• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN HUKUM DIPLOMATIK TERHADAP WNI YANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN HUKUM DIPLOMATIK TERHADAP WNI YANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN HUKUM DIPLOMATIK TERHADAP WNI YANG

MENDAPATKAN KEKERASAN DI LUAR NEGERI

Disusun oleh :

Muhammad Nurrendy S (12410444)

Dosen Pembimbing : Dr. Sefriani S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama

nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata

kuliah “Hukum dan Hubungan Internasional”. Kemudian shalawat beserta salam kita

sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup

yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Hukum dan Hubungan Internasional di

program studi ilmu hukum Fakultas Hukum pada Universitas Islam Indonesia, yan dimana

merupakan kelanjutan dari makalah tugas Hukum Internasional mengenai topik perwakilan

diplomatik. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Sefriani selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum dan Hubungan Internasional dan

kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan

makalah ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan

makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para

pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 16 Juli 2014

(3)

Contents

KATA PENGANTAR...2

BAB I...4

PENDAHULUAN...4

A. Latar Belakang...4

B. Rumusan Masalah...5

C. Studi Kasus...5

BAB II...6

PEMBAHASAN...6

A. Pengertian Hukum Diplomatik...6

B. Konvensi Wina Mengenai Hukum Diplomatik...7

C. Fungsi Perwakilan Diplomatik...8

D. Peran Diplomat Indonesia dalam Mengatasi Kasus WNI di luar negeri...9

E. Peran Jerman dan Arab Saudi...10

BAB III...12

PENUTUP...12

A. Kesimpulan...12

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Hubungan antar negara telah terjadi sejak dahulu yang menghasilkan sebuah kerjasama dengan mengirimkan perwakilan ke negara lain untuk mengurus segala aspek yang berhubungan dengan negara pengirim di negara penerima perwakilan negara tersebut. Perwakilan diplomatik sebagai perwakilan dari negara pengirim memiliki kedudukan yang sama dengan kedudukan kepala negara di negara penerima. Implikasinya untuk memperlancar tugas serta fungsi perwakilan diplomasi, maka negara penerima harus memberikan kekebalan dan keistimewaan agar dapat melakanakan tugas seluas – luasnya tanpa ada gangguan. Akan tetapi kebebasan dan keistimewaan tersebut tetap berada pada aturan – aturan hukum kebiasaan internasional yang sudah berlaku pada praktek – praktek negara serta dalam perjanjian – perjanjian menyangkut hubungan antar negara.

Seorang pejabat diplomatik di Negara lain melaksanakan tugasnya, Ia dianggap tidak berada di wilayah Negara penerima walaupun sebenarnya Ia barada di wilayah penerima. Tetapi ia tunduk dan dikuasai hukum pada hukum Negara pengirim, termasuk didalamnya gedung perwakilan atau tempat kediamannya merupakan perluasan dari wilayah Negara pengirim (Extraterritorialiteit).

Kekebalan yang dimiliki pejabat diplomatik tidak bersifat mutlak tetapi terbatas maksudnya bahwa kekebalan tersebut tidak bersifat pribadi, bukan untuk kepentingan pribadi pejabat yang bersangkutan melainkan bersifat fungsional dalam hal menjalankan tugas diplomatiknya saja.Kekebalan diplomatik termasuk didalamnya kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari Negara penerima dan kekebalan terhadap gangguan yang merugikan. Sehingga mengandung arti bahwa seorang pejabat diplomatik memiliki hak untuk mendapat perlindungan dari alat- alat Negara penerima. Pejabat diplomatik dianggap kebal baik terhadap Yurisdiksi pidana, perdata maupun administrasi Negara penerima.

(5)

B.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Hukum Diplomatik?

2. Apa peran Pemerintah Indonesia, Jerman dan Arab Saudi terhadap studi kasus ?

C.

Studi Kasus

Ada TKI Disiksa Keluarga Diplomat Arab Saudi di Berlin

Eddi Santosa - detikNews

Berlin - Sejak April 2009, Dewi Ratnasari (bukan nama sebenarnya) menjalani hari-harinya bak neraka. Ia diharuskan bekerja 7 hari dalam sepekan, dari pagi hingga tengah malam. Gajinya tak pernah dibayar.

Keluarga diplomat Arab Saudi ini tinggal di sebuah blok apartemen bercat putih biru di ruas Boca Raton Strasse, barat laut Berlin.

Untuk mencapainya, perlu sekitar 1 jam dari stasiun kereta utama Berlin, dengan berganti-ganti kendaraan umum. Bis nomer 139 berhenti tak jauh dari blok rumah susun itu.

Beban fisik dan psikis Dewi semakin berat, sebab selain waktu kerja dengan tuntutan tinggi dan istirahat tidak manusiawi, juga ternyata istri sang diplomat menderita lumpuh,

mempunyai 5 orang anak, terdiri 4 perempuan dan 1 laki-laki.

Dewi juga tidur di lantai beralas kasur tipis di kamar anak-anak perempuan, demikian berdasarkan pengakuan Dewi pada organisasi perlindungan pekerja perempuan di Jerman, Ban Ying, yang diperoleh detikcom melalui kontak Miranti Hirschmann, Sabtu (9/7/2011).

Seperti umum dialami TKI, paspor Dewi ditahan. Dia tak dibekali pakaian hangat dan gajinya tak pernah dibayar. Satu-satunya pemberian yang pernah dia terima adalah hadiah Hari Raya lampau sebesar EUR150.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Diplomatik

Hukum Diplomatik pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antarnegara yang dilakukan atas dasar permufakatan bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut yang dituangkan di dalam instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional. Dalam perkembangannya, ruang lingkup hukum diplomatik berkembang menjadi lebih luas lagi, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi global, tidak hanya mencakup hubungan diplomatik antarnegara, tetapi juga hubungan konsuler dan keterwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi-organisasi internasional.

Pada dasarnya, jika membicarakan mengenai sumber hukum diplomatik, maka sama sekali tidak dapat dipisahkan dari sumber-sumber hukum internasional, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengertian Hukum Diplomatik itu sendiri pada hakikatnya merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antarnegara dan merupakan bagian dari hukum internasional. Dalam membahas mengenai sumber-sumber hukum internasional tersebut maka harus mengacu pada apa yang ditentukan dalam Pasal 38 dari Statuta Mahkamah Internasional, yaitu:

1. International convention, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states;

2. International customs, as evidence of a general practice accepted as law;

3. The general principles of law recognized by civilized nations;

4. Subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the varios nations, as subsidiary means for the determination of rules of law.

Untuk kodifikasi hukum diplomatik sendiri, terdapat beberapa konvensi-konvensi yang utama mengenai hukum diplomatik dan menjadi sumber hukum diplomatik hingga saat ini, antara lain:

a) The Final Act of the Congress of Vienna (1815) on Diplomatic Ranks;

b) Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocols (1961);

c) Vienna Convention on Diplomatic Relations;

(7)

e) Optional Protocol concerning the Compulsory Settlement of Disputes;

f) Vienna Convention on Consular Relations and Optional Protocols (1963);

g) Vienna Convention on Consular Relations;

h) Optional Protocol concerning Acquisition of Nationality;

i) Optional Protocol concerning the Compulsory Settlement of Disputes;

j) Convention on Special Missions and Optional Protocol (1969);

k) Convention on Special Missions;

l) Optional Protocol concerning the Compulsory Settlement of Disputes.

m)Convention on the Prevention and Punishment of Crimes against Internationality Protected Persons, including Diplomatic Agents (1973);

n) Vienna Convention on the Representation of States in their Relations with International Organizations of a Universal Character (1975).

B.

Konvensi Wina Mengenai Hukum Diplomatik

Dimulai sejak PBB berdiri pada tahun 1945, sejak saat itu pula hukum diplomatik telah dimulai pada tahun 1949 oleh Komisi Hukum Internasional khususnya mengenai kekebalan dan pergaulan diplomatik yang telah secara rinci digariskan. Konvesi Wina ini terdiri dari 53 pasal yang isinya hampir semua aspek dari hubungan diplomatik. Ada pula isnya mengenai kewarganegaraan dan menyelesaikan sengketa yang terdiri dari 8 – 10 pasal. Konvensi Wina 1961 itu beserta dengan dua protokolnya telah diberlakukan sejak tanggal 24 April 1964 hingga 31 Desember 1987. Ada total 151 negara yang menjadi para pihak dalam Konvensi tersebut dimana 42 di antaranya adalah pihak dalam protokol pilihan mengenai perolehan kewarganegaraan dan 52 negara telah menjadi pihak dalam protokol pilihan tentang keharusan untuk menyelesaikan sengketa.

(8)

keistimewaan bagi anggota keluarganya serta staf pelayanan yang bekerja pada mereka dan pasal 48-53 berisi tentang berbagai ketentuan mengenai penandatanganan, aksesi, ratifikasi dan mulai berlakunya Konvensi itu.

Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konsuler. Untuk pertama kalinya usaha guna mengadakan kodifikasi peraturan-peraturan tentang lembaga konsul telah dilakukan dalam Konverensi negara-negara Amerika tahun 1928 di Havana, Kuba, di mana dalam tahun itu telah disetujui Convention on Consular Agents. Setelah itu, dirasakan belum ada suatu usaha yang cukup serius untuk mengadakan kodifikasi lebih lanjut tentang peraturan-peraturan tentang hubungan konsuler kecuali setelah Majelis Umum PBB meminta kepada Komisi Hukum Internasional untuk melakukan kodifikasi mengenai masalah tersebut.

Konvensi ini Wina tahun 1961 dan 1963 telah mengutamakan kodifikasi dari hukum kebiasaan yang ada, sementara konvensi ini bertujuan untuk memberi peraturan yang lebih mengatur mengenai misi-misi khusus yang memiliki tujuan terbatas yang berbeda dengan misi diplomatik yang sifatnya permanen.

Konvensi New York mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan terhadap orang - orang yang menurut hukum internasional termasuk para diplomat Pada tahun 1971, Organisasi Negara-negara Amerika telah menyetujui suatu konvensi tentang masalah tersebutpada siding ke-24. Konvensi mengenai pencegahan dan penghukuman kejahatan-kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang yang dilindungi secara hukum internasional akhirnya disetujui oleh Majelis Umum PBB di New York pada tanggal 14 Desember 1973 dengan rseolusi 3166(XXVII). Dalam mukadimahnya, ditekankan akan pentingnya aturan-aturan hukum internasional mengenai tidak boleh diganggu gugatnya dan perlunya proteksi secara khusus bagi orang-orang yang menurut hukum internasional harus dilindungi termasuk kewajiban-kewajiban negara dalam menangani dan mengatasi masalah itu. Konvensi New York 1973 ini terdiri dari 20 pasal dan walaupun hanya beberapa ketentuan tetapi cukup untuk mencakup berbagai aspek yang berkaitan dengan perlindungan dan penghukuman terhadap pelanggaran.

Konvensi Wina 1975 mengenai keterwakilan negara dalam hubungannya dengan Organisasi Internasional yang bersifat universal.

(9)

internasional itu sendiri, Perlu dimasukkannya ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian sengketa, Delegasi peninjau dari negara-negara ke berbagai badan dan konferensi.

C.

Fungsi Perwakilan Diplomatik

1. Mewakili negara pengirim di dalam negara Penerima

Disini perwakilan diplomatik berfungsi sebagai penghubung antara negara pengirim dan negera penerima

2. Proteksi

Badan perwakilan berfungsi untuk melindungi kepentingan negara pengirim dan warga negaranya di negara penerima.

3. Negosiasi (Perundingan)

Pejabat diplomatik dapat melakukan perundingan dengan negara penerima terkait dengan masalah – masalah teknis antara dua negara.

4. Memberikan Laporan

Pejabat diplomat wajib memberikan laporan kepada negara pengirim mengenai hal – hal yang berkaitan dengan kinerjanya di negara penerima.

5. Meningkatkan hubungan antar negara

Untuk memajukan hubungan antara dua negara dalam hal ini meliputi kerjasama di bidang sosial, budaya, ekonomi dan politik.

D.

Peran Diplomat Indonesia dalam Mengatasi Kasus WNI di luar negeri

(10)

digunakan untuk pembelaan dan dapat mengupayakan dana untuk proses hukum yang akan dilakukan. Kasus tersebut berada di luar negeri sehingga penyelesainnya dapat dilakukan oleh perwakilan diplomatik Indonesia yang berada di negara Jerman. Hal tersebut menyangkut tugas-tugas diplomatik yang telah diatur dalam pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina 1961.

Lalu pemerintah Indonesia dapat melakukan negosiasi seperti yang tertuang dalam fungsi perwakilan iplomatik. Dimana diplomat Indonesia harus melakukan negosiasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan membawa diplomat tersebut ke dalam Pengadilan Arab Saudi. Jika Pemerintah Arab Saudi menolak untuk melakukan perundingan atau negosiasi dengan Pemerintah Indonesia, maka disini kita dapat meminta bantuan terhadap Pemerintah Jerman, teapi posisinya sebagai mediator atau orang ketiga saja.

Karena penyelesaiaan kasus ini tidak dapat di lakukan melalui pengadilan maka kasus ini di selesaikan di luar pengadilan dimana diplomat Indonesia dapat melakukan negosiasi dengan negara Arab Saudi dalam penyelesaiaan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh perwakilan diplomatik asal Arab Saudi tersebut untuk dapat diadili di Indonesia atau di negara Arab Saudi. Atas kesepakatan dari negosiasi yang dilakukan maka kasus tersebut dapat di usut dan pelaku penganiayaan dalan hal ini perwakilan diplomatik asal Arab Saudi. Namun, karena kasus penganiayaan tersebut dilakukan di negara Jerman maka penyelesaiaan kasus ini dapat di selesaikan melalui mediasi dimana pihak ketiga yang dapat membantu penyelesaiaan kasus ini adalah negara Jerman karena kasus tersebut terjadi di negara tersebut.

E.

Peran Jerman dan Arab Saudi

Diplomat Arab Saudi di Jerman yang telah melakukan penyiksaan terhadap Dewi Ratnasari memang mempunyai kekebalan atas rumah kediamannya beserta keluarganya (Konvensi Wina Pasal 29,30,31,37). Namun, dalam hal ini diplomat tersebut telah melakukan pelanggaran HAM atas pelayan pribadi (private servant). Dalam hal ini maka yang dapat dilakukan adalah mengembailkan diplomat tersebut ke negaranya (Arab Saudi). Ketentuan selanjutnya adalah tergantung kebijakan dari Negara Arab Saudi tersebut, bisa diladili di negaranya sendiri ataupun di Negara Jerman. Akan tetapi biasanya setelah dikembalikan di negaranya, maka yang berwenang untuk mengadili adalah pengadilan Arab Saudi.

(11)

negoisasi negara-negara terkait, yang mana diplomat Arab Saudi yang telah melakukan pelanggaran memiliki kekebalan hukum sehingga tanpa adanya penyerahan kewenangan Arab Saudi untuk menghukum diplomatnya maka berlaku Kekebalan terhadap jurisdiksi pengadilan negara penerima diatur dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1961. Jika penyerahan kewenangan diberikan kepada Negara Jerman maka Negara Arab Saudi harus menanggalkan kekebalan utusan diplomatiknya terlebih dahulu, baru kemudian negara penerima Jerman berhak menerapkan hukum atas utusan itu terkait dengan peraturan yang ada di Negara tersebut. Jika pejabat diplomatik yang melanggar hukum itu tidak diadili oleh negara penerima, bukan berarti bebas begitu saja dari segala tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman oleh peradilan negaranya. Apalagi hukum pidana kebanyakan negara memberikan wewenang kepada peradilan-peradilannya untuk mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan warga negaranya di luar negeri. Oleh karena itu, hal tersebut sangatlah penting adanya fungsi diplomatik yang mengenai adanya perundingan-perundingan dengan Negara pemerintah untuk melndungi kepentingan-kepentingan Negara pengirim dan warga negaranya di Negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum internasional.

(12)

BAB III

PENUTUP

A.

Kesimpulan

(13)

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.tatanusa.co.id/index.php/produk-buku/buku-referensi/163-hukum-diplomatik-dan-konsuler.html

2. http://news.detik.com/read/2011/07/09/184212/1678025/10/ada-tki-disiksa-keluarga-diplomat-arab-saudi-di-berlin?n991103605

Referensi

Dokumen terkait

Peran stakeholder dalam konservasi TNKpS lebih dominan pada peran positif yang berdampak baik terhadap fungsi perlindungan kawasan, pengawetan keanekaragaman hayati dan

Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting atau merupakan tahapan utama untuk mengetahui kemampuan praktikan dalam mengadakan pembelajaran didalam kelas.

Pajak merupakan iuran wajib yang diberlakukan setiap Wajib Pajak atas obyek pajak yang dimilikinya dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Undang-undang yang mengatur

Maka dengan ini kami atas nama panitia LDKS dan MUSI bermaksud untuk mengajukan permohonan bantuan dana sebesar Rp 500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah) yang akan digunakan untuk

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2014 sampai bulan Desember 2014 digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber- sumber tertulis yang diperoleh dari

[r]

2- Colonel (LIRKEA) Ronnie McConet, hamutuk ho ofisiais FALINTIL_Forsa Defeza Timor Lestene’ebé hala’o knaar média nian, vijita Grupo Média Nacional (GMN), iha Bebora..