• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Kurikulum Pelatihan Pengkajian Ri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Review Kurikulum Pelatihan Pengkajian Ri"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

REVIEW KURIKULUM PELATIHAN PENGKAJIAN RISIKO BENCANA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kompleksitas penyelenggaran penanggulangan bencana memerlukan penataan dan peren-canaan matang, terarah dan terpadu. Penanggulangan bencana selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan terdapat langkah penting tidak tertangani. Pemaduan dan penyelarasan arah penyelenggaraan penanggulangan bencana membutuhkan landasan kuat dalam pelaksanaannya. Kebutuhan ini terjawab oleh kajian risiko bencana. Keberhasilan masyarakat G. Kelud dalam mengelola ben-cana khususnya pada sistem peringatan dini, merupakan salah satu bentuk kesadaran atas fungsi kajian risiko. Kajian risiko bencana merupakan perangkat untuk menilai kemungkinan dan besaran kerusakan dad kerugian akibat bencana. Dengan mengetahui kemungkinan dan be-saran kerugian terrsebut, fokus perencanaan dan keterpaduan penyelenggaraan penanggulan-gan bencana menjadi lebih efektif.

Seiring perlunya kebutuhan pengkajian yang lebih rinci, Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB menyusun “Panduan Umum Pengkajian Risiko Bencana Tingkat Propinsi” pada tahun 2011-2012, dan dilanjutkan menyusun “Panduan Umum Pengkajian Risiko Bencana Tingkat Kabupaten / Kota” pada tahun 2013 - 2014. Kedua panduan tersebut memiliki beberapa perbe-daan. Perbedaan pertama dari sisi ketelitian unit analisis yang digunakan pada kajian bahaya. Unit analisis pengkajian risiko kabupaten/kota lebih teliti dibanding tingkat propinsi. Perbedaan kedua dari sisi pendekatan yang digunakan. Pengkajian untuk tingkat kabupaten / kota bukan hanya menerapkan perka nomor 2 tahun 2012 saja, tetapi juga menggunakan pendekatan ISO 31.000 tentang Manajemen Risiko. Tentunya perubahan pada sisi praktik ini perlu disikapi. Un-tuk selanjutnya panduan pengkajian risiko ini akan dikembangkan menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) Pengkajian Risiko Bencana, dengan pembagian klas berdasarkan skala peta, tidak berdasarkan tingkat wilayah.

(2)

Saat ini kurikulum tersebut belum diujicobakan, sehingga, secara praktik belum bisa dilakukan penilaian kesesuaian atau kelebihan dan kekurangan dari desain kurikulum tersebut. Di sisi lain, Mercy Corps Indonesia yang sedang melaksanakan program Technical Assistance and Training Teams (TATTs) bersama dengan 8 BPBD Provinsi merasa perlu untuk melaksanakan pelatihan pengkajian risiko bencana kepada para staf dan pejabat BPBD di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi.

1.2 Landasan Konseptual

Pengkajian Risiko Bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyelu-ruh terhadap risiko bencana suatu wilayah (komunitas, daerah) dengan menganalisi tingkat ba-haya, tingkat kerentanan, dan kapasitas. Di dalam dokumen kurikulum tidak digambarkan lan-dasan konseptual tentang pengkajian risiko bencana ini. Secara konseptual, pengkajian risiko bencana dilaksanakan dengan pendekatan hubungan antara risiko bencana, bahaya, kapasitas dan kerentanan. Risiko bencana berhubungan positif / selaras dengan kehadiran bahaya dan kerentanan, serta berhubungan terbalik dengan kehadiran kapasitas. Pendekatan ini bukan pernyataan matematis. Berdasarkan pendekatan tersebut, tingkat risiko bencana tergantung pada (1) tingkat bahaja kawasan, (2) tingkat kerentanan kawasan terancam / berisiko, dan (3) tingkat kawasan terancam / berisiko. Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah dipahami. Penekanan pengkajian risiko pada tingkat daerah, semata-mata merupakan pendekatan atas mandat yang dilakukan oleh daerah dan kesepa-katan komunitas.

Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan. Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko ben-cana. Upaya pengurangan risiko bencana dilakukan untuk : (1) memperkecil ancaman kawasan; (2) mengurangi kerentanan kawasan yang terancam; (3) meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam. Sebagai kerangka kerja pengurangan risiko bencana, maka berbagai upaya pengelolaan risiko dapat dilakukan. Sampai saat ini pendekatan ISO 31.000 dipandang paling sesuai untuk digunakan.

(3)

1.3 Landasan hukum

Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kajian Risiko Bencana telah menyantumkan landasan hukum yang terkait langsung dengan kebutuhan kemampuan pengkajian risiko bencana, antara lain:

(1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945;

(2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

(3) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulan-gan Bencana;

(4) Peraturan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

(5) Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Rencana Penanggulan-gan Bencana.

(6) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(7) Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

(8) Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana;

(9) Peraturan Kepala BNPB No. 3 Tahun 2012 tentang Pedoman Penilaian Kapasitas Daerah dalam Penanggulangan Bencana.

(10) Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelura-han Tangguh Bencana.

(11) Perka BNPB No. 11 tahun 2014 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyeleng-garaan Penanggulangan Bencana

1.4 Praktik Pengkajian Risiko Bencana.

Praktik pengkajian risiko bencana di tingkat kabupaten / kota disusun berdasarkan komponen ancaman, kerentanan dan kapasitas. Komponen ancaman disusun berdasarkan parameter in-tensitas dan probabilitas kejadian. Komponen kerentanan disusun berdasarkan parameter sosial budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Komponen kapasitas disusun berdasarkan para-meter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem peringatan, pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan. Hasil pengkajian risiko bencana tersebut terdiri dari 2 bagian yaitu: Peta Risiko Bencana dan Dokumen Kajian Risiko Bencana.

(4)

kerusakan lingkungan. Peta risiko bencana menyajikan perubahan-perubahan atas keberhasi-lan kebijakan.

Hasil pengkajian risiko berguna bagi pelaku kepentingan dalam melaksanakan mandatnya. Bagi pemerintah, hasil pengkajian merupakan bahan untuk menyusun Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) guna pengarusutamaan penanggulangan bencana dalam rencana pembangu-nan. Bagi mitra pemerintah, hasil pengkajian digunakan untuk dasar melakukan pendampingan maupun intervensi ke komunitas terpapar. Bagi masyarakat umum, hasil pengkajian digunakan sebagai dasar untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi. Pengkajian risiko memandatkan tindakan-tindakan yang harus di-lakukan agar pengurangan risiko bencana dapat terjadi. Mandat-mandat tersebut tercantum dalam Rencana Penanggulangan Bencana dalam bentuk kebijakan, fokus, program dan kegiatan penanggulangan bencana. Dalam ISO 31.000 secara sederhana disebutkan sebagai “pilihan tindakan”.

Pengkajian Risiko Bencana disusun berdasarkan indeks-indeks yang telah ditentukan. Indeks tersebut terdiri dari Indeks Ancaman, Indeks Penduduk Terpapar, Indeks Kerugian dan Indeks Kapasitas. Kecuali Indeks Kapasitas, indeks-indeks yang lain amat bergantung pada jenis an-caman bencana. Indeks Kapasitas dibedakan berdasarkan kawasan administrasi kajian. Pengkhususan ini disebabkan Indeks Kapasitas difokuskan kepada institusi pemerintah di kawasan kajian. Indonesia secara garis besar memiliki 12 bahaya, yaitu : gempabumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, gelombang ekstrim dan abrasi, cuaca ekstrim, kek-eringan, kebakaran lahan dan hutan, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan banjir

Peta Risiko Bencana dan Kajian Risiko Bencana disusun untuk setiap jenis bahaya yang ada pada daerah kajian. Dari berbagai pilihan pendekatan, disepakati rumus dasar umum untuk analisis risiko adalah 'R = H * V / C’; dimana R = Disaster Risk, H = Hazard Threat, V = Vulner-ability dan C = Adaptive Capacity. Risiko Bencana (Disaster Risk) dimaknai sebagai potensi kerugian dan kerusakan di daerah terpapar bahaya. Bahaya (Hazard) dimaknai sebagai frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu yang terjadi dengan intensitas tertentu pada lokasi tertentu. Kerugian daerah dalam kasus bencana terjadi dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini biasanya didefinisikan sebagai paparan (misal: penduduk, aset penghidupan) sensi-tivitas untuk intensitas spesifik bencana. Adaptive Capacity merupakan kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk melakukan adaptasi / mudah menyesuaikan diri untuk pulih dari bencana.

(5)

2 MANDAT, KOMPETENSI DAN KURIKULUM

2.1. Mandat BPBD Dalam Pengkajian Risiko Bencana

Kajian risiko bencana merupakan dasar penting dalam proses perencanaan pembangunan dalam upaya pengurangan risiko bencana. Saat ini di Indonesia, kajian risiko bencana sudah dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Hasil kajian dipadukan pada Rencana Strategis (Renstra) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). BNPB dan BPBD, sebagai perangkat di daerah, sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2007 dan turunannya adalah lembaga negara pemilik mandat utama dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Dalam menjalankan mandatnya BNPB dan BPBD berkewajiban memastikan pelaksanaan teknis kajian risiko bencana dilakukan dengan baik. Seperti kita ke-tahui, bahwa pengkajian risiko dilakukan sesuai kebutuhan.

Mandat BPBD dalam pengelolaan risiko bencana khususnya pengkajian risiko bencana secara tegas tidak dikemukakan pada Peraturan Daerah (Perda) di tingkat propinsi maupun kabupaten / kota. Secara umum mandat BPBD propinsi dan kabupaten / kota lebih bersinggun-gan pada usaha-usaha pencegahan dan kesiapsiagaan khususnya informasi dan penyiapan peta rawan bencana serta informasi dini. Sebagai contoh, pada Perda Provinsi Sulawesi Teng-gara Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja BPBD, pasal 21 ayat (1) mengemukakan bahwa “Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan mempunyai tugas menyiapkan bahan standarisasi penanganan bencana, peta rawan bencana dan informasi dini tentang gejala bencana”. Contoh lain pada Perda Kabupaten Maluku Tenggara Barat Nomor 09 Tahun 2011 Tentang Organisasi Tata Kerja BPBD, pada pasal 5 ayat (d) menyebutkan “ Penyia-pan penyusunan, penetaPenyia-pan dan informasi peta rawan bencana”. Nampaknya tugas pokok pada peraturan-peraturan daerah tersebut mengacu Permendagri Nomor 46 Tahun 2008 Ten-tang Pedoman dan Tata Kerja BPBD. Permendagri pasal 4 ayat (c), menyebutkan bahwa tugas BPBD yang dapat ditafsirkan berhubungan dengan kegiatan pengkajian risiko adalah “menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana”. Mandat tersebut pada dasarnya merupakan salah satu bagian dari penentuan konteks dan ragam bahaya dalam pengkajian risiko.

(6)

Mandat yang termaktub dalam Perka BNPB Nomor 1 Tahun 2008 pasal 85 dan pasal 86 terse-but merupakan tafsir dan turunan atas pasal-pasal tentang analisis risko bencana pada UU Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana (UU PB) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (PP PB). UU PB pasal 35 mengemukakan bahwa analisis risiko bencana merupakan penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dengan bentuk antara lain beru-pa persyaratan analisis risiko bencana (ayat e). Analisis risiko tersebut merupakan sebuah kegiatan penelitian dan studi tentang kegiatan yang memungkinkan terjadinya bencana (penje-lasan pasal 35).

Menafsirkan bahwa pengkajian risiko bencana merupakan bagian dari analisis risiko bencana, maka PP PB menyebutkan manda-mandat BNPB dan BPBD sesuai dengan kewenangannya yaitu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan analisis risiko bencana (Pasal 12, ayat 4). Analisis risiko digunakan untuk mengetahui dan menilai tingkat risiko dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana (Pasal 11. ayat 1). Untuk selanjutnya hasil analisis risiko bencana ini digunakan sebagai dasar dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan, penataan ruang serta pengambilan tindakan pencegahan dan mitigasi bencana (Pasal 11, ayat 3).

Menyimak kembali pasal-pasal berbagai produk hukum dan kebijakan penanggulangan ben-cana serta hubungannya dengan pengkajian risiko benben-cana, maka perlu penyesuaian tafsir mandat pokok dan kompetensi dasar BPBD di tingkat kabupaten / kota. Seperti kita ketahui bahwa tujuan utama penyelenggaraan penanggulangan dalam pra bencana adalah menyeleng-garakan penanggulangan bencana berjalan dengan cepat, tepat dan akurat serta berdayaguna pada masa prabencana. Dengan demikian mandat umum pada penyiapan penyelenggaraan penanggulangan bencana dengan tepat dan akurat pada masa pra bencana dalam situasi tidak terjadi bencana menuntut kemampuan para pelaku, termasuk BPBD kabupaten / kota mempun-yai mandat turunan untuk mampu melakukan: (1) Pendataan dan penyusunan informasi risiko bencana, (2) Pengkajian bahaya ancaman bencana, (3) Pengkajian kerentanan dan kapasitas masyarakat, (4) Pengkajian risiko bencana, (5) Perumusan kebijakan pengurangan risiko ben-cana, (6) Upaya pencegahan dan mitigasi benben-cana, dan (7) Pemaduan PRB dalam pembangu-nan.

1. Pendataan dan penyusunan informasi risiko bencana meliputi tindakan-tindakan menyi-apkan data dan bahan informasi , menganalisis data dan bahan informasi, menyimpulkan hasil pendataan dan informasi bencana, mengkomunikasikan data dan informasi bencana dan mengevaluasi data dan informasi bencana.

(7)

3. Pengkajian kerentanan dan kapasitas masyarakat meliputi tindakan-tindakan menilai tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat, memetakan tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat dan memetakan tingkat kerentanan.

4. Pengkajian risiko meliputi tindakan-tindakan menilai tingkat bahaya dan keterpaparan, me-nilai tingkat kerentanan dan kapasitas masyarakat, meme-nilai tingkat risiko, menganalisis ke-mungkinan dan dampak dan mengevaluasi tingkat risiko bencana.

5. Perumusan kebijakan pengurangan risiko bencana, meliputi tindakan-tindakan menyiap-kan bahan penyusunan kebijamenyiap-kan PRB, menganalisis data dan informasi penyusunan kebi-jakan PRB, merumuskan kebikebi-jakan pengurangan risiko bencana, menetapkan kebikebi-jakan pengurangan risiko bencana dan mengevaluasi kebijakan pengurangan risiko bencana.

6. Perumusan upaya pencegahan dan mitigasi bencana, meliputi menentukan pilihan tin-dakan pencegahan dan mitigasi, merancang desain pencegahan dan mitigasi bencana, mengembangkan standar pencegahan dan mitigasi bencana, menetapkan standar atau pat-en desain mitigasi bpat-encana, mpat-engevaluasi standar ppat-encegahan dan mitigasi bpat-encana.

7. Pemaduan PRB dalam pembangunan meliputi tindakan-tindakan memahami konsep pen-gurangan risiko bencana, menganalisis penerapan PRB dalam sektor pembangunan, mene-tapkan pemaduan PRB dalam pembangunan, dan mengevaluasi pemaduan PRB dalam pembangunanan

Berkenaan dengan tafsir mandat tersebut di atas, peta kompetensi dibuat dengan merujuk pada Pasal 11 Permenakertrans Nomor 8 Tahun 2012. Peta kompetensi disusun dalam susunan fungsi pekerjaan, yaitu : Tujuan Utama, Fungsi Kunci, Fungsi Utama, dan Fungsi Dasar. Tujuan Utama adalah tujuan dari penanggulangan bencana. Fungsi Kunci adalah bagian-bagian kunci yang melaksanakan kegiatan untuk mencapai Tujuan Utama. Fungsi Kunci dijabarkan menjadi uraian pada Fungsi Utama, selanjutnya uraian pada Fungsi Utama di-jabarkan menjadi uraian pada Fungsi Dasar. Uraian pada Fungsi Dasar ini yang merupakan unit-unit kompetensi. Pada dasarnya kompetensi yang ada dalam BPBD melekat di dalam fungsi ini.

(8)

2.2 Tujuan, Manfaat, Kompetensi dan Struktur Kurikulum

Tujuan penyusunan penyusunan kurikulum tersebut untuk mendukung pencapaian kompetensi personil Kementerian / Lembaga / dalam melaksanakan pengkajian risiko bencana di wilayah-nya.

Manfaat kurikulum ini antara lain, peserta memahami konsepsi kajian risiko bencana, proses dan pemanfaatan hasil kajian risiko bencana yang selanjutnya menjadi sumber data penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Pembangunan; serta da-pat memfasilitasi proses pengkajian risiko bencana.

Draf kurikulum mengemukakan bahwa sasaran peserta yang mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan ini adalah sumber daya manusia yang bekerja di bidang penanggulangan bencana untuk mendapatkan kompetensi di bidang kajian risiko bencana. Kurikulum tersebut diharapkan akan menjadi panduan dasar pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kajian risiko dalam pengu-rangan risiko bencana guna memastikan tersedianya para pelaku pemegang mandat yang kompeten.

KOMPETENSI TUJUAN PEMBELA-JARAN

INDIKATOR STRUKTUR KURIKULUM

Mampu memahami konsep-konsep dasar penanggulangan ben-cana

Memahami pengertian bencana, bahaya,

kerentanan, kapasitas dan risiko.

Mampu menjelaskan pengertian-pengertian dasar tentang bencana, bahaya, kerentanan, kapasitas dan risiko

Difinisi seputar PB (2 jp)

Memahami pengertian, tu-juan dan manfaat penang-gulangan bencana

Mampu menjelaskan pengertian, tujuan dan manfaat penanggulan-gan bencana

(9)
(10)

2.4 Sasaran dan Prasyarat

(11)

Jakarta, 1 April 2016

SASARAN & PRASYARAT

Sasaran Pelaksana

Syarat Khusus Pernah mengikuti pelatihan dasar penanggulangan bencana,

Sudah atau akan terlibat dalam pelaksanaan pengolahan data, proses penilaian dan pengambilan keputusan kajian risiko bencana.

Syarat Umum Mampu menggunakan aplikasi komputer setara dengan Microsoft Office

Referensi

Dokumen terkait

Selain berkurangnya ketakutan akan hal yang tidak nyata, penulis juga berharap karakter tersebut dapat menjadi media hiburan dalam hal horor karena di Indonesia masih sangat

Pengusahaan sumber daya air yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang

Adapun hasil dari penelitian ini ada pengaruh pelaksanaan Layout yang tepat untuk kelancaran proses produksi pada PT.Gerbang Nusa Tenggara Barat Emas (Persero)

dengan kondisi kadar air kering disi kadar air kering udara yaitu 12%-20% udara yaitu 12%-20% yang d yang dilakukan pengujian ilakukan pengujian di Laboratorium Uji bahan

Penyusunan materi pengembangan bahan pembelajaran i’rāb ini disesuaikan dengan materi-materi pokok dalam sintaksis Arab yang menekankan pada kemampuan peserta didik untuk

Algoritma K-Means Clustering mampu mengelompokan data DAS menjadi beberapa kelompok sesuai kemiripan dan karekteristik masing-masing dengan Tingkat validasi data

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap label produk daging olahan (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa pemenuhan terhadap aturan penulisan label produk olahan daging

pelaksanaan langkah-langkah untuk mendokumentasi pertemuan keputusan atau transaksi elektronik dan meng- capture (menangkap) aktivitas dalam sistem pengelolaan