• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN CABANG BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) ARTIKEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN CABANG BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) ARTIKEL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA BADAN PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

CABANG BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)

ARTIKEL

Oleh:

FENDI NOFRIAN

NPM : 1410018412008

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)
(3)

UPAYA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN CABANG BANDUNG DALAM PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)

Fendi Nofrian1, Uning Pratimaratri1, Miko Kamal1

1

Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Bung Hatta

Email:fendinovrian91@gmail.com

ABSTRACT

Developments in health care fraud is becoming a special attention of the government. That phenomenon is the background issuance Minister of Health Regulation Number 36 Year 2015 concerning the Prevention of Fraud In Implementation of Health Insurance Program At National Social Security System. This study aimed to (1) analyze indications of fraud Advanced Skincare Health Facilities (ASHF) in Bandung; (2) analyze any prevention efforts undertaken BPJS Bandung branch in minimizing fraud in ASHF indication; (3) analyze the prospects of fraud control efforts by BPJS Health Branch Bandung. This study used socio legal approach. This study used primary data and secondary data. Data were collected through documentary study. Data were analyzed qualitatively. The survey results revealed that (1) an indication of fraud in health care ASHF in Bandung is upcoding and kickback; (2) the prevention of fraud committed by BPJS Health Branch Bandung Bandung City Government together with the agenda of the so-called plan of action and to maximize the role of verifiers in the field; (3) the prospects for prevention that are being developed that software updates casemix and managed care in collaboration with the entire hospital in Bandung.

Keywords : BPJS, health, prevention, fraud.

PENDAHULUAN

Salah satu tujuan Negara Indonesia termaktub di dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

“Melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan sosial”. Hal tersebutlah yang

menjadi dasar oleh negara untuk membentuk suatu sistem untuk menjamin pemerataan kesejahteraan untuk rakyat, salah satunya dalam bidang kesehatan.

(4)

yang berbunyi, “Negara mengembangkan

sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan”.

Dalam perjalanannya, sistim jaminan sosial semakin berkembang, salah satunya jaminan sosial di bidang kesehatan (health financing) yang mencakup seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali dengan program pemerintah yang disebut dengan jaminan pemeliharaan kesehatan yang bertujuan memberikan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan agar mencapai mutu pelayanan kesehatan yang tinggi sehingga meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut direalisasikan dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang melaksanakan kewenangan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam menjalankan fungsi dan perannya, BPJS Kesehatan tengah dilanda masalah indikasi

fraud yang menjadikan biaya klaim oleh BPJS Kesehatan menjadi membludak.

Di Indonesia aturan tentang fraud dalam kesehatan telah diatur di dalam Permenkes No. 36 Tahun 2015 Pasal 1 ayat (1) disebutkan kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan pada sistem jaminan sosial nasional yang selanjutnya disebut dengan kecurangan JKN adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja oleh peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan serta penyedia obat dan alat kesehatan untuk mendapatkan keuntungan financial dari program jaminan kesehatan dalam sistem jaminan sosial nasional melalui perbuatan curang yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Pelayanan kesehatan di suatu negara sangat dipengaruhi oleh tiga pihak yaitu institusi atau lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan (health care provider), kelompok masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan (health constumer) dan pihak lembaga keuangan atau perusahaan asuransi (health financing atau insurance company). Fraud

(5)

penjara selama 22 tahun, diperintahkan membayar restitusi sebesar $ 3,2 juta dan denda $ 25.000 terhadap operasi medis yang seharusnya tidak perlu dilakukan terhadap penerima jaminan pelayanan kesehatan. Fenomena yang terjadi di Amerika Serikat ini sebenarnya berkaitan antara dokter dan rumah sakit (provider) dengan pihak penanggung asuransi (insurance), dimana fraudterjadi atas adanya kesengajaan provider dalam mencurangi data dalam pelayanan kesehatan.

Di Indonesia fenomena fraud dalam pelayanan kesehatan di Indonesia terjadi dalam soal tagihan. Tagihan itu sendiri tidak luput dari potensi penyelewengan, yakni rumah sakit menambahkan atau memperbesar paket klaim ke BPJS. Selama ini tarif layanan kesehatan di Indonesia menggunakan Ina-CBGs (Indonesian Case Base Groups), artinya biaya paket penyakit tertentu di rumah sakit diseragamkan. Masalah yang timbul adalah tarif tersebut sering lebih rendah daripada hitungan rumah sakit, hal tersebut dinilai memicu rumah sakit secara sengaja menambahkan biaya tagihan ke BPJS Kesehatan. Potensi kecurangan lainnya adalah phantom billing. Kecurangan jenis ini

dilakukan rumah sakit dengan membuat kasus perawatan siluman. Contohnya salah satu rumah sakit selama januari 2014 sebenarnya hanya melayani satu pasien BPJS Kesehatan dengan keluhan penyakit tifus tetapi dalam klaim yang diajukan ke BPJS Kesehatan dibuat

billing siluman seakan-akan ada lebih dari satu pasien penyakit tifus di bulan yang sama. Hal tersebut mengakibatkan biaya kesehatan di Indonesia cenderung meningkat yang disebabkan oleh berbagai faktor yang salah satunya servis yang ditentukan oleh provider. Pada celah seperti ini rumah sakit sering memanfaatkan hanya untuk kepentingan pihak dokter dari rumah sakit saja. Hal ini menempatkan pasien tetap jauh dibawah dan posisi yang paling lemah. Fenomena tersebut sering disebut dengan kecurangan (Fraud). Atas pertimbangan tersebutlah penulis merasa sangat tertarik membahas dan mendalami aspek

(6)

Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja bentuk indikasi fraud dalam pelayanan kesehatan FKRTL di Bandung?

2. Apa upaya pencegahan fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung?

3. Apa prospek upaya pengendalian fraud

oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung?

Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan tahap mencari kembali sebuah kebenaran, sehingga akan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul tentang suatu objek penelitian. Penelitian merupakan sarana pokok dalam mengembangkan ilmu pengetahuan karena dilakukan secara sistematis, metodologi dan analisis untuk mendapatkan sebuah kesimpulan.

1. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah bersifat deskriptif yaitu yang menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi dan berlangsung dan tujuannya agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek yang diteliti, sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau perundang-undangan yang berlaku, kemudian dijelaskan dalam bentuk uraian kalimat dari objek penelitian mengenai Upaya BPJS Kesehatan Cabang Bandung dalam pencegahan Kecurangan (Fraud).

2. Pendekatan Masalah

(7)

Penelitian jenis ini dapat mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang ada di balik pelaksanaan dan penegakan hukum di BPJS Kesehatan Cabang Bandung.

3. Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Sumber utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mewawancarai. Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada 4 informan yang menurut penulis dapat mewakilkan jawaban dari penelitian. Keempat informan adalah:

1) Anggota bidang hukum BPJS Kesehatan Cabang Bandung, dimana dalam hal ini ditunjuk oleh

BPJS Kesehatan Cabang Bandung untuk mewakili institusi.

2) Seorang verifikator lapangan di Rumah Sakit X dan Rumah Sakit Y yang penulis tunjuk karena kasus indikasifraud ada pada rumah sakit yang berada dibawah pengawasan.

3) Perwakilan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit Y.

4) Perwakilan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit X.

b. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen resmi buku-buku dan hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan analisis indikasifraudberupa:

1) Plan of Action aksi pencegahan

Fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung.

2) Hasil Seminar Fraud Oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung.

(8)

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di BPJS Kesehatan Cabang Bandung karena pada regional tersebut memiliki beberapa kasus indikasi fraud yang terjadi dalam FKRTL dan telah ada aksi nyata dalam pencegahan dan penanggulangan fraud dibanding dengan regional yang ada di Sumatera Barat.

5. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Wawancara (interview) adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang dengan memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden. Peneliti mewawancarai subyek penelitian dengan menggunakan teknik wawancara berfokus (focused interview), biasanya

terdiri dari pertanyaan yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetapi selalu terpusat pada satu pokok permasalahan tertentu.

b. Studi Dokumen

Studi Dokumen (documentary studies) ini sebagai pelengkap bagi penelitian kualitatif, yaitu dengan mempergunakan data yang bersumber dari buku-buku dengan mempelajari data, hasil penelitian, hasil seminar maupun peraturan-pearaturan yang berkaitan dengan materi penelitian.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Metode Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif yakni analisis yang menekankan pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.

(9)

kegiatan studi dokumen dan wawancara. Data yang diperoleh masih berupa data yang mentah dan tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur. Analisis data secara kualitatif yaitu dengan cara menafsirkan gejala yang terjadi. Analisis data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan semua bahan yang diperlukan yang bukan merupakan

angka-angka dan kemudian

menghubungkannya dengan permasalahan yang ada.

A. Bentuk IndikasiFraud dalam Pelayanan

Kesehatan FKRTL di Bandung

Modus Indikasi fraud dalam pelayanan kesehatan FKRTL di Bandung sebenarnya telah dideteksi sejak awal oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung di beberapa rumah sakit yang termasuk dalam area kerjanya, namun dalam praktiknya indikasi fraud yang terjadi sering digambarkan oleh oknum provider sebagai hal yang biasa. Adapun modus indikasi fraud yang dilakukan seperti:

a. Melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk menyetujui klaim yang tidak seharusnya atau biasa disebut dengan

upcoding. Pada modus ini, pihakprovider

dapat melakukan pemufakatan jahat yang dilakukan antara oknum dokter dengan oknum koder atau oknum pihak rumah sakit lainnya yang berwenang dengan oknum koder untuk menaikkan kode diagnosa, bahkan modus oknum dokter tersebut biasanya melakukan tindakan yang sebenarnya tidak harus dilakukan. Ketentuan Upcoding telah diatur dalam Pasal 5 ayat 4 Permenkes No. 36 Tahun 2015, yang dinyatakan bahwa:

“Penulisan kode diagnosis yang

berlebihan/upcoding sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan pengubahan kode diagnosis dan/atau prosedur menjadi kode yang memiliki tarif yang lebih tinggi dari yang

seharusnya.”

b. Melakukan pemindahan peserta terdaftar dengan tujuan memperoleh kickback dari faskes yang diuntungkan. Kickback

(10)

dilakukan dengan kerjasama antara dokter dan rumah sakit untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Salah satu modusnya berupa memulangkan pasien yang awalnya telah dirawat beberapa hari dan pada hari berikutnya diminta kembali ke rumah sakit untuk melanjutkan rawatan inap. Hal tersebut dapat menambah biaya klaim ke BPJS Kesehatan karena dengan cara tersebut pasien akan mendaftarkan kembali ke BPJS Kesehatan dan pihak BPJS Kesehatan akan mengeluarkan surat klaim yang baru.Tindakan tersebut tentu sangat merugikan pemerintah yang mana dalam hal ini ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Ancaman defisit terhadap anggaran tengah dihadapi oleh BPJS Kesehatan, salah satunya dikarenakan

fraud tersebut. Fraud atas kickback

tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan dari repeat billing dan

prolonged length of stay. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Pasal 5 ayat (10) dan Pasal 5 ayat (11) Permenkes No. 36 Tahun 2016.

1) Pasal 5 ayat (10) yang dinyatakan bahwa:

“Tagihan berulang/repeat billing

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hurug g merupakan klaim yang diulang pada kasus yang sama.”

2) Pasal 5 ayat (11) yang dinyatakan bahwa:

“Memperpanjang lama perawatan

/prolonged length of stay sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf h merupakan klaim atas biaya pelayanan kesehatan yang lebih besar akibat perubahan lama hari perawatan inap.”

B. Upaya Pencegahan Indikasi Fraud oleh

BPJS Kesehatan Cabang Bandung

(11)

melaksanakan suatu agenda, yakni Plan of Action sebagai dasar pedoman pencegahan

fraud di rumah sakit dari pusat berupa kerjasama antara kementerian kesehatan, ahli hukum kesehatan dari PKMK UGM, BPJS, PERSI, Policy Brief untuk membangun sistem

anti fraud di Bandung, seminar pencegahan

fraud layanan kesehatan, serta pelatihan

(blended learning) pencegahan, Advokasi ke masyarakat melalui media massa untuk ikut terlibat.

Plan of Action aksi pencegahan fraud

dapat dilihat pada lampiran yang telah penulis lampirkan. Dalam program tersebut dapat diketahui bahwa BPJS Kesehatan Cabang Bandung tengah serius untuk memberikan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan dalam pelayanan kesehatan dengan melakukan kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Bandung. Adapun kegiatannya berupa:

a. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan dan sistem pelayanan dibidang kesehatan. Menurut penulis hal ini dirasa efektif untuk mencegah frauddalam transparansi

anggaran. Pemberian pengetahuan kepada

stakeholders tentang upaya mengenai SOP transparansi terkait mekanisme penggunaan dan pertanggungjawaban dana kesehatan yang dapat diakses oleh masyarakat demi menciptakan good governance.

b. Melakukan program pencegahan korupsi di satuan kerja pengelola dana kesehatan. Pencegahan yang dilakukan berupa penandatanganan pakta integritas antara BPJS Kesehatan dengan Rumah Sakit maupun PERSI dan melakukan sosialisasi pakta integritas kepada seluruh masyarakat penerima layanan kesehatan melalui surat edaran, talkshow,

Standing/X-banner dan Poster. Hal ini tentu menjadi panduan serta pengawasan yang akan dilakukan oleh masyarakat.

(12)

penggunaan dana kesehatan serta memberikan bimbingan kepada masyarakat terkait kode etik, peraturan dan pelayanan fasilitas kesehatan.

d. Optimalisasi pelayanan puskesmas dan RSUD dengan melaksanakan evaluasi dan perbaikan kinerja yang dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Bandung.

e. Optimalisasi pelayanan perizinan untuk klinik pengelolaan dan rumah sakit. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengawasan dan penelitian terhadap rumah sakit yang melakukan kesalahan atau illegal untuk dapat melakukan pencabutan izin ataupun pembaharuan izin sehingga perbuatan fraud dapat diminimalisir dengan baik.

f. Sosialisasi prosedur pendaftaran peserta dan pelayanan di fasilitas kesehatan melalui media massa. Media massa merupakan wadah yang sangat efektif untuk memberikan pembelajaran dan pengetahuan kepada masyarakat tentang prosedur pendaftaran dan pelayanan

kesehatan agar tidak terjadi penunggakan premi dan penolakan pelayanan kesehatan.

g. Penyediaan layanan pengaduan. Hal ini dilakukan oleh BPJS Kesehatan karena minimnya pengawasan yang dapat dilakukan serta memberikan peran aktif masyarakat untuk mencegah fraud

tersebut terjadi.

h. Penerapan kode etik profesi dalam pencegahan fraud. Hal tersebut dapat dilakukan oleh komite medik rumah sakit maupun kode etik profesi lainnya agar fraud tersebut tidak terjadi serta memonitoring hasil kinerja pemberi pelayanann kesehatan.

i. Membangun sistem pencegahan melalui Permenkes Nomor 36 Tahun 2015. Indikator fraud telah dijabarkan dalam peraturan tersebut, sehingga para pemberi pelayanan, komite medik dan komite pengawas dapat bekerja sesuai dengan aturan yang telah dibentuk.

(13)

kolaborasi dengan komite audit dan pengawas BPJS Kesehatan pusat yang dirasa masih kekurangan sumber daya manusia.

k. Menyusun dan melaksanakan program pengawasan dana kesehatan 2015-2016. Salah satu tujuannya yakni membentuk unit pengendali gratifikasi di lingkungan pelayanan kesehatan Kota Bandung.

l. Menyempurnakan dan meningkatkan akurasi pendataan agar tidak terjadi penipuan identitas dan pendataan terhadap warga miskin yang layak mendapatkan pelayanan secara gratis.

Pencegahan fraud juga dapat dilakukan oleh verifikator di lapangan. Peran yang sangat krusial sebagai benteng terakhir dalam pencegahan fraud sebelum dilakukannya penanggulangan fraud itu sendiri. Verifikator bertindak sebagai garda terdepan pencegahan

fraud mempunyai tugas yang sangat penting. Demi melakukan pencegahan tersebut verifikator diberikan kewenangan untuk mengurutkan diagnosa yang telah di klaim oleh

provider, dalam hal ini dokter tidak boleh ikut

berperan serta dalam menentukan urutan diagnosanya karena semua sudah diatur oleh kaidah penagihannya. Setelahnya kantor pusat juga berperan dalam analisa diagnosa-diagnosa yang tingkat penagihannya banyak se-regional atau se-indonesia, biasanya setelah dilakukan analisa akan turun surat edaran terkait penagihan. Seperti yang baru-baru ini turun Kepmenkes terhadap 58 hasil konsensus yang diajukan oleh BPJS dan 38 diantaranya di setujui dan setelah ada payung hukum 37 kasus tersebut BPJS Kesehatan bebas cut klaim, namun hal tersebut belum termasuk audit medis. Apabila telah dilakukan audit medis terhadap tindakan medis yang tidak relevan dengan diagnosa dan terbukti bersalah maka rumah sakit harus mengembalikan biaya yang di fraud kan. Jadi intinya verifikator tidak mengganggu kinerja dokter dalam melakukan pelayanan sesuai dengan kompetensinya dan dokter juga tidak bisa intervensi verifikator. Kalau memang ada tarif yang tidak sesuai maka asosiasi dokter dapat mengajukan revisi tarif kepada NCC.

C. Prospek Upaya Pengendalian Fraud oleh

(14)

Prospek upaya pengendalian fraud oleh BPJS Kesehatan Cabang Bandung dilakukan dengan 2 cara, yaitu:

1. Perjanjian Kerja Sama

2. Pengembangan Aplikasi Software

Pertama, Perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan Cabang Bandung dan PERSI juga memberikan efek positif dalam upaya pencegahan fraud dan abuse, hal ini menjadikan momen tersebut untuk saling percaya, namun apabila PERSI atau salah satu rumah sakit melanggar, BPJS Kesehatan tidak segan untuk memutuskan hubungan kerjasama. Apabila melakukan fraud tentu klaimnya tidak akan diberikan sesuai dengan aturan. Hal ini tentu merugikan bagi provider karena di masa akan datang seluruh rakyat Indonesia akan dilindungi oleh BPJS Kesehatan.

Pembaharuan perjanjian kerjasama tersebut direvisi setiap 1 tahun sekali. Pada tahun 2016 ini, BPJS Kesehatan Bandung tengah mengkaji perjanjian kerjasama dengan para rumah sakit. Adapun bentuk perjanjiannya dapat dilihat di lampiran. Dalam perjanjian tersebut belum disebutkan secara tegas mengenai aturan fraud, aturan mengenai fraud

tersebut dirasa masih perlu ada perbaikan dalam perjanjian tersebut, bukan hanya sekedar penindakan melalui pencabutan kerjasama atau izin, namun harus ada upaya-upaya yang seharusnya diambil sebagai langkah untuk mencegah fraud terjadi misal dengan menambahkan klausul tentang kerjasama pelatihan para tenaga medis dalam pencegahan

fraud.

Kedua, Pengembangan aplikasi

software diharapkan dapat meminimalisir indikasi fraud yang terjadi di FKRTL, hal ini menjadi suatu hal yang penting karena software

tersebut selanjutnya akan langsung menginput data dari dokter langsung diterima oleh verifikator bukan lagi kepada koder yang secara tidak langsung memberikan sistem yang efektif dan efisien.

(15)

terjadi di BPJS Kesehatan di masa akan datang, BPJS Kesehatan segera akan meluncurkan sebuah aplikasi verifikasi yang terintegrasi di dalam SIM INA-CBGs yang disebut dengan sistem aplikasi INASIS (INA-CBGs-SEP

Integrated System). Dengan sistem ini, proses penagihan klaim dari rumah sakit kepada BPJS Kesehatan diharapkan menjadi lebih cepat karena pengiriman file klaim tidak lagi dilaksanakan secara manual dari SIM RS ke SIM verifikasi. Hal ini tentu akan mencegah terjadinya fraud berupa double claim oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Sebagaimana amanat dalam Pasal 15 Permenkes No. 36 Tahun 2015, yang dinyatakan:

1) Pengembangan pelayanan kesehatan yang berorientasi kendali mutu dan kendali biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:

a. Penggunaan konsep manajemen yang efektif dan efisien;

b. Penggunaan teknologi informasi berbasis bukti; dan

c. Pembentukan tim pencegahan kecurangan JKN di FKRTL

2) Teknologi informasi berbasis bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus mampu memonitor dan mengevaluasi semua kegiatan di FKRTL secara efisien dan struktur.

Saran

Persoalan fraud ini sebenarnya dapat diatasi apabila kepercayaan antara peserta asuransi, perusahaan asuransi/pengelola dan dokter/rumah sakit selaku provider kesehatan dapat dijaga dengan baik. Karena pada dasarnya bisnis asuransi adalah bisnis yang didasari oleh kepercayaan. Selain itu, berdasarkan pengalaman di berbagai negara maju, fraud dapat dicegah antara lain melalui peran semua pihak yang terkait di dalamnya seperti pemerintah, pemberi layanan kesehatan dan peserta asuransi.

a. Pemerintah.

1) Menetapkan ketentuan hukum atau undang-undang tentang fraud yang mencantumkan tentang hukuman yang dapat dikenakan kepada yang melakukan fraud tersebut.

(16)

fraud dapat diketahui berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan.

b. Pemberi Pelayanan Kesehatan (provider).

1) Pemberi pelayanan kesehatan mempertahankan kepercayaan BPJS Kesehatan terhadap pelayanan yang diberikan dan diwujudkan dalam bentuk pengajuan klaim yang sesuai dengan pelayanan yang diberikan dan akurat.

2) Pemberi pelayanan kesehatan mempertahankan kepercayaan pasien atau peserta asuransi dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar-standar yang telah ditetapkan serta manfaat yang seharusnya menjadi hak peserta dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alam, A.S., 2010, Pengantar Kriminologi, Makassar: Pustaka Refleksi.

Ali, Zainuddin, 2011, Metode Peneliti Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Amiruddin, 2011, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers.

Arief, Barda Nawawi, 1992, Bahan Bacaan Politik Hukum Pidana, Jakarta: Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

---, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru,

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Ashofa, Burhan, 2004, Metode Penelitian Hukum, Jakarta,: PT. Rineka Cipta.

Bonger, W. A., 1977, Pengantar tentang Kriminologi, Terjemahan A. Koesnoen, Jakarta: Ghalia Indonesia. Chazawi, Adami, 2003, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang: Bayumedia.

Gunakarya, Widiada dan Petrus Irianto, 2012,

Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Hamdan , M, 1997, Politik Hukum Pidana, Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Hamzah, Andi, 2005, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hatta, Moh, 2010, Kebijakan Politik Kriminal: Penegakan Hukum dalam rangka Penanggulangan Kejahatan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isfandryarie, Anny, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Kartono, Kartini, 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Mandar Maju.

Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika.

(17)

Kusumah, Mulyan W., 1986, Perspektif, Teori dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta: Rajawali.

Lamintang, 1991, Delik-Delik Khsusu Kejahatan-Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat-Surat, Alat Pembayaran, Alat-Alat Bukti dan Pengadilan, Bandung: Mandar Maju.

MD, Moh. Mahfud, 2010, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta.

Muhammad, Abdulkadir, 2010, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Mukti, Ali Gufron dan Moertjahjo, 2008,

Sistem Jaminan Kesehatan:Konsep Desentralisasi Terintegrasi,

Yogyakarta: KHM.

Muninjaya, A.A. Gde, 2011, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta: EGC.

Notoadmojo, Soekidjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Permana, IS. Heru, 2011, Politik Kriminal, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.

Prodjodikoro, Wiryono, 1967, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Jakarta: Refika Aditama.

Raharjo, Irvan, 2001, Bisnis Asuransi Menyongsong Era Global, Jakarta: Yasdaya. Raharjo, Satjipto, 1980, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Alumni.

Reksodiputro, Mardjono, 1993, Sistem Peradilan Indonesia (Melihat Kepada Kejahatan dan Penegakan Hukum

dalam Batas-Batas Toleransi), Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Siswati, Sri, 2013, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan, Jakarta: Rajawali Pers. Soedarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni.

Soepardi, Edi Mulyadi, 2010, Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi Pengadaan Jasa Konsultasi Instansi Pemerintah,Jakarta: BPKP. Soeroso, R., 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Sugandhi, R.,1980, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Penjelasannya.

Suharto, 1991, Hukum Pidana Materil dan Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan, Jakarta: Sinar Grafika. Sulastomo, 2008, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta: Rajawali Pers.

Sulistia, Teguh dan Aria Zarnetti, 2011, Hukum Pidana: Horizon Baru Pasca Reformasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syamsudin, M., 2007, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Triwibowo, Cecep, 2014, Etika dan Hukum Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika.

Tuannakotta, Theodorus M., 2007, Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif,

(18)

---, 2009, Menghitung Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Koupsi, Jakarta: Salemba Empat.

Usman, Rachmadi, 2012, Mediasi di Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan hal-hal yang tercakup didalamnya yakni penyebabnya adalah iritan lemah, onset berminggu-minggu/bulan/tahun, kulit tampak kering, eritema, skuama,

ketangkasan atau keteram-pilan dalam sesuatu, misalnya dalam lari cepat, atletik, berenang atau berkebun ter- masuk bidang seni budaya. Sebab itu di dalam proses

Sehingga diharapkan dengan adanya kumbung beserta pengaturan kelembaban udara secara otomatis pada budidaya jamur ini akan dapat mengefisiensikan pekerjaan dan

Analisis Bukti Digital pada Telegram Messenger Menggunakan Framework NIST… 1403 Aplikasi Telegram yang sedang berjalan pada laptop dapat digunakan untuk mengambil data dan

Data jumlah kematian ibu di Jawa Timur memiliki nilai varians yang lebih besar dari nilai mean (overdispersi) sehingga perlu dilakukan analisis lain untuk

Pertama, Bertentangan dengan Ketentuan Peraturan Undang-Undang yang Lebih Tinggi Dalam menyusun Perda, legislator dan perancang tidak dapat sebebas-bebasnya

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) disertai dengan media

Pada pelaksanaan Siklus I, siswa telah melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Namun masih ditemukan siswa yang acuh terhadap tugas yang diberikan, ada yang