• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PENUNJAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PENUNJAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PENUNJANG

PEMBANGUNAN DI DAERAH

Dosen Pengampu : Wawan Susilo, SH., MH.

Disusun Oleh :

KELOMPOK III Manajemen 3B

Aditya Kurniawan ( 14 641 0359 ) Agung Prasetya

( 14 641 00 ) Tika Listiawati ( 14 641 00 ) Khoiriyah ( 14 641 00 ) Yunita Andriyani ( 14 641 0087 )

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PANCA MARGA PROBOLINGGO 2016

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Penunjang Pembangunan di Daerah”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah “Pajak Bumi dan Bangunan Sebagai Penunjang Pembangunan di Daerah” ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini kedepannya. Terima kasih.

Probolinggo, 3 Januari 2016

(3)

DAFTAR ISI

JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 5

B. Tujuan Masalah 5

C. Rumusan Masalah 6

BAB II PEMBAHASAN 6

A. Pengertian dan Ruang Lingkup PBB 6

B. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan 7

C. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan 8

D. Objek Pajak Bumi dan Bangunan 9

E. Hak dan Kewajiban Pajak 11

F. Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan 11

G. Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Pembangunan Daerah 12

BAB III PENUTUP 13

A. Kesimpulan 13

B. Saran 13

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran pajak (PBB) dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai basis material dan darah kehidupan (lifeblood) bagi negara dan roda kekuasaanya. Dalam catatan sejarah, tidak ada Negara otoriter maupun demokratis yang dapat bertahan hidup dan menjalankan roda kekuasaannya tanpa adanya pajak dari rakyat. Sehingga dapat diteorikan, apabila basis material dan darah kehidupan ini “pajak” bisa berjalan dengan lancar baik dari segi penganggaran maupun pembelanjaannya, akan tercipta suatu negara yang sejahtera. Pajak dibayar, negara tegak; pajak diboikot negara ambruk.

Walaupun sebenarnya banyak sekali sektor pendapatan negara ini yang telah dikembangkan untuk meningkatkan anggaran negara. Mulai dari pemanfatan sumber daya alam yang melimpah sampai penyelenggaraan usaha-usaha perusahaan negara. Akan tetapi sektor-sektor tersebut masih belum bisa membawa negara ke jenjang yang lebih baik seperti yang diharapkan.

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan bagian terpenting dari denyut nadi perekonomian suatu Negara, dengan pemungutan pajak Negara dapat memakmurkan rakyat dan dapat membiayai rumah tangga Negara itu sendiri, namun kendalanya selama ini pajak masih di andalkan untuk pendapatan Negara yang paling banyak dan menempatai urutan pertama dalam APBN.

Potensi Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sangat luar biasa, tetapi pemanfaatannya kurang maksimal sehingga kesejahtraan masyarakat tidak bisa terjamin dan masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Peran Pajak Bumi dan Bangunan dalam mewujudkan perekonomian serta untuk membangun Negara sangat potensial sehingga diperlukan suatu kesadaran dalam membayar pajak.

(5)

Bangunan harapan besar ketika dikembalikan ke daerah dapat dimanfaatkan dengan baik dan sesuai keinginan rakyatnya. Proses pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sudah menjadi kerangka yang sangat ideal, apali sebagian besar dari dana pendapatan di kemabalikan lagi ke daerah dalam bentuk DAK, DAU, dsb.

B. Tujuan Masalah

Tujuan dari penulisan ini agar dapat memahami suasana dan arah pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan dalam pembangunan Daerah yang telah diamanatkan dalam kontitusi dan undang-undang agar dapat menumpu kemajuan daerah dan nasional pada umumnya ke arah yang lebih baik.

Tujuan lain dari penulisan ini juga agar dapat menambah wawasan masyarakat dalam mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan beradap atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, tertib, bersahabat, bersatu, aman, damai dan sejahtera.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pemungutan pajak bumi dan Bangunan dalam meningkatkan perekonomian pembangunan Daerah.?

2. Bagaimana landasan dalam pemungutan pajak bumi dan bangunan.? 3. Bagaimana Kebijakan pajak bumi dan bangunan dalam pembangunan

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup PBB

Pajak Bumi dan Bangunan tidak hanya penting sebagai sumber penerimaan daerah tetapi juga strategis dan signifikan pengaruhnya terhadap berbagai aspek kegiatan kehidupan yang lain. Dengan demikian persoalan PBB tidak hanya persoalan ekonomi atau administrasi maupun persoalan keuangan tetapi harus dilihat secara holistik dan komprehensif. Dalam konteks seperti inilah pemerintah merasa penting untuk mengatur dan mengelola PBB, untuk selanjudnya sebagian besar didistribusikan kembali ke pada daerah-daerah dengan persentase tertentu ( Suharno 2003).

Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) adalah pajak negara yang dikenakan terhadap Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang no 12 tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.Objek PBB adalah Bumi dan atau Bangunan. Bumi yaitu permukaan bumi (tanah dan perairan), dan tubuh bumi yang ada dipedalaman serta di laut Indonesia.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan jenis pajak yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah dalam menentukan besar pajaknya (menganut sistem pemungutan official assessmen system). Pajak ini bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan/atau bangunan. Di sini keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

Adapun hasil dari penerimaan pajak tersebut dilakukan pembagian antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tingkat II dan Tingkat I, akan tetapi sebagian besar dari penerimaan pajak diberikan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II3 sebagai pendapatan daerah yang bersangkutan.

(7)

pengaturan tentang pajak yang berkaitan dengan bumi dan /atau bangunan sudah ada sejak zaman kolonial seperti Ordonansi Pajak Rumah Tangga 1908, Ordonansi Verponding Indonesia 1923, Ordonansi Verponding 1928, Ordonansi Pajak Kekayaan 1932, Ordonansi Pajak Jalanan 1942, Iuran Pembangunan Daerah 1957, Pajak Hasil Bumi 1959.

Sejak tahun 1986 Pajak Bumi dan Bangunan dipungut berdasarkan Undang-Undang No. 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, yang merupakan penyederhanaan dari undang-undang di atas.

Dalam sejarah perkembangannya, Undang-Undang PBB tahun 1985 mengalami perubahan pada tahun 1994. Adapun tujuan dan arah penyempurnaannya adalah seperti disebutkan dalam penjelasan undang-undang No. 12 Tahun 1994: Menunjang kebijaksanaan pemerintah menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan pembangunan yang sumber utamanya berasal dari pajak.

Lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan sesuai dengan kemampuannya. B. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam mewujudkan atau merealisasikannya, Pajak Bumi dan Bangunan juga diatur oleh Peraturan Pemerintah serta Keputusan Menteri Keuangan. Jadi sebagai acuan untuk pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan

undang-undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Peraturan pemerintah No. 25 Tahun 2002 tentang Penetapan Besarnya Persentase Nilai Jual Kena Pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan.

3. Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak Bumi dan Bangunan.

4. Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/1985 tentang Tata Cara Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan dan penunjukan Pejabat yang berwenang mengeluarkan surat paksa.

(8)

6. Keputusan Menteri Keuangan No. 523/KMK. 04/1998 tentang penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.

7. Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK.04/2000 tentang penyesuaian besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagai dasar penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

8. Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK. 04/2002 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan No. 552/KMK. 03/2002 tentang Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

C. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

1. Subjek / Wajib Pajak Bumi dan Bangunan

Yang menjadi subjek pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan /bangunan5. Jangkauan subjek dalam UU PBB sangat luas, karena meliputi orang atau badan yang memiliki, menguasai dan /atau memperoleh manfaat atas bumi dan / atau bangunan. Ini berarti meliputi antara lain pemilik, penghuni, pengontrak, penggarap, pemakai dan penyewa atas bumi dan /bangunan.

Oleh karena sangat luasnya maksud yang terkandung dalam UU PBB, yang menjadi subjek pajak belum tentu menjadi wajib pajak. Sebab subjek pajak akan /baru menjadi wajib pajak apabila sudah memenuhi sayarat-syarat objektif atau sudah mempunyai objek PBB yang dikenakan pajak. Yang berarti subjek pajak mempunyai hak atas objek yang dikenakan pajak (memiliki, menguasai, memperoleh manfaat dari objek kena pajak).

Misalanya si A memperoleh manfaat dari bangunan yang Nilai Jual Kena Pajaknya kurang dari Rp. 8000.0006,-. Si A tetap menjadi subjek pajak akan tetapi bukan merupakan wajib pajak. Yang berarti dia akan dibebaskan dari kewajiban pembayaran pajak. Ketentuan ini bermaksud untuk tidak mengenakan atas rumah /bangunan milik subjek pajak yang kurang mampu.

(9)

menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak. Beberapa ketentuan khusus tentang siapa yang menjadi subjek pajak dalam hal ini adalah:

a. Jika subjek pajak memanfaatkan dan menggunakan bumi dan /bangunan milik orang lain bukan karena suatu hak atau perjanjian, maka subjek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.

b. Jika objek pajak masih dalam sengketa, maka orang /badan yang memanfaatkan objek pajak tersebut ditetapkan sebagai wajib pajak.

c. Apabila subjek pajak sudah memberi kuasa kepada orang/badan untuk merawat (mengurus) bumi dan bangunannya disebabkan suatu hal, maka orang/badan yang telah diberi kuasa dapat ditetapkan sebagai wajib pajak.

2. Pengecualian Subjek PBB

Sebenarnya Pajak Bumi dan Bangunan tidak mengenal adanya pengecualian terhadap subjek pajak, karena pajak ini bersifat objektif. Yang ada hanya pengecualian objek pajak.

Wakil-wakil diplomatik (konsulat) dan wakil-wakil organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan untuk tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan, bukan berarti pengecualian subjektif, melainkan karena pembebasan /pengecualian objektif, yaitu yang digunakan oleh wakil-wakil tersebut, pengecualian /pembebasan pajak tersebut dengan syarat timbal balik atau pembebasan itu baru diberlakukan, jika negara yang bersangkutan juga memberikan pembebasan yang sama dari pajak yang dikenakan kepada wakil-wakil diplomatik Indonesia. Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka dengan sendirinya pembebasan pajak itu tidak berlaku.

D. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan tahun 1985 menyebutkan bahwa yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan /bangunan. Keduanya (bumi dan bangunan) dapat berdiri sendiri (bumi saja atau bangunan saja) maupun secara bersama-sama sebagai objek yang dapat dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan. Pengertian bumi dijelaskan meliputi permukaan bumi dan juga tubuh bumi yang ada di bawahnya.

(10)

bumi dan yang berada di bawah air. Apa yang disebut dengan air (perairan) disini mencakup perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa) serta laut wilayah Indonesia. Jadi yang menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah tanah, air (perairan) dan tubuh bumi. Contoh : sawah, ladang, kebun, pekarangan, tambang, dll.

Bangunan sebagai objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan di wilayah Republik Indonesia yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat usaha10. Yang termasuk dalam pengertian bangunan dalam penjelasan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan adalah:

1. Jalan lingkungan yang teletak dalam suatu kompleks bangunan. 2. Kolam renang.

Apabila seseorang atau badan memiliki rumah (bangunan) yang berada di atas tanah orang lain sehingga pemilik bangunan terpisah dari pemilik tanah. Undang-undang Pajak Bumi Bangunan memungkinkan pemilik bangunan dikenakan pajak sendiri terlepas dari pajak yang dikenakan pada pemilik tanah.

Dalam keadaan seperti itu, pengaturan hukum (Undang-Undang Pokok Agraria) menganut asas “pemisahan horizontal” yang bertumpu pada hukum adat. Masalah ini sering terjadi di kota-kota besar yang banyak dibangun rumah bertingkat dan di setiap tingkat dimiliki oleh orang lain. Yang sekarang lebih kita kenal dengan sebutan rumah susun atau apartemen.

(11)

E. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Dalam melaksanakan proses perpajakan wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditaati untuk.

1. Hak Wajib Pajak.

2. Hak untuk memperoleh SPOP, SPPT, STTS beserta informasinya dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi danBangunan.

3. Hak untuk memperbaiki atau mengisi ulang SPOP apabila terjadi kesalahan.

4. Hak untuk menunjuk pihak lain selain pegawai pajak dengan surat kuasa untuk mengisi dan menandatangani SPOP.

5. Hak untuk mengajukan permohonan mengenai penundaan penyampaian SPOP sebelum batas waktu dilampaui dengan menyebutkan alasan-alasan yang sah.

6. Hak untuk mengajukan keberatan dan pengurangan atas penetapan PBB.  Kewajiban Wajib Paja

 Mendaftarkan Objek Pajak.

 Mengisi SPOP dengan jelas, benar, dan lengkap.

 Menyampaikan kembali SPOP yang telah diisi ke Kantor

Pelayanan PBB.

 Melaporkan perubahan data objek pajak atau wajib pajak ke Kantor

Pelayanan PBB setempat apabila ada perubahan dengan cara mengisi SPOP baru sebagai perbaikan.

F. Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan

(12)

Kebijakan seperti ini dimaksudkan untuk merangsang masyarakat dalam memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak sekaligus mencerminkan sifat gotong royong rakyat dalam membiayai pembangunan.

Pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah pusat dan daerah adalah sebagai berikut:

1. 10% dari jumlah hasil penerimaan PBB merupakan bagian Pemerintah Pusat dan harus disetorkan ke Rekening Kas Negara untuk dibagikan kepada seluruh Daerah Kabupaten /kota.

2. 90% dari jumlah penerimaan PBB merupakan bagian Pemerintah Daerah. Dengan pembagian setelah dikurangi biaya pemungutan sebesar 10%.

– Pemda propinsi = 20%.

– Kabupaten/Kota = 80%. Jadi masing-masing penerimaan PBB adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah Pusat = 10%. 2. Biaya pemungutan 10% x 90% = 9%. 3. Pemerintah daerah propinsi 20% x (90% – 9%) = 16,2%. 4. Pemerintah daerah Kab/Kota 80% x (90% – 9%)

= 64,8%.

Jumlah Penerimaan PBB = 100%.

Bagian 10% untuk pemerintah adalah sebagai pengganti karena pemerintah pusat sudah tidak menerima hasil pajak kekayaan lagi. Dan penerimaan yang diterima oleh Pemerintah daerah Tingkat I dan II sebagai pengganti atas hasil Ipeda dan PRT (yang telah dihapuskan).

G. Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Pembangunan Daerah

(13)

Melihat bertapa pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan dalam membangun daerah yang sangat potensial, maka diperlukan strategis dalam pemungutannya lapangan, karena sering sekali para wajib pajak tidak taat membayar pajak. Hal tersebut di akibatkan para wajib pajak sering melihat hantu koruptor di lembaga tersebut. Dalam hal pembangunan daerah maka diperlukan kesadaran dalam membayar pajak bumi dan bangunan agar pembangunan daerah melalui pajak bumi dan bangunan cepat terealisasi dengan baik, dan paling tidak daerahpun dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian dengan pendapatannya sendiri.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peran pajak dalam suatu negara dapat dikatakan sebagai basis material dan darah kehidupan (lifeblood) bagi negara dan roda kekuasaanya. Dalam catatan sejarah, tidak ada Negara otoriter maupun demokratis yang dapat bertahan hidup dan menjalankan roda kekuasaannya tanpa adanya pajak dari rakyat.

Sehingga dapat diteorikan, apabila basis material dan darah kehidupan ini “pajak” bisa berjalan dengan lancar baik dari segi penganggaran maupun pembelanjaannya, akan tercipta suatu negara yang sejahtera. Pajak dibayar, negara tegak; pajak diboikot negara ambruk.

Walaupun sebenarnya banyak sekali sektor pendapatan negara ini yang telah dikembangkan untuk meningkatkan anggaran negara. Mulai dari pemanfatan sumber daya alam yang melimpah sampai penyelenggaraan usaha-usaha perusahaan negara. Akan tetapi sektorsektor tersebut masih belum bisa membawa negara ke jenjang yang lebih baik seperti yang diharapkan.

B. Saran

(14)

tidak selalu menjadi hal yang dipaksakan kepada masyarakat dan pemerintah tidak lagi mengandalkan pajak sebagai pendapatan yang paling utama dalam APBN. Paling tidak sektor pendapatan nasional dapat di tompang dari sektor pendapatan-pendapatan lain, hal ini juga pemerintah dapat membuat trobosan baru dan strategis untuk pemanfaatan sumber daya alam yang lain, agar suatu saat nanti pendapatan dari sektor lain bisa menerobos dan mendukung pendapatan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Marsyahrul, Tony, Pengantar Perpajakan, Grasindo, Jakarta: 2005. Soemitro, Rochmat, Pajak Bumi dan Bangunan, Eresco, Bandung: 1989.

Tjahjono, Achmad dan Husein, Fahri, Perpajakan, Edisi-3, UPP AMP YKPN, Yogyakarta: 2005.

Wijaya, Tunggal Amin,Tanya Jawab Perpajakan Baru Indonesia, Harvarindo, Jakarta:1995.

http://id.wikipedia.org/wiki/Pajak

http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-pajak-bumi-dan-bangunan-pbb-infopendaftaran-tarif-pembayaran-keberatan-sanksi-media-sppt/

http://www.kampungmedia.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=483:latihan-perpajakan&catid=30:berita-terkini&Itemid=27

https://afrizalwszaini.wordpress.com/

http://dudiwahyudi.com/pajak/pajak-penghasilan/pajak-pengertian-dan-fungsinya.html

Referensi

Dokumen terkait

Bukti kontrak pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta termasuk

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan:(1) citra diri perempuan Jawa dalam novel Canting karya Arswendo Atmowiloto dan Amba karya Laksmi Pamuntjak, (2)

2 Subang, Kami Selaku Kelompok Kerja Pengadaan Barang pada Dinas Pendidikan Kabupaten Subang yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Unit Layanan Pengadaan

Kesimpulan :Pemberian jus tomat dan intervensi latihan fisik pada tikus model menopause meningkatkan ekspresi ERB sel neuron korteks serebri girus posl centralis

Hasil Uji Paired Sampel T-Test Portofolio Saham. Paired

Berdasarkan data yang ditemukan oleh peneliti bahwa Efektivitas website www.sman5samarinda.sch.id sebagai media komunikasi dan informasi adalah efektif karena

membandingkan besaran fisis dengan beberapa nilai satuan dari besaran fisis tersebut.. Dalam melakukan pengukuran,

1)Bekerja dapat menjadi obat bagi orang yang sedih. 2) Orang yang bekerja dengan sungguh-sungguh, serius, dan cermat biasanya melupakan hal-hal yang tidak