• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Pada Perpustakaan Universitas Negeri Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Pada Perpustakaan Universitas Negeri Medan"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Manajemen Pengetahuan

Konsep manajemen pengetahuan berasal dan berkembang di dunia bisnis, diterapkan dengan tujuan untuk meningkatkan dan memperbaiki pengoperasian perusahaan dalam rangka meraih keuntungan kompetitif dan meningkatkan laba. Manajemen pengetahuan digunakan untuk memperbaiki komunikasi diantara manajemen puncak dan diantara para pekerja untuk memperbaiki proses kerja, menanamkan budaya berbagai pengetahuan dan untuk mempromosikan dan mengimplementasikan sistem penghargaan berbasis kinerja. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep manajemen pengetahuan semakin berkembang pula sesuai dengan bidangnya.

(2)

8 Untuk dapat berpartisipasi aktif dalam siklus pengetahuan, dan mengelola pengetahuan yang explisit maupun implicit perpustakaan harus menjadi mitra bagi pengguna, menjadikan pengguna sebagai mitra, dan melayani mereka sebagai anggota jaringan. Disamping itu, perpustakaan harus menyediakan fasilitas yang memudahkan terjadinya keseluruhan proses pengetahuan. Dengan demikian, perpustakaan bisa membantu, para pengguna berkolaborasi menjadi manajer-manajer pengetahuan.

2.1.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan

Seperti yang diketahui bahwa pengetahuan (knowledge) itu cukup kompleks jika diuraikan secara multiaspek. Dalam berbagai tulisan yang ada, manajemen pengetahuan adalah sebuah konsep baru di dunia bisnis utamanya, namun sekarang di banyak kegiatan organisasi, aplikasi manajemen pengetahuan sering digunakan, langsung ataupun tidak langsung.

Menurut Laudon (2002, 372) bahwa :

”Manajemen pengetahuan berfungsi meningkatkan kemampuan organisasi untuk belajar dari lingkungannya dan menggabungkan pengetahuan ke dalam proses bisnis. Manajemen pengetahuan adalah serangkaian proses yang dikembangkan dalam suatu organisasi untuk menciptakan, mengumpulkan, memelihara dan mendiseminasikan pengetahuan organisasi tersebut”.

(3)

9 Widayana (2005, 5) mendefinisikan bahwa:

Manajemen pengetahuan merupakan suatu sistem yang dibuat untuk menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan pengetahuan dalam organisasi. Sehingga pengetahuan mudah digunakan kapan pun diperlukan, oleh siapa saja sesuai dengan tingkat otoritas dan kompetensinya.

Manajamen pengetahuan juga berarti sebagai sebuah proses perencanaan dan pengontrolan kinerja aktivitas tentang pembentukan proses pengetahuan, yakni proses yang membantu suatu organisasi atau lembaga dalam mendapatkan, memilih, menyebarluaskan (distribusi), dan mentransfer informasi yang dianggap penting dan informasi yang didapat dari beragam keahlian seseorang seperti informasi yang muncul pada saat diskusi untuk menyelesaikan masalah organisasi, pembelajaran dinamis, perencanaan strategis, dan proses pengambilan keputusan. (Yusuf 2012, 23)

Banyak bidang ilmu yang mempelajari manajemen pengetahuan sehingga definisinya pun bervariasi. Dari kebanyakan pendapat yang dikemukakan mengenai pengertian manajemen pengetahuan, pengertian manajemen pengetahuan yang dinilai paling mendekati bidang ilmu perpustakaan yaitu pengertian dari Gartner Group yang dikutip oleh Srikantaiah (2000, 3) :

(4)

10 Dari pendapat-pendapat di atas dapat dipahami bahwa konsep manajamen pengetahuan berkaitan dengan manajemen dokumen yang menjadi salah satu fungsi perpustakaan yaitu penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, pemanfaatan dan penyebaran serta penemuan kembali pengetahuan dan informasi yang tepat sehingga mudah diakses kapan pun diperlukan oleh siapa saja sesuai dengan kebutuhannya. Namun ada satu konsep baru yang menarik dalam manajemen pengetahuan yaitu experience in individual workers atau pengalaman kerja seseorang. Konsep ini yang belum diadaptasi oleh perpustakaan sehingga menjadi bidang kerja yang tidak hanya mampu mengembangkan organisasi tetapi juga bermanfaat bagi perpustakaan itu sendiri.

2.1.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan

Pada umumnya manfaat dari manajemen pengetahuan adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Webster Online Dictionary (2008, 2) manfaat manajemen pengetahuan adalah:

1. They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of explicit knowledge. This explicit knowledge consists of all documents, accounting records, and data stored in computer memories. This information must be widely and easily available for an organization to run smoothly. A KMS is valuable to a business to the extent that it is able to do this. 2. They facilitate the collection, recording, organization, filtering,

analysis, retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge consists of informal and unrecorded procedures, practices, and skills. This “how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of employees. A KMS is of value to a business to the extent that it can codify these “best practices”, store them, and disseminate them through-out the organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive employee turnover. It makes tacit knowledge explicit. 3. They can also perform an explicitly strategic function. Many feel

(5)

11 strategic advantage that is truly sustainable. That is to build an organization that is so alert and so agile that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is only possible with an adaptive system like a KMS which creates learning loops that automatically adjust the organizations knowledge base every time it is used.

4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole supply chain with the use of extranet based knowledge portals.

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa manfaat manajemen pengetahuan adalah memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan, analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan implisit serta dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas.

Menurut Frappaolo dan Toms yang dikutip oleh Dewiyana (2009, 29), fungsi aplikasi manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:

1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan (to match) kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikian, intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien. 2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya

ke tempat penyimpanan (repository) eksternal, dengan cara seefisien mungkin. Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan.

3. Internalization: adalah “pengambilan” (extraction) pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok dengan pemahamannya. Maka, fungsi ini mencakup interpretasi format ulang penyajian pengetahuan.

4. Cognition adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu.

(6)

12 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan eksternal dan sebaliknya pengambilan pengetahuan dari penyimpanan eksternal yang disaring sesuai dengan kebutuhan dan mudah dipahami oleh pengguna.

2.1.3 Level Manajemen Pengetahuan

Level manajemen pengetahuan terdiri dari beberapa tingkatan yang digambarkan dengan piramida Gambar 2.1 dimana masing-masing tingkatan menunjukkan proses yang saling terkait satu sama lain.

Gambar 2.1 : Piramida Manajemen Pengetahuan

Sumber: Diolah dari Outsell (2000, 10); Bawden (1996, 75); Partridge dan Hussain (1994, 2); Rosenberg (2001, 70) dalam Dewiyana (2009, 24)

Wisdom

Knowledge

Information

Data

Knowledge analized and aplied

Information analized and aplied

Data analized and aplied

Disprate data Judgement and values

Experince and learning

Heuristic and rules

(7)

13 Berdasarkan Gambar 2.1 terdapat empat level dalam manajemen pengetahuan dengan rincian sebagai berikut:

Level 1: Data tersebar ditransformasikan oleh processing (pemrosesan data) ke informasi. Pada level ini biasanya disebut manajemen dokumen yaitu mengelolah isi informasi (content management), mengorganisasikan dan mendistribusikan informasi. Pemakai dapat melakukan akses dan temu kembali dokumen secara Online pada database.

Level 2: Data dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi informasi. Pemakai bisa menyumbangkan informasi ke sistem, menciptakan isi baru dan mengembangkan database pengetahuan. Pemakai bisa membaca dokumen Online, men-download, melengkapinya dan kemudian mengirimkannya ke tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian informasi dapat secara terus menerus di-update.

Level 3: Informasi dianalisis dan diterapkan sehingga menjadi pengetahuan. Hal ini memerlukan pemahaman tentang input dan output informasi untuk mendukung kegiatan organisasi. Pengetahuan dibangun oleh organisasi melalui proses pemerolehan, pendistribusian, kolaborasi dan komunikasi serta penciptaan pengetahuan baru.

Level 4: Pengetahuan dianalisis dan diterapkan sehingga membuat orang bijaksana. Pada level ini enterprise intelligence dikembangkan dengan membangun jaringan pakar, interaksi dengan database operasional, dan performance support, dimana pengetahuan baru yang dihasilkan,

(8)

14 Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa terdapat keterkaitan antara level manajemen pengetahuan yang satu dengan level yang lain yaitu sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia pengetahuan dengan pencari pengetahuan.

2.1.4 Jenis Pengetahuan

Menurut yang dikemukan oleh Polanyi (1967) yang dikutip oleh Prasetya bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan tacit dan explicit.

1. Pengetahuan Implisit (Tacit Knowledge)

Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang berada di dalam pikiran manusia yang tidak dinyatakan dalam bentuk tulisan, melainkan sesuatu yang terdapat dalam benak orang-orang yang bekerja di dalam suatu organisasi. Pengetahuan implisit berupa wawasan (insights), gerak hati (intuitions), dan firasat (hunches) yang sulit diungkapkan dan dibagi kepada orang lain. Pengetahuan implisit bersifat subyektif, intuisi, terkait erat dengan aktivitas dan pengalaman individu serta idealisme, values, dan emosi.

Menurut Nonaka, pengetahuan implisit memiliki dua dimensi. Yang pertama adalah dimensi teknis dan yang kedua adalah dimensi kognitif, seperti dikutip berikut ini: “Technical dimensions encompasses the kind of informal personal skills often offered as “know-how”. Cognitive dimensions consist of

beliefs, ideals, values, and mental models” (Nonaka yang dikutip oleh Prasetya,

2014).

(9)

15 pengetahuan yang diperoleh karena pengalaman ini, relatif sulit didefinisikan dan dijelaskan.

b. Dimensi kognitif, terdiri dari kepercayaan, persepsi, idealisme, values, emosi dan mental yang juga sulit dijelaskan. Dimensi ini akan membentuk cara seseorang menerima segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

Pengetahuan implisit individu ini sangat penting bagi sebuah organisasi. Berbeda dengan pengetahuan eksplisit, pengetahuan implisit adalah pengetahuan tak bersrtuktur. Pengetahuan implisit hanya berada dikepala manusia dalam bentuk abstrak. Pengetahuan implisit berbentuk pengalaman, skill, pemahaman, serta pengetahuan yang sulit diartikulasikan dan dituliskan dalam kata-kata, teks, maupun gambar yang berada di dalam benak seseorang.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka penulis memahami bahwa pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang bersumber dari pengalaman, keyakinan, asumsi, kebiasaan dan budaya atau proses pembelajaran yang terbentuk dalam pribadi maupun kelompok yang sifatnya sulit diidentifikasi, disimpan, dipetakan dan sulit dibagi.

2. Pengetahuan Eksplisit (Explicit Knowledge)

(10)

16 Menurut Awad dan Ghaziri yang dikutip oleh Prasetya (2014, 12) “pengetahuan eksplisit lebih mudah ditemukembali dan ditransfer kepada orang lain dibandingkan pengetahuan implisit. Hal ini disebabkan karena pengetahuan implisit sulit untuk dibagi melalui ruang dan waktu.”

Dari pengertian tersebut pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan implisit yang telah didokumentasikan, telah diartikulasikan dalam bahasa yang formal sehingga lebih mudah diterima oleh orang lain. Sedangkan menurut Nonaka dan Takeuchi (1995, 3), Explicit knowledge (documented, computer) readily accessible, as well as documented into formal knowledge resources that are often

well organized. Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang siap diakses, telah

didokumentasikan dalam sumber pengetahuan formal yang telah diorganisir dengan baik.

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang bersumber dari pengetahuan implisit (tacit knowledge) yang diartikulasikan, didokumentasikan, dikodifikasi, diorganisir,

(11)

17 Gambar 2.2 : Pertukaran Pengetahuan dalam Organisasi

Sumber : Nonaka yang dikutip oleh Dewiyana (2009, 26)

2.1.5 Sumber Pengetahuan

Sumber-sumber pengetahuan dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu: modal pengetahuan (knowledge capital), modal sosial (social capital) dan modal infrastruktur (infrastructure capital) (Short 2000, 354-357).

a) Modal pengetahuan (knowledge capital)

Aset pengetahuan boleh jadi tersimpan, atau terletak pada pekerjaan rutin, proses dan prosedur, peran jabatan dan pertanggungjawaban, dan struktur organisasi. Pengetahuan yang tersimpan dalam sistem ini digunakan secara reguler untuk melaksanakan tugas atau langkah-langkah proses pekerjaan secara konsisten.

b) Modal Sosial (social capital)

(12)

18 tersimpan dalam, tersedia melalui, dan diperoleh dari jaringan antar hubungan yang diproses oleh individu atau organisasi. Inti teori aset sosial adalah tersedianya jaringan antar hubungan yang menyediakan sumber untuk menjalankan kegiatan sosial, menyediakan koleksi aset pengetahuan yang dimiliki kepada anggota mereka.

c) Modal Infrastruktur (Infrastructure Capital)

(13)

19 Tabel 2.1 : Sumber-Sumber pengetahuan

Knowledge Resources Social Capital Infrastructure

Explicit Culture Processes

Tacit Trust Resources

Formal Knowledge Behavior Technology

Informal Human Capital Issues Matric

Sumber: Prusak (1998) seperti dikutip Koenig dan Srikantaiah (2000, 30)

Dari Tabel 2.1 dipahami bahwa agen yang menggunakan aset pengetahuan (customer capital) berada dalam semua ranah. Di dalam sumber-sumber pengetahuan mencakup customer, di infrastruktur juga mencakup customer, dan dalam social capital mencakup antar hubungan, bukan hanya dengan organisasi, tetapi juga dengan customer (dan supplier yang juga salah satu dari customer).

2.1.6 Penerapan Manajemen Pengetahuan

Menurut Bhatt yang dikutip oleh Dewiyana (2008, 12) menyatakan bahwa ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan. Ketiga aspek tersebut adalah:

1. People aspects, terdiri dari pendidikan, pengembangan, rekrutmen, motivasi, retensi, organisasi, uraian pekerjaan, perubahan budaya perusahaan, dan mendorong adanya pengembangan pemikiran, kerjasama dan partisipasi seluruh pegawai (share knowledge to creating value through social interaction).

2. Process aspects, yaitu terdiri dari proses inovasi, continues improvement, dan perubahan radikal seperti reengineering.

(14)

20 Gambar 2.3 : Komponen Knowledge

Sumber: Bhatt, 2000

Dari Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa komponen sumber daya manusia menjadi faktor penting penerapan manajemen pengetahuan untuk menghasilkan budaya belajar dalam suatu organisasi karena hampir sebagian besar pengetahuan yang dimiliki seseorang jauh lebih berpotensi daripada teknologi yang disediakan oleh organisasi.

Pendapat lain dikemukakan Brooking yang dikutip oleh Dewiyana (2008, 15), ada empat langkah strategi aplikasi manajemen pengetahuan di perpustakaan, yaitu:

1. Identify knowledge, yaitu mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan fungsinya yang sebenarnya.

2. Audit knowledge yaitu mengidentifikasi pengetahuan optimal yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang optimal.

3. Docment knowledge, yaitu mendokumentasikan asset pengetahuan menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan.

(15)

21 Menurut Sangkala (2007, 201) ada sepuluh langkah strategi untuk menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain:

1. Analisis infrastruktur yang ada

2. Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis 3. Mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan

4. Mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada 5. Mendesain tim manajemen pengetahuan

6. Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan 7. Pengembangan sistem manajemen pengetahuan 8. Prototipe dan uji coba

9. Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan

10. Evaluasi kinerja, mengukur roi, dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.

Langkah-langkah di atas merupakan suatu proses yang saling terkait satu sama lain sehingga menjadi suatu sistem yang utuh dari pendekatan knowledge management dalam pengelolaan perpustakaan.

Sedangkan menurut Bynton (1996), strategi aplikasi KM mencakup: (a) making knowledge visible (mudah digunakan: menentukan siapa mengetahui apa;

klasifikasi keahlian); (b) building knowledge intensity (penciptaan pengetahuan/khazanah lokal: training, mengembangkan kecakapan; manajemen proses pengetahuan; dan jaringan); (c) developing a knowledge culture (mendorong motivasi: nilai dan budaya, rewarding, sharing atau bertukar pengetahuan, berbagi pemikiran dan pandangan, percaya satu sama lain); (d) building a knowledge infrastructure (memungkinkan akses ke sumber-sumber

(16)

22 Tabel 2.2 Strategi Konsep Manajemen Pengetahuan

Making Knowledge Visible Building Knowledge Intensity

Easy Usability:

Who knows what Taxonomy of expertise Yellow pages

Competence

(Local) Creation:

Training face to face contact Competence centers

Community of practices Management to knowledge

processes Networking

Building Knowledge Infrastructure Developing a Knowledge Culture

Global Access:

Common communication infrastructure

Access to external/internal Information/knowledge/Sources Use of modern methods and tools

Motivation Enabler: Values and culture Rewarding

Sharing/exchange knowledge Shared mindset and vision Trust if each other

Sumber : Bynton dalam Muralidhar (2000, 24)

Dari pendapat tersebut disimpulkan bahwa strategi penerapan manajemen pengetahuan terdiri dari mengidentifikasi, mengaudit dan mendokumentasikan asset pengetahuan yang ada, kemudian membangun infrastruktur komunikasi menggunakan metode dan alat-alat modern untuk penyebaran dan pengaksesan ke sumber informasi dan pengetahuan baik dari dalam maupun dari luar organisasi.

(17)

23 2.1.7.1 Penciptaan Pengetahuan

Dalam penciptaan pengetahuan, dikenal yang namanya Spiral Of Knowledge, yaitu sebuah model yang menggambarkan bagaimana sebuah

pengetahuan berpindah dari yang berbentuk tacit menjadi eksplicit dan berpindah lagi menjadi tacit. Dalam proses ini, pengetahuan bukanlah sesuatu yang statis dan memiliki akhir, melainkan suatu proses yang berkelanjutan dan dinamis antar pengetahuan tacit dan eksplicit. Pengetahuan terus-menerus diciptakan dalam setiap kelompok, perusahaan atau organisasi dengan berinteraksi di antara orang-orang yang menghasilkan pengetahuan.

Pengetahuan dapat diciptakan melalui kombinasi dan pertukaran. Masih mungkin ada cara lain selain dua cara tersebut namun dua cara ini termasuk mekanisme kunci dalam pembentukan pengetahuan bersama. Pengetahuan juga dapat tercipta dari pengetahuan yang melibatkan kegiatan penciptaan kombinasi-kombinasi baru, baik dengan jalan mengkombinasi-kombinasikan elemen-elemen yang tadinya tidak saling berhubungan maupun dengan mengembangkan cara baru dalam mengkombinasikan elemen-elemen yang sudah berhubungan.

Menurut cara yang digunakan, terdapat 4 proses konversi knowledge menurut Nonaka (dalam Dewiyana 2009, 37) yaitu:

1. Socialization, adalah konversi dari tacit knowledge ke tacit knowledge, terjadi ketika seorang individu berbagi tacit knowledge secara langsung dengan orang lain, seperti melalui diskusi, seminar, percakapan dan sebagainya sehingga pengetahuan seseorang menjadi bagian dari pengetahuan orang lain. Proses ini tidak cukup hanya dilakukan dengan mendengarkan dan berpikir.

(18)

24 3. Combination, adalah konversi dari explicit knowledge ke explicit

knowledge. Hal ini terjadi ketika seorang individu menggabungkan explicit knowledge yang berbeda ke dalam lingkaran explicit knowledge yang baru melalui analisis, pengelompokan, dan penyusunan kembali. 4. Internalization, adalah konversi dari explicit knowledge ke tacit

knowledge, yang terjadi ketika explicit knowledge dimanfaatkan bersama (sharing) melalui organisasi dan jaringan informasi untuk memperluas, mengkerangkakan kembali (reframe) dan mengembangkan tacit knowledge-nya.

2.1.7.2 Pengadaan Pengetahuan

Pengetahuan tidak hanya dapat diraih dari buku manual atau literatur, tetapi juga dapat diraih dengan metafora, intuisi, dan pengalaman (Nonaka 1995, 11). Pengadaaan pengetahuan merupakan istilah lain dari perekaman pengetahuan (knowledge capture). Dapat dipahami bahwa proses pengadaan pengetahuan merupakan kegiatan pengumpulan segala sumber daya pengetahuan yang telah diciptakan yang selanjutnya dapat disimpan dan diintegrasi dalam sistem perpustakaan.

(19)

25 Gambar 2.4 Proses Pengadaan Pengetahuan

Sumber : Partidge dan Hussain (1995,187) yang dikutip oleh Dewiyana (2009, 40) Code knowledge-base

Plan knowledge-base

Identify Define

Develop partial Knowledge dictionaries Plan testing phase

Organize knowledge

Identify type knowledge needed Classify knowledge

Select knowledge engineer and domain expert Determine knowledge

Extract/explicit knowledge

Select technique of knowledge acquisition Conduct interview

Conduct brainstorming Consult resources Document knowledge

Formulate and represent knowledge

Select instrument Use instrument Analyse result

Represent knowledge

Implement knowledge-base

(20)

26 2.1.7.3 Penyaringan Pengetahuan

Penyaringan pengetahuan berarti memilih sumber pengetahuan yang tersedia melalui suatu proses penyaringan (filtering process). Proses penyaringan bertujuan untuk mempertimbangkan mana informasi yang tepat untuk digunakan dan mana yang harus diabaikan. Hal ini untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber-sumber pegetahuan yang akan disimpan. Selain itu juga untuk menjamin agar sumber-sumber pengetahuan senantiasa relevan dengan kebutuhan sehingga tetap diminati pemakainya.

Faktor utama yang menentukan mana informasi yang akan dinilai, adalah relevansi informasi bagi penerima. Relevansi juga berarti bahwa seseorang akan lebih memperhatikan ke informasi yang berhubungan dengan minatnya atau kepada masalah yang sedang dihadapi (Dewiyana 2009, 41).

Peran perpustakaan dalam penyaringan pengetahuan adalah memilih dan menggunakan pengetahuan yang sangat mendukung pencapaian tujuan perpustakaan.

2.1.7.4 Pengorganisasian dan Penyimpanan Pengetahuan

Kegiatan pengorganisasian lebih dekat dengan pengolahan explicit knowledge, atau knowledge yang terekam. Organisasi harus memastikan informasi

(21)

27 Pada perpustakaan dikenal dengan istilah klasifikasi, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan representasi pengetahuan yaitu penomoran bahan pustaka dengan menggunakan berbagai skema klasifikasi seperti DDC, UDC, LC, dan di lingkungan internet untuk koleksi berbentuk digital digunakan standar metadata Dublin Core.

Menurut Dewiyana (2009, 43):

Kegiatan pengorganisasian selalu diikuti dengan kegiatan penyimpanan. Jika kegiatan dilakukan di tingkat organisasi, pengetahuan disimpan dalam penyimpanan pengetahuan (knowledge repository) misalnya: server, yang dapat diakses secara kolektif untuk pemanfaatan bersama. Adanya knowledge repository ini dan ketersediaan data di dalamnya merupakan prasyarat terjadinya pertukaran dan penggabungan pengetahuan yang memungkinkan terciptanya pengetahuan baru.

Dapat disimpulkan bahwa proses pengorganisasian pengetahuan di perpustakaan selalu terkait dengan proses penyimpanannya. Hal ini berkaitan dengan fasilitas penemuan kembali informasi yang dibutuhkan user. Teknologi informasi yang dapat digunakan dalam proses ini adalah Relational Database Management System (RDBMS), misalnya: database katalog seperti OPAC,

WEBPAC dan lain-lain.

2.1.7.5 Penyebaran dan Akses Pengetahuan

(22)

28 networks) di mana individu dengan keahlian yang diharapkan, terorganisasi secara

formal dalam suatu jaringan dan melakukan kontak satu sama lain, menggalang komunitas dengan minat yang sama (creating a community of interest). (Dewiyana 2009, 44)

Ada 4 langkah strategis aplikasi knowledge manegement di perpustakaan tersebut menurut Brooking dalam Muralidhar (2000, 223) secara garis besar yaitu: 1. Identify knowledge (mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan

fungsinya yang sebenarnya).

2. Audit knowledge (mengidentifikasi pengetahuan optimal yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan yang optimal).

3. Document knowledge (mendokumentasikan aset pengetahuan menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan).

4. Disseminate knowledge (menyebarkan pengetahuan).

Sebagaimana yang dijelaskan di atas merupakan langkah-langkah proses saling terkait satu sama lain sehingga menjadi suatu sistem yang utuh dari konsep manajemen pengetahuan dalam pengelolaan perpustakaan. Konsep tersebut menekankan pada pentingnya pemberdayaan aset intelektual suatu organisasi baik eksplisit maupun implisit.

2.1.7.6 Pemanfaatan Kembali Pengentahuan

Pemanfaatan pengetahuan merupakan hal pokok dari proses manajemen pengetahuan, pemanfaatan pengetahuan merupakan penentu dari kaitan seluruh proses manajemen pengetahuan. Berikut ini merupakan pendapat Levinson yang dikutip oleh Prasetya (2014, 24):

(23)

29 Pemanfaatan pengetahuan ekplisit dengan cara akses dan sharing akan melahirkan ide-ide baru yang menjadi awal terciptanya pengetahuan baru. Proses ini terjadi, hanya dimungkinkan terbukanya akses ke sumberdaya pengetahuan kolektif. Akses pengetahuan adalah suatu proses pengambilan (extraction) pengetahuan dari knowledge repository. Beberapa hal yang berkaitan dengan akses adalah : keanggotaan, ketersediaan data (misalnya : full teks, abstrak, dan lainnya), dan layanan yang bersifat terbuka untuk siapa saja. Teknologi yang dibutuhkan dalam proses ini adalah teknologi untuk knowledge sharing.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa hasil dari manajemen pengetahuan adalah proses penciptaan pengetahuan secara berkesinambungan dimana hasil penciptaan kemudian dimanfaatkan kembali dalam proses penciptaan pengetahuan selanjutnya.

Siklus pengetahuan yang dimulai dari penciptaan sampai pemanfaatan kembali sehingga tercipta pengetahuan baru memyerupai spiral seperti gambar 2.5 berikut ini:

(24)

30 Jika gambar 2.5 di atas dikonversikan ke siklus pengetahuan yang terjadi di perpustakaan maka gambarnya akan menjadi seperti gambar 2.6 berikut ini:

Gambar 2.6 : Pendekatan Manajemen Pengetahuan di Perpustakaan Sumber : Main (dalam Dewiyana 2009, 46)

(25)

31 2.2 Grey Literature

2.2.1 Pengertian Grey Literature

Grey literature (literatur abu-abu) merupakan jenis koleksi yang terdiri dari

laporan penelitian atau karya ilmiah, makalah seminar, dan terbitan pemerintah. Grey literature tidak tersedia di deretan buku untuk dijual (non-commercial

printed materials); fisik luar (cover), pencetakan dan penjilidan sederhana; dibuat

untuk keperluan khusus atau untuk kalangan terbatas, misalnya prosiding, disertasi, bibliografi, laporan dan sebagainya. Banyak penulis atau para ahli memberikan pendapat tentang grey literature.

Reitz (2004, 68) dalam Dictionary for Library and Information Science memberikan definisi grey literature sebagai:

Printed works such as reports, preprints, internal documents, Ph.D. dissertations, master’s theses, and conference proceedings, not readily available through regular market channels because they were never commercially published or listed or were poorly distributed.

Sedangkan menurut Virginia Institut of Marine Science (VIMS) (2003, 1), grey literature adalah :

This term refers to papers, reports, technical notes or other documents produced and published by governmental agencies, academic institutions and other groups that are not distributed or indexed by commercial publishers.

(26)

32 komersial dan tidak tersedia dipasaran (tidak semua perpustakaan memiliki) karena jumlah cetakan yang sangat terbatas.

2.2.2. Jenis Dokumen Grey Literature

Secara umum, koleksi grey literature tidak dapat dipinjamkan kepada pengguna dan hanya boleh dibaca di tempat saja. Skripsi, tesis, disertasi, makalah seminar, laporan penelitian, dan pidato pengukuhan adalah jenis koleksi grey literature yang terdapat di perpustakaan perguruan tinggi. Namun beberapa

contoh dokumen grey literature lainnya terdapat dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004, 55) menyatakan bahwa:

Grey literature (literatur abu-abu) yang dimaksud adalah: 1. Skripsi, tesis, disertasi

2. Makalah seminar, symposium, konferensi, dsb

3. Laporan Penelitian dan Pengadian kepada masyarakat 4. Laporan lain-lain, Pidato Pengukuhan, dsb

5. Artikel yang Dipublikasikan oleh media masa. 6. Publikasi Internal Kampus

7. Majalah atau Buletin Kampus.

Pendapat lain dikemukakan Rompas yang dikutip oleh Huda (2007, 19) yang menyatakan bahwa:

(27)

33 Adapun bentuk dokumen Grey Literature terdiri dari tercetak dan elektronik. Menurut Santosa (2014) ada tipe baru dalam Grey Literature yang merupakan bentuk elektronik yaitu

1. Informal communication (minutes) 2. E-prints and pre-prints

3. Blogs

4. Web-based video and audio (YouTube, podcast) 5. Google Scholar

6. Research profiles 7. Repositories 8. Catalogues

Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa koleksi grey literature meliputi karya ilmiah dan non ilmiah yang dihasilkan oleh suatu

perguruan tinggi, lembaga pemerintah, pusat penelitian baik dalam bentuk tercetak maupun elektronik berupa skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, majalah, bulletin kampus, terbitan pemerintah, laporan tahunan, pidato pengukuhan guru besar yang wajib disimpan di perpustakaan sesuai keputusan rektor.

2.2.3 Pengolahan Grey Literature

(28)

34 Menurut Sutarno (2005: 104) “kegiatan pengolahan bahan pustaka meliputi pekerjaan membuat identifikasi informasi, katalogisasi, klasifikasi, pembuatan kelengkapan koleksi, penyusunan koleksi, dan pengolahan dengan komputer”. Sedangkan menurut Qalyubi yang dikutip oleh Iskandar (2011) yaitu “yang dimaksud dengan kegiatan pemrosesan atau pengolahan bahan pustaka adalah suatu kegiatan yang meliputi kegiatan-kegiatan: inevntarisasi, klasifikasi, pembuatan catalog, penyelasaian dan penyusunan buku di rak”.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

kegiatan pengolahan bahan pustaka meliputi inventarisasi, katalogisasi,

klasifikasi pembuatan kelengkapan koleksi dan penyusunan koleksi ke rak. Hal ini

sama halnya dengan pengolahan koleksi grey literature.

2.2.3.1 Pengadaan Koleksi Grey Literature

Pada prinsipnya pengadaan bahan pustaka di setiap perpustakaan merupakan salah satu bagian dari pekerjaan perpustakaan yang mempunyai tugas mengadakan dan mengembangkan koleksi-koleksi yang menghimpun informasi dalam segala macam bentuk, seperti buku, majalah, brosur, tukar menukar maupun pembelian. Dengan demikian pengadaan bahan pustaka baru bisa dikatakan suatu proses kerja untuk mengindentifikasi dan menghimpun bahan-bahan yang sesuai untuk dijadikan koleksi di setiap perpustakaan.

Menurut Sulistyo-Basuki (2001, 27) menyatakan bahwa:

(29)

35 Menurut Darmono (2001, 43), Ada beberapa metode dalam pengadaan bahan pustaka adalah sebagai berikut :

1. Pembelian, untuk meringankan biaya pembelian, kita bisa melakukan pembelian di bursa buku-buku bekas atau menelusuri pameran-pameran buku karena pameran-pameran buku biasanya memberikan diskon besar-besaran, kesempatan seperti ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi pengelola perpustakaan.

2. Tukar-menukar, kita bisa melakukan kerja sama dengan perpustakaan yang lain dengan tukar-menukar koleksi dengan cara peminjaman jangka panjang. Sehingga pemustaka bisa memanfaatkan koleksi dari perpustakaan yang lain.

3. Hadiah, untuk mendapatkan buku secara cuma-cuma/ hadiah, maka perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif bekerja sama dalam mencari unit kerja atau instansi atau LSM mana yang dapat menghadiahkan buku-bukunya bagi keperluan perpustakaan. Pendekatan ini sangat diperlukan, karena dengan adanya permohonan yang resmi dari pejabat perpustakaan akan memudahkan proses pustakawan dalam memperoleh buku-buku yang di perlukan perpustakaan secara cuma-cuma.

4. Sumbangan, perpustakaan dan pustakawan harus pro aktif mencari perpustakaan yang akan mengadakan penyiangan koleksi, sehingga bisa membuat permohonan buku-buku hasil penyiangan tersebut bisa disumbangkan dan dimanfaatkan oleh perpustakaan kita.

5. Kerjasama, kita bisa mendapatkan bahan pustaka dengan melakukan kerjasama, misalnya dengan penerbit dan penulis dengan mendapatkan harga buku-buku yang serendah-rendahnya dengan kualitas yang sama dengan buku yang bagus dan mahal.

6. Terbitan Sendiri, metode pengadaan koleksi yang terakhir adalah dengan memproduksi sendiri koleksi perpustakaan. Contoh kongkrit dari metode pengadaan ini antara lain adalah kliping atau karya tulis yang dihasilkan oleh pustakawan, siswa dan guru yang kemudian dihimpun menjadi koleksi perpustakaan.

(30)

36 Sebagai pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh suatu perguruan tinggi, setiap publikasi di lingkungan perguruan tinggi wajib diserahkan ke perpustakaan. Melalui pusat deposit ini, perpustakaan memungkinkan untuk mendapat tambahan bahan pustaka yang bersifat grey literature. Dalam perpustakaan perguruan tinggi, kegiatan pengumpulan atau

pengadaan koleksi grey literature dilakukan melalui wajib simpan terbitan perguruan tinggi sesuai keputusan rektor. (Siagian 2009, 48)

2.2.3.2 Pengorganisasian dan Penyimpanan Koleksi Grey Literature

Kegiatan pengorganisasian dilakukan sejak koleksi Grey literature masuk ke perpustakaan sampai siap untuk dilayankan dan dimanfaatkan oleh pengguna. Kegiatan ini bertujuan agar semua koleksi dapat ditemukan dan dipergunakan dengan mudah oleh pengguna. Dalam organisasi perpustakaan, pengorganisasian lebih dikenal dengan proses klasifikasi, katalogisasi serta pembuatan metadata koleksi. Klasifikasi yaitu kegiatan penomoran koleksi dengan menggunakan standar klasifikasi seperti DDC, UDC, LC dan penentuan subjek menggunakan LCSH. Sedangkan untuk koleksi elektronik/digital digunakan standar metadata Dublin Core.

(31)

37 2.2.3.3 Pengaksesan dan Temu Kembali

Kecepatan perubahan dan penambahan informasi menyebabkan dibutuhkannya suatu sistem yang dapat mengakses dan menyediakan berbagai informasi tersebut. Dengan munculnya keragaman kebutuhan manusia dan keterbatasan komputer yang hanya bisa bekerja jika langkah-langkah kerja itu teratur atau terpola sebelumnya. Maka persoalan keragaman kebutuhan ini menimbulkan persoalan relevansi. Sistem temu kembali hanya bisa bekerja dengan efektif jika pemakai melakukan tindakan-tindakan yang terpola juga. Jika pemakai sistem bertingkah laku serampangan, sistem komputer akan bingung juga akhirnya.

(32)

38 Hasugian (2003) menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi pada dasarnya adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil (retrieval) suatu dokumen dari suatu simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi.

Sedangkan Salton yang dikutip oleh Janusaptari (2006, 2) menyatakan bahwa temu kembali informasi merupakan:

Suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali informasi tersebut. Secara konsep bahwa ada beberapa dokumen atau kumpulan record yang berisi informasi yang diorganisasikan ke dalam sebuah media penyimpanan untuk tujuan mempermudah ditemukan kembali. Dokumen yang tersimpan tersebut dapat berupa kumpulan record informasi bibliografi maupun data lainnya.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa temu kembali informasi adalah proses pencarian dokumen dengan mengguanakan istilah (query) yang berhubungan agar dokumen yang muncul sesuai dengan subjek yang dibutuhkan pengguna.

2.2.4 Pengolahan Dokumen Elektronik

(33)

39 Menurut Pendit (2007, 244) Proses digitalisasi tersebut meliputi 3 kegiatan utama yaitu:

1. Scanning, yaitu proses memindai (men-scan) dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital. Berkas yang dihasilkan dalam contoh ini adalah berkas PDF. Dalam bagan tersebut tampak bahwa alat yang digunakan untuk memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan kemampuan perpustakaan.

2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal apa saja yang perlu diedit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perpustakaan. Proses OCR (Optical Character Recognition) dikategorikan pula ke dalam proses editing. OCR adalah sebuah proses yang mengubah gambar menjadi teks. Sebagai contoh, jika kita memindai sebuah halaman abstrak tesis, maka akan dihasilkan sebuah berkas PDF dalam bentuk gambar. Artinya, berkas tersebut tidak dapat diolah dengan program pengolah kata. Untuk mengubahnya menjadi teks, dibutuhkan proses OCR. Proses OCR hanya dilakukan untuk halaman abstrak saja karena 2 (dua) alasan: Pertama, halaman abstrak perlu dikonversi menjadi teks, karena setiap kata di dalam abstrak akan diindeks menjadi kata kunci oleh software temu-kembali. Proses pengindeksan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap dokumen dalam bentuk teks. Alasan kedua, proses OCR tidak dilakukan terhadap seluruh halaman karya akhir karena proses ini memakan waktu dan tenaga yang cukup banyak, sehingga proses digitalisasi ini tidak efisien. Memang benar bahwa ukuran berkas yang dihasilkan dari proses OCR ini akan lebih kecil dari ukuran berkas dalam bentuk gambar, namun, dengan teknologi hardisk yang semakin maju – ukuran hardisk saat ini semakin besar dan harganya semakin murah – maka alasan melakukan proses OCR untuk memperkecil ukuran berkas menjadi tidak relevan lagi disini.

(34)

Gambar

Gambar 2.2 : Pertukaran Pengetahuan dalam Organisasi
Tabel 2.1 : Sumber-Sumber pengetahuan
Gambar 2.3 : Komponen Knowledge
Tabel 2.2 Strategi Konsep Manajemen Pengetahuan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak — Sektor strategis yang menentukanwilayah berkembang dengan cepat adalah sektor basis dan sektor industri.Provinsi Aceh memiliki laju pertumbuhan wilayah lambat

Conduc ă torul executiv al auditului de ţ ine responsabilitatea general ă pentru supervizarea misiunii, indiferent dacă este efectuată prin activitatea de audit intern sau

Model ini akan disimulasikan dalam ruang dengan dimensi tertentu dengan se- jumlah iterasi sehingga di setiap iterasi, posisi partikel akan semakin mengarah ke target yang

Pada tahun 1895 Charles Overton menyatakan bahwa membran terdiri dari lipid. Berdasarkan pengamatannya bahawa unsur yang larut

Jika pris duduknya berkelompok dan wanita duduknya berkelompok kecuali hanya ada satu orang pris dan wanita duduknya berdekatan, maka banyaknya cara duduk ketujuh orang tersebut

Pada 8 MST dan saat panen kacang tanah (perlakuan-perlakuan E, H, dan K) mempunyai nilai kompetisi yang lebih tinggi dab berbeda nyata dibandingkan dengan kedelai dan kacang

Partikel de digunakan untuk menunjukkan cara, alat ataupun sarana. Ciri kalimat yang menyatakan shudan yaitu dimana nomina yang bervalensi dengan partikel de adalah nomina

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi