• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sastra dan Sejarah Pacar Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sastra dan Sejarah Pacar Merah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Melihat Sastra dan Sejarah dalam Novel Pacar Merah Indonesia

Disusun oleh:

Guntur Rahmandhito, 1006699291

Diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas makalah

Mata Kuliah Sastra Sejarah

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

(2)

Karya sastra dapat hadir sebagai refleksi dari realitas sosial dan refleksi kesejarahan yang berkembang di masyarakat. Memang, sastra sebagai refleksi dari kenyataan masyarakat rasanya sulit diingkari kebenarannya. Karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai hasil dari sebuah proses ekspresif dalam merespon situasi lingkungan, isu-isu sejarah, dan sosialnya.

Meski karya sastra menampilkan realita sosial, karya sastra tidak lahir begitu saja. Karya sastra lahir dari improvisasi dan kreativitas pengarang serta pergulatan antara realitas dan imajinasi pengarang. Dengan imajinasi tersebut, pengarang ingin mewujudkan kembali segelintir pengalaman-pengalaman tertentu yang pernah dialami oleh pengarang terhadap apa-apa saja yang terjadi pada lingkungan dan kehidupannya. Di saat seperti inilah diperlukan kemahiran seorang pengarang dalam mengungkapkan gagasan sosial, bentuk ekspresi, dan kritisisasinya terhadap sebuah peristiwa atau kejadian. Apabila kemahiran itu dilupakan atau tidak bisa diwujudkan secara benar, sebuah karya hanya akan menjadi buku sejarah kacangan. Akan tetapi, adanya karya sastra yang berangkat dari realitas, paling tidak bisa memberikan penceritaan kepada masyarakat tentang sesuatu yang pernah terjadi pada masa tertentu.

Sastra tidak lahir dari kekosongan. Sastra muncul dari panggung sosio-historis tertentu yang melatarbelakanginya. Kemunculannya ditandai dari pergerakan-pergerakan imajinistik yang membuat suatu sastra memiliki daya dedah tersendiri melalui medium bahasa serta menjadikan dirinya sebagai elemen penting bagi terciptanya suatu kebudayaan. Sastra tidak sekadar menjadi alat komunikasi dan kreativitas yang mencakup sekumpulan genre

kesastraan. Ia juga dapat berubah menjadi instrumen ide dalam pendulum sejarah. Sastra dengan demikian menjadi salah satu ruang produksi dan diaspora simbol, dipadati oleh berbagai kepentingan untuk memperebutkan legitimasi dan mendapatkan otoritas guna menamakan realitas. Sastra tidak terbatas hanya sebatas epik, cinta, petualangan, tragedi, heroik, dan parodi. Sastra telah bergerak menuju sebuah fragmen ruang dan waktu, dan fragmen sejarah. Rekam jejak perjalanan dan karier sebuah bangsa terumuskan melalui kronik sastra. Dengan demikian, karya sastra Indonesia merumuskan peta perjalanan negara

Indonesia.

(3)

Pacar Merah Indonesia berkisah tentang petualangan tokoh utama bernama Vichitra yang lebih sering dikenal sebagai Pacar Merah, seorang aktivis politik yang memperjuangkan kemerdekaan Tanah Airnya, Indonesia, dari kolonialisme Belanda, dan memperjuangkan cita-cita sosialis-komunisnya. Oleh karena aktivitas politiknya itu, ia terpaksa melarikan diri dari Indonesia dan menjadi buron polisi internasional. Dalam pelariannya itu, Vichitra dibantu oleh Nona Ninon Phao, anak perempuan dari kepala polisi rahasia Thailand, Khun Phra Phao, bersembunyi di Senggora, sebuah kota kecil di Thailand.

Langkah Pacar Merah tidak berhenti di negeri Siam. Untuk menghindar dari penangkapan interpol, ia berpindah-pindah dari satu negeri ke negeri lainnya, mulai dari Singapura, Filipina, Kamboja, Hongkong, hingga China. Dalam setiap pelariannya itu ia harus bersembunyi, baik itu di dalam kapal, di rumah seorang tokoh pergerakan, di loteng rumah di wilayah terpencil, maupun menyamar sebagai perempuan tua dengan tiga anak.

Meskipun buron, Pacar Merah dapat turut menghadiri Konferensi Pertama Pan-Malay Peoples Union. Hadir dalam konferensi itu pemuka- pemuka negeri Melayu dan dukungan dari Hawaii, Maori, serta pulau-pulau yang menjadi bagian Australia. Selain itu, ia juga datang ke Konferensi Buruh Pasifik yang diadakan di China. Di Kamboja Pacar Merah ikut menyaksikan pemberontakan kaum radikal terhadap pemerintah kolonial Perancis.

Pelarian Pacar Merah tidak sendiri. Beberapa aktivis politik antikolonial lainnya yang menjadi kawan seperjuangan Pacar Merah juga terpaksa menjadi buron di luar negeri. Nama-nama mereka adalah Paul Mussotte, Ivan Alminsky, Darsnoff, Semounoff, Djalumin, serta Soe Beng Kiat. Mereka tinggal berpencaran, ada yang di Perancis, Moskwa, dan Berlin. Ivan Alminsky mendapat tugas dari Semounoff untuk menjumpai Darsnoff, lalu bersama-sama mencari Pacar Merah, pemimpin yang dijuluki "diktator" oleh anak buahnya. Tugas

Alminsky adalah membujuk Pacar Merah untuk mau "rujuk" kembali dengan rezim komunis Moskwa dan tunduk kepada instruksi dari Moskwa. Rupanya selama ini Pacar Merah dinilai telah bertindak semaunya sendiri oleh Moskwa.

Setelah melalui perjalanan panjang dan berliku, Alminsky berhasil bertemu dengan Pacar Merah di Kota Chapei, China. Pertemuan mereka dibayangi oleh serangan tentara Jepang atas kota Shanghai dan Chapei. Ketika akhirnya bertemu dan Alminsky

(4)

kepentingan Moskwa. Pacar Merah sempat ditangkap oleh pihak interpol akibat

pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangan Ninon Phao, sebelumnya dibebaskan kembali berkat bantuan dari tunangan Ninon Phao itu sendiri.

3. Unsur Sastra dalam Novel Pacar Merah Indonesia

3.1 Bentuk Ekspresi dan Kreativitas Pengarang

Kegiatan sastra adalah kegiatan berpikir kreatif dan mencurahkan ekspresi pengarang dalam membuat sastra. Proses kreatif seorang pengarang dengan pengarang lain berbeda. Setiap sastrawan memiliki cara masing-masing, latar belakang kehidupan, pengalaman, pendidikan, dan lingkungan adalah faktor terbesar yang ikut “membentuk” pengarang itu. Oleh karena itu, tidak salah apabila ada pernyataan yang menyebut bahwa sastra merupakan karya cipta manusia yang berisi ekspresi pikiran, gagasan, pemahaman, tanggapan, dan perasaan penciptanya tentang kehidupan dan lingkungannya dengan bahasa imajinatif dan emosional. Dalam novel Pacar Merah Indonesia, ditemukan

beberapa bentuk ekspresi pengarang yang menarik untuk dibahas dan dianalisis, seperti (1) penamaan judul Pacar Merah Indonesia dan (2) penyebutan tokoh utama, yakni Tan Malaka, yang berbeda-beda.

Pertama, pemberian nama Pacar Merah Indonesia sebagai judul sudah pasti memiliki dasar pemikiran yang jelas dan perlu dipertanyakan dari seorang pengarang. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Harry Poeze pada bagian pengantar dalam Pacar Merah

Indonesia, pemberian nama ini didasarkan atas inspirasi dari sebuah karya yang kemudian jadilah nama Pacar Merah Indonesia. Namun, sebagai seorang pembaca, saya melihat bahwa pemberian judul sebuah karya sastra adalah proses berpikir kreatif dan berekspresi yang tidak main-main, seorang pengarang harus bisa memberi judul yang tidak hanya menarik, namun juga memiliki arti dan kesesuaian dengan cerita atau apa yang ingin ia sampaikan di dalam cerita tersebut. Saya memiliki anggapan bahwa Pacar Merah

(5)

simbol terhadap asosiasi komunis yang menjadi cita-cita dasar dari Tan Malaka dan teman-temannya. Terakhir adalah Indonesia yang sudah sangat jelas memberikan maksud dan gambaran, yakni negara Indonesia.

Kedua, penyebutan yang bermacam-macam terhadap seorang tokoh. Dalam novel ini, Matu Mona tidak hanya menyebut Tan Malaka, tapi juga memberikan banyak nama samaran bagi Tan Malaka, seperti Vichitra, Pacar Merah, mysteryman, dan Ulap Putih. Pemakaian berbagai nama itu tidak memiliki pola atau digunakan dalam situasi tertentu dan bersifat sporadis (acak). Matu Mona jelas memiliki tujuan dan maksud, apakah itu bertujuan demi mendukung jalan cerita, membangun pencitraan Tan Malaka sebagai sosok yang misterius, sering menyamar, sulit dikenali, dan keberadaannya seperti bayangan. Namun, perlu dikritik bahwa penyebutan nama secara acak ini dapat membingungkan bagi pembaca dalam berimajinasi. Setidaknya Matu Mona memiliki pola-pola tertentu yang dapat dimengerti secara gamblang oleh pembaca.

3.2 Kisah Percintaan sebagai Tema lain dalam Novel

Setelah membaca novel ini, pembaca tidak hanya akan menangkap satu buah tema yakni sejarah petualangan saja, namun ada tema lain yang turut membangun karya ini menjadi karya yang lebih “hidup” dan realistis. Novel ini turut melibatkan tema kecil yakni kisah percintaan. Meskipun alur cerita lebih banyak merepresentasi pergerakan pemuda Indonesia menjelang kemerdekaan bangsa, tapi tidak lepas dari bumbu-bumbu cinta. Demi memanjakan para pembaca dan membuat novel ini agar jalan cerita menjadi tidak kaku dan monoton, Matu Mona memakai tema percintaan ini sebagai selingan, hiburan, dan pengaduk emosi para pembaca. Pada bab atau sekuel “Keramaian di Kota Paris” (hlm. 103—146) diceritakan kedatangan Alminsky/ Alimin dari Moskow untuk menjumpai Paul Mussotte dan nantinya akan kembali berpetualang untuk menemui Tan Malaka. Di kota Paris, Alminsky secara tidak sengaja menolong wanita bernama

Mademoiselle Marcelle yang tengah diperkosa. Dari perjumpaan yang tidak disangka-sangka inilah timbul gejolak cinta pada pandangan pertama.

(6)

airku, kedua, cintaku kepada kau, ma petite sorite! (kekasihku yang budiman). Begitu besar cintaku pada tanah airku, begitu besar pula cintaku pada kau, Marcelle.” (Dialog Ivan Alminsky dengan Marcelle di depan Menara Eiffel, halaman 151).

Alminsky menilai Marcelle sebagai wanita cantik, pintar, dan berbudi pekerti, sedangkan Marcelle melihat Alminsky sebagai pria yang gagah, berani, penyayang, dan teguh pendirian. Keduanya saling cinta, namun keduanya sempat dipisahkan akibat misi yang harus dijalankan oleh Alminsky dalam menemukan Tan Malaka sebelum akhirnya kembali lagi ke Paris.

Tidak hanya itu, ada pula sebuah kisah percintaan yang muncul dalam karya ini. Kisah cinta yang satu ini coba ditunjukkan oleh Madamoiselle Ninon, putri Kun Phra Pao, seorang pimpinan polisi Thailand yang menyimpan rasa suka kepada Vichitra (Tan Malaka). Dia rela berkorban demi melindungi dan menyelamatkan Vichitra agar tidak jatuh ke tangan polisi meskipun dirinya adalah anak dari seorang boss polisi di Thailand. Namun apa daya, Vichitra hanya menganggap Ninon sebagai kawan yang berjasa besar terhadap keselamatan dirinya. Bahkan di akhir perpisahannya, Vichitra meminta agar Ninon mau dan rela menikah dengan seseorang yang telah dijodohkan oleh orangtuanya sendiri.

4. Unsur Sejarah dalam Novel Pacar Merah Indonesia

4.1 Tokoh dan Penokohan dalam Cerita

Salah satu bentuk kesejarahan yang berusaha ditampilkan Matu Mona di dalam Pacar Merah Indonesia adalah lewat tokoh-tokoh. Tokoh adalah individu ciptaan pengarang yang memiliki peranan di dalam cerita karena mengalami peristiwa/kejadian dalam berbagai peristiwa cerita. Peranan seorang tokoh sangatlah krusial ketika kita berbicara apakah ini sastra fiksi atau sumber sejarah. Tokoh menjadi indikator apakah karya sastra ini memiliki tendensi ke arah fiksi, bentuk kritikan, sindiran, parodi, atau memang benar sebagai fakta sejarah. Melalui tokoh dan penokohan pun seorang pembaca yang sebelumnya telah memiliki pengalaman sejarah atau mengetahui konteks tersebut akan langsung mengarah kepada realita sejarahnya.

(7)

dapat menemui tokoh seperti contohnya Paul Musotte, Alminsky, Darsonoff, Semounoff, dan Djalumin. Jika kita menelisik sejarah Indonesia ketika terbentuknya PKI, sebenarnya nama-nama tersebut adalah nama yang tenar pada waktu itu. Selain Tan Malaka, memang nama-nama tersebut sedikit berbeda karena Matu Mona telah mengubahnya dengan alasan seperti pencocokan tokoh terhadap tempat tinggal dan sebagainya. Akan tetapi, kita dapat melihat kedekatan kata yang sangat terasa. Paul Musotte adalah Muso Munawar yang pernah menjabat sebagai ketua PKI, Alminsky atau Alimin yang juga pernah menjadi pemimpin PKI, Darsonoff atau Darsono dan Semounoff atau Semaun yang pernah

menjadi anggota PKI, dan Djalumin atau Djamaluddin seorang kerabat dekat Tan Malaka. Penamaan tersebut dapat dilihat sebagai sebuah ekspresi dan kreatifitas seorang pengarang demi mendukung jalan cerita dan dapat dinilai sebagai bentuk sensor dari pengarang terhadap karyanya atas dasar lingkungan sang pengarang yang memang pada masa itu (pembuatan novel) tidak diperbolehkan untuk membuat sastra berbau anti-kolonial.

Jika seorang pembaca memiliki latar pengetahuan sejarah yang cukup untuk

mengerti novel Pacar Merah Indonesia ini, melihat penamaan tokoh-tokohnya saja sudah dapat terasa kentara apakah bahasan sejarah yang akan diceritakan di dalamnya. Penamaan dalam novel ini tidak semata-mata hanya menggunakan ketenaran nama seorang tokoh-tokoh yang terkenal pada waktu itu guna mendukung ide cerita atau demi mendompleng kepopuleran novelnya. Pengarang pun menjadikan tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan watak penggambaran dan cerminan dari realita sejarah yang ada. Sebut saja tokoh Djalumin yang pada kenyataannya adalah seorang rekan dan sahabat Tan Malaka yang setia. Dalam novel digambarkan bahwa Djalumin rela mati demi menyelamatkan Tan Malaka dan cita-cita komunisnya dan Alminsky yang terlalu patuh dan tunduk terhadap partai komunis di Russia.

4.2 Latar

(8)

karya ini lihai membuat latar sejarah dan deskripsi tempat secara detail lalu memasukkannya ke dalam rangkaian cerita yang padu dan saling mendukung.

Di dalam novel ini, pembaca dibawa berkeliling ke negeri-negeri jauh dengan konflik sosial politik yang sedang berlangsung ketika itu. Negara pertama yang menjadi latar pembuka dari pergulatan eksistensi Tan Malaka dalam novel ini adalah Thailand. Matu Mona dengan lihainya melukiskan detail Bangkok, tak hanya dari sisi panorama alam, lokasi pariwisata dengan “aceuk” atau nona-nona genit yang cantik manis asal Chiangmai, namun juga dari pergulatan politik yang berlangsung di sana pada tahun 1930-an. Di dalam novel, Tan Malaka diposisikan sedang berada dalam kerusuhan politik yang ada di Thailand sehingga memaksa dirinya untuk mengevakuasi dirinya dan berpindah ke tempat lain. Meskipun kebenaran dari peristiwa Tan Malaka dan pergulatan politik di Bangkok masih belum ada bukti yang kuat, Matu Mona secara tersirat menggambarkan bahwa latar yang dipakai dalam novelnya ini tidak “main-main,” ia serius dalam

menentukan latar dan mengaitkannya dengan jalan cerita.

Di dalam novel, latar bersejarah lain yang coba dimasukkan Matu Mona adalah peristiwa perang di Shanghai, antara China dengan Jepang. Berdasarkan sumber sejarah, pada akhir tahun 1931 ketegangan di Shanghai memuncak dengan adanya serangan Jepang atas Manchuria dan penyerangan ke Shanghai. Matu Mona kemudia memasukkan peristiwa ini sebagai “bumbu” cerita yang nantinya akan dikaitkan dengan jalan cerita dalam novelnya ini. Ketika Jepang menyerang Shanghai, Tan Malaka yang kebetulan masih berada di wilayah itu hanya bisa menyaksikan pertempuran itu tanpa bisa berbuat apa-apa, ia sempat terkepung di dalam sebuah rumah dan dibombardir dengan peluru meriam dan granat, namun ia berhasil selamat karena masuk ke dalam sebuah banker atau ruang bawah tanah.

4.3 Sejarah di dalam Sejarah

(9)

“Angkot Thom artinya ‘kota bertembok’, di dalam lingkungan kota itu di zaman purbakala ditaksir oleh kaum naturalist bahwa di sana berdiam setidaknya 30 juta jiwa manusia. Dan Kaum itu bernama ‘Khmer’, mereka mendirikan Angkor Wat, yaitu bangunan-bangunan yang luar biasa indahnya. Sehingga Mouhot, naturalist Prancis, yang mula-mula menjumpai kerajaan yang terbengkalai sejak abad ke-11 itu merasa kagum dan menyatakan keindahan bangunan-bandungan Angkor Wat itu.” (Hlm. 178)

Salah satu cuplikan sejarah di atas menunjukkan bahwa pengarang membawa sebuah sejarah lalu kembali memasukkan sejarah lain di dalamnya yang menurutnya menarik untuk dimasukkan atas dasar keterkaitan dengan jalan cerita.

5. Kesimpulan

Novel Pacar Merah Indonesia sebagai novel sejarah tidak hanya menyuguhkan cerita-cerita sejarah ketika Tan Malaka diusir dari Indonesia dan berpetualang ke negara-negara seperti Thailand, Kamboja, China, dan Filipina, namun turut memunculkan ekspresi-ekspresi pengarang dalam melihat sebuah peristiwa atau sejarah. Kedua elemen itu (sastra dan

sejarah), disajikan dengan sangat apik oleh Matu Mona di dalam novelnya ini. Unsur realita dan unsur fiksi yang berimbang membuat pembaca menjadi bingung untuk menggolongkan apakah novel ini dominan menjadi karya sastra atau sumber sejarah.

Daftar Pustaka

Mona, Matu. 2010. Pacar Merah Indonesia: Roman Sejarah Petualangan Tan Malaka. Beranda: Yogyakarta.

Purwantari, “Petualangan Pacar Merah,” dalam <

Referensi

Dokumen terkait

Karena derajat disosiasi asam lemah kecil, maka berdasarkan persamaan kimia dari reaksi ionisasi asam lemah tersebut diketahui bahwa konsentrasi ion hidrogen sama dengan

pelaksanaan yaitu saat ini sudah dalam proses pembayaran ganti rugi pemilik lahan tidak pernah melibatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hal ini sesuai ayat 3 pasal 7

Kami telah melaksanakan prosedur yang diuraikan berikut ini, yang telah disepakati oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Madina sesuai dengan Prosedur Audit atas Laporan Dana

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinetika fermentasi dan kecernaan in vitro ransum sapi potong yang disuplementasi probiotik padat atau cair

Evaluasi dalam model DDD-E dilakukan pada setiap tahap pengembangan. Tidak hanya pada produk akhir, evaluasi dilakukan mulai tahap decide, design dan develop. Pada tahap decide

Sifat onsetnya yang samar serta perjalanannya yang progresif lambat maka timbulnya gejalanya pun lambat dan tidak disadari sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Keluhan

Penghapustagihan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Lembaga Penjamin Simpanan menyelesaikan aset berupa Tagihan yang masih tersisa.. dari