AI1, AI2, AI3, dan AI7; ALL; PO4 dan AI6. Untuk mencapai tingkat kematangan yang diharapkan, manajemen harus memiliki mekanisme perencanaan dan organisasi yang tepat sasaran, mendefinisikan arsitektur informasi, mengomunikasikan tujuan dan arahan manajemen, mengelola sumberdaya teknologi informasi, mengelola kualitas, menaksir dan mengelola resiko teknologi informasi, dan mengelola proyek.

Kata Kunci : tata kelola teknologi informasi, plan and organize (PO), tingkat kematangan, COBIT 4.1

1. Pendahuluan

Pemanfaatan dan penerapan tata kelola teknologi informasi organisasi bisnis senantiasa menjanjikan beragam manfaat untuk segenap stakeholder. Mulai dari proses perbaikan efektivitas dan efisiensi kinerja proses bisnis, penciptaan transparansi dan akuntabilitas informasi, percepatan pengambilan keputusan, struktur dan mekanisme transparansi bisnis hingga perubahan tata kelola model proses bisnis dengan kualitas data yang buruk [1]. Namun pelaksanaannya masih memiliki kecenderungan, dimana belum semuanya dapat memberikan hasil akhir secara optimal sesuai harapan. Biaya operasional semakin tinggi, integrasi sistem cenderung bersifat parsial, proyek teknologi informasi seringkali mengalami hambatan dalam penyelesaian dan gagal dalam penerapannya, munculnya resistensi dari internal dan eksternal, perencanaan investasi teknologi informasi tidak terukur. Unit proses bisnis mengalami kesulitan proses sinkronisasi, konvergensi, interoperabilitas, dan integrasi informasi [1]. Kehadiran informasi menjadi tidak konsisten dan mempersulit proses transformasi data/informasi.

Pengelolaan yang cenderung terpusat dengan aplikasi yang belum sepenuhnya memiliki hubungan antar fungsi bisnis dan unit kerja dapat menurunkan produktivitas kerja [5]. Perencanaan

dan organisasi belum sepenuhnya memiliki kesesuaian kualitas sistem teknologi informasi dengan kebutuhan proses bisnis. Struktur dan mekanisme antar proses bisnis belum terstruktur dan menyebabkan penyebaran informasi menjadi tidak konsisten dan menyulitkan pembuatan keputusan pada tingkatan operasional, manajerial dan strategis. Kenyataannya manajemen hanya selalu memfokuskan kepada aspek strategi dan resiko bisnis dan kurang memahami mengenai pentingnya strategi dalam penerapan tata kelola teknologi informasi . Kesenjangan ini menyebabkan dalam proses perencanaan dan organisasi menjadi kurang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dan sasaran bisnis perusahaan [5, 15].

(17)

pengelolaan data dan informasi secara tepat [4]. Memiliki perencanaan dan mekanisme pengelolaan manajemen internal yang baik dapat memastikan penerapan teknologi informasi dan memiliki keselarasan secara konsisten dengan keterpaduan antara strategi bisnis dan teknologi informasi [2,3].

Ketersediaan perencanaan dan organisasi yang relevan, tepat dan memiliki akurasi yang tinggi merupakan kebutuhan penting dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pelanggan perusahaan secara keseluruhan [14]. Tidak hanya organisasi pemerintahan dan BUMN, tetapi juga untuk organisasi atau perusahaan swasta, dalam hal ini perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bisnis ritel untuk produk perawatan kecantikan melalui penerapan E-Selling Application System (E-SAS). E-SAS memiliki tujuan memperlancar dan mempermudah dalam mengolah semua data transaksi bisnis ritel secara online sehingga dapat memperlancar dalam proses pembuatan keputusan pengadaan barang khususnya perawatan kecantikan. Menerapkan E-SAS dapat menghasilkan berbagai jenis laporan dan informasi baik secara umum dan mendetil, mulai dari sistem pemesanan, mekanisme sistem retur dan pengembalian, penerbitan faktur, penjadwalan pengiriman dan penerimaan, sistem penagihan dan pembayaran tagihan.

Sehubungan aplikasi ini sangat penting dalam mengolah semua data transaksi bisnis ritel, dan agar sistem dapat bekerja secara maksimal, maka perlu untuk mengetahui nilai tingkat kematangannya. Mengingat nilai sebuah kematangan tata kelola teknologi informasi dapat memberikan sejumlah informasi penting terutama mengenai kinerja dari E-SAS khusus dari sisi domain PO (Plan and Organize) [4]. Domain PO menitikberatkan aspek perencanaan dan organisasi tata kelola teknologi informasi yang tepat agar dapat memberikan pelayanan teknologi informasi yang prima [4]. Kondisi ini membutuhkan kematangan dan keselarasan perencanaan dan organisasi teknologi informasi. Ketidakselarasan antara pengelolaan teknologi informasi dengan tujuan dan sasaran bisnis perusahaan menyebabkan pengelolaan sumberdaya teknologi informasi menjadi tidak optimal [5,12]. Melalui perencanaan dan organisasi dapat memberikan kepastian bahwa penggunaan teknologi informasi menjadi lebih optimal dan dapat mengelola resiko secara tepat. Salah satu metode untuk menilai tingkat kematangan tata kelola teknologi informasi dapat menggunakan kerangka kerja COBIT 4.1 dan hanya membahas dari sisi domain PO [2,7-8].

Penelitian sejenis yang hanya membahas sisi domain PO diantaranya penelitian untuk beberapa kasus seperti badan kepegawaian daerah,

perguruan tinggi, rumah sakit, dan distributor memperlihatkan rata-rata nilai tingkat kematangan ketersediaan layanan teknologi informasi masih berada di skala 2 (repeatable but intuitive). Kepatutan prosedurnya belum terdefinisi secara baik dan formal sehingga masih sering terjadi ketidakkonsistenan [6,9-11]. Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian sebelumnya dalam aspek mencapai keselarasan strategi teknologi informasi dan strategi bisnis, kemampuan mengoptimalkan sumberdaya teknologi informasi, memahami sasaran teknologi informasi, mengelola resiko teknologi informasi dan kualitas teknologi informasi sesuai dengan kebutuhan bisnis. Dalam penelitian ini tidak hanya sekedar mengukur nilai tingkat kematangannya saja, tetapi juga membahas mengenai sisi implikasi pada aspek manajerial dan rekomendasi model proses tata kelola teknologi informasi dari sisi control objective input dan output berdasarkan indikator tujuan (key goal indicators) dan kinerja perusahaan (key performance indicators).

Tujuan penelitian untuk mengetahui nilai kesenjangan dari tingkat kematangan yang ada dengan yang diharapkan dalam tata kelola teknologi informasi dari sisi domain PO melalui penerapan aplikasi E-SAS untuk sejumlah perusahaan yang bergerak dalam bidang bisnis ritel untuk produk perawatan kecantikan. Berdasarkan nilai tingkat kematangan tersebut, selanjutnya mengusulkan sebuah rekomendasi model tata kelola teknologi informasi dengan merujuk kepada indikator tujuan dan kinerja perusahaan dalam suatu hubungan antara keterkaitan proses PO dengan proses teknologi informasi lainnya.

Bentuk penelitian melalui kegiatan survei dengan metode R&D (Research and Development). Penelitian ini melibatkan sebanyak 30 bisnis ritel khusus produk perawatan kecantikan yang sudah menerapkan E-SAS dengan skala ukuran bisnis yang relatif sama menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian melalui teknik wawancara dan menyebarkan angket kuesioner. Pengolahan data sekunder berasal dari sejumlah dokumen pendukung selama 1 tahun terakhir. Pengolahan data kuesionernya menggunakan skala Guttman. Setiap pernyataan dalam kuesioner dapat dijawab dengan dua kemungkinan jawaban yaitu Y (Ya) dan T (Tidak). Pernyataan dengan jawaban Ya

(18)

responden. Hasil tingkat kematangan tiap proses dari 30 responden kemudian dicari rata-ratanya, dan hasil rata-rata tersebut akan menjadi nilai tingkat kematangan tiap proses teknologi informasi. Untuk pengolahan data responden diawali dengan menghitung tingkat kematangannya. Kemudian mengolah tingkat kematangan masing-masing proses teknologi informasi. Selanjutnya menghitung nilai agregasi tingkat kematangan melalui rata-rata aritmatik. Selanjutnya untuk semua hasil dari nilai agregasi tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik radar dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel [13].

2. Kerangka Kerja COBIT 4.1

Kerangka kerja COBIT 4.1 untuk melihat informasi yang dibutuhkan untuk mendukung sasaran sumberdaya teknologi informasi yang harus di kelola melalui proses teknologi informasi. Kerangka kerja COBIT 4.1 (Control Objective for Information and related Technology) merupakan kerangka tata kelola teknologi informasi yang ditujukan kepada manajemen, staf pelayanan teknologi informasi, departemen kontrol, fungsi audit dan pemilik proses bisnis, memastikan confidenciality, integrity, availability data serta informasi sensitif dan kritikal dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan [7,8].

Kerangka kerja COBIT 4.1 memiliki empat domain, yaitu PO (Plan and Organize), AI (Acquire and Implement), DS (Deliver and Support), dan ME (Monitor and Evaluate). Sehubungan dengan perencanaan dan organisasi teknologi informasi, maka difokuskan kepada domain PO. Penilaian tingkat kematangan domain PO mencerminkan kesiapan teknologi informasi mencapai keselarasan strategi, tujuan dan sasaran perusahaan [2,4].

Gambar 1 Model COBIT Cube 2.1. Domain Plan and Organize (PO)

Domain PO meliputi strategi, taktik, dan identifikasi mengenai mekanisme teknologi informasi dalam berkontribusi terhadap

pencapaian sasaran dan strategi bisnis. Lebih jauh, realisasi strategi perlu direncanakan, dikomunikasikan dan dikelola serta infrastruktur teknologi informasi perlu difungsikan sebagaimana mestinya.

Proses teknologi informasi untuk domain PO meliputi PO1 (mendefinisikan rencana strategis teknologi informasi), PO2 (mendefinisikan arsitektur informasi), PO3 (menentukan arahan teknologi informasi), PO4 (mendefinisikan proses teknologi informasi, organisasi dan hubungannya), PO5 (mengelola investasi teknologi informasi), PO6 (mengomunikasikan tujuan dan arahan manajemen), PO7 (mengelola sumberdaya teknologi informasi), PO8 (mengelola kualitas), PO9 (menaksir dan mengelola resiko teknologi informasi), PO10 (mengelola proyek) [2,7-8].

2.2. Model Tingkat Kematangan

Menilai tingkat kematangan akan berbeda di tiap proses teknologi informasi dengan merujuk kepada masing-masing kriteria pemenuhannya. Perhitungan nilai indeks tingkat kematangan dengan rumus: Nilai Indeks = {∑ (jumlah

jawaban x nilai kematangan): (jumlah pertanyaan x jumlah responden)}. Selanjutnya hasil dari nilai indeks di petakan berdasarkan nilainya dengan merujuk kepada skala pembulatan indeks sesuai dengan tingkat model kematangannya (Tabel 1) [13,15].

Tabel 1 Skala Pembulatan Indeks

Skala Tingkat Kematangan

4,51 – 5,00 5 – Optimised

Untuk model kematangan tata kelola teknologi informasi memiliki pengelompokkan kapabilitas pengelolaan proses teknologi informasi dari tingkat 0 (non-existent) sampai tingkat 5 (optimised). Hal ini memudahkan manajemen dalam memahami secara ringkas mendeskripsikan masing-masing tingkat kematangan secara umum (Tabel 2) [2,7-8].

Tabel 2 Model Kematangan

Tingkat Deskripsi Kriteria Model Kematangan

0 Non existent

Kekurangan yang menyeluruh terhadap proses apapun yang dapat dikenali. Perusahaan bahkan tidak mengetahui bahwa terdapat permasalahan-permasalahan yang harus diatasi.

1 Initial/Ad

Hoc

Terdapat bukti bahwa perusahaan mengetahui adanya permasalahan yang harus diatasi. Bagaimanapun juga tidak terdapat proses standar, namun menggunakan pendekatan ad hoc yang cenderung diberlakukan secara individu atau berbasis per kasus. Secara umum pendekatan kepada pengelolaan proses tidak terorganisasi. 2

Repeatable but intuitive

(19)

formal atau pengomunikasian prosedur standar dan tanggung jawab diserahkan kepada individu masing-masing. Terdapat tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pengetahuan individu sehingga kemungkinan kesalahan besar dapat terjadi.

3 Defined

Prosedur distandarisasi dan didokumentasikan kemudian dikomunikasikan melalui pelatihan. Kemudian diamanatkan bahwa proses-proses tersebut harus diikuti. Namun penyimpangan tidak mungkin dapat terdeteksi. Prosedur sendiri tidak lengkap namun sudah memformalkan praktek yang berjalan.

4 Managed and

Measurable

Manajemen mengawasi dan mengukur kepatutan terhadap prosedur dan mengambil tindakan jika proses tidak dapat dikerjakan secara efektif. Proses berada di bawah peningkatan yang konstan dan penyediaan praktek yang baik. Otomatisasi dan perangkat digunakan dalam batasan tertentu. 5

Optimised

Proses telah dipilih ke dalam tingkat praktek yang baik, berdasarkan hasil dari perbaikan berkelanjutan dan pemodelan kedewasaan dengan perusahaan lain. Teknologi informasi digunakan sebagai cara terintegrasi untuk mengotomatisasi alur kerja, penyediaan alat untuk peningkatan kualitas dan efektivitas serta membuat perusahaan cepat beradaptasi.

3. Hasil Penelitian

3.1. Nilai Kematangan Tata Kelola Teknologi Informasi

Melalui hasil pengukuran dapat diperoleh nilai perhitungan mengenai rekapitulasi kematangan tata kelola teknologi informasi penerapan E-SAS. Nilai perhitungan yang dikhususkan kepada domain PO ini memperlihatkan mengenai kondisi saat ini (terjadi) dan kondisi tata kelola teknologi informasi yang menjadi harapan kedepannya (tabel 3).

Tabel 3 Kesenjangan Tingkat Kematangan

Domain Proses

PO1 Mendefinisikan rencana strategis teknologi informasi 2,765 4

PO2 Mendefinisikan arsitektur

informasi 2,825 4

PO3 Menentukan arahan teknologi informasi 2,833 4

PO4

PO5 Mengelola investasi teknologi informasi 2,727 4

PO6 Mengomunikasikan tujuan dan arahan manajemen 2,882 4

PO7 Mengelola sumberdaya teknologi informasi 2,688 4

PO8 Mengelola kualitas 2,600 4

PO9 Menaksir dan mengelola resiko teknologi informasi 2,856 4

PO10 Mengelola proyek 2,900 4

Penerapan E-SAS dalam bisnis ritel ini menghasilkan rata-rata domain PO dengan nilai 2,782, dan berada dalam skala tingkat kematangan dari 2,51 - 3,50. Tingkat kematangan yang terendah ada pada PO8 dalam hal mengelola kualitas, yaitu 2,600. Nilai tingkat kematangan semua proses domain PO berada tingkat ke 3 (defined process). Model kematangan

mendefinisikan prosedur distandarisasi dan didokumentasikan kemudian dikomunikasikan melalui pelatihan. Kemudian diamanatkan bahwa proses-proses tersebut harus diikuti. Namun penyimpangan tidak mungkin dapat terdeteksi. Prosedur sendiri tidak lengkap namun sudah memformalkan praktek yang berjalan.

3.2. Analisis Kesenjangan Kematangan Hasil analisis kesenjangan kematangan domain PO dari penerapan E-SAS memperlihatkan bahwa nilai rata-rata tingkat kematangan ada pada 2,782. Adapun domain PO dibawah nilai tersebut adalah domain PO1, PO4, PO5, PO7, dan PO8. Artinya nilai kematangan masih berada jauh dari target yang diharapkan (bahkan dibawah rata-rata) pada posisi 4 (managed and measurable). Nilai paling rendah ada pada domain PO8 (mengelola kualitas) dengan nilai kematangan 2,600. Namun demikian, dari semua domian PO, yang mendekati tingkat kematangan yang diharapkan (managed and measurable) adalah PO10 yang mewakili proses mengelola proyek dengan nilai tingkat kematangan adalah 2,900 (Gambar 3).

Gambar 3 Model Tingkat Kematangan Kondisi ini terjadi karena dalam menerapkan E-SAS belum memiliki komunikasi yang efektif dalam menerapkan standar QMS (Quality Management System). Manajemen belum dapat mengawasi dan mengukur kepatutan terhadap prosedur dan mengambil tindakan jika proses tidak dapat dikerjakan secara efektif. Proses berada di bawah peningkatan yang konstan dan penyediaan praktek yang baik. Otomatisasi dan perangkat digunakan dalam batasan tertentu sehingga belum sepenuhnya E-SAS dalam memperlancar dan meningkatkan kinerja manajemen dan bisnis.

(20)

Belum ada mekanisme perbaikan berkelanjutan melalui pemantauan yang jelas, analisis dan tindakan penyimpangan, dan mengomunikasikan hasilnya kepada pemangku kepentingan. Belum memiliki manajemen mutu untuk memastikan pemanfaatan teknologi informasi memberikan nilai perbaikan, proses bisnis yang berkesinambungan dan transparansi bagi pemangku kepentingan.

3.3. Implikasi Pada Aspek Manajerial

Penerapan tata kelola teknologi informasi pada bisnis ritel khususnya perawatan kecantikan diharapkan dapat mencapai tingkat kematangan pada tingkat ke 4 (managed and measurable) dengan spesifikasi yang memenuhi standarisasi COBIT 4.1. Sementara dari sisi berdasarkan hasil perhitungan tingkat kematangan dapat dilihat bahwa tingkat kematangan tata kelola teknologi informasi masih berkisar dalam skala interval 2,51 – 3,50 yaitu pada tingkat kematangan pada posisi ke 3 (ditetapkan/define) dan belum melebihi dari nilai batas maksimal 3,50. Hal ini menandakan bahwa terdapat sejumlah kesenjangan yang harus dihilangkan agar tingkat kematangan yang diinginkan dapat dicapai dengan baik. Untuk itu harus dilakukan perbaikan-perbaikan keseluruhan proses teknologi informasi pada domain PO dengan merujuk kepada detail objektif kontrol masing-masing proses. Rincian kriteria implikasi hasil penelitian dibawah ini.

Hasil penelitian memperlihatkan dari semua rincian proses tersebut memiliki tipe prioritas yang berbeda dari sisi kebutuhan untuk segera dilakukan perbaikan dan yang menjadi prioritas utama. Proses tata kelola teknologi informasi yang menjadi prioritas utama yaitu pada proses PO1, PO4, PO5, PO7, dan PO8. Selanjutnya untuk proses-proses lainnya yang perlu diperbaiki adalah rata-rata proses tata kelola teknologi informasi dengan tipe prioritas (priority) meliputi PO2, PO3, PO6, PO9, dan PO10 (tabel 4).

Tabel 4 Implikasi Pada Aspek Manajerial

Domain Proses Current Maturity Expected Maturity Selisih Priority Type

PO1 Mendefinisikan rencana strategis

teknologi informasi 2,762 4 1,238 Super Priority PO2 Mendefinsikan arsitektur informasi 2,825 4 1,175 Priority PO3 Menentukan arahan teknologi informasi 2,833 4 1,167 Priority

PO4

PO5 Mengelola investasi teknologi informasi 2,727 4 1,273 Super Priority PO6

Mengomunikasikan tujuan dan arahan

manajemen 2,882 4 1,118 Priority PO7 Mengelola sumberdaya

teknologi informasi Hasil pengukuran membawa pada kebutuhan akan pendefinisian tingkat kematangan proses yang mengindikasikan semakin baik hasil pengukuran kinerja atau semakin terpenuhinya ukuran kinerja yang didefinisikan, maka tingkat kematangan proses semakin tinggi juga. Tingkat kematangan ditentukan dengan menyesuaikan hasil pengukuran dengan standar COBIT 4.1. Pihak manajemen kemudian meninjau hasil pengukuran kinerja dan tingkat kematangan tiap proses kemudian dengan mengacu kepada standar kerangka kerja COBIT 4.1 mengarahkan kepada pemenuhan objektif kontrol dalam tiap proses teknologi informasi.

Selain peningkatan proses, pihak manajemen perlu melakukan tindakan perbaikan terhadap ketidaksesuaian proses yang telah ada agar tidak akan terjadi hal serupa di masa mendatang. Oleh karena pentingnya peningkatan pengelolaan proses, kemampuan penentuan indikator pengukuran kinerja dan pemahaman kondisi saat ini melalui penentuan tingkat kematangan. Membutuhkan keterlibatan yang berkesinambungan antara pihak manajemen dan pengguna dalam proses teknologi informasi. 3.4. Rekomendasi Tata Kelola Teknologi

Informasi PO8

Gambar

Tabel 2. skenario use case perekapan
Gambar 6. Class DiagramSistem
Gambar 12. Form Data Hasil
Gambar  3. ERD
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini akan menjadi salah satu sumber informasi tentang pembuatan beton geopolymer optimum dengan variasi perbandingan bahan penyusun dan

Selain permasalahan belum dipahaminya SAK ETAP yang menjadi dasar dalam penyusunan laporan keuangan sebagai salah satu sumber informasi dalam pengambilan keputusan bisnis di

Laporan adalah sumber informasi yang akan digunakan antara lain untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan alat. Bila informasinya tidak benar maka keputusan yang dibuat

Oleh karena biasanya peristiwa yang akan diliput itu merupakan peristi- wa yang sudah terjadi, maka sumber informasi utama seorang wartawan adalah dari hasil wawancara

 Guru memberikan informasi tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada pertemuan ini yaitu siswa dapat mengidentifisikasi perubahan zat dalam kehidupan sehari hari

Dari penjelasan diatas diperoleh suatu kesimpulan bahwa data laporan keuangan merupakan bahan mentah, yang nantinya akan diolah menjadi informasi yang lebih berguna, dan

Rangkaian otomatis-elektriknya akan mengatur suatu pola mekanik yang akan menggerakkan tempat komposternya untuk dapat membalik-balikkan materialnya, dengan sumber

London Sumatra Indonesia Tbk adalah untuk menyelenggarakan pencatatan administrasi yang baik dan teratur agar dapat menghasilkan suatu laporan yang akan menjadi sumber