• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMBIBITAN DAN PENYADAPAN TANAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNIK PEMBIBITAN DAN PENYADAPAN TANAMAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMBIBITAN DAN PENYADAPAN TANAMAN KARET LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan Guna Memenuhi Laporan Praktikum Mata Praktikum Teknologi Produksi Tanaman

Oleh

Kelompok : H / 4

Dianita Rismala Dewi (131510601026) Alvin Dwi Haryono DC (131510601001)

Nike Annirita (131510601006)

Elok Raudatul Adawiyah (131510601011) Dian Puspasari (131510601017) Charistandi Firmana (131510601020) Angga Muhammad AEP (131510601025) Rifky Aulia Rahman (131510601031) Candra Kurniawan (131510601034) Vaiq Diar Arthoriqsa (131510601035) Arum Nila Sari (131510601045) Trisna Hariyanti (131510601048) Vita Okta Fatmawati (131510601049) Julita Hasanah (131510601051) Arfil Tama Nugraha (131510601052)

LABORATORIUM PRODUKSI TANAMAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Pertanian dalam arti sempit merupakan kegiatan bercocok tanam sedangkan pertanian dalam pengertian yang luas mencangkup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan mahluk hidup (termasuk tanaman, hewan dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Komoditas dalam bidang pertanian sangat beragam dari komoditas pangan, hortikultura, perkebunan, dan lain sebagainya.

Karet merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan yang terdapat didaerah jember dan daerah Indonesia lainnya. Bagian tanaman karet yang memiliki harga jual yang tinggi adalah bagian lateksnya atau bagian getah dari tanaman karet. Karet adalah salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara Indonesia, hal ini dikarenakan pada saat ini alat yang paling populer digunakan oleh manusia dalam mempermudah melakukan aktivitasnya yaitu menggunakan kendaraan yang mana kendaraan tersebut salah satu bagiannya adalah terbuat dari karet (latek).

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih bisa ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.

(3)

peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir. Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta samasama menurun 0,15%/th. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat.

Pengembangan perkebunan karet memberikan peranan penting bagi perekonomian nasional, yaitu sebagai sumber devisa, sumber bahan baku industri, sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai pengembangan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian di daerah dan sekaligus berperan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Guna mendukung keberhasilan pengembangan karet, perlu disusun teknis budidaya tanaman karet digunakan sebagai acuan bagi pihak-pihak yang terkait pengolahan komoditi tersebut.

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber).

1.2 Tujuan

1. Untuk memberikan wahana aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.

(4)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Perkebunan karet pertama dibangun pada tahun 1890 dengan menggunakan spesies lokal Ficus elastica. Walaupun pada waktu itu ‘karet para’ (Hevea brasiliensis dari Amazon, Brazilia) telah dikenal di Indonesia, namun Ficus elastica merupakan spesies yang disukai sebagai penghasil getah, karena berdasarkan percobaan lapangan menunjukkan hasil yang lebih tinggi. Namun kesukaan tersebut kemudian bergeser ke Hevea, setelah ditemukannya teknik penyadapan yang dapat meningkatkan produksi karet Hevea yang jauh melampaui Ficus elastica (Joshi, 2001).

Karet umum (Hevea brasiliensis) pohon adalah pohon asli di Amazon, dan Brazil. Ini adalah pohon tropis yang tumbuh terbaik pada suhu 20 sampai 28 ° C dengan curah hujan tahunan 1.800 sampai 2000 mm. Daerah berkembang utama pohon karet adalah 10 derajat di lintang dari khatulistiwa, tetapi juga dibudidayakan di Filipina khususnya di Pulau Mindanao. Ini adalah cahaya menuntut jenis pohon dan membutuhkan tanah yang lembab. Pohon karet relatif tidak sensitif terhadap jenis tanah, tetapi produksi dan penyakit resistensi yang lebih tinggi dapat di tanah yang sangat subur (Corpuz, 2013).

Karet merupakan tanaman penghasil karet alam yang menjadi salah satu komoditi penting di Indonesia, baik sebagai sumber devisa, lapangan kerja maupun sumber pendapatan masyarakat. Pada saat ini, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil karet alam dunia (setelah Thailand), dengan luas areal 3,31 juta ha dan produksi 2,64 juta ton. Kedepan, Indonesia mempunyai potensi besar menjadi negara penghasil karet nomor satu di dunia. Dalam rangka mewujudkan industri karet nasional yang memiliki daya saing maka perlu diambil langkah-langkah terkait dengan peningkatan produktivitas dan mutu, antara lain melalui peremajaan dan pengembangan areal secara terbatas dengan menggunakan klon unggul (Akbar, 2013).

(5)

sejak dikembangkan pertama kalinya, luas areal perkebunan karet di Indonesia telah men-capai 3.262.291 hektar. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan konstribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia (Nasaruddin, 2009).

Komoditas karet Indonesia pada tahun 2010 hanya mampu memberikan kontribusi untuk kebutuhan karet dunia sebanyak 2,41 juta ton karet alam atau urutan kedua setelah Thailand yang sebesar 3,25 juta ton. Berdasarkan data Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (GAPKINDO) untuk tahun 2011 produksi karet alam dunia diasumsikan hanya berkisar 10,970 juta ton sementara untuk konsumsi diperkirakan mencapai 11,151 juta ton sehingga terjadi kekurangan pasokan atau minus sekitar 181.000 ton (Fansuri, 2013).

Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi produsen utama karet dunia walaupun saat ini masih kedua setelah Thailand, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet dapat diatasi dan agribisnisnya dikembangkan serta dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan karet terutama di Kalimantan dan Papua. Disisi lain situasi perkaretan dunia beberapa tahun terakhir mengalami kondisi yang sangat baik, sehingga harga karet terus meningkat karena bertambahnya permintaan khususnya karet alam. Terkait kondisi harga karet dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi, maka perluasan areal perkebunan karet Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan perlu mendapatkan dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi (Damanik, 2012).

(6)

pada kesehatan pengguna dan konsumen. untuk mempromosikan keberlanjutan ekosistem dan meningkatkan keuntungan ekonomi di wilayah tersebut (Sen,2012). Perkebunan karet rakyat biasanya dikelola dengan teknik budidaya sederhana berupa pemupukan sesuai kemampuan petani. Sebaliknya, perkebunan besar dikelola dengan teknik budidaya yang lebih maju dan intensif dalam bentuk perkebunan monokultur, yaitu hanya tanaman karet saja, untuk memaksimalkan hasil kebun. Bibit karet unggul dihasilkan dengan teknik okulasi antara batang atas dengan batang bawah yang tumbuh dari biji-biji karet pilihan. Okulasi dilakukan untuk mendapatkan bibit karet berkualitas tinggi (Janudianto, 2013).

Produktivitas pohon karet sangat ditentukan oleh genetik dan edafis faktor. Perbedaan genetik ini diekspresikan melalui perbedaan dalam struktur dan volume pembuluh lateks. Getah aliran melibatkan serangkaian perubahan fisiologis yang terjadi di daerah drainase yang dipotong. Karena produksi lateks erat berkorelasi dengan tingkat partisi dari asimilasi, neraca air dan status gizi pohon, dari sudut pandang yang luas lihat, perubahan fisiologis yang terkait dengan aliran lateks mempengaruhi seluruh pohon. Hasil lateks terutama dikendalikan oleh faktor yang mempengaruhi produksi lateks dan aliran lateks. Faktor genetik, lingkungan dan fisiologis diketahui mempengaruhi kedua komponen yang menentukan hasil lateks,.suatu hasil faktor penentu dari pohon karet diidentifikasi sebagai, yaitu tingkat awal aliran, ditusuk indeks, kadar karet kering dan panjang menekan (Nugawela, 2013).

(7)

BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknik Pembibitan Dan Penyadapan Tanaman Karet dilakukan pada Hari Minggu, 2 November 2014 pukul 05.30 - selesai bertempat di Agrotechnopark Universitas Jember, Jubung Rambipuji Jember.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Alat tulis 2. Kamera 3.2.2 Bahan

1. Beberapa jenis tanaman karet

3.3 Cara Kerja

1. Mengunjungi beberapa areal tanaman karet.

2. Memilih beberapa contoh tanaman dan amati secara teliti ciri-ciri yang ada dari tiap jenis tanaman karet tersebut.

3. Mendiskusikan teknik kegiatan pembibitan dan penyadapan tanaman karet dengan para teknisi lapangan.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Toni, dkk. 2013. Seleksi Projeni Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Hasil Persilangan Tahun 2001 – 2003 Sebagai Penghasil Lateks Dan Kayu. Online Agroekoteknologi. 1 No. 3, 2013: 1-13.

Corpuz , Onofre S. 2013. Stem cut: An alternative propagation technology for rubber (Hevea brasiliensis) tree species. Biodiversity and Conservation. 5 No.2, 2013: 78-87.

Damanik, Sabarman. 2012. Pengembangan Karet (Havea Brasiliensis) Berkelanjutan Di Indonesia. Perspektif. 11 No. 1, 2012: 91 – 102.

Esekhade, et al. 2013. Effect Of Weeding Frequency And Fertilizer Rates On The Growth Performance And Budding Successes Of Hevea Rootstock Seedling In A Humid Forest Area Of South Eastern Nigeria. Int’l Journal Of Agric.

And Rural Dev. 16 (1), 2013:1421-1424.

Fansuri, Mahfriza, Irsal, dan Rahmawati Nini. 2013. Tanggap pertumbuhan stump Mata Tidur karet Terhadap Komposisi Media Tanam Dan Pemupukan Npk Organik. Online Agroekoteknologi. 1 No. 4, 2013: 1-8.

Janudianto, dkk. 2013. Panduan Budidaya Karet Untuk Petani Skala Kecil. Rubber cultivation guide for small-scale farmers. Lembar Informasi AgFor 5. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.

Joshi,L, et al. 2001. Wanatani Kompleks Berbasis Karet: Tantangan Untuk

Pengembangan. Bogor: ICRAF

Nugawela, A et al. 2013. Effect of opening girth and some latex physiological parameters on yield of Rubber (Hevea brasiliensis). International Journal of

Innovation and Applied Studies. 4 No. 1, 2013: 1-13.

Nasaruddin Dan Maulana, Deasy. 2009. Produksi Tanaman Karet Pada Pemberian Stimulan Etephon Latex Production In Relation To Etephon Application.

Agrisistem. 5No. 2, 2009: 1-13.

Sen Nabendu, Nandi Manish. 2012. A goal programming approach to rubber-tea intercropping management in Tripura. Asian Journal Of Management

Referensi

Dokumen terkait

Pada stratifikasi ini ada kemungkinan didalam suatu masyarakat terdapat unsur- unsur dari gabungan kedua sifat pelapisan sosial. Misalnya, dalam bidang ekonomi menggunakan

hukum pengurangan equiproportionate pada sejumlah sumber pencemaran, kita akan bekerja dengan fungsi abatement cost marjinal yang lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya.

Surat penugasan dapat berakhir setiap saat bila tenaga paramedis tersebut dinyatakan tidak kompeten untuk melakukan tindakan keperawatan tertentu.Walaupun seorang

Prosiding ini merupakan hasil Seminar Nasional Lahan Suboptimal Tahun 2016 (Tahun keempat) dengan tema “ Intensifikasi Produksi Pangan Berkelanjutan di Lahan Basah

Pada Gambar 1ditunjukkan bahwa pada semua varietas tebu yang digunakan semakin tua umur internoda batang, kandungan sukrosa juga semakin tinggi.. Kandungan sukrosa pada

Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan kenaikan laju alir gas, maka pertumbuhan mikroalga semakin besar, namun demikian mengalami penurunan pada konsentrasi 30% dengan kecepatan

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa website perpustakaan UPT BIT LIPI sudah bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan informasi, konten website perpustakaan UPT BIT

Tantangan utama yang akan dihadapi untuk mewujudkan ketahanan pangan dan energi nasional antara lain adalah: 1) degradasi sumber daya lahan dan kelang- kaan sumber daya air,