1
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Proses pembelajaran yang
tercantum pada peraturan pemerintah di atas sudah baik, karena sudah
mengandung gagasan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Jika pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran
merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa
belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan,
semester dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut dengan
persiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga dan alat-alat
evaluasinya.
Perencanaan pembelajaran merupakan sebuah usaha untuk menjalankan
proses pembelajaran agar dapat berjalan dengan baik dan matang sehingga akan
mendapatkan hasil pembelajaran yang memuaskan seperti apa yang telah
diharapkan. Hal ini dilakukan agar guru dapat mengkoordinasikan berbagai
komponen pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan kompetensi siswa,
Penyusunan perencanaan pembelajaran tergantung dengan kurikulum yang
ditetapkan.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum sendiri memiliki sifat yang dinamis karena selalu berubah-ubah
sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pendidikan. Kurikulum sendiri
merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan, oleh karenanya Tidak bisa
dipungkiri bahwa perubahan kurikulum selalu mengarah pada perbaikan sistem
pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan karena dianggap belum sesuai dengan
harapan yang diinginkan selain itu juga dikarenakan kurikulum sebelumnya tidak
berjalan efektif sehingga perlu adanya penyempurnaan kurikulum. Perubahan
penggunaan kurikulum di Indonesia setelah merdeka terdapat sebelas kurikulum
yang pernah dipakai yaitu kurikulum 1947, 1949, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994,
2004 (KBK), 2006 (KTSP) dan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang melakukan penyederhanaan
bersifat tematik-integratif, menambah jam pelajaran, menggunakan pendekatan
saintifik. Adapun elemen perubahan terhadap standar nasional pendidikan dalam
kurikulum 2013 mencakup standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses
dan standar penilaian. Hal ini sebagai konsekuensi dari perubahan pola pikir.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dicapai melalui pencapaian kompetensi inti.
Apa yang harus dikuasai peserta didik agar memiliki kompetensi inti yang
diharapkan yang diatur dalam standar isi. Bagaimana cara mencapai kompetensi
inti dalam rangka mencapai standar kompetensi lulusan diatur dalam standar
proses. Bagaimana mengetahui pencapaian-pencapaian terhadap kompetensi inti
maupun kompetensi lulusan diatur dalam standar penilaian.
Pada kurikulum 2013, proses pembelajaran menggunakan pendekatan
saintifik melalui mengamati, menanya, menalar, mencoba serta
mengkomunikasikan. Dalam kurikulum 2013 apa yang mereka peroleh atau
sikap, keterampilan dan pengetahuan jauh lebih baik. siswa akan lebih kreatif,
inovatif, dan lebih produktif. Kompetensi yang ingin dicapai adalah kompetensi
yang berimbang antara sikap, keterampilan dan pengetahuan. Proses pembelajaran
menekankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik melaui penilaian berbasis
tes dan portofolio yang saling melengkapi. Melalui pendekatan saintifik siswa
akan terbiasa berfikir secara sistematis dalam merumuskan dan memecahkan
masalah.
Untuk semester depan atau semester genap di sekolahan akan diberlakukan
kembali kurikulum KTSP 2006. Hal ini dilatarbelakangi oleh keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan yang baru Anies Baswedan melalui surat elektronik
nomor:179342/MPK/KR/2014 memutuskan, sekolah yang baru menerapkan satu
semester untuk kembali ke kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Sedangkan sekolah yang sudah menerapkan tiga semester tetap meneruskan K13.
IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD. Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains
yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa
latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing.
Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas,2006) bahwa “IPA
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga
merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta dan gejala
alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya
verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai
proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual.
Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang
melatih keterampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Keterampilan proses dalam pembelajaran IPA meliputi keterampilan dasar
dan keterampilan terintegrasi. Kedua keterampilan ini dapat melatih siswa
produk-produk IPA yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA yang dapat mendorong siswa
untuk aktif dan ingin tahu.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas 3 SD Negeri 2
Genuksuran Kecamatan Purwodadi, hasil pembelajaran IPA kurang optimal. Hal
ini dikarenakan dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru masih
menggunakan metode konvensional sehingga kegiatan pembelajaran berpusat
pada guru dan guru belum memanfaatkan media pembelajaran secara optimal.
Saat proses pembelajaran berlangsung, siswa kurang berperan aktif dalam
kegiatan pembelajaran, tidak mendengarkan guru saat mengajar, siswa merasa
bosan, membuat keributan di kelas, dan siswa banyak yang berbicara sendiri
dengan temannya sehingga hasil belajar belum tercapai secara optimal. Hal ini
diperkuat dengan jurnal penelitian yang dilakukan oleh Yahya Jaka Supriyatno.
Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Yahya Jaka Supriyatno pada tahun 2012 dengan judul “Pengaruh Penggunaan Media Power Point Terhadap Hasil belajar IPA Siswa Kelas V SDN 02 Lanjan Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012. Program S1 FKIP
PGSD Universitas Kristen Satya Wacana menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA
siswa sangat rendah karena kurangnya pembelajaran yang menarik merupakan hal
yang wajar dialami oleh guru yang tidak memahami kebutuhan dari siswa tersebut
baik dalam karakteristik maupun dalam pengembangan ilmu. Saat pelajaran
berlangsung sebagian anak sering bercanda sendiri di belakang dan tidak
mendengarkan penjelasan dari guru sehingga pelajaran kurang efektif, kurangnya
ketertarikan dalam pembelajaran mengakibatkan siswa bosan dalam mengikuti
pelajaran. Disamping hal itu hasil belajar mereka juga masih banyak di bawah
nilai 60 yang merupakan nilai batas KKM.
Salah satu metode pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar secara
aktif adalah menggunakan metode pembelajaran discovery learning. Dalam
metode pembelajaran tersebut siswa dituntut untuk berpartisipasi aktif dengan
menemukan sendiri, menyelidiki sendiri sehingga hasil yang diperoleh tahan lama
Metode pembelajaran discovery learning adalah metode belajar yang
mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari
prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dalam belajar penemuan, siswa
dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis, dan
menemukan kebenaran dengan menggunakan proses induktif atau proses
dedukatif dan melakukan observasi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh secara signifikan
penggunaan metode pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar IPA
siswa kelas 3 SD Negeri 2 Genuksuran Kecamatan Purwodadi semester 2 tahun
ajaran 2014/2015.
1.2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, faktor penyebab masalah
mata pelajaran IPA antara lain:
1. Guru masih menggunakan metode konvensional saat proses kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
2. Kurang memfasilitasi siswa dalam penggunaan media yang tepat dalam
pembelajaran.
3. Siswa kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1. Apakah penggunaan metode pembelajaran discovery learning berpengaruh
secara signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 3 SD Negeri 2
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh secara signifikan penggunaan metode
pembelajaran discovery learning terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 3 di
SD Negeri 2 Genuksuran Kecamatan Purwodadi semester 2 tahun ajaran
2014/2015.
1.5. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1.5.1.Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh metode pembelajaran discovery
learning terhadap hasil belajar IPA.
2. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar untuk mengembangkan
penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis.
3. Memberikan wawasan dan masukan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang pendidikan.
1.5.2.Manfaat Praktis
a. Bagi pendidikan di sekolah dasar
1) Memberikan sumbangan pemilihan metode pembelajaran yang dapat
menumbuhkan keaktifan sesuai mata pelajaran dan memudahkan
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2) Dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
b. Bagi guru
1) Penggunaan metode pembelajaran discovery learning lebih tepat
daripada menggunakan metode konvensional.
2) Menumbuhkan kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar yang
3) Dapat membantu guru dalam menyampaikan materi sehingga proses
pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan.
c. Bagi siswa
1) Siswa dapat menemukan sendiri informasi baru yang diperoleh dalam
proses pembelajaran.
2) Digunakannya metode discovery learning dapat menumbuhkan siswa
aktif dalam belajar.
3) Siswa merasa senang karena terlibat dalam proses pembelajaran.