Dampak Masalah Pada Lansia
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas. Perub ahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap
imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.
Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian. Imobilitas mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya. Sebagai contoh, setelah masa dewasa awal terdapat penurunan kekuatan yang jelas dan berlangsung terus secara tetap. Diantara usia 20 sampai 60 tahun, kekuatan otot menurun 10-30%, pada usia 80 tahun sekitar 50% otot telah hilang. Orang yang berusia 20 tahun dapat menggunakan sekitar 50-60% kontraksi volunteer dari otot
kuadrisep untuk bangun dari suatu kursi yang rendah dan tanpa lengan kursi, seorang yang berusia 80 tahun dapat menggunakan hamper 100% kekuatan kontraksi otonya. Oleh karena itu, kompetensi fisik seorang lansia mungkin berada pada atau dekat dengan tingkat ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi tergantung. Semakin besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar potensial untuk mengalami efek-efek akibat imobilitas. Seperti juga halnya persepsi seseorang terhadap kejadian yang mempengaruhi reaksi keseluruhan terhadap dan potensial untuk meniadakan konsekuensi fisiologis dari imobilitas.
Efek imobilitas juga bergantung pada pengkajian sumber-sumber dan keterbatasan di dalam dan di luar orang tersebut dan pada interaksi antara lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal atau kompetensi klien adalah factor penentu mobilitas yang paling penting ketika derajat imobilitas yang lebih rendah terjadi. Karena kompetensi klien menurun, ia bergantung lebih besar pada lingkungan eksternal untuk mempertahankan mobilitas. Sebagai contoh, jika seorang pasien lansia hemiplegia dengan kelemahan otot berat dianjurkan untuk menggunakan kursi roda listrik, sumber-sumber dari lingkungan eksternal membantu meniadakan keterbatasan lingkungan internal.
Manifestsi Klinis
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan:
Efek Hasil
Penurunan konsumsi oksigen maksimum
Penurunan fungsi ventrikel kiri
Penurunan aliran darah pulmonal Penurunan cairan tubuh total Gangguan sensori
Gangguan tidur
Peningkatan denyut jantung, sinkop Penurunan toleransi latihan
Penurunan kapasitas kebugaran Penurunan massa otot tubuh Osteoporosis disuse
Konstipasi
Penurunan evakuasi kandung kemih Intoleransi glukosa
Penurunan kapasditas funsional residual Atelektasis, penurunan PO2, peningkatan pH Penurunan volume plasma
Perubahan kognisi, depresi dan ansietas Bermimpi pada siang hari, halusinasi
Penatalaksanaan 1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
1. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah
depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
1. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman:
1. Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan).
2. Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus).
3. Kesulitan yang dirasakan.
4. Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan.
5. Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
6. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
1. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
1. Pencegahan tersier
Asuhan Keperawatan Pengkajian
1. 1. Pemeriksaan Fisik
2. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah.
Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilita
Pemeriksaan Penunjang 1.
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Diagnosa Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse.
Intervensi
Diagnosa keperawatan: Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse.
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas betujuan mempertahankan kemampuan dan fungsi, serta mencegah gangguan.
Hasil yang diharapkan Intervensi keperawatan
Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi
Observasi tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan ketahanan
Observasi status respirasi dan fungsi jantung pasien
Observasi lingkungan terhadap bahaya-bahaya keamanan yang potensialUbah lingkungan untuk menurunkan bahaya-bahaya keamanan
Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya latihan
Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang tepat
DAFTAR PUSTAKA