• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Hati Manusia dalam Memahami Allah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Hati Manusia dalam Memahami Allah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN HATI MANUSIA

DALAM MENGENAL ALLAH

( Refleksi Filosofis Atas Pemikiran Blaise Pascal)

Pengantar

Perubahan paradigma di era modern mengakibatkan manusia sulit menemukan makna hidupnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh yang memberi keyakinan bahwa manusia bisa mengerjakan dan mewujudkan segala sesuatu melalui daya dan usahanya sendiri. Oleh beberapa pemikir, periode ini dipahami sebagai “periode pemberontakan terhadap alam pikir abad pertengahan.”1

Pemberotakan ini membuat kesadaran manusia tidak lagi tertuju kepada kenyataan spiritual seperti Allah tetapi lebih terfokus pada alam material konkret yang bisa diindrai, diselidiki oleh tataran rasionalitas seperti alam semesta, manusia sendiri, struktur masyarakat serta perkembangan sejarah. Dengan demikian pemikiran moderen ternyata tidak hanya memberi dampak positif bagi kemajuan teknologi dan pemikiran manusia, tetapi tak jarang juga justru membuat manusia semakin merosot dalam iman maupun moral.

Situasi ini membuat manusia hidup tanpa tujuan, tanpa makna. Bahkan merasa eksistensinya di dunia ini terancam. Manusia kemudian memaksa dirinya untuk menyelidiki dirinya sendiri dari mana dan ke mana arah hidupnya ini. Inilah bukti keterbatasan manusia. Salah satu jalan baginya yakni terbuka pada jalan Allah dengan sikap beriman dan bagaimana mempertanggungjawabkan imannya.

Blaise Paskal yang dikenal dengan julukan “Sang Apolget” mengetegahkan pemikirannya bahwa beriman kepada Allah membutuhkan sikap hati dan penyerahan diri secara total kepada Allah dan bukan melulu melalui argumentasi rasional yang hanya bersifat hipotesa-hipotesa. Baginya Akal budi bersifat terbatas. Karena itu Allah dapat dipahami melalui hati yang memiliki logikanya sendiri. Hati mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang tidak diketahui oleh akal.

Riwayat Hidup Blaise Pascal2

1 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta:Gramedia, 2007), hlm. 5-6

(2)

Blaise Paskal adalah salah seorang filsuf abad modern dikenal dengan julukan “Sang Apologet”. Ia lahir pada tahun 1623. Ayahnya adalah ketua Cour des Aides di Clermont, seorang penarik pajak di wilayah Auvergne Prancis. Sejak kecil dia tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah resmi melainkan hanya dididik oleh ayahnya secara ketat. Minatnya yang begitu besar terhadap ilmu fisika dan metafisika membuat dirinya kemudian menjadi seorang tokoh yang cukup terkenal dalam bidang tersebut. Beberapa eksperimen fisika yang cukup terkenal yakni penemuan mesin kalkulator, teori potongan bola, melawan pandangan tentang horror vacui lewat eksperimen tekanan udara a la Toricelli.

Sekilas kita melihat pribadi yang agak aneh karena di samping kegiatan ilmiah yang sangat rasionalistis dan duniawi rupanya terkandung di dalamnya kecenderungan asketisme dalam kehidupan pribadinya. Hal ini cocok baginya jika dijuluki sebagai sang Apologet. Ia berpendapat bahwa di dalam dua bidang hidup yang berlainan itu dia tidak memandang kegiatan ilmiah sebagai kegiatan duniawi melainkan sebagai pengabdian kepada Allah.

Di usia dewasa dia menjalin hubungan dengan biara Port Royal tempat saudarinya Jacqueline menjadi seorang biarawati di sana. Biara itu dikenal sebagai pengikut Jansenisme, sebuah aliran yang dianggap bidaah dalam agama Katolik. Meskipun dalam beberapa gagasannya ada simpati kepada Jansenisme, misalnya tekanannya pada kebobrokan kodrat manusia, Pascal mengaku tetap berpihak pada Gereja Katolik.

Dalam kumpulan suratnya, Lettres Proviciales (1655-1657) Pascal menyerang para Yesuit yang menurutnya terlalu longgar dalam moralitas, sehingga membuat agama Kristen sangat duniawi. Buku itu kemudian dimasukkan daftar buku subversif dalam Gereja. Karyanya yang termasyhur adalah Pensee sur la religion (pemikiran-pemikiran tentang agama) sebuah kumpulan aforisme.

Peran Hati Manusia dalam Mengenal Allah

Dari antara para filsuf rasionalitas zaman Descartes, Blaise Pascal memiliki kecenderungan yang berbeda. Kemajuan teknologi dan dunia sains yang tidak terlepas dari pengaruh rasio tidak membuatnya merasa bahwa rasio menjadi segalanya. Buktinya bahwa dari antara rekan-rekan sezamannya yang menekankan rasio melebihi iman, Pascal sebaliknya menekankan iman melebihi rasio. Baginya hati memiliki logikanya sendiri.3 Ia menegaskan bahwa iman dan wahyu dapat mengatasi situasi manusia. Dengan demikian Pascal lebih tampil sebagai seorang apologet kristiani daripada seorang pendobrak filosofis.

(3)

Manusia pada hakekatnya telah dianugerahi kemampuan berpikir melalui akal budinya. Tak disangkal bahwa akal budi manusia mampu mengenal kebenaran bahkan dapat mengetahui yang tak terbatas. Persoalan ini sudah menjadi pergumulan dan pergulatan para filosof dalam seluruh rangkaian sejarah filsafat salah satunya adalah seringkali diajukan soal pembuktian apakah Allah ada atau tidak. Para filsuf dan teolog memberikan jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan itu setelah mereka mengajukan berbagai macam pembuktian akan eksistensi Allah.

Descartes bertitik tolak dari metode baru dalam berfilsafat yakni dari subyek yang berpikir (cogito ergo sum) untuk merevolusi kebekuan filsafat skolastik4juga berusaha membangun suatu pengetahuan yang jelas dan terpilah-pilah tentang Allah. Ide Allah dipahami Descartes sebagai ide bawaan (innate ideas) yang dibawa sejak manusia dilahirkan ke dunia ini yang kita kenal dengan sebutan “res cogitans”5 atau dengan kata lain ide yang telah diajarkan Tuhan dalam jiwa kita. Allah dilihat sebagai pengada yang mengandung di dalamnya segala kesempurnaan, tanpa batas. Allah ada secara nyata merupakan kebenaran mengenai Allah. Allah yang ada ini bagi Descartes tidak mungkin menipu kita soal yang ditunjukkan oleh akal budi kita sebagai hal yang jelas dan terpilah-pilah. Oleh karena itu melalui ide bawaan inilah menjamin kepastian pengetahuan kita akan Allah berkat penggunaan akal budi kita. Maka bagi Descartes Allah merupakan ide yang menjamin kepastian epistemologis manusia.

Pandangan Descartes tentang pembuktian eksistensi Allah dikritik oleh Blaise Pascal. Keraguan yang menggelisahkan Pascal ialah bukan keraguan intelektual tentang ada atau tidaknya kebenaran yang pasti seperti Descartes. Tetapi keraguan Pascal adalah keraguan eksistensial yakni siapakah manusia itu? Apakah manusia itu bisa selamat atau tidak? Tentang tema inilah yang bagi Pascal luput dari pengamatan Descartes.

Setelah Descartes membuktikan eksistensi Allah, ia tidak lagi merenungkan apa sebetulnya kehendak Allah bagi manusia dan bagaimanakah manusia itu bisa mencintai Allah. Tetapi eksistensi Allah pada Descartes seakan-akan hanya diperlukan sebagai sebuah hipotesis ilmiah guna menjamin kepercayaan akal budi manusia untuk mengetehui realitas termasuk Allah. Pascal sangat menyadari keterbatasan metode atau pola pikir ilmiah yang bersandar pada rasionalitas manusia semata dalam ilmu pengetahuan.

Bagi Pascal, keseluruhan realitas tidak dapat dijelaskan hanya dengan akal budi seperti pengetahuan tentang Allah. Satu kalimat yang terkenal dari Pascal ialah “hati

4 Armada Riyanto (ed.) Aku dan Liyan, Kata Filsafat dan Sayap, (Malang: Widya Sasana Publication, 2011), hlm. 4

(4)

mempunyai alasan-alasan yang tidak dimengerti oleh akal. Orang mengalami hal ini dalam banyak perkara.”6

Pernyataan di atas tentu saja tidak ingin mempertentangkan antara rasio dan hati sebab yang dimaksud dengan hati di sini bukanlah emosi belaka. Hati di sini adalah unsur pemahaman yang dapat menangkap prinsip-prinsip pertama kenyataan secara berlainan dari rasio. Kadang-kadang Pascal menyejajarkan hati dengan kehendak yang berkaitan dengan kepercayaan tetapi kadang-kadang dia juga melukiskannya sebagai kemampuan untuk mengetahui.

Menurutnya kita tidak hanya mengetahui kebenaran dengan rasio tetapi juga dengan hati. Yang dapat mengetahui Allah secara langsung adalah hati bukan rasio. Iman bagi Pascal adalah penasehat yang lebih baik daripada akal. Akal mempunyai batas tapi iman tidak.7 Bukan tidak mungkin bahwa pemikirannya sangat berkaitan erat dengan pengalaman orang-orang kudus dalam Gereja. Hati dan penyerahan diri yang total kepada Allah memungkinkan manusia untuk mengenal dan bersatu dengan Allah.

Relevansi

Krisis iman dan moral yang dialami orang muda zaman modern ini membuat mereka lupa akan nilai yang lebih tinggi yakni pengetahuan tentang Allah. Sebagaimana jelas diungkapkan oleh Pascal bahwa dalam situasi semacam ini dibutuhkan hati di dalam pengenalan akan Allah dan bukan sebaliknya peran hati diabaikan dan otak lebih dijunjung tinggi. Dengan demikian orang muda kita akan kehilangan arah dan tujuan hidupnya.

Simak saja bagaimana situasi Gereja Indonesia dewasa ini kian meredup dan merosot. Hal ini merupakan akibat dari tidak adanya fondasi yang kuat bagi Kaum Muda Katolik dalam menyadari eksistensinya sebagai harapan dan masa depan Gereja dan masyarakat.8 Tanpa kita sadari kemerosotan ini sudah menjamur di mana-mana baik di paroki, organisasi-organisasi Gereja maupun dalam hidup panggilan Imam, Frater, Suster dan Bruder.

Fenomena menurunnya keterlibatan orang muda dalam hidup menggereja menjadi momok yang memprihatinkan dan menggelisahkan Gereja Indonesia. Diadakannya pertemuan SAGKI pada tahun 2006 dengan tema “Bangkit dan Bergeraklah!” merupakan salah satu bukti keprihatinan Gereja Indonesia. Dalam pertemuan itu, dibahas problem orang muda dan upaya yang dapat dilakukan baik oleh komunitas basis maupun oleh kaum muda

6 Pascal, Pensees, no.423, trans. A. J. Krailsheimer, England: Penguin, 1996

7 F. Budi Hardiman, Op. Cit., hlm. 60

(5)

itu sendiri. Persoalan yang sering muncul dalam diri kaum muda adalah kurangnya kepedulian dan keterlibatan orang muda dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, menurunnya kualitas, kecemasan menyongsong masa depan, krisis kader, kemerosotan moral dan kenakalan remaja seperti pendewaan atas kebebasan seks, kriminalitas, tawuran, narkoba, miras dan lain-lain.”9 Hal ini menunjukkan bahwa persoalan kaum muda adalah persoalan yang kompleks. Perlu perhatian yang cukup dari tahun ke tahun baik oleh Gereja dan masyarakat secara umum maupun secara khusus dalam keluarga dan dalam diri kaum muda sendiri. Dengan kata lain Gereja tidak pernah boleh berdiam diri.

Ciri khas orang muda adalah energik, bersemangat, idealis, banyak gagasan, penuh rasa ingin tahu, dan memiliki gairah hidup. Kondisi ini ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi mudah di bentuk ke arah yang lebih baik, namun sebaliknya mudah pula berpaling ke hal-hal yang negatif. Tanpa bimbingan dan pengarahan yang memadai, orang-orang muda akan mudah terjerumus ke dalam derasnya arus globalisasi yang menularkan “virus globalisasi, penyakit sosial yang menular pada semua generasi bangsa Indonesia”10

Merupakan sebuah kenyataan bahwa kaum muda masa kini telah dijangkiti oleh arus globalisasi.11 Pertanyaan eksistensialnya adalah, mau dibawa ke mana kaum muda Katolik Indonesia masa kini? Kehadiran globalisasi tidak hanya melahirkan krisis terutama dalam pencarian identitas iman kaum muda. Globalisasi juga menempatkan masa depan Gereja dan masyarakat dalam disposisi yang tidak menentu. Dengan kata lain, di satu pihak kehadiran globalisasi menguntungkan kaum muda terutama dalam mewujudkan segala harapan dan cita-cita mereka sekaligus dapat memperluas relasi mereka dengan orang lain. Di lain pihak “globalisasi” membuat kaum muda berada dalam kesulitan untuk mencari makna identitas mereka sendiri. Krisis iman merupakan implikasi perkembangan globalisasi yang nyata bagi kaum muda zaman ini.

Secara teoritis perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi memberikan berbagai kemudahan. Namun secara matematis (jika mau dikalkulasi) dampak negatifnya justru lebih besar. Orang Muda Katolik (OMK) menjadi individualis, konsumtif dan kehilangan daya kritis. Bahkan OMK mengalami krisis moral dan iman. Situasi ini semakin diperparah oleh lemahnya pendampingan dari keluarga dan masyarakat. Sementara

9 Bdk Dokumentasi Hasil SAGKI, Bangkit dan Bergeraklah! (Jakarta: Obor, 2006)

10 Merry Teresa, Spiritualitas dan Karakter Kristiani Orang Muda Katolik, dalam A. Denny Firmanto dan Yustinus (ed), Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi, Seri Filsafat Teologi Widya Sasana, Vol. 17 No. Seri 16, 2007, (Malang: STFT Widya Sasana Malang, 2007), hal.160

(6)

strategi pastoral Gereja dalam pendampingan kaum muda belum memberikan dukungan secara memadai.12

Globalisasi yang kian masif sangat mempengaruhi orang muda Katolik Indonesia. Mereka sedang berhadapan dengan berbagai macam alternatif dan tawaran dunia yang menarik hati. Tanpa dasar kepribadian yang utuh dan iman yang dalam orang muda akan terjebak dan terseret ke dalam arus globalisasi dengan tidak sadar dan tanpa tahu alasannya. Ciri ini kemudian membentuk mereka menjadi pribadi yang kehilangan daya kritis untuk memilah antara keinginan dan kebutuhan.

Dalam bidang pendidikan misalnya orang muda lebih berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses. Lebih mementingkan nilai dari pada ilmu. Orang muda cenderung tidak peduli pada realitas sekitar. Sebaliknya mereka sibuk dengan diri sendiri terutama studi dan kesenangan melulu sesuai dengan selera yang diinginkan.

Realitas yang ada ini tentu saja tidak membuat Gereja terlena. Menjadi tanggungjawab kita bersama untuk menyimak apa yang menjadi akar dan rendahnya kualitas kepribadian orang muda Katolik sebagai dasar kemerosotan di dalam keterlibatan mereka dalam hidup menggereja.

Apakah ini adalah efek dari penghayatan hidup beriman yang salah? Pascal dalam hal ini memberi jawaban bagi kita untuk mengunakan hati di dalam mengenal Allah yang kita imani. Tanpa hati yang terbuka orang muda akan tersesat dalam arus globalisasi yang menawarkan banyak kenikmatan. Dengan hati yang tertuju kepada Allah orang muda dapat lebih bebas melangkahkan kakinya untuk terlibat aktif di dalam kegiatan hidup menggereja terutama mengerahkan segala kemampuan, bakat dan talenta mereka sebagai bentuk ucapan syukur dan terima kasih atas anugerah yang diberikan Allah. Seperti Pascal kitapun berani berkata bahwa apapun yang kita lakukan semuanya adalah bentuk pengabdian kepada Allah.

Penutup

Perlu diakui bahwa perkembangan teknologi dalam era globalisasi ini merupakan salah satu bukti nyata kemampuan intelektual manusia. Peran ratio atau akal budi mendapat tempat cukup banyak dan menguras banyak tenaga para pemikir-pemikir modern. Dapat kita katakan bahwa memang peran akal budi sungguh sangat berguna di banyak aspek kehidupan modern. Meski demikian perlu kita sadari juga bahwa peran ratio tidak menjadi yang utama, bukan satu-satunya. Melainkan perlu diingat bahwa hati memiliki logikanya sendiri yang tidak dapat diketahui, dimengerti oleh akal budi karena akal budi itu terbatas. Hati adalah

(7)

segalanya yang dapat membedakan mana yang baik dan benar dan lebih lagi dapat memahami kebenaran yang tertinggi yakni Allah sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Budi. F. Hardiman, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta:Gramedia, 2007

Denny. A. Firmanto dan Yustinus (ed), Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi, Seri Filsafat Teologi Widya Sasana, Vol. 17 No. Seri 16, 2007, Malang: STFT Widya Sasana Malang, 2007

Dokumentasi Hasil SAGKI, Bangkit dan Bergeraklah!, Jakarta: Obor, 2006 Hamersm. Herry, Tokoh-Tokoh Filsafat Modern, Jakarta: Gramedia, 1984

Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda, Jakarta: Komisi Kepemudaan Konperensi Wali Gereja Indonesia, 1993

Pascal, Pensees, no.423, trans. A. J. Krailsheimer, England: Penguin, 1996

Referensi

Dokumen terkait

De todas as brocas que podem ser utilizadas para realização da osteotomia a esférica é a que apresenta os requisitos mais válidos para remoção de tecido ósseo, pois origina

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang tidak akan direklasifikasi ke laba rugi.. Penyesuaian akibat penjabaran laporan keuangan dalam mata

menciptakan peluang dalam menghadapi tantangan hidup, maka seorang wirausaha harus mempunyai kemampuan kreatif didalam mengembangkangkan ide dan pikiranya

peneliti dapat menyimpulkan bahan yang digunakan dalam pembuatan/ menjahit upuh ulen-ulen adalah bahan jenis sanwos dan evita, serta benang yang digunakan adalah benang

Dari hasil evaluasi keseluruhan proses yang dijalankan pada sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph ini, dapat dikatakan

(2) Dalam rangka pelaksanaan hubungan kerja konsultatif teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Perangkat Daerah selain Kecamatan yang

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai leukosit total, MPV dan hitung trombosit pada pasien stroke iskemik dengan stroke hemoragik.. Kata Kunci:

Penghentian generasi yang digunakan dalam pengujian ini adalah ketika nilai fitness bentrok guru, bentrok ruangan, ketidaksesuaian ruangan dengan mata