• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT pesisir KELOMPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT pesisir KELOMPO"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KELOMPOK TANI HUTAN NGUDI MAKMUR

DI SEKITAR KAWASAN TAMAN NASIONAL

GUNUNG MERAPI

¹I Putu Garjita,

2

Indah Susilowati dan ³Tri Retnaningsih

Soeprobowati

1 Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

2 Staff Pengajar Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro

3Staff Pengajar Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro

Abstrak

Ketergantungan masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dalam memanfaat sumberdaya alam masih terdapat dibeberapa desa sekitar kawasan. Interaksi masyarakat terhadap kawasan hutan sudah terjadi sebelum kawasan ini berstatus menjadi taman nasional. Untuk meminimasi ketergantungan masyarakat terhadap kawasan TNGM, terdapat kelompok tani hutan yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan dengan tujuan peningkatkan perekonomian masyarakat dan kesadaran konservasi.

Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat partisipasi, persepsi kelompok tani Ngudi Makmur serta memberikan alternatif strategi pemberdayaan dalam rangka pengelolaan hutan TNGM yang berkelanjutan. Untuk mendapatkan data primer dilakukan survey kepada 27 responden yang merupakan anggota kelompok tani, selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Sedangkan dalam menentukan stategi pemberdayaan dilakukan dengan Analysis Hierarchy Process (AHP) melalui wawancara mendalam dengan keypersons.

Tingkat partisipasi kelompok tani dalam peran serta terhadap pengelolaan TNGM masih dalam katagori cukup, sedangkan persepsi terhadap keberadaan kawasan TNGM sebagai kawasan konservasi sudah termasuk katagori baik. Strategi pemberdayaan yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat dari aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya adalah: (a) memberikan bantuan usaha kepada masyarakat secara merata, (b) membangun jejaring usaha dengan melibatkan para pihak terkait, dan (c) optimasi pemanfaatan sumberdaya alam TNGM melalui usaha budidaya.

Kata Kumci: pemberdayaan, strategi, kelompok-tani, Gunung-Merapi

Pendahuluan

Masyarakat di sekitar hutan pada umumnya merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara

(2)

itu ada 20 juta orang yang tinggal di desa-desa dekat hutan dan 6 juta orang diantaranya memperoleh sebagian besar penghidupannya dari hutan (Sunderlin et al, 2000). Keberadaan masyarakat sekitar kawasan hutan merupakan komponen yang secara langsung berinterakasi dengan hutan yang berada disekitarnya. Namun, jika interaksi yang dilakukan masyarakat merupakan tindakan yang dapat merusak alam maka keberadaan hutan akan menjadi terancam.

Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan hutan yang berdampingan dengan masyarakat yang tinggal disekitar kawasan tersebut. Masyarakat sekitar kawasan TNGM merupakan masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di daerah tersebut jauh sebelum kawasan TNGM di tetapkan sebagai kawasan taman nasional. Kawasan TNGM ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tanggal 2 Mei 2004. Kawasan ini terletak di dua wilayah provinsi yaitu: Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten termasuk wilayah Provinsi Jawa Tengah, serta Kabupaten Sleman masuk kedalam wilayah administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pentingnya kawasan konservasi sebagai sumberdaya genetik perlu upaya perlindungan seperti diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The

Fair and Equitable Sharing of Benefits

Arising from Their Utilization to The Convention on Biological Diversity. Dalam Protokol Nagoya disebutkan pemanfaatan sumber daya genetik harustetap menjaga kesinambungan dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetik bagi generasi yang akan datang.

Di sekitar kawasan TNGM terdapat 30 desa yang berbatasan langsung

dengan kawasan hutan dimana desa-desa tersebut juga merupakan daerah penyangga kawasan TNGM. Keberadaan daerah penyangga dimaksudkan sebagai kawasan yang dapat melindungi kawasan hutan dari berbagai ancaman dan gangguan. Gangguan terhadap kerusakan hutan sebagai akibat kegiatan illegal yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan masih terjadi. Hal ini ditenggarai karena ketergantungan masyarakat sekitar kawasan terhadap hutan masih tinggi, seperti kegiatan penambangan batu dan pasir, perumputan, penebangan pohon dan pencurian hasil hutan lainnya. Pada tahun 2012 terdapat tujuh kali tindak pelanggaran kehutanan berupa penebangan pohon, pengangambilan pasir dan pencurian kayu. Pada tahun yang sama juga terjadi kegiatan perladangan liar yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan TNGM seluas 2,25 hektar (TNGM, 2013).

(3)

desa melalui proses perencanaan secara partisipatif dan proses pendampingan masyarakat dalam pelaksanaannya oleh pihak-pihak terkait dan memiliki komitmen terhadap upaya penanggulangan kemiskinan (Rositah, 2005).

Upaya pemberdayaan masyarakat yang sedang dilakukan oleh Balai TNGM selaku pengelola kawasan TNGM adalah pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) di desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan. MDK Dusun Turgo yang terletak di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu MDK yang dibina oleh Balai TNGM dalam rangka meningkatkan partisipatisi dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat Dusun Turgo. Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam MDK Dusun Turgo adalah pendampingan kelompok tani hutan Ngudi Makmur untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat, memperbaiki kesejahteraan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi kawasan TNGM secara berkelanjutan. Usaha peningkatan ekonomi yang sedang diusahakan oleh kelompok tani Ngudi Makmur ini adalah usaha pembuatan bibit tanaman hutan, budidaya anggrek, pembuatan instalasi biogas. Usaha yang dilakukan oleh kelompok tani ini diharapkan menjadi tambahan pendapatan mereka sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan kesadaran masyarakat terhadap kawasan hutan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Garjita, dkk (2013) Tingkat keberdayaan anggota kelompok tani Ngudi Makmur di Dusun Turgo masih rendah (powerless), baik dari aspek ekonomi maupun aspek non ekonomi. Hal ini terlihat dari masih rendahnya (kurang dari 50 persen) responden yang memiliki kemampuan memperoleh akses usaha,

akses informasi pasar, akses teknologi, keputusan usaha dan kemampuan lobi. Peran stakeholders dalam membantu meningkatkan usaha dinilai oleh responden dengan rata-rata kurang dari 6 (cukup). Peran yang paling besar adalah berasal dari pemerintah dan LSM. Peran LSM berupa pelatihan, akses pasar dan networking kepada responden. Sedangkan peran pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana usaha dinilai sudah cukup baik. Upaya pengembangan usaha dalam rangka meningkatkan keberdayaan menuntut adanya partisipatisi aktif dari semua pihak yang terkait, antara lain pemerintah, swasta, lembaga keuangan maupun paguyuban masyarakat. Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Hendratmoko dan Marsudi, 2010), berkaitan dengan kapasitas yang melibatkan keterampilan dan kepercayaan diri yang diperlukan untuk menjalankan kekuasaan (Lachapelle et al, 2004)

Menurut Ife dan Tesoriero (2008), program pemberdayaan masyarakat hanya mungkin dapat mewujudkan indikator-indikator keberdayaan bila ia dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pemberdayaan, seperti prinsip holisme, keberlanjutan, keanekaragaman, perkembangan organik, perkembangan yang seimbang, dan mengatasi struktur yang merugikan. Paradigma bottom-up yang berpusat pada rakyat terus mendapatkan posisi sebagai strategi pemberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan publik, upaya konservasi lingkungan, dan mengelola sumber daya alam yang dapat diterapkan dilapangan (Chambers, 1994).

(4)

didorong dan dimaksimalkan seperti diungkapkan Ife dan Tesoriero (2008), Partisipasi masyarakat yang tinggi akan menjamin berjalannya proses-proses dalam pengembangan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat merupakan alat dan tujuan. Dengan demikian, maka pembangunan partisipatif adalah proses melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenan dengan kehidupan masyarakat (Syahyuti, 2006).

Pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata konsep ekonomi, namun juga secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi ekonomi. Pemberdayaan merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi, sosial dan transformasi budaya. Proses ini pada akhirnya akan dapat menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat (Susilowati, 2005). Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat tidak sebatas ekonomi, namun juga secara politis sehingga pada akhirnya masyarakat akan mempunyai posisi tawar baik secara nasional maupun internasional (Friedmann, 1992). Konsep pemberdayaan tidak hanya mengarah secara individual (individual self-empowerment), tetapi juga secara kolektif (collective self-empowerment) dan koaktualisasi eksistensi manusia dan kemanusian (Hikmat, 2004).

Pemberdayaan masyarakat di kawasan di sekitar kawasan TNGM harus memperhatikan semua prinsip pengelolaan hutan berkelanjutan secara komprehensif. Sesuai dengan prinsip tersebut adalah dicapainya manfaat hutan yang bersifat optimal dari aspek ekonomis, ekologis, dan sosial budaya hutan untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang (Suhendang 2004). Keberhasilan program pemberdayaan masyarakat di kawasan ini sangat tergantung pada penanganan ketiga aspek di atas.

Tujuan penelitian ini adalah untuk

menganalisis tingkat persepsi dan partisipasi kelompok tani dalam pengelolaan TNGM serta merumuskan strategi pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas dan usaha kelompok tani berdasarkan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya dalam rangka mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.

Metode Penelitian

Tempat Dan Waktu Penelitian

Hutan Waktu penelitian pada bulan Juni sampai dengan Juli 2013. Adapun lokasi penelitian adalah studi kasus pada Kelompok Tani Hutan Ngudi Makmur, Dusun Turgo Desa Purwobinangun Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman, Provinsi DI. Yogyakarta.

Pengambilan Data

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling yaitu dengan memilih kelompok tani yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGM yaitu kelompok tani Ngudi Makmur Dusun Turgo Desa Purwobinangun. Jumlah angota dari kelompok tani Ngudi Makmur hanya beranggotakan sebanyak 27 orang maka semua anggota kelompok tani ini dijadikan responden dalam penelitian ini.

Data primer dikumpulkan dari sumbernya melalui observasi lapangan dan wawancara. Sedangkan wawancara mendalam dilakukan dengan keyperson untuk menentukan strategi pemberdayaan. Adapun data sekunder diperoleh dari instansi/lembaga/dinas yang terkait dengan penelitian ini.

Kerangka Pemikiran

(5)

merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara sosial dan ekonomi dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Mereka masih menggantungkan kehidupannya dari memanfaatkan semberdaya alam yang berasal dari hutan. Pemanfaatan sumberdaya hutan yang berlebihan dikawatirkan dapat merusak kawasan TNGM sebagai kawasan konservasi yang mempunyai nilai penting bagi kehidupan. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat sebagai mata pencaharian harus perlahan dikurangi dengan memberikan keterampilan dalam rangka peningkatan perekonomiannya.

Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi kawasan TNGM. Tingkat keberdayaan anggota kelompok tani Ngudi Makmur di Dusun Turgo masih rendah (powerless), baik dari aspek ekonomi maupun aspek non ekonomi (Garjita dkk, 2013) sehingga diperlukan strategi pemberdayaan masyarakat untuk memberikan power kepada yang powerless, sehingga mereka memiliki power untuk melaksanakan proses aktualisasi-eksistensi dirinya. Dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat diperlukan strategi pemberdayaan secara holistic yang melibatkan para pihak terkait.

Metode Analisis

Dalam penelitian ini digunakan analisis statistik deskriptif (Susilowati, 2005; Sudantoko, 2010) untuk mendeskripsi profil responden di daerah penelitian. Urutan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Analisis persepsi dan partisipasi

Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar hutan dalam hal ini kelompok tani hutan Ngudi Makmur menggunakan pendekatan Pressure-State-Response (PSR) terhadap TNGM seperti yang telah diaplikasikan oleh Purwanti dan

Susilowati (2012).

Untuk mengetahui partisipasi masyarakat maka dilakukan penilaian terhadap partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung masyarakat, dimana masing-masing obyek persepsi ini dirinci lagi kedalam beberapa butir partisipasi (Sukardi, 2009) yaitu sebagai berikut: (a) partisipasi langsung (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan); (b) partisipasi tidak langsung (ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, dan ketaatan terhadap peraturan desa. Sama halnya dengan persepsi, pengukuran partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan TNGM, juga dilakukan dengan skoring dengan skala konvensional 1 – 10 ( Susilowati, 2005; Sudantoko, 2010)

Analisis Hierarchy Process (AHP)

Teknik Analysis Hierarchy Process (AHP) digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan yang kompleks (Firdaus dan Farid, 2008). Prioritas-prioritas tersebut ditentukan dari hasil wawancara mendalam dengan keypersons sebelumnya. Untuk menentukan strategi pemberdayaan dilakukan dengan merekonstruksi temuan-temuan yang ada di lapang, berdasar observasi, wawancara mendalam dengan keypersons dan hasil analisis AHP.

Tahapan dalam analisis data (Saaty, 1993) meliputi: identifikasi sistem, penyusunan struktur hirarki, perbandingan berpasangan, pembuatan matriks pendapat individu, pembuatan matriks pendapat gabungan, pengolahan horisontal dan pengolahan vertical dengan bantuan program expert choice. Urutan skala prioritas tersebut sesuai dengan bobot dari masing-masing alternatif dan kriteria serta besarnya konsistensi gabungan hasil estimasi dengan rasio konsistensi tersebut ≤ 0,1.

(6)

TNGM maka dikaji berdasarkan kriteria pemanfaatan hutan secara lestari yaitu mencakup aspek ekonomi, sosial budaya, dan ekologi. Dengan memperhatikan tiga aspek tersebut diharapkan kawasan konservasi TNGM tetap terjaga dan masyarakat dapat memanfaatkan secara lestari.

Hasil Dan Pembahasan

Gambaran Umum Kelompok Tani

Hutan Ngudi Makmur

Kelompok Tani Ngudi Makmur merupakan kelompok tani konservasi yang bergerak dalam bentuk kegiatan pengembangan ekonomi pada desa konservasi dan pelibatan masyarakat dalam upaya konservasi kawasan TNGM. Pendampingan kelompok selama ini dilakukan oleh pihak Balai TNGM dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kanopi Indonesia. Kegiatan kelompok tani sampai saat ini masih berjalan, diantaranya: budidaya teh Turgo, budidaya anggrek, budidaya bambu, pembibitan tanaman kehutanan. Dari kegiatan usaha kelompok tani yang sudah dilakukan belum sepenuhnya dapat meningkatkan perekonomian mereka.

Tingkat keberdayaan kelompok dari aspek ekonomi yang meliputi akses usaha (kredit), akses pasar (informasi permintaan dan penawaran produk), dan akses teknologi (penyuluhan dan pemanfaatan teknologi tepat guna), sebagian besar mengaku tidak/belum pernah memperoleh kredit, mendapatkan informasi pasar, dan menerima penyuluhan/ pemanfaatan teknologi tepat guna. Sedangkan untuk aspek non ekonomi, yaitu politik (merepresentasikan diri), sosial (kemampuan melakukan lobby), dan budaya (keputusan berusaha), sebagian besar mengaku bahwa mereka tidak terbiasa merepresentasikan diri, melakukan lobby, dan keputusan berusaha berasal diri sendiri/ keluarga. Peran yang paling

menonjol dalam setiap kegiatan usaha yang dilakukan oleh kelompok tani adalah peran dari LSM dan Pemerintah (Garjita, dkk 2013).

Jumlah pendapatan per bulan dari anggota kelompok tani masih jauh dari upah minimum provinsi (UMP) Provinsi DI Yogyakarta yang tahun 2013 sebesar Rp. 947.114,-. Pendapatan mereka didominasi dari hasil pertanian/ lading mereka. Sebagian besar penghasilan anggota kelompok kurang dari Rp. 500.000,-/ bulannya yaitu sebanyak 17 orang (63%), hanya satu orang yang berpenghasilan lebih dari satu juta rupiah perbulannya. Dalam kepemilikan lahan pertanian/ kebun angggota kelompok sebagian besar luas lahan kurang dari 0,25 ha yaitu mencapai 16 orang (59%) dan hanya empat orang yang memiliki luas lahan lebih dari 0,5 ha. Partisipasi Dan Persepsi Kelompok Tani Tingkat Partisipasi

Stuart (1993) mengatakan bahwa partisipasi adalah salah satu faktor sosial yang terbukti telah mensukseskan program-program pengembangan pedesaan. Selanjutnya Adomokai dan Sheate (2004) menyarankan agar partisipasi menjadi berguna dan bermanfaat bagi semua pihak, maka setiap pihak yang terlibat harus mau belajar dan memahami masyarakat yang terkena dampak sehingga kompromi yang menguntungkan dapat dibuat, tidak hanya berkaitan dengan lingkungan tetapi juga pada aspek ekonomi dan sosial berkembang secara berkelanjutan.

(7)

langsung kelompok dalam pengelolaan TNGM saat ini masih termasuk kategori “cukup” (kisaran skala 5 – 7 pada skala konvensional). Tingkat partisipasi kelompok tani dalam pengelolaan TNGM hutan. Kedekatan emosional antara masyarakat dan kawasan hutan sudah berlangsung sejak lama karena sebagian besar penduduk Dusun Turgo adalah warga yang sudah lama tinggal di daerah tersebut.

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat partisipasi

seperti tersaji dalam Tabel 1.

Pentingnya kesadaran dan partisipasi semua pihak dalam menjaga dan melestarikan kawasan hutan harus bersinergi sehingga bukan hanya menjadi tanggung jawab masyarakat di sekitar kawasan hutan, melainkan semua pihak. Menurut Hadi (1999), melalui peran serta

Tabel 1. Deskriptif Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasinya dalam

Pengelolaan TNGM. N=27

Deskripsi Min Maks

Rata-rata

Standar Deviasi 1. Partisipasi Langsung

a. Perencanaan

Kehadiran dalam rapat perencanan

1) 4 9 6,55 1,1547

Keaktifan menyampaikan usulan

2) 4 8 6,22 1,1209

Total 6,38

b. Pelaksanaan

Keikutsertaan dalam kegiatan penana-1)

man pohon 4 8 6,59 1,1522

Keaktifan dalam kegiatan pember-2)

dayaan masyarakat 5 8 7,01 0,8077

Keikutsertaan dalam kegiatan penga-3)

manan hutan 4 8 5,70 1,0308

Total 6,43

c. Pengawasan

Aktif melaporkan tindakan pelangga -1)

ran oleh masyarakat 4 8 6,22 0,974

Aktif melaporkan tindakan pelangga-2)

ran oleh petugas 3 8 5,77 1,3959

Total 5,99

2. Partisipasi Tidak Langsung

a. Ketaatan terhadap peraturan perundangan 5 9 7,11 0,9740 b. Ketaatan terhadap peraturan desa 4 7 5,70 0,8689

Total 6,40

(8)

berhasilnya kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya dalam hal ini kawasan konservasi TNGM.

Tingkat Persepsi

Persepsi Persepsi kelompok terhadap manfaat keberadaan TNGM bagi masyarakat sekitar hutan berbeda masing-masing anggota. Persepsi masyarakat terhadap tekanan (pressure) terhadap kawasan TNGM. Sebagian besar responden (33%) berpersepsi bahwa penyebab kerusakan dari TNGM adalah karena letusan Gunung Merapi. Kawasan TNGM merupakan kawasan yang termasuk kedalam kawasan sabuk gunung api di Indonesia. Gunung Merapi mengalami periode siklus letusan dengan waktu tertentu yang mengakibatkan kerusakan kawasan TNGM dan juga kawasan sekitarnya. Kawasan Dusun Turgo pernah mengalami kerusakan parah akibat letusan Merapi pada tahun 1994, sedangkan letusan terakhir pada tahun 2010 tidak terlalu berakibat parah terhadap kawasan ini dikarenakan arah letusan mengarah ke Selatan Gunung Merapi.

Persepsi kelompok tani terhadap kondisi (state) kawasan TNGM sebagaian besar menganggap kondisi kawasan TNGM yang berada disekitarnya masih dalam kondisi baik/ bagus (katagori skor 7-8). Sedangkan persepsi kelompok tani terhadap bagaimana pengelola kawasan dalam hal ini Balai TNGM melaksanakan pengelolaan (response) terhadap kawasan taman nasional sebagaian besar berpendapat sudah baik/ bagus (katagori skor 7-8).

Menurut Rakhmat (2005), secara garis besar persepsi seseorang terhadap sesuatu objek dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor utama, yaitu faktor personal (fungsional) dan faktor situasional (struktural). Faktor personal berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor personal. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan TNGM sangat beragam, dipengaruhi oleh:

(1) keterikatan emosional/historis dengan TNGM; (2) Ketergantungan dengan TNGM; (3) Kepercayaan/keyakinan masyarakat lokal; dan (4) Pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan mereka yang sudah sejak dulu mengganggap kawasan hutan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka termasuk untuk mencari rumput, kayu bakar dan lainnya.

Rumusan Strategi Pemberdayaan

Kelompok

Pelibatan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan kawasan TNGM harus terjalin dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya akan sia-sia bila pengelolaan kawasan tidak disertai dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Mata pencaharian masyarakat sekitar hutan jangan sampai berdampak negatif terhadap keutuhan kawasan konservasi. Mata pencaharian masyarakat hendaknya mendukung upaya perlindungan kawasan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat (Kelman, 2007). Kegiatan pemberdayaan ini dapat meliputi peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam hayati tersebut.

Strategi pemberdayaan yang efektif dalam upaya memberdayakan masyarakat sekitar hutan dapat dilakukan melalui suatu kegiatan kerjasama antara pihak pengelola kawasan konservasi, perguruan tinggi, pengusaha, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Diharapkan dari upaya ini masyarakat dapat berperan aktif dalam kegiatan konservasi dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat juga meningkat.

(9)

program pemberdayaan masyarakat di kawasan ini sangat tergantung pada penanganan ketiga aspek di atas. Namun demikian dalam pemberdayaan kelompok tani Ngudi Makmur diperlukan pilihan strategi dari beberapa alternatif untuk menjadikan kelompok tani lebih berdaya.

Aspek Ekonomi

Kelestarian fungsi ekonomi kawasan hutan adalah terjaminnya fungsi taman nasional untuk memberikan manfaat dengan tetap mempertahankan sistem penyangga kehidupan berbagai spesies dan plasma nutfah asli serta ekosistem unik yang terdapat di dalamnya, dengan kriteria: (1) tersedianya akses manfaat ekonomi dalam pembangunan wilayah, (2) tersedia insentif bagi pelaku konservasi, dan (3) tersedianya akses pemanfaatan sumber plasma nutfah bagi budidaya (Suhendang, 2004).

Perekonomian masyarakat di tempat penelitian masih tergolong rendah dengan rata-rata penghasilan kurang dari satu juta rupiah perbulan. Kegiatan usaha yang dilakukan kelompok tani belum berkembang karena terkendala permodalan dan juga pemasaran. Kelompok tani sebenarnya sudah pernah berusaha untuk memasarkan hasil budidaya anggrek dalam suatu pameran namun hingga saat ini belum menampakan hasil.

Dari hasil diskusi kelompok dan wawancara dengan keyperson maka didapat alternatif strategi dengan bobot tertinggi yaitu memberikan bantuan usaha kepada masyarakat secara merata (0,641). Bantuan usaha berupa modal usaha dirasakan sangat penting dalam upaya peningkatan perekonomian anggota kelompok sehingga mereka dapat melakukan kegiatan usaha. Hingga saat ini bantuan yang telah diterima belum bisa digulirkan kesetiap anggota karena jumlahnya yang relatif kecil sehingga bantuan hanya terpusat untuk seputaran pengurus kelompok.

Aspek Ekologi

Kelestarian fungsi ekologi adalah prinsip yang menjelaskan ukuran keberhasilan dari sisi ekologi dan lingkungan, dengan kriteria terjaminnya fungsi ekosistem kawasan taman nasional (Suhendang, 2004). Taman Nasional Gunung Merapi sebagai kawasan konservasi memang terbuka untuk dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat dengan mengedepankan azas kelestarian.

Dalam rangka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan/ daerah penyangga dapat dilakukan melalui optimalisasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan, tumbuhan dan satwa liar (hasil hutan non kayu). Sementara itu dalam rangka penataan wilayah desa berbasis konservasi dapat memaksimalkan pemanfaatan ruang dengan berbagai kegiatan yang sesuai dengan kondisi wilayah desa.

Dari aspek ekologi, alternatif strategi pemberdayaan kelompok tani dengan bobot tertinggi yaitu optimasi pemanfaatan sumberdaya alam TNGM melalui budidaya tanaman dan atau tumbuhan (0,456). Kawasan TNGM memiliki potensi keanekaragaman hayati berupa tumbuhan dan satwa liar yang dapat dimanfaatkan secara lestari. Jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan di wilayah tersebut sebanyak 72 jenis, cendawan sebanyak 43 jenis, dan satwaliar sebanyak jenis 8 jenis mamalia dan 147 jenis burung. TNGM mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis wilayah sekitar Gunung Merapi. Kerusakan atau degradasi kawasan TNGM akan berdampak negatif pada sistem ekologi Gunung Merapi dan sekitarnya sehingga akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat ke arah negatif.

Aspek Sosial Budaya

(10)

maupun budaya sesuai dengan aspirasi, kebutuhan serta tatanan pranata sosial yang diterima dan berlaku dalam kehidupan masyarakat setempat yang dicirikan oleh: (1) hubungan harmonis budaya lokal dan sumberdaya alam, (2) terjaminnya ruang kelola masyarakat, dan (3) kontribusi terhadap perkembangan pendidikan dan pengetahuan baru sumber daya alam (Suhendang, 2004). Budaya masyarakat di lokasi penelitian yang masih menghormati hutan sebagai kawasan yang memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Masyarakat sekitar hutan TNGM secara periodik melakukan selamatan untuk memberikan penghormatan terhadap keberadaan kawasan TNGM yang mereka anggap sangat berjasa dalam kehidupannya. Keberadaan kelompok tani yang sudah dibentuk merupakan sebuah aktualisasi diri anggota kelompok tani sebagai upaya mereka ikut perpartisipasi dalam pengelolaan TNGM. Dengan dibentuknya kelompok tani, mereka berharap kegiatan sehari-hari anggota yang bersinggungan dengan kawasan TNGM dapat terjalin komunikasi dengan baik. Pertisipasi dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan kawasan konesrvasi TNGM juga diharapakan lebih meningkat sehingga akses masyarakat terhadap kawasan juga tetap terjamin.

Alternatif strategi pemberdayaan kelompok tani dari aspek sosial-budaya dengan bobot tertinggi yaitu penguatan kapasitas kelembagaan kelompok tani (0,615). Peningkatan kapasitas (capacity building) dalam hal ini dilakukan agar kelompok tani memiliki peningkatan kemampuan secara individual maupun kelompok. Peningkatan kapasitas individual antara lain dilakukan melalui kegiatan pelatihan keterampilan dan manajemen usaha.

Untuk memperkuat kapasitas kelembagaan perlu meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan instansi

lain, baik dengan organisasi pemerintah maupun non pemerintah, dari dalam maupun luar negeri serta masyarakat luas dengan mengembangkan suatu sistem kemitraan. Kemitraan mengandung makna kebersamaan dalam melaksanakan setiap kegiatan dan komunikasi yang dibangun dengan baik agar kegiatan tidak saling tumpang tindih atau saling mengganggu dalam pelaksanaannya di suatu desa yang menjadi tujuan pemberdayaan.

Strategi Pemberdayaan

Kelestarian Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya akan sia-sia bila hal tersebut tidak disertai dengan upaya pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pemberdayaan ini dapat meliputi peningkatan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam hayati tersebut. Sudarmadji (2002) mengemukakan bahwa strategi yang efektif dalam upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui suatu kegiatan kerjasama antara pihak kawasan konservasi, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Dari hasil analisis strategi pemberdayaan di sekitar kawasan TNGM dengan tiga aspek (ekonomi, ekologi, dan sosial budaya) secara keseluruhan (overall) dapat disimpulkan bahwa skala prioritas kriteria dan alternatif strategi pemberdayaan masyarakat dengan AHP adalah sebagai berikut:

a.Bantuan usaha kepada masyarakat secara merata (bobot 0,436)

b.Membangun jejaring usaha dengan melibatkan para pihak terkait (bobot 0,179)

c.Optimasi pemanfaatan sumberdaya alam TNGM melalui usaha budidaya (bobot 0,105)

(11)

Selanjutnya hasil AHP tersebut digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan strategi pemberdayaan kelompok tani Ngudi Makmur.

Dalam Hikmat (2004) menyebutkan pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriaannya, bahkan merupakan keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal. Strategi pemberdayaan masyarakat kelompok tani Ngudi Makmur berbasarkan pengelolaan hutan berkelanjutan dengan tiga aspek (ekonomi, ekologi, dan sosial budaya) didalamnya dapat disajikan seperti Gambar 1.

Kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan oleh Balai TNGM dalam rangka pembangunan Model Desa Konservasi di Dusun Turgo Desa Purwobinangun ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2011. Dalam perkembangan kelompok belum berkembang sesuai yang diharapkan yaitu peningkatan ekonomi anggota. Tingkat keberdayaan kelompok tani masih rendah disebabkan masih minimnya akses-akses pemberdayaan yang dilakukan anggota kelompok. Peran stakeholder juga masih rendah dimana baru dari pihak pemerintah dalam hal ini Balai TNGM yang aktif melakukan pendampingan bersama-sama dengan LSM Kanopi Indonesia.

Berdasarkan hasil AHP yang dijadikan pertimbangan dalam strategi pemberdayaan kelompok tani terdapat tiga alternatif strategi yang dipiih yaitu; (1) Bantuan usaha kepada anggota kelompok secara merata, (2) Membangun jejaring usaha dengan melibatkan para pihak terkait,

(3) Optimasi pemanfaatan sumberdaya alam TNGM melalui usaha budidaya. Tahapan pemberdayaan seperti yang dikemukakan oleh Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) harus dilalui secara bertahap, yaitu: penyadaran, pengkapasitasan (capacity building), pendayaan (empowerment).

Pada tahap penyadaran, target sasaran diberi “pencerahan” dalam bentuk pemberian pemahaman secara utuh akan pentingnya melestarikan TNGM. Memang selama ini masyarakat mengetahui pentingnya keberadaan hutan TNGM, tapi belum memahami sepenuhnya manfaat tidak langsung serta keterkaitan TNGM dengan kehidupan di sekitarnya sehingga pengetahuannya itu tidak seiring dengan sikap dan tindakan.

Tahap berikutnya adalah pengkapasitasan atau peningkatan kapasitas (capacity building) agar mereka memiliki kemampuan. Dalam hal ini dilakukan peningkatan kemampuan target sasaran baik secara individual maupun kelompok. Peningkatan kapasitas individual antara lain dilakukan melalui kegiatan pelatihan keterampilan dan manajemen usaha. Sementara itu pengkapasitasan kelompok dilakukan melalui pengembangan kelompok tani dengan memperkenalkan kelompok tani dengan pihak terkait melalui ajang pameran dan temu pasar lainnya. Kegiatan ini diikuti dengan peningkatan kemampuan manajerial berikut penguatan organisasi.

(12)
(13)

Agar tujuan dari kegiatan pemberdayaan dapat dicapai secara optimal, maka semua pihak (stakeholders) harus melaksanakan peran dan fungsinya secara maksimal sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing. Kepada kelompok sasaran dilakukan pembinaan secara simultan dari berbagai aspek. Dengan perkataan lain pembinaan harus dilakukan secara totalitas terhadap semua aspek dan secara sinambung hingga kelompok tani betul-betul siap untuk mandiri dengan segala bekal yang telah diberikan. Pelaksanaan pembinaan harus dilakukan oleh tenaga-tenaga teknis dan profesional secara lintas dinas/instansi serta pihak-pihak lainnya yang berkepentingan (termasuk perguruan tinggi dan LSM).

Kesimpulan

Tingkat partisipasi langsung dan tidak langsung dari kelompok tani hutan dalam pengelolaan TNGM saat ini masih termasuk kategori “cukup” (dengan skala 5-7). Tingkat persepsi masyarakat terhadap TNGM secara umum sudah “baik” (rata-rata 7-8).

Strategi pemberdayaan kelompok tani hutan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya terdapat tiga alternatif strategi yang dipilih yaitu: (1) pemberian bantuan usaha kepada anggota kelompok secara merata; (2) membangun jejaring usaha dengan melibatkan para pihak terkait; (3) optimasi pemanfaatan sumberdaya alam TNGM melalui usaha budidaya.

Rekomendasi

Peningkatan partisipasi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung pengelolaan TNGM perlu ditingkatkan melalui dialog, penyuluhan dan peran aktif masyarakat secara berkelanjutan.

Strategi pemberdayaan yang dapat dipilih yaitu: (1) pemberian bantuan usaha

kepada anggota kelompok secara merata, (2) membangun jejaring usaha dengan melibatkan para pihak terkait, (3) optimasi pemanfaatan sumberdaya alam TNGM melalui usaha budidaya dapat diterapkan di daerah penelitian dalam rangka pengelolaan hutan berkelanjutan dengan tahapan kegiatan melalui: penyadaran/ penyuluhan, pengkapasitasan (capacity building), pendayaan (empowerment). Perlu dilakukan tahapan pemberdayaan masyarakat yang secara menyeluruh untuk mencapai kemandirian dengan tahapan: penyadaran (penyuluhan dan pelatihan), pengkapasitasan (capacity building), pendayaan (empowerment) .

Ucapan Terimakasih

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan (Pusbindiklatren) Bappenas yang telah memberikan beasiswa pendidikan, dan juga pihak Kementerian Kehutanan sebagai institusi asal penulis bekerja yang telah memberikan tugas belajar kepada penulis.

Daftar Pustaka

Adomokai, Rosemary dan Sheate, W.R. 2004. Community Participation and Environmental Decision-making in the Niger Delta. Journal Environmental Impact Assessment Review Vol 24 hal. 495–518. Balai Taman Nasional Gunung Merapi

(TNGM). 2013. Laporan Statistik Taman Nasional Gunung Merapi Tahun 2012. Sleman-Yogyak Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman. 2012. Kecamatan Pakem Dalam Angka 2011. Sleman – Yogyakarta. Barber CV, Johnson NC, Hafid E. 1999.

(14)

Kemiskinan Masyarakat Desa Sekitar Hutan dan Penanggulangannya. CIFOR. Bogor.

Saaty, T.L. 1993. Pengambilaan Keputusan Bagi Manajemen. Proses Hirarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. (Terjemahan) Seri Manajemen No. 134. PT. Pustaka Binama Pressindo.

Stuart, TH. 1993. Participation for Empowerment and Sustainability: How Development Support Communication (DSC) Spels the Difference. Philippines: University of the Philippines Los Banos. Susilowati, I., Mujahirin T., Waridin, Tri

W., Agung S. 2005. Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Usaha Mikro, Kecil, Menengah Dan Koperasi- UMKMK) Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Di Kabupaten/ Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Universitas Diponegoro. Tahun II. Riset Unggulan Kemasyarakatan dan Kemitraan (RUKK).Tahun II. Ristek. Jakarta

Suhendang E. 2004. Kemelut Dalam Pengurusan Hutan. Sejarah Panjang Kesenjangan antara Konsepsi Pemikiran dan Kenyataan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Sunderlin, W.D., Resosudarmo, I.A.P., Rianto, E. dan Angelsen, A. 2000. The effect of Indonesia’s economic crisis on small farmers and natural forest cover in the outer islands. Occasional Paper. Bogor, CIFOR. Syahyuti, 2006. 30 Konsep Penting

dalam Pembangunan Pedesaan dan Pertanian: Penjelasan tentang “Konsep, Istilah, Teori dan Indikator serta Variabel. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.

Sukardi, L. 2009. Desain Model Appraisal (PRA): Challenges,

Potentials and Paradigm. Journal of World Development, Vol. 22, No. 10, pp 1437-1454, 1994.

Friedmann, J. 1992. Empowerment: The Politics of Alternative Development, Blackwell, Cambridge.

Firdaus, M. dan Farid M.A. 2008. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. IPB PRESS. Bogor.

Garjita, IP., Susilowati , I. dan Soeprobowati, T.R. 2013. Tingkat Keberdayaan Sosial Ekonomi Kelompok Tani Desa Konservasi Sebagai Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013, hal. 130-135, 2013.

Hendratmoko, C. dan Marsudi, H.. 2010. Analisis Tingkat Keberdayaan Sosial Ekonomi Nelayan Tangkap Di Kabupaten Cilacap. Jurnal Dinamika Sosial Ekonomi Vol. 6 No. 1 Edisi Mei 2010.

Hadi. S.P. 1999. Peranserta Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses Amdal. Makalah Seminar. Semarang

Ife, J. dan Tesoriero, F. 2008. Community Development; Community-based Alternative in an Age of Globalisation. Terjemahan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Kelman, I. 2007. Sustainable Livelihoods from Natural Heritage on Islands. Island Studies Journal, Vol. 2, No. 1. Hlm. 101-114.

Lachapelle, P.R., Smith, P.D dan McCool, S.F. 2004. Access to Power or Genuine Empowerment: An Analysis of Three Community Forest Groups in Nepal. Human Ecology Review, Vol. 11, No. 1, 2004.

(15)

dan Kota Pekalongan) Disertasi tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro Semarang.

Wrihatnolo RR, Dwidjowijoto RN. 2007. Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Kelompok Gramedia.

Pemberdayaan Masyarakat Lokal Dalam Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Kasus Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani Pulau Lombok). Desertasi tidak titerbitkan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Deskriptif Responden Berdasarkan Tingkat Partisipasinya dalam
Gambar 1.1. Strategi Pemberdayaan Kelompok Tani Ngudi Makmur

Referensi

Dokumen terkait

USULAN TUNJANGAN KUALIFIKASI

Tingkat produksi harus menurun pada bulan Juni 2021 seiring dengan melemahnya peningkatan bisnis baru di tengah gelombang kedua Covid-19 yang mengancam ekonomi

Berdasarkan hasil uji f diperoleh f hitung >f tabel ,yakni 5,405>3,200sehingga hipotesis yang diajukan bahwa struktur modal dan profitabilitas secara simultan

Siaran kearifan lokal dalam penelitian ini yaitu bentuk program acara pada radio komunitas baik berupa hiburan, berita, program bahasa, melalui pendekatan bahasa dan

Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat

Gadai dalam buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 1150 adalah “Suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu benda bergerak yang

 Pasien wanita 18 tahun datang dengan keluhan nyeri telan sejak 1 tahun yang lalu, hilang timbul, Pada pemeriksaan pembesaran dikedua tonsil tapi tidak hiperemia,

Begitu juga pada software Systems Applications Product in Data Processing (SAP) dibandingkan terhadap pemakaian software yang lama dalam segi penggunaan aplikasi dalam