• Tidak ada hasil yang ditemukan

JAMINAN KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JAMINAN KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN S"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JAMINAN KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

DI INDONESIA

H. Kurniawan Arianto, SKM

NIM : 11/323232/PMU/7100, Email: arieanto_165@yahoo.com

Mahasiswa Kelas Bappenas Program Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada

________________________________________________________________________________

ABSTRAK

Kesehatan adalah salah satu unsur utama dalam setiap kehidupan seseorang karena sangat menunjang dalam aktivitas setiap manusia. Pembangunan kesehatan dalam kehidupan berbangsa sangat besar nilai investasinya terutama terhadap sumber daya manusia. Salah satu amanat dari UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah Jaminan kesehatan dimana negara berkewajiban memberikan jaminan kesehatan kepada setiap penduduk agar mendapatkan akses pelayanan kesehatan dengan mutu yang terjamin dan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Kondisi pembiayaan kesehatan suatu negara sangat berpengaruh terhadap kemampuan negara dalam penyediaan jaminan kesehatan bagi setiap warga negaranya. Banyak faktor yang mempengaruhi kebijakan sistem jaminan sosial bidang kesehatan, diantaranya adalah faktor kemampuan keuangan negara dan pengaruh politik. Kemampuan keuangan suatu negara ikut menentukan besarnya anggaran yang dialokasikan untuk jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan warga negara. Paper ini mendiskusikan tentang bagaimana sistem jaminan sosial nasional bidang kesehatan di Indonesia masa sekarang dan solusi sistem jaminan kesehatan Indonesia dimasa yang akan datang.

Kata Kunci : Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jaminan Kesehatan, Pelayanan Kesehatan

ABSTRACT

Health is one of the main element in every person's life because it is very supportive in every human activity. Health development in the life of the nation is very much the value of its investments primarily on human resources. One of the mandate of Law No. 40 of 2004 on National Social Security System is a health insurance scheme under which the state is obliged to provide health insurance to every resident in order to gain access to health services with quality-assured and meet basic health needs. A country's health financing conditions greatly affect the ability of the state in providing health coverage for every citizen. Many factors influence the policy of social security systems in health, including the financial capacity factor of the state and political influence. Financial capacity of a country also determines the amount of budget allocated to health insurance and health care of citizens. This paper discusses how the national social security system in Indonesia health field today and the solution Indonesia health insurance system in the future.

Keywords: National Social Security System, Health Insurance, Health Services

(2)

Paper ini mendiskusikan pentingnya jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional di Indonesia, kondisi dimasa sekarang dan solusi sistem jaminan kesehatan Indonesia dimasa yang akan datang. Undang-undang Nomor 40 tahun 2002 tentang sistem jaminan sosial nasional menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Cara yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi hak warga negara tersebut adalah penerapan sistem jaminan sosial nasioal (SJSN) yang Undang-undang nya sudah disahkan sejak tahun 2004 tetapi penerapannya belum dilaksanakan hingga saat ini. Sedangkan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau dan berhak secara mandiri dan bertanggung jawab mementukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Pemerintah Indonesia berkewajiban memberikan jaminan untuk terpenuhinya hak hidup sehat setiap warga negaranya, tanggung jawab pemerintah tersebut dilakasanan melalui sistem jaminan sosial nasional yang salah satu bentuknya adalah jaminan kesehatan bagi seluruh warga negara.

Berdasarkan catatan sejarah, tidak bisa dihindari kenyataannya bahwa sistem jaminan sosial nasional bidang jaminan kesehatan di Indonesia baru mulai serius di urusi pemerintah seiring dengan disahkannya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional dan UU tentang badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) yang baru saja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 28 Oktober 2011. Jaminan kesehatan sebagai salah satu komponen sistem jaminan sosial nasional merupakan aplikasi dari penerapan sistem jaminan sosial nasional. Tetapi hingga saat ini belum seluruh warga negara memiliki jaminan kesehatan dalam hidupnya. Berdasarkan data dari kementerian Kesehatan tahun 2010, dari 237,5 juta jiwa penduduk Indonesia, masih tedapat 116,9 juta jiwa penduduk Indonesia (49,2%) yang belum memiliki jaminan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI : 2011).

Sebagai salah satu unsur utama dalam setiap kehidupan seseorang, kesehatan sangat menunjang dalam setiap aktivitas manusia. Pembangunan kesehatan dalam kehidupan berbangsa sangat besar nilai investasinya terutama terhadap sumber daya manusia. Dengan adanya penduduk suatu bangsa yang terjaga kesehatannya dengan baik, bangsa tersebut akan memiliki sumber daya yang manusia yang lebih optimal dalam pembangunan. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator dalam penentuan nilai Indeks pembangunan manusia suatu bangsa. Nilai Indeks Pembangunan Manusia ( Human Development Indeks ) tahun 2010 berada pada peringkat 108 dari 169 negara dan kembali menurun menjadi peringkat 124 dari 183 negara di tahun 2011 versi UNDP1. HDI adalah ukuran keberhasilan suatu negara yang dinilai dari parameter pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan (Bappenas ; 2011).

Rendahnya komitmen pemerintah untuk memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh warga negara dapat dinilai sebagai bentuk rendahnya penghargaan pemerintah akan pentingnya sektor

1 United Nation Development Programme, Lembaga Internasional yang bernaung di Bawah Perserikatan

(3)

kesehatan sebagai salah satu elemen pendukung dalam proses pembangunan manusia Indonesia. Bila hal ini terus diabaikan akan menimbulkan banyak masalah baru yang justru akan menguras keuangan negara yang lebih besar lagi. Belum diaplikasikannya sistem jaminan kesehatan secara nasional seperti yang diamanatkan dalam sistem jaminan sosial nasional membuat warga negara harus lebih bersabar dan menunggu lebih lama lagi untuk bisa menikmati jaminan kesehatan seperti yang dijanjikan pemerintah. Persoalan tidak hanya berhenti sampai disini saja karena sesungguhnya menurut pasal 19 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menyebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Maksud dari kalimat ini adalah secara fundamental kewajiban negara dalam memberikan jaminan kesehatan dialihkan menjadi kewajiban rakyat karena setiap warga negara yang menjadi peserta jaminan sosial diharuskan membayar iuran sesuai dengan tingkat penghasilan yang mereka dapatkan, sedangkan pemerintah hanya menanggung iuran orang miskin dan tidak mampu. Hal ini tentu saja menjadi masalah besar yang perlu dicarikan solusi bersama untuk mengatasinya.

Oleh karena itu, masalah jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional di Indonesia sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dan bagaimana praktiknya dimasa sekarang dan mendatang serta faktor apa saja yang mempengaruhinya. Tulisan ini mencoba menjelaskan masalah tersebut mengingat ke depan masalah kesehatan cenderung akan menjadi prioritas dimasa yang akan datang. Setidaknya ada beberapa alasan terkait dengan pentingnya masalah jaminan kesehatan : (1) sektor Kesehatan merupakan salah satu indikator penilaian Indeks Pembangunan Manusia atau HDI ( Human Development Indeks ) ; (2) semakin bertambahnya jumlah penduduk Indonesia yang ikut berkontribusi pada semakin meningkatnya dana yang diperlukan dalam pembiayaan sektor kesehatan dalam pembangunan ; (3) adanya tuntutan demokratisasi dan bertambahnya jumlah penduduk miskin dari waktu ke waktu mengharuskan negara membuat kebijakan pembiayaan kesehatan melalui jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional yang bisa dinikmati oleh seluruh warga negara tanpa terkecuali ; (4) kesehatan adalah salah satu unsur utama dalam setiap kehidupan seseorang karena sangat menunjang dalam aktivitas setiap manusia.

Untuk membahas masalah sistem jaminan sosial nasional bidang jaminan kesehatan dalam paper ini, bagian berikut ini akan membahas tentang sistem jaminan sosial nasional di Indonesia ; konsep dan pendekatan, selanjutnya praktik jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional di Indonesia, bagian berikutnya menjelaskan tentang jaminan kesehatan dimasa sekarang dan faktor yang mempengaruhinya. Bagian akhir akan didiskusikan tentang jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional Indonesia di masa mendatang.

SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DI INDONESIA : KONSEP DAN PENDEKATAN

(4)

tentang kesehatan menjelaskan bawa pemerintah Indonesia bertanggungjawab penuh dalam pemenuhan hak hidup sehat setiap warga negara termasuk penduduk miskin dan tidak mampu. Tanggung jawab pemerintah termasuk didalamnya memberikan jaminan kesehatan bagi setiap warga negara dan penyediaan layanan kesehatan yang mudah, murah dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 sesungguhnya telah menjamin hak setiap warga negara atas jaminan sosial dalam pemunuhan kebutuhan dasar hidup yang layak untuk meningkatkan martabatnya menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak (UU Nomor 40 tahun 2004 pasal 1). Menurut Yaumil Agus Achir dalam jurnal ekonomi rakyat (www.ekonomirakyat.org) jaminan sosial nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang bertujuan member kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Tarik ulur yang dilakukan oleh pemerintah dalam penerapan sistem jaminan sosial nasional telah berlangsung lebih dari enam tahun sejak disahkannya UU SJSN pada bulan Oktober 2004. Keterlambatan penerapan SJSN terutama kali disebabkan karena besarnya anggaran yang harus disiapkan oleh pemerintah untuk menanggung jaminan sosial bagi seluruh warga negara.

Di Indonesia jaminan sosial diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan juga dijamin dalam Deklarasi Hak Universal Hak Asasi Manusia oleh PBB tahun 1948 pasal 22 dan 25 yang memberikan jaminan sosial secara universal (Ali Ghufron Mukti ; 2007 ; 5). Terdapat banyak cara atau pendekatan yang biasa digunakan oleh suatu negara dalam memberikan perlindungan jaminan sosial bagi warga negaranya yaitu ; (1) pendekatan asuransi sosial (compulsory social insurance) yang pembiayaan nya diambil dari premi yang dibayarkan oleh setiap tenaga kerja dan atau pemberi kerja yang besaranya selalu dikaitkan dengan besarnya upah atau penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja ; (2) pendekatan bantuan sosial ( social assistance ) baik dalam bentuk pemberian bantuan uang tunai maupun pelayanan dengan sumber pembiayaan dari negara dan bantuan sosial masyarakat lainnya (Ali Ghufron Mukti ; 2007 ; 5).

(5)

PRAKTIK JAMINAN KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DI INDONESIA

Salah satu komponen dalam sistem jaminan sosial nasional adalah jaminan kesehatan, jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas (UU SJSN pasal 19). Dalam UU SJSN juga diatur bahwa kepesertaan jaminan kesehatan hanya diberikan bagi setiap warga negara yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah terutama bagi warga miksin dan tidak mampu. Hal ini menjadi masalah karena kategori warga negara yang dikatakan miskin yakni mereka yang pengelurannya dibawah Rp. 233.000,- per bulan (Harian Pikiran Rakyat ; 14 Juli 2011). Badan Pusat Statistik juga telah menetapkan standar kemiskinan baru untuk wilayah perkotaan yaitu pengeluaran sebesar Rp. 217.000,- per bulan atau sebesar Rp. 7.000,- setiap harinya (www.hizbuttahrir.com). Pengkategorian ini membuat setiap orang baik itu petani, pedagang, pengusaha kecil yang berpenghasilan melebihi batas ketentuan tersebut tidak masuk dalam kategori miskin dan diwajibkan membayar sendiri premi asuransi sosialnya. Bahkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, negara mempunyai hak untuk memaksa setiap warga negara untuk membayar iuran asuransi sosial yang diselenggarakan oleh negara. Padahal, tingginya biaya hidup pada saat ini dan komersialisasi berbagai aktivitas pelayanan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah membuat banyak warga negara mengalami kesulitan dalam masalah ekonomi keluarga ditambah lagi dengan beban untuk membayar iuran asuransi sosial seperti yang diamanatkan dalam SJSN.

Indonesia sesungguhnya sudah mengenal jaminan sosial bidang jaminan kesehatan sejak jaman orde baru. Pada masa ini kita mengenal 3 macam asuransi kesehatan yaitu ; (1) Perum Husada Bakti, sekarang PT. Askes, yang menangggung pembiayaan kesehatan bagi pegawai negeri sipil, pensiunan , veteran dan anggota keluarganya : (2) PT. ASTEK, yang didirikan pada tahun 1977 berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 1977 ( yang kemudian berubah menjadi PT. Jamsostek pada tahun 1995 berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 1995 ) yang menanggung pembiayaan kesehatan bagi tenaga kerja sektor swasta dan BUMN : (3) PT. Asabri, yang menanggung pembiayaan kesehatan bagi anggota TNI, Kepolisian RI, PNS Departemen Pertahanan beserta anggota keluarganya ( dibentuk berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 1971 yang disempurnakan lagi dengan PP Nomr 67 Tahun 1991 ) (Kementerian Kesehatan RI ; 2011).

(6)

Jaminan kesehatan sebagai bagian dari sistem jaminan sosial nasional diberikan pemerintah untuk mejamin setiap warga negara terjamin dalam pembiayaan kesehatan dirinya dan anggota keluarganya. Tingginya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh warga negara pada saat ini merupakan salah satu alasan kuat mengapa negara harus memberikan jaminan kesehatan bagi setiap warga negara. Menurut Azrul Azwar (2004 : 125) biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan / atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pihak yang terlibat yaitu pelaksana pelayanan kesehatan ( provider ) dan pengguna jasa pelayanan kesehatan yaitu masyarakat. Bagi pelaksana upaya kesehatan terkait dengan besarnya dana penyelenggaraan upaya kesehatan, sedangkan dari sisi pengguna jasa layanan berhubungan dengan besarnya dana yang diperlukan untuk mendapatkan manfaat suatu pelayanan kesehatan.

Dalam pembiayaan kesehatan warga negaranya suatu negara selalu mempertimbangkan keikutsertaan sektor swasta yang ikut berperan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Dari sisi pemerintah, pembiayaan kesehatan dihitung pada besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi semua warga negaranya, pengeluaran dana oleh pengguna jasa pelayanan kesehatan tidak diperhitungkan sehingga total pembiayaan kesehatan Indonesia adalah jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah ditambah dengan jumlah dana yang dikeluarkan oleh pengguna jasa pelayanan kesehatan untuk sektor swasta. Di berbagai negara, terdapat tiga model sistem jaminan kesehatan atau pembiayaan kesehatan bagi warganya yang diberlakukan secara nasional yaitu model asuransi kesehatan sosial (Social Health Insurance , model asuransi kesehatan komersial / privat (Commercial / Private Health Insurance) dan model terakhir yaitu Pelayanan Kesehatan Nasional (National Health Services) (Azrul Azwar (2004;126)

Model asuransi kesehatan berkembang pertama kali di beberapa negara benua Eropa pada tahun 1882 dan kemudian menyebar ke benua Asia. Kelebihan model ini adalah kemungkinan cakupan yang mencapai 100 persen jumlah penduduk dan tarif yang relatif rendah dalam pembiayaan kesehatan. Model asuransi komersial mulai berkembang di Amerika Serikat. Sistem ini tidak berhasil mencapai cakupan 100 persen penduduk sehingga Bank Dunia merekomendasikan pembaruan sistem asuransi kesehatan. Berdasarkan data Bank Dunia, Amerika Serikat merupakan negara dengan pembiayaan kesehatan paling tinggi di dunia yang mencapai 13,7% dari GNP pada tahun 1997, sementara negara Jepang yang pembiayaan kesehatannya hanya 7 % dari GNP tetapi memiliki derajat kesehatan penduduk yang lebih tinggi yang dibuktikan dengan tingginya usia harapan hidup penduduk Jepang yang mencapai 77,6 yahun untuk pria dan 84,3 tahun untuk wanita (Fatmah Arianty : 2011).

JAMINAN KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL INDONESIA DI MASA SEKARANG DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

(7)

Tengah. Purwoto menderita penyakit yang memerlukan tindakan operasi oleh dokter demi kesembuhannya dan semua itu dengan biaya mencapai 60 juta rupiah. Meskipun sudah bekerja selama 15 tahun sebagai pekerja pabrik terpal dikawasan industri EJIP di daerah Bekasi, Jawa Barat, ia hanya bergaji Rp 1,2 Juta per bulan. Kondisi tersebut membuat Purwoto tidak mampu menanggung biaya operasi karena penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun sudah terdaftar sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) di perusahaan tempatnya bekerja, Purwoto harus menanggung biaya sekitar 50 juta rupiah karena klaim yang dibayarkan oleh pihak Jamsostek hanya 10 juta rupiah (Koran Kompas ; 1 Mei 2010). Kekurangan biaya tersebut seharusnya tidak dialami oleh Purwoto jika Indonesia sudah menerapkan sistem jaminan sosial nasional terutama bidang jaminan kesehatan. Tanpa disadari dengan baik oleh pemerintah, masih banyak warga negara lain yang mengalami masalah serupa dengan Purwoto namun tidak diekspos ke muka publik.

Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang SJSN, hingga sekarang pemerintah belum juga melengkapinya dengan 10 peraturan pemerintah dan 9 peraturan presiden seperti yang diamanatkan dalam UU tesebut. Kelambanan pemerintah ini menurut pengamatan ahli ekonomi dikarenakan jika SJSN jadi terapkan di Indonesia diperkirakan akan menguras anggaran negara dalam APBN sedikitnya Rp 98 triliun dan merupakan objek subsidi baru yang harus ditanggung oleh pemerintah (www.kompas.com). Rendahnya kemampuan keuangan negara membuat pemerintah terus menunda aplikasi sistem jaminan sosial nasional yang pada intinya merupakan penerapan sila kelima dari pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Akibat dari kelambanan pemerintah tersebut, warga negara yang harus menanggung akibatnya karena masih harus memikirkan biaya kesehatannya, hal ini sungguh memberatkan terutama bagi warga miskin dan tidak mampu.

Pada tanggal 28 Oktober 2011 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia telah mengesahkan UU baru tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) yang di bagi menjadi ; (1) UU BPJS 1 yang diasumsikan akan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 dengan tujuan penyelenggaraan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk menampung pengalihan program Jamkesmas, Askes, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT. Jamsostek dan PT. Asabri ; (2) UU BPJS 2 yang diasumsikan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 atau selambat-lambatnya 1 Juli 2015 dengan tujuan pengelolaan jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pension yang merupakan transformasi dari PT. Jamsostek. Dengan disahkannya UU tentang BPJS, diharapkan dimasa mendatang semua warga negara baik kaya ataupun miskin sudah memiliki jaminan sosial yang terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

(8)

ke golongan mana ; (2) pada tahap pertama iuran atau premi jaminan kesehatan bagi warga miskin dan tidak mampu dibayarkan oleh pemerintah tetapi untuk selanjutnya tidak disebutkan siapa yang akan menanggungnya ; (3) jaminan kesehatan hanya diberikan bagi peserta yang sudah membayar iuran kepesertaan jaminan sosial, sedangkan mereka yang tidak mampu membayar tidak mendapatkan jaminan kesehatan ; (4) besarnya iuran kepesertaan ditentukan berdasarkan besarnya upah atau penghasilan para pekerja dan bagi pekerja yang mempunyai anggota keluarga lebih dari 5 orang harus menambah iuran kepesertaan jaminan kesehatan ; (5) prinsip jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional lebih mengarah ke prinsip asuransi sosial dimana setiap warga negara untuk menjadi peserta harus dibebani dengan iuran.

Saat ini, Indonesia dengan jumlah penduduk tahun 2010 berjumlah 237,5 juta jiwa berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI (2011) masih terdapat 116,9 juta jiwa (49,22%) warga negara yang belum memiliki jaminan kesehatan. Sementara itu jumlah masyarakat yang menjadi peserta Askes 95,2 juta jiwa, Jamsostek 4,4 juta jiwa, Asabri 2 juta jiwa, asuransi komersial 8,8 juta jiwa dan badan pelaksana asuransi sebanyak 5 juta jiwa. Pemerintah juga mengalokasikan dalam APBN sebesar 6,3 triliun Rupiah untuk program jaminan kesehatan masyarakat yang diperuntukkan bagi warga miskin dan tidak mampu dan juga untuk program jaminan persalinan (jampersal) yang diperuntukkan bagi pembiayaan persalinan bagi seluruh ibu di Indonesia yang belum memiliki jaminan kesehatan. Program jampersal ini merupakan program jaminan kesehatan baru yang diluncurkan sejak bula Januari tahun 2011 yang ditujukan untuk percepatan pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index / HDI) di Indonesia. Jaminan kesehatan masyarakat diperuntukkan bagi 76,5 juta warga miskin yang telah memiliki kartu jamkesmas sesuai dengan hasil pendataan terakhir dari Badan Pusat Statistik tahun 2009 ( Kementerian Kesehatan RI ; 2011)

Keanggotaan warga negara dalam berbagi jenis asuransi atau jaminan kesehatan tersebut tentu saja tidak didapatkan secara gratis atau cuma-cuma, bagi seorang pegawai negeri sipil (PNS) harus merelakan 2 % dari gaji pokoknya dipotong setiap bulan sebagi iuran kepesertaan dalam asuransi kesehatan (ASKES), begitupun dengan para pekerja yang menjadai peserta Jamsostek harus rela membayar iuran kepesertaan setiap bulannya yang besarannya ditentukan berdasarkan besarnya penghasilan yang diterima setiap bulannya. Hal ini berarti tanggung jawab negara masih sangat minim dalam penyediaan jaminan kesehatan bagi setiap warga negara karena warga negara masih harus membayar atau menanggung sendiri iuran kepesertaan dalam jaminan kesehatan yang seharusnya domain tersebut menjadi tanggung jawab negara sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 27 ayat 2. Mengingat masih banyaknya jumlah warga negara yang belum memiliki jaminan kesehatan, membuat pemerintah harus lebih cepat mengambil kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya melalui kebijakan sistem jaminan sosial nasional bidang jaminan kesehatan.

(9)

Seiring dengan akan mulai diberlakukanya sistem jaminan sosial nasional (SJSN) mulai 1 Januari 2014 mendatang, banyak hal yang harus menjadi perhatian banyak pihak baik pemerintah sebagai penyedia jaminan kesehatan maupun warga negara sebagai penerima manfaat jaminan kesehatan. Konsekuensinya antara lain jangka waktu pemberlakuan sistem jaminan sosial nasional yang terhitung masih 3 tahun lagi, adanya peleburan perusahaan asuransi seperti ASKES, JAMSOSTEK, ASABRI dan TASPEN menjadi badan publik yaitu Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) 1 dan BPJS 2. Proses peralihan yang memakan waktu lama ini tentu saja memberikan dampak bagi warga negara yang sudah lebih dulu menjadi peserta jaminan sosial dari perusahaan tersebut.

Besarnya jumlah dana yang dihimpun dalam BPJS saat penggabungan 4 BUMN asuransi nasional menurut ahli ekonomi seperti yang dimuat dalam situs www.hizbuttharir.com bisa mencapai 190 triliun Rupiah. Besarnya jumlah dana tersebut tentulah sangat menggiurkan banyak pihak yang terlibat didalamnya, padahal dalam RUU BPJS pasal 8 menyebutkan bahwa BPJS diberi kewenangan untuk menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana dan hasil yang memadai (www.dprri.go.id). Besarnya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah kepada BPJS dalam pengelolaan dana yang notabene adalah uang peserta asuransi tersebut mengandung resiko jika ditempatkan dalam bentuk investasi di pasar saham ataupun obligasi karena jika hal tersebut mengalami permasalahan maka warga negara lagi yang akan menanggung resiko tersebut karena terancam tidak terpenuhi haknya dalam jaminan sosial.

Masalah lain yang perlu menjadi perhatian bersama dalam pemberlakuan sistem jaminan sosial nasional adalah kemampuan warga negara dalam membayar iuran kepesertaan dalam jaminan sosial, padahal dalam penjelasan pasal 4 UU Nomor 40 tahun 2004 menyebutkan bahwa sistem jaminan sosial nasional menganut prinsip kepesertaan wajib dimana prinsip ini mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap. Dalam bab 1 tentang ketentuan umum UU tersebut juga terdapat pasal 8 yang menyebutkan bahwa peserta jaminan sosial adalah setiap orang termasuk orang asing yang telah bekerja selama minimal 6 bulan di Indonesia dan telah membayar iuran kepesertaan. Padahal tidak semua warga negara mampu membayar iuran kepesertaan sebagai syarat utama menjadi peserta jaminan sosial. Kebijakan pemerintah yang hanya membayar iuran kepesertaan bagi warga miskin dan tidak mampu yang tidak jelas pengkategoriannya membuat sistem jaminan sosial berpotensi menimbulkan permasalah dimasa mendatang.

(10)

CATATAN PENUTUP

Berdasarkan diskusi di atas, ada beberapa poin penting yang bisa disimpulkan dalam paper ini.

Pertama, kebijakan jaminan sosial terutama jaminan kesehatan sebagai salah satu instrumen dalam pembangunan manusia Indonesia sudah dilaksanakan sejak zaman orde baru hingga sekarang saat masa pemerintahan periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terus mengalami fluktuatif baik dalam hal besarnya jaminan kesehatan maupun bentuk jaminan kesehatan yang diaplikasikan di masyarakat. Kedua, faktor politik sangat kentara sekali kelihatan pengaruhnya dalam penetapan kebijakan sistem jaminan sosial nasional dan anggaran negara dalam APBN dalam pembiayaan jaminan kesehatan warga negara, hal ini dibuktikan dengan lambannya peberapan sistem jaminan sosial nasional dimana UU SJSN Nomor 40 tahun 2004 sudah disahkan sejak tahun 2004, namun perangkat peraturan pengikutnya belum juga dibuat hingga sekarang. UU tentang BPJS pun baru pada bulan Oktober 2011 disahkan oleh DPR dan penerapan sistem jaminan sosial nasional baru mulai akan dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Ketiga, aturan dalam UU SJSN yang menganut prinsip asuransi sosial yang mewajibakan seluruh warga negara wajib menjadi peserta dan membayar iuran kepesertaan pada BPJS sebagai syarat utama untuk mendapakan keanggotaan dalam SJSN. Negara hanya menanggung iuran kepesertaan bagi warga miskin dan tidak mampu yang tidak jelas pengkategoriannya tentang warga mana saja yang iurannya ditanggung oleh pemerintah

(11)

Daftar Pustaka

Buku Sumber

Arum Atmawikarta, 2004 “ Investasi Kesehatan Untuk Pembangunan Ekonomi “ Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat, BAPPENAS RI, Jakarta

Azwar, Azrul, 1996, Pengantar Administrasi Kesehatan , Edisi ketiga, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta

BAPPENAS RI, 2009, “ Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium Indonesia “, Penerbit BAPPENAS RI, Jakarta

Ghufron, Ali Mukti, 2007. “ Sistem Jaminan Kesehatan : Konsep Desentralisasi Terintegrasi” Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Ghufron, Ali Mukti, 2001. “ Sistem Jaminan Sosial Dalam Otonomi Daerahi” Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Kementerian Kesehatan RI, 2011 “ Alokasi Anggaran Kesehatan 2011 “ Jakarta

Notoatmodjo, Soekidjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka Cipta Jakarta Prijono Tjiptoherijanto, 1994 “ Ekonomi Kesehatan “ , Penerbit PT. Rineka Cipta Jakarta

PT. Jamsostek ( Persero ) “ Laporan Tahunan 2010 “ Jakarta

Ramli, Lenny, 1996. “ Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia “ Penerbit Unair Surabaya

(12)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional

Website

www.astaqauliyah.wordpress.com, diakses tanggal 11 Nopember 2011

www.depkes.go.id , diakses tanggal 11 Nopember 2011

www.dprri.go.id, diakses tanggal 23 Nopember 2011

www.ekonomirakyat.org, diakses tanggal 23 Nopember 2011

www.fatmaharianty.blogspot.com, diakses tanggal 23 Nopember 2011

www.hizbuttharir.com, diakses tanggal 23 Nopember 2011

www.kompas.com, diakses tanggal 4 Nopember 2011

www.ph_gmu.ac.id, diakses tanggal 11 Nopember 2011

Referensi

Dokumen terkait

Melalui pembelajaran Project Based learning berbasis pemanfaatan teknologi media digital dengan pendekatan computational thinking , diharapkan Murid dapat

Data yang ada hingga kini menunjukkan bahwa wilayah Aceh Tamiang memiliki masa hunian yang paling tua dibandingkan situs lainnya di pesisir, sehingga diduga DAS Tamiang

Pada percobaan ini pada bunga menjadi agak memudar tetapi tidak terdapat bintik putih, sedangkan pada kain basah dan kering tidak terjadi perubahan apapun, pada percobaan ini

Bakteri aerob akan berada dipermukaan atas karena bakteri akan mengambil oksigen bebas dari udara, bakteri anaerob akan berada didasar jauh dari permukaan, bakteri yang anaerob

Komunikasi untuk mengelola prasangka terhadap polisi hanya aktif digunakan oleh informan yang merupakan anggota polisi, sedangkan informan yang berasal dari

Selain inteligensi, faktor eksternal yang lain adalah motivasi, yang secara sederhana pula dikenal dengan do- rongan kuat dari dalam diri individu untuk melakukan atau

Untuk tujuan tersebut telah dilakukan penelitian untuk mengetahui nilai kepadatan maksimum untuk indeks plastisitas tertentu, menentukan nilai koefisien permeabilitas

“D” arah melinta an sama atau nkan pada se n lebih besa alur 5,50 m n truk semi tr njadi 2 beb mukaan lanta batan putus agar asing-masin alam kedud 44,0 kN/m). terjadi peng ng